Obligasi Syariah Sukuk TINJAUAN PUSTAKA

xxx Surabaya BES sekarang sudah berubah menjadi Bursa Efek Indonesia BEI. 2 Pasar sekunder, merupakan tempat diperdagangkannya obligasi setelah diterbitkan dan tercarat di BEI, perdagangan obligasi akan dilakukan di pasar sekunder.

B. Obligasi Syariah Sukuk

1. Pengertian dasar obligasi syariah sukuk Menurut Peraturan BAPEPAM No. IX. A.13 tentang penerbitan efek syariah, Sukuk adalah Efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas: a. Kepemilikan aset berwujud tertentu b. Nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu c. Kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tetentu. Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No:32DSN- MUIIX2002, Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syari’ah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syari’ah berupa bagi hasilmarginfee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. xxxi Obligasi syariah merupakan bentuk pendanaan financing dan sekaligus investasi memungkinkan beberapa bentuk struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap menghindarkan pada Riba. Berdasarkan pengertian tersebut, obligasi syariah dapat memberikan Sofiniyah Gufron, 2005:28: a. Bagi hasil berdasarkan akad mudharabahmuqaradhahqiradh atau Musyarakah . Karena akad mudharabahmusyarakah adalah kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term indicativeexpected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan. b. Margin berdasarkan akad murabahah, salam dan istishna. c. Fee berdasarkan akad ijarah. Dengan akad tersebut, obligasi syariah akan memberikan pendapatan tetap fixed return. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN MUI menetapkan fatwa no.41 tentang obligasi Ijarah ini menggunakan dasar sebagai berikut: a. Firman Allah SWT, antara lain: 1 Firman Allah QS. Al-Ma’idah 5: 1: “Hai orang yang beriman Penuhilah akad-akad itu...”. 2 Firman Allah QS. Al-Baqarah 2 : 233: ...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang xxxii patut. Bertaqwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. 3 Firman Allah QS. al-Qashash 28: 26: Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, Hai ayahku Ambillah ia sebagai orang yang bekerja pada kita, karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja pada kita adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. b. Hadist-hadist Nabi SAW, antara lain: 1 Hadis Qudsi riwayat Muslim dari Abu Hurairah: Allah Subhanahu wa Taala berfirman: Tiga kelompok yang Aku memusuhi mereka pada Hari Kiamat nanti. Pertama, orang yang bersumpah atas nama-Ku lalu ia mengkhianatinya. Kedua, orang yang menjual budak belian, lalu ia memakan mengambil keuntungannya. Ketiga, orang yang memperkerjakan seseorang, lalu pekerja itu memenuhi kewajibannya, sedangkan orang itu tidak membayarkan upahnya HR. Muslim. 2 Hadis Qudsi Riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda: Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering. 3 Hadis riwayat Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Said al- Khudri, Nabi s.a.w. bersabda: Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya. xxxiii 4 Hadis riwayat Abu Daud dari Sad Ibn Abi Waqqash, ia berkata: Kami pernah menyewakan tanah dengan bayaran hasil pertaniannya; maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak”. 5 Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari `Amr bin `Auf: Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. c. Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa Al- Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Dr. Wahbah al-Zuhaili. d. Kaidah fiqih : Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Menghindarkan mafsadat kerusakan, bahaya harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan. Obligasi syariah di dunia internasional dikenal dengan sukuk. Dalam bahasa Inggris sukuk diterjemahkan sebagai Islamic bond. Sukuk berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau surat. Dalam pembahasan ekonomi syariah Islam, sukuk mengandung xxxiv pengertian sebagai surat berharga yang merupakan