xxx Surabaya BES sekarang sudah berubah menjadi Bursa Efek
Indonesia BEI. 2
Pasar sekunder, merupakan tempat diperdagangkannya obligasi setelah diterbitkan dan tercarat di BEI, perdagangan obligasi akan
dilakukan di pasar sekunder.
B. Obligasi Syariah Sukuk
1. Pengertian dasar obligasi syariah sukuk
Menurut Peraturan BAPEPAM No. IX. A.13 tentang penerbitan efek syariah, Sukuk adalah Efek syariah berupa sertifikat atau bukti
kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas:
a. Kepemilikan aset berwujud tertentu
b. Nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi
tertentu c.
Kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tetentu. Menurut
Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional
No:32DSN- MUIIX2002, Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syari’ah yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada
pemegang obligasi
syari’ah berupa
bagi hasilmarginfee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo.
xxxi Obligasi syariah merupakan bentuk pendanaan financing dan
sekaligus investasi memungkinkan beberapa bentuk struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap menghindarkan pada Riba. Berdasarkan pengertian
tersebut, obligasi syariah dapat memberikan Sofiniyah Gufron, 2005:28: a. Bagi hasil berdasarkan akad mudharabahmuqaradhahqiradh atau
Musyarakah . Karena akad mudharabahmusyarakah adalah kerja sama
dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term indicativeexpected
return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja
pendapatan yang dibagihasilkan. b. Margin berdasarkan akad murabahah, salam dan istishna.
c. Fee berdasarkan akad ijarah. Dengan akad tersebut, obligasi syariah akan memberikan pendapatan tetap fixed return.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN MUI menetapkan fatwa no.41 tentang obligasi Ijarah ini menggunakan dasar
sebagai berikut: a.
Firman Allah SWT, antara lain: 1
Firman Allah QS. Al-Ma’idah 5: 1: “Hai orang yang beriman Penuhilah akad-akad itu...”.
2 Firman Allah QS. Al-Baqarah 2 : 233:
...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
xxxii patut. Bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. 3
Firman Allah QS. al-Qashash 28: 26: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, Hai ayahku
Ambillah ia sebagai orang yang bekerja pada kita, karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja pada kita adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. b.
Hadist-hadist Nabi SAW, antara lain: 1
Hadis Qudsi riwayat Muslim dari Abu Hurairah: Allah Subhanahu wa Taala berfirman: Tiga kelompok yang Aku
memusuhi mereka pada Hari Kiamat nanti. Pertama, orang yang bersumpah atas nama-Ku lalu ia mengkhianatinya. Kedua, orang
yang menjual budak belian, lalu ia memakan mengambil keuntungannya. Ketiga, orang yang memperkerjakan seseorang,
lalu pekerja itu memenuhi kewajibannya, sedangkan orang itu tidak membayarkan upahnya HR. Muslim.
2 Hadis Qudsi Riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi
bersabda: Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.
3 Hadis riwayat Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Said al-
Khudri, Nabi s.a.w. bersabda: Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.
xxxiii 4
Hadis riwayat Abu Daud dari Sad Ibn Abi Waqqash, ia berkata: Kami pernah menyewakan tanah dengan bayaran hasil
pertaniannya; maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan
emas atau perak”. 5
Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari `Amr bin `Auf: Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.
c. Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa Al-
Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Dr. Wahbah al-Zuhaili. d.
Kaidah fiqih : Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya. Menghindarkan mafsadat kerusakan, bahaya harus didahulukan
atas mendatangkan kemaslahatan. Obligasi syariah di dunia internasional dikenal dengan sukuk.
Dalam bahasa Inggris sukuk diterjemahkan sebagai Islamic bond. Sukuk berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau
surat. Dalam pembahasan ekonomi syariah Islam, sukuk mengandung
xxxiv pengertian sebagai surat berharga yang merupakan salah satu bentuk
instrumen pembiayaan berdasarkan akad syariah tertentu, yang mewajibkan si penerbit sukuk untuk membayar pendapatan berupa bagi
hasil atau margin keuntungan atau jasa ujrah sebagaimana ditentukan dalam akad serta membayar kembali dana yang tercantum pada lembar
sukuk pada saat jatuh tempo sukuk kepada sipemegang sukuk Iswahjudi
dan Mirza A. Adiwarman Karim, 2006:59. Dari keterangan diatas, kemudian timbullah pertanyaan, apakah
yang dimaksud dengan syariah? syariah merupakan hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-hadist. Sedangkan prinsip keuangan
syariah adalah suatu bentuk sistem keuangan yang berdasarkan prinsip
etika dan keadilan yang berlandaskan syariah, atau hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist yang mengatur berbagai aspek
kehidupan pribadi dan masyarakat. Elemen-elemen utama dari prinsip-prinsip transaksi keuangan
syariah Anonim, 2007: 5:
a. Larangan atas bunga Riba.
b. Penekanan pada perjanjian atau kesepakatan yang adil.
c. Hubungan antara keuangan dengan produktivitas.
d. Anjuran atas sistem bagi hasil atau profit sharing.
e. Larangan terhadap judi atau maysir.
f. Larangan terhadap bentuk-bentuk spekulasi atau ketidak pastian.
xxxv Suatu sukuk dapat dikatakan memenuhi prinsip syariah apabila
jenis akad atau perjanjian penerbitannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, yaitu antara lain transaksaksi yang dilakukan oleh
para pihak harus bersifat adil, halal, thayib dan maslahat. Selain itu, juga harus terbebas dari berbagai unsur larangan, antara lain Riba, maysir dan
gharar . Penerbitan sukuk memerlukan adanya pernyataan kesesuaian
syariah shariah compliance dari ahli syariah yang diakui secara umum
atau dari lembaga yang memiliki keahlian dibidang syariah di Indonesia ini merupakan tugas DSN Dewan Syariah Nasional Anonim, 2007:5.
Gharar merupakan sesuatu yang mengandung keraguan, tipuan
atau tindakan yang bertujuan merugikan orang lain. Gharar terbesar adalah tidak adanya kepastian mengenai rincian objek, cara penyerahan
dan cara pembayaran. Dalam transaksi Islam harus ada itikad baik, sehingga tidak boleh ada gharar yang mengakibatkan kerugian akibat
adanya itikad tidak baik tersebut Adiwarman Karim, 2004:31. Maysir
merupakan unsur spekulasi, judi, dan sikap untung- untungan didalam transaksi keuangan yang memungkinkan diperolehnya
suatu kekayaan dengan cara yang mudah. Maysir yang paling terbesar adalah dimana keuntungan suatu pihak merupakan kerugian pada pihak
lain. Maysir juga bermakna spekulasi murni Anonim, 2007:7. Riba
merupakan unsur tambahan yang diperjanjikan sebelumnya baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam, secara batil atau
xxxvi bertentangan dengan ajaran Islam Anonim, 2007:7. Riba terbagi menjadi
tiga Adiwarman Karim, 2004:33: a.
Riba fadl yaitu Riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang
tidak memenui kriteria kualitasnya, sama kuantitasnya dan sama waktu penyerahanya. Riba fadl dapat ditemui dalam transaksi valas yang
tidak secara tunai. b.
Riba nasiah yaitu Riba yang timbul akibat utang piutang yang tidak
memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko dan hasil usaha muncul bersama biaya. Riba jenis ini dapat ditemui dalam transaksi
pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga tabungan, deposito, giro dan obligasi.
c. Riba jahiliah
yaitu utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman karena peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada
waktu yang telah ditetapkan. Diperbankan konvensional Riba jahiliah dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit yang
tidak dibayar penuh tagihannya. 2.
Kriteria perusahaan yang dapat menerbitkan obligasi syariah emiten. Tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk
menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi Inggi H. Achsien, 2003:
a. Aktivitas utama core business yang halal, tidak bertentangan dengan substansi
Fatwa No:20DSN-MUIIV2001.
Fatwa tersebut
xxxvii menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan
syariah Islam di antaranya adalah:
1 Usaha
perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
2 Usaha
lembaga keuangan konvensional Ribawi, termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
3 Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan
makanan dan minuman haram. 4
Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat
mudarat .
b. Peringkat investment grade: 1
Memiliki fundamental usaha yang kuat; 2
Memiliki fundamental keuangan yang kuat; 3
Memiliki citra yang baik bagi publik. 3.