salah satu bentuk instrumen pembiayaan berdasarkan akad syariah tertentu, yang mewajibkan si penerbit sukuk untuk membayar pendapatan berupa bagi hasil atau margin keuntungan atau jasa ujrah sebagaimana ditentukan dalam akad serta membayar kembali dana yang tercantum pada lembar sukuk pada saat jatuh tempo sukuk kepada sipemegang sukuk Iswahjudi dan Mirza A. Adiwarman Karim, 2006:59. Dari keterangan diatas, kemudian timbullah pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan syariah? syariah merupakan hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-hadist. Sedangkan prinsip keuangan syariah adalah suatu bentuk sistem keuangan yang berdasarkan prinsip etika dan keadilan yang berlandaskan syariah, atau hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist yang mengatur berbagai aspek kehidupan pribadi dan masyarakat. Elemen-elemen utama dari prinsip-prinsip transaksi keuangan syariah Anonim, 2007: 5: a. Larangan atas bunga Riba. b. Penekanan pada perjanjian atau kesepakatan yang adil. c. Hubungan antara keuangan dengan produktivitas. d. Anjuran atas sistem bagi hasil atau profit sharing. e. Larangan terhadap judi atau maysir. f. Larangan terhadap bentuk-bentuk spekulasi atau ketidak pastian. xxxv Suatu sukuk dapat dikatakan memenuhi prinsip syariah apabila jenis akad atau perjanjian penerbitannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, yaitu antara lain transaksaksi yang dilakukan oleh para pihak harus bersifat adil, halal, thayib dan maslahat. Selain itu, juga harus terbebas dari berbagai unsur larangan, antara lain Riba, maysir dan gharar . Penerbitan sukuk memerlukan adanya pernyataan kesesuaian syariah shariah compliance dari ahli syariah yang diakui secara umum atau dari lembaga yang memiliki keahlian dibidang syariah di Indonesia ini merupakan tugas DSN Dewan Syariah Nasional Anonim, 2007:5. Gharar merupakan sesuatu yang mengandung keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan merugikan orang lain. Gharar terbesar adalah tidak adanya kepastian mengenai rincian objek, cara penyerahan dan cara pembayaran. Dalam transaksi Islam harus ada itikad baik, sehingga tidak boleh ada gharar yang mengakibatkan kerugian akibat adanya itikad tidak baik tersebut Adiwarman Karim, 2004:31. Maysir merupakan unsur spekulasi, judi, dan sikap untung- untungan didalam transaksi keuangan yang memungkinkan diperolehnya suatu kekayaan dengan cara yang mudah. Maysir yang paling terbesar adalah dimana keuntungan suatu pihak merupakan kerugian pada pihak lain. Maysir juga bermakna spekulasi murni Anonim, 2007:7. Riba merupakan unsur tambahan yang diperjanjikan sebelumnya baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam, secara batil atau xxxvi bertentangan dengan ajaran Islam Anonim, 2007:7. Riba terbagi menjadi tiga Adiwarman Karim, 2004:33: a. Riba fadl yaitu Riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenui kriteria kualitasnya, sama kuantitasnya dan sama waktu penyerahanya. Riba fadl dapat ditemui dalam transaksi valas yang tidak secara tunai. b. Riba nasiah yaitu Riba yang timbul akibat utang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko dan hasil usaha muncul bersama biaya. Riba jenis ini dapat ditemui dalam transaksi pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga tabungan, deposito, giro dan obligasi. c. Riba jahiliah yaitu utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman karena peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Diperbankan konvensional Riba jahiliah dapat ditemui dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh tagihannya. 2. Kriteria perusahaan yang dapat menerbitkan obligasi syariah emiten. Tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi Inggi H. Achsien, 2003: a. Aktivitas utama core business yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No:20DSN-MUIIV2001. Fatwa tersebut xxxvii menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah: 1 Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang. 2 Usaha lembaga keuangan konvensional Ribawi, termasuk perbankan dan asuransi konvensional. 3 Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram. 4 Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat . b. Peringkat investment grade: 1 Memiliki fundamental usaha yang kuat; 2 Memiliki fundamental keuangan yang kuat; 3 Memiliki citra yang baik bagi publik. 3. Obligasi syariah ijarah Obligasi syariah ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah . Akad ijarah adalah jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak xxxviii sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi pemindahan kepemilikan Sofiniyah Gufron, 2005:32. Obligasi Syariah tersebut dapat diterbitkan oleh emiten dengan pembatasan tidak boleh dipergunakan untuk refinancing hutang emiten, akan tetapi hanya diperbolehkan sebagai modal kerja emiten saja. Disamping itu emiten juga harus menjamin bahwa pendapatan yang dibagihasilkan dengan para pemegang obligasi harus bersih dari unsur non-halal, adapun definsi unsur non-halal adalah sesuai dengan Fatwa DSN No. 20DSN-MUIIV2001 tanggal 18 April 2001. Pendapatan yang dibagihasilkan itu juga harus berasal dari emiten sendiri, bukan dari perusahaan afiliasinya, karena yang terikat dengan perjanjian adalah emiten dengan para pemegang obligasi syariah. Selanjutnya, terkait dengan jenis sukuk yang menjadi underlying transaction , BAPEPAM-LK memberikan pedoman melalui Peraturan Nomor IX.A.14. 1 Akad ijarah dalam sukuk ijarah Dalam peraturan BAPEPAM-LK Nomor IX.A.14, yang dimaksud dengan ijarah berarti perjanjian akad dimana pihak yang memiliki barang atau jasa pemberi sewa atau pemberi jasa berjanji kepada penyewa atau pengguna jasa untuk menyerahkan hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang dan atau memberikan jasa yang dimiliki pemberi sewa atau pemberian jasa dalam waktu xxxix tertentu dengan pembayaran sewa dan atau upah ujrah, tanpa diikuti dengan beralihnya hak atas pemilikan barang yang menjadi objek ijarah . 2 Ijarah yang tersebut diatas, wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a Persyaratan pihak yang dapat menjadi pemberi sewa dan penyewa wajib memiliki kecakapan dan kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum baik menurut syariah Islam maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku. b Hak dan kewajiban pemberi sewa atau pemberi jasa dan penyewa atau pengguna jasa. xl Tabel 2.2 Hak dan Kewajiban Pemberi Sewa dan Penyewa` Hak Dan Kewajiban Lessor Hak Dan Kewajiban Lessee a Menerima pembayaran harga sewa atau upah ujrah sesuai dengan yang disepakati dalam Ijarah a Memanfaatkan barang dan atau jasa sesuai yang disepakati dalam ijarah. b Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan. b Membayar harga sewa atau upah ujrah sesuia yang disepakati dalam ijarah . c Menanggung biaya pemeliharaan barang yang disewakan. c Bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai yang disepakati dalam ijarah. d Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. d Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan tidak material sesuai yang disepakati ijarah. e Bertanggung jawab atas kerusakan barang yang disewakan yang bukan disebabkan oleh pelanggan dari penggunaan yang dibolehkan yang diperbolehkan atau bukan karena kelalaian pihak penyewa. e Bertanggung jawab atas kerusakan barang yang disewakan yang disebabkan oleh pelanggaran dari penggunaan yang diperbolehkan atau karena kelalaian pihak penyewa. f Menyatakan secara tertulis bahwa pemberi sewa atau pemberi jasa menyerahkan hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang dan atau memberikan jasa yang dimilikinya kepada penyewa pernyataan ijab. f Menyatakan secara tertulis bahwa penyewa atau penerima jasa menerima hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang dan atau memberikan jasa yang dimiliki pemberi sewa pernyataan qobul. Sumber: BAPEPAM-LK, 2007 3 Persyaratan objek ijarah dalam peraturan BAPEPAM-LK Nomor IX.A.14 adalah dapat berupa barang dan atau jasa yang memenuhi ketentuan sebagai berikut: xli a Manfaat barang atau jasa harus dapat dinilai dengan uang. b Manfaat atas barang dan jasa dapat diserahkan kepada penyewa atau pengguna jasa. c Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat tidak dilarang oleh syariah Islam tidak diharamkan. d Manfaat barang atau jasa harus ditentukan dengan jelas. e Spesifikasi barang atau jasa harus dinyatakan dengan jelas antara lain melalui identifikasi fisik, kelayakan, dan jangka waktu pemanfaatan. 