Obligasi syariah ijarah Obligasi syariah ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad
ijarah . Akad ijarah adalah jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara
atau peminjaman objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar
imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak
xxxviii sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan
manfaat tetapi tidak terjadi pemindahan kepemilikan Sofiniyah Gufron, 2005:32.
Obligasi Syariah tersebut dapat diterbitkan oleh emiten dengan pembatasan tidak boleh dipergunakan untuk refinancing hutang emiten,
akan tetapi hanya diperbolehkan sebagai modal kerja emiten saja. Disamping itu emiten juga harus menjamin bahwa pendapatan yang
dibagihasilkan dengan para pemegang obligasi harus bersih dari unsur non-halal, adapun definsi unsur non-halal adalah sesuai dengan Fatwa
DSN No. 20DSN-MUIIV2001 tanggal 18 April 2001. Pendapatan yang dibagihasilkan itu juga harus berasal dari emiten sendiri, bukan dari
perusahaan afiliasinya, karena yang terikat dengan perjanjian adalah emiten
dengan para pemegang obligasi syariah. Selanjutnya, terkait dengan jenis sukuk yang menjadi underlying
transaction , BAPEPAM-LK memberikan pedoman melalui Peraturan
Nomor IX.A.14. 1
Akad ijarah dalam sukuk ijarah Dalam peraturan BAPEPAM-LK Nomor IX.A.14, yang
dimaksud dengan ijarah berarti perjanjian akad dimana pihak yang memiliki barang atau jasa pemberi sewa atau pemberi jasa berjanji
kepada penyewa atau pengguna jasa untuk menyerahkan hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang dan atau memberikan
jasa yang dimiliki pemberi sewa atau pemberian jasa dalam waktu
xxxix tertentu dengan pembayaran sewa dan atau upah ujrah, tanpa diikuti
dengan beralihnya hak atas pemilikan barang yang menjadi objek ijarah
. 2
Ijarah yang tersebut diatas, wajib memenuhi ketentuan sebagai
berikut: a
Persyaratan pihak yang dapat menjadi pemberi sewa dan penyewa wajib memiliki kecakapan dan kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum baik menurut syariah Islam maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b Hak dan kewajiban pemberi sewa atau pemberi jasa dan penyewa
atau pengguna jasa.
xl
Tabel 2.2 Hak dan Kewajiban Pemberi Sewa dan Penyewa`
Hak Dan Kewajiban Lessor Hak Dan Kewajiban Lessee
a Menerima pembayaran harga sewa atau upah
ujrah sesuai dengan yang disepakati dalam Ijarah
a Memanfaatkan barang dan atau jasa sesuai yang
disepakati dalam ijarah. b Menyediakan barang yang
disewakan atau jasa yang diberikan.
b Membayar harga sewa atau upah ujrah sesuia
yang disepakati dalam ijarah
. c Menanggung biaya
pemeliharaan barang yang disewakan.
c Bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang
serta menggunakannya sesuai yang disepakati
dalam ijarah.
d Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang
disewakan. d Menanggung biaya
pemeliharaan barang yang sifatnya ringan tidak
material sesuai yang disepakati ijarah.
e Bertanggung jawab atas kerusakan barang yang
disewakan yang bukan disebabkan oleh pelanggan
dari penggunaan yang dibolehkan yang
diperbolehkan atau bukan karena kelalaian pihak
penyewa. e Bertanggung jawab atas
kerusakan barang yang disewakan yang
disebabkan oleh pelanggaran dari
penggunaan yang diperbolehkan atau karena
kelalaian pihak penyewa.
f Menyatakan secara tertulis
bahwa pemberi sewa atau pemberi jasa menyerahkan
hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu
barang dan atau memberikan jasa yang
dimilikinya kepada penyewa pernyataan ijab.
f Menyatakan secara tertulis
bahwa penyewa atau penerima jasa menerima
hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu
barang dan atau memberikan jasa yang
dimiliki pemberi sewa pernyataan qobul.
Sumber: BAPEPAM-LK, 2007
3 Persyaratan objek ijarah dalam peraturan BAPEPAM-LK Nomor
IX.A.14 adalah dapat berupa barang dan atau jasa yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
xli a
Manfaat barang atau jasa harus dapat dinilai dengan uang. b
Manfaat atas barang dan jasa dapat diserahkan kepada penyewa atau pengguna jasa.
c Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat tidak dilarang oleh
syariah Islam tidak diharamkan.
d Manfaat barang atau jasa harus ditentukan dengan jelas.
e Spesifikasi barang atau jasa harus dinyatakan dengan jelas antara
lain melalui identifikasi fisik, kelayakan, dan jangka waktu pemanfaatan.
4 Persyaratan penetapan harga sewa atau upah ujrah dalam peraturan
BAPEPAM-LK Nomor IX.A.14 wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a Besarnya harga sewa atau upah ujrah dan cara pembayarannya
ditetapkan secara tertulis dalam ijarah. b
Alat pembayaran harga sewa atau upah adalah uang atau bentuk lain termasuk jasa manfaat lain dari jenis yang sama dengan
barang atau jasa yang menjadi objek dalam ijarah. 5
Ketentuan lain yang dapat diatur dalam ijarah, selain wajib memenuhi ketentuan pada peraturan diatas, dalam ijarah dapat disepakati antara
lain hal-hal sebagai berikut: a
Para pihak pemberi sewa dan penyew dapat menentukan harga sewa atau upah untuk periode waktu tertentu dan meninjau kembali
harga sewa atau upah yang berlaku untuk periode berikutnya.
xlii b
Penunjukan pihak lain untuk menyelesaikan perselisihan antara pemberi sewa dan penyewa.
4. Stuktur obligasi syariah ijarah
Regulasi yang mengatur tentang sukuk dan ijarah adalah peraturan No. IX.A.13 dan IX.A.14 dikeluarkan BAPEPAM-LK pada bulan
Nopember 2006. Walaupun demikian, tercatat beberapa emiten telah melaksanakan penerbitan sukuk ijarah sebelum diterbitkannya peraturan-
peraturan tersebut. Terkait dengan dasar yang digunakan tersebut, tujuan dari transaksi ijarah di Indonesia adalah melakukan transaksi lease atau
lease kemudian sublease. Sedangkan dasar yang digunakan dinegara-
negara lain bertujuan untuk menjual aset kepada SPV kemudian melakukan lease atas aset tersebut dengan memberikan opsi apakah pada
akhir masa sukuk aset underlying ijarah beralih kepemilikannya. Dalam AAOIFI terdapat tiga jenis skema transaksi sukuk ijarah.
Pembagian kategori tersebut dapat didasarkan pada obyek yang ditransaksikan, yaitu:
a. Transfer kepemilikan atas aset yang telah tersedia.
b. Transfer manfaat usfruct atas aset yang telah tersedia.
c. Transfer kepemilikan atas aset tertentu yang akan dimiliki.
Praktik yang lazim digunakan adalah sukuk ijarah No. 1 dan 2. Alasan utama yang mendasarinya adalah, transaksi jenis 1 dan 2 lebih
diminati oleh investor mengingat underlying asetnya telah tersedia. Hal ini akan lebih memberikan kepastian hukum dibandingkan dengan sukuk
xliii ijarah
No. 3. Dengan mempertimbangkan kelaziman dalam praktik, maka kajian ini memfokuskan kepada skema sukuk no 1 dan 2.
Gambar 2.1 Skema Sukuk Ijarah Transfer Kepemilikan Aset
Sumber: BAPEPAM-LK, 2007
Berikut ini disajikan mengenai skema transfer kepemilikan atas aset yang telah tersedia. Pada saat perusahaan merencanakan untuk
menerbitkan sukuk ijarah, perusahaan terlebih dahulu menetapkan aset yang akan di-ijarah-kan. Kemudian, perusahaan mendirikan suatu Special
Purpose VehicleCompany SPVC selanjutnya disebut dengan SPV.
SPV merupakan paper company yang didirikan semata-mata untuk kepentingan perusahaan khususnya dalam penerbitan sukuk ijarah. Setelah
sukuk ijarah jatuh tempo, maka SPV ini akan dibubarkan. SPV bukan
merupakan badan hukum seperti halnya perusahaan, oleh karena itu SPV bukan merupakan subyek pajak.
xliv Setelah SPV terbentuk, perusahaan menjual aset yang menjadi
underlying ijarah kepada SPV, hal ini ditandai dengan akad Al-bay’,
yaitu jual-beli antara perusahaan selaku penerbit sukuk ijarah dan SPV selaku wakil dari para investor pemegang sertifikat sukuk ijarah. Pada saat
yang sama SPV menjual sertifikat sukuk kepada investor sebagai bukti bahwa investor merupakan pemilik dari underlying aset ijarah, hal ini
ditandai dengan akad wakalah, yaitu perwalian SPV atas investor pemegang sertifikat sukuk ijarah.
Dana yang diperoleh dari investor secara langsung diteruskan oleh SPV kepada perusahaan. Dengan demikian, maka telah terjadi
perpindahan kepemilikan underlying aset ijarah dari perusahaan kepada investor
melalui SPV. Dilain pihak, perusahaan telah menerima secara lumpsum pembayaran dari investor atas penerbitan sertifikat sukuk ijarah.
Selanjutnya, SPV selaku wakil dari investor, menandatangani akad ijarah
dengan perusahaan. Dalam akad itu disepakati bahwa SPV selaku wakil dari pemilik aset menyewakan aset kepada perusahaan. Dengan kata
lain, SPV berperan sebagai lessor sedangkan perusahaan berperan sebagai lessee
. Sebagai lessee, perusahaan berhak untuk menggunakan aset yang diijarahkan tersebut dan berkewajiban untuk membayar ijarah atas
penggunaan aset kepada lessor. Pembayaran oleh perusahaan dilakukan kepada SPV dan langsung
diteruskan kepada investor. Pembayaran tersebut merupakan kupon ijarah yang besarnya ditentukan secara tetap. Penggunaan benchmark ini barang
xlv kali menimbulkan pertanyaan mengapa syariah menggunakan tingkat
bunga sebagai benchmark, padahal bunga dilarang dalam prinsip syariah. Untuk menjawab hal ini, maka harus dibedakan antara fungsi
bunga sebagai benchmark dan Riba. Fungsi sebagai benchmark, tingkat bunga dimaksudkan untuk memberikan pedoman yang populer mengenai
suatu tingkat bagi hasil. Dengan demikian maka, kesalahapahaman gharar antara lessor dan lessee akibat penggunaan benchmark yang tidak
populer dapat dihindari. Dilain pihak, penggunaan tingkat bunga sebagai Riba
, merupakan mekanisme yang dilarang dalam syariah. Riba
merupakan praktik bunga majemuk, yaitu pembebanan bunga tetap akan berjalan sekalipun debitur sudah tidak mampu melunasi
pinjamanannya. Hal tersebut tidak sejalan dengan prinsip syariah yang menjungjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat
sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Skema sukuk ijarah ini sama seperti sukuk yang diterbitkan
oleh negara belum lama ini.
Gambar 2.2 Skema Sukuk Ijarah Transfer Manfaat
Aset
Sumber: BAPEPAM-LK, 2007
xlvi Berikut ini disajikan mengenai skema transfer manfaat atas aset
yang telah tersedia. Pada saat perusahaan merencanakan untuk menerbitkan sukuk ijarah, perusahaan terlebih dahulu menetapkan aset
yang akan diijarahkan. Kemudian, perusahaan menjual manfaat aset kepada investor. Atas transfer ini, perusahaan memperoleh pembayaran
lumpsum dari investor dan sebaliknya investor memperoleh sertifikat sukuk
ijarah. Pada tahap ini, perusahaan dan investor menandatangani akad
Ijarah, yang memposisikan perusahaan menjadi lessee dan investor menjadi lessor.
Selanjutnya, investor dan perusahaan menandatangani akad wakalah
, yang berisi bahwa investor memberikan kuasa kepada perusahaan atas manfaat aset underlying ijarah. Kuasa tersebut, digunakan
oleh perusahaan untuk mencari customer akhir yang bermaksud untuk menyewa aset underlying ijarah. Hal ini dilakukan karena perusahaan
memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan investor terhadap industrinya.
Setelah menemukan customer akhir, perusahaan mentransfer manfaat aset underlying ijarah. Dalam tahap ini seakan-akan peranan
perusahaan adalah sebagai lessor mewakili investor dan customer akhir adalah sebagai lessee. Customer akhir berkewajiban membayar
penggunaan aset underlying ijarah. Pembayaran ini merupakan sumber kupon ijarah yang akan dibayarkan perusahaan selaku lessee kepada
investor selaku lessor.
xlvii
Gambar 2.3 Skema Sukuk Ijarah Transfer Manfaat Aset Dengan Sublease
Sumber: BAPEPAM-LK, 2007
Berikut ini disajikan mengenai variasi dari skema transfer manfaat atas aset yang telah tersedia, yaitu dengan sublease. Skema ini diawali
dengan penerbitan sertifikat sukuk ijarah perusahaan. Atas penerbitan sertifikat tersebut perusahaan menerima kas yang dibayarkan oleh
investor . Pada tahap ini, perusahaan dan investor menandatangani akad
wakalah . Akad ini memberikan kuasa kepada perusahaan untuk mewakili
investor sebagai lessee atas transaksi ijarah yang akan dilakukan pada
tahap berikutnya. Selanjutnya, dana hasil penerbitan sukuk ijarah digunakan perusahaan untuk memperoleh manfaat atas suatu aset
underlying ijarah yang dimiliki oleh owner. Pada tahap ini perusahaan dan
owner menandatangani akad ijarah dimana perusahaan berperan sebagai lessee
mewakili investor dan owner sebagai lessor.
xlviii Kemudian, investor selaku lessee dalam transaksi dengan owner
menyewakan manfaat atas aset underlying ijarah kepada perusahaan. Dengan kata lain, peranan investor berubah dari lessee menjadi lessor.
Pada tahap ini perusahaan dan investor menandatangani akad ijarah atas transaksi sublease.
Pada tahap selanjutnya, perusahaan akan mencari customer akhir untuk menyewakan aset underlying ijarah. Dalam transaksi ini customer
alkhir membayar sewa. Pembayaran ini merupakan sumber dari kupon ijarah dan akan diteruskan oleh perusahaan kepada investor selaku lessor.
Dari ketiga skema sukuk ijarah di atas, pembayaran ijarah yang diterima dari investor merupakan jumlah lumpsum. Dalam transaksi
konvensional jumlah ini dapat dipersamakan dengan pokok obligasi. Sedangkan pembayaran berkala yang dilakukan oleh lessee kepada lessor
pada saat jangka waktu sukuk ijarah dapat diidentikkan dengan bunga obligasi. Jumlah lumpsum yang diterima oleh perusahaan pada awal
periode sukuk, akan dilunasi oleh perusahaan kepada investor pada saat sukuk ijarah jatuh tempo. Hal ini disertai dengan adanya pengembalian
kepemilikan atau manfaat aset underlying ijarah kepada perusahaan selaku penerbit sertifikat sukuk ijarah.
xlix
Tabel 2.3 Daftar Obligasi Syariah Ijarah Per Oktober 2007
No Nama Obligasi Jumlah
Emisi Rp.Milyar
Rating Jangka
Waktu Tanggal
Emisi
1 Matahari Putra
Prima-Syariah Ijarah I
150 A+Pef
5 th 11-5-04
2 Sona Topas-Syariah
Ijarah 52
A+Kasnic 5 th
28-6-04 3
Citra Makmur Sari- Syariah
Ijarah I 100
AKasnic 5 th
9-7-04 4
Indorent-Syariah Ijarah
I 100
AKasnic 4 th
11-11- 04
5 Berlina-Syariah
Ijarah I
85 AKasnic
5 th 15-12-
04 6
Humpuss Intermoda- Syariah
Ijarah I 125
AKasnic 5 th
17-12- 04
7 Apexindo-Syariah
Ijarah I
240 A-Pef
5 th 8-4-05
8 Indosat-Syaria Ijarah
II 285
AA+Pef 6 th
21-6-05 9
Ricky Putra Globalindo-Syariah
Ijarah I
60,4 BBB+Kasn
ic 5 th
21-7-05 10
PLN-Syariah Ijarah I 200 AKasnic
10 th 21-6-05
11 Indosat-Sukuk Ijarah
II 400
AA+Pef 7 th
29-5-07 12
Berlian Laju Tangker-Sukuk Ijarah
200 AA-Pef
5 th 5-7-07
13 PLN-Syariah Ijarah
300 A1Moodys
10 th
10-7-07
Sumber: Hanif, 2007:10
C. Ketentuan Akuntansi Berkaitan Dengan Penerbitan Obligasi