4 Persyaratan penetapan harga sewa atau upah ujrah dalam peraturan BAPEPAM-LK Nomor IX.A.14 wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a Besarnya harga sewa atau upah ujrah dan cara pembayarannya ditetapkan secara tertulis dalam ijarah. b Alat pembayaran harga sewa atau upah adalah uang atau bentuk lain termasuk jasa manfaat lain dari jenis yang sama dengan barang atau jasa yang menjadi objek dalam ijarah. 5 Ketentuan lain yang dapat diatur dalam ijarah, selain wajib memenuhi ketentuan pada peraturan diatas, dalam ijarah dapat disepakati antara lain hal-hal sebagai berikut: a Para pihak pemberi sewa dan penyew dapat menentukan harga sewa atau upah untuk periode waktu tertentu dan meninjau kembali harga sewa atau upah yang berlaku untuk periode berikutnya. xlii b Penunjukan pihak lain untuk menyelesaikan perselisihan antara pemberi sewa dan penyewa. 4. Stuktur obligasi syariah ijarah Regulasi yang mengatur tentang sukuk dan ijarah adalah peraturan No. IX.A.13 dan IX.A.14 dikeluarkan BAPEPAM-LK pada bulan Nopember 2006. Walaupun demikian, tercatat beberapa emiten telah melaksanakan penerbitan sukuk ijarah sebelum diterbitkannya peraturan- peraturan tersebut. Terkait dengan dasar yang digunakan tersebut, tujuan dari transaksi ijarah di Indonesia adalah melakukan transaksi lease atau lease kemudian sublease. Sedangkan dasar yang digunakan dinegara- negara lain bertujuan untuk menjual aset kepada SPV kemudian melakukan lease atas aset tersebut dengan memberikan opsi apakah pada akhir masa sukuk aset underlying ijarah beralih kepemilikannya. Dalam AAOIFI terdapat tiga jenis skema transaksi sukuk ijarah. Pembagian kategori tersebut dapat didasarkan pada obyek yang ditransaksikan, yaitu: a. Transfer kepemilikan atas aset yang telah tersedia. b. Transfer manfaat usfruct atas aset yang telah tersedia. c. Transfer kepemilikan atas aset tertentu yang akan dimiliki. Praktik yang lazim digunakan adalah sukuk ijarah No. 1 dan 2. Alasan utama yang mendasarinya adalah, transaksi jenis 1 dan 2 lebih diminati oleh investor mengingat underlying asetnya telah tersedia. Hal ini akan lebih memberikan kepastian hukum dibandingkan dengan sukuk xliii ijarah No. 3. Dengan mempertimbangkan kelaziman dalam praktik, maka kajian ini memfokuskan kepada skema sukuk no 1 dan 2. Gambar 2.1 Skema Sukuk Ijarah Transfer Kepemilikan Aset Sumber: BAPEPAM-LK, 2007 Berikut ini disajikan mengenai skema transfer kepemilikan atas aset yang telah tersedia. Pada saat perusahaan merencanakan untuk menerbitkan sukuk ijarah, perusahaan terlebih dahulu menetapkan aset yang akan di-ijarah-kan. Kemudian, perusahaan mendirikan suatu Special Purpose VehicleCompany SPVC selanjutnya disebut dengan SPV. SPV merupakan paper company yang didirikan semata-mata untuk kepentingan perusahaan khususnya dalam penerbitan sukuk ijarah. Setelah sukuk ijarah jatuh tempo, maka SPV ini akan dibubarkan. SPV bukan merupakan badan hukum seperti halnya perusahaan, oleh karena itu SPV bukan merupakan subyek pajak. xliv Setelah SPV terbentuk, perusahaan menjual aset yang menjadi underlying ijarah kepada SPV, hal ini ditandai dengan akad Al-bay’, yaitu jual-beli antara perusahaan selaku penerbit sukuk ijarah dan SPV selaku wakil dari para investor pemegang sertifikat sukuk ijarah. Pada saat yang sama SPV menjual sertifikat sukuk kepada investor sebagai bukti bahwa investor merupakan pemilik dari underlying aset ijarah, hal ini ditandai dengan akad wakalah, yaitu perwalian SPV atas investor pemegang sertifikat sukuk ijarah. Dana yang diperoleh dari investor secara langsung diteruskan oleh SPV kepada perusahaan. Dengan demikian, maka telah terjadi perpindahan kepemilikan underlying aset ijarah dari perusahaan kepada investor melalui SPV. Dilain pihak, perusahaan telah menerima secara lumpsum pembayaran dari investor atas penerbitan sertifikat sukuk ijarah. Selanjutnya, SPV selaku wakil dari investor, menandatangani akad ijarah dengan perusahaan. Dalam akad itu disepakati bahwa SPV selaku wakil dari pemilik aset menyewakan aset kepada perusahaan. Dengan kata lain, SPV berperan sebagai lessor sedangkan perusahaan berperan sebagai lessee . Sebagai lessee, perusahaan berhak untuk menggunakan aset yang diijarahkan tersebut dan berkewajiban untuk membayar ijarah atas penggunaan aset kepada lessor. Pembayaran oleh perusahaan dilakukan kepada SPV dan langsung diteruskan kepada investor. Pembayaran tersebut merupakan kupon ijarah yang besarnya ditentukan secara tetap. Penggunaan benchmark ini barang xlv kali menimbulkan pertanyaan mengapa syariah menggunakan tingkat bunga sebagai benchmark, padahal bunga dilarang dalam prinsip syariah. Untuk menjawab hal ini, maka harus dibedakan antara fungsi bunga sebagai benchmark dan Riba. Fungsi sebagai benchmark, tingkat bunga dimaksudkan untuk memberikan pedoman yang populer mengenai suatu tingkat bagi hasil. Dengan demikian maka, kesalahapahaman gharar antara lessor dan lessee akibat penggunaan benchmark yang tidak populer dapat dihindari. Dilain pihak, penggunaan tingkat bunga sebagai Riba , merupakan mekanisme yang dilarang dalam syariah. Riba merupakan praktik bunga majemuk, yaitu pembebanan bunga tetap akan berjalan sekalipun debitur sudah tidak mampu melunasi pinjamanannya. Hal tersebut tidak sejalan dengan prinsip syariah yang menjungjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Skema sukuk ijarah ini sama seperti sukuk yang diterbitkan oleh negara belum lama ini. Gambar 2.2 Skema Sukuk Ijarah Transfer Manfaat Aset Sumber: BAPEPAM-LK, 2007 xlvi Berikut ini disajikan mengenai skema transfer manfaat atas aset yang telah tersedia. Pada saat perusahaan merencanakan untuk menerbitkan sukuk ijarah, perusahaan terlebih dahulu menetapkan aset yang akan diijarahkan. Kemudian, perusahaan menjual manfaat aset kepada investor. Atas transfer ini, perusahaan memperoleh pembayaran lumpsum dari investor dan sebaliknya investor memperoleh sertifikat sukuk ijarah. Pada tahap ini, perusahaan dan investor menandatangani akad Ijarah, yang memposisikan perusahaan menjadi lessee dan investor menjadi lessor. Selanjutnya, investor dan perusahaan menandatangani akad wakalah , yang berisi bahwa investor memberikan kuasa kepada perusahaan atas manfaat aset underlying ijarah. Kuasa tersebut, digunakan oleh perusahaan untuk mencari customer akhir yang bermaksud untuk menyewa aset underlying ijarah. Hal ini dilakukan karena perusahaan memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan investor terhadap industrinya. Setelah menemukan customer akhir, perusahaan mentransfer manfaat aset underlying ijarah. Dalam tahap ini seakan-akan peranan perusahaan adalah sebagai lessor mewakili investor dan customer akhir adalah sebagai lessee. Customer akhir berkewajiban membayar penggunaan aset underlying ijarah. Pembayaran ini merupakan sumber kupon ijarah yang akan dibayarkan perusahaan selaku lessee kepada investor selaku lessor. xlvii Gambar 2.3 Skema Sukuk Ijarah Transfer Manfaat Aset Dengan Sublease Sumber: BAPEPAM-LK, 2007 Berikut ini disajikan mengenai variasi dari skema transfer manfaat atas aset yang telah tersedia, yaitu dengan sublease. Skema ini diawali dengan penerbitan sertifikat sukuk ijarah perusahaan. Atas penerbitan sertifikat tersebut perusahaan menerima kas yang dibayarkan oleh investor . Pada tahap ini, perusahaan dan investor menandatangani akad wakalah . Akad ini memberikan kuasa kepada perusahaan untuk mewakili investor sebagai lessee atas transaksi ijarah yang akan dilakukan pada tahap berikutnya. Selanjutnya, dana hasil penerbitan sukuk ijarah digunakan perusahaan untuk memperoleh manfaat atas suatu aset underlying ijarah yang dimiliki oleh owner. Pada tahap ini perusahaan dan owner menandatangani akad ijarah dimana perusahaan berperan sebagai lessee mewakili investor dan owner sebagai lessor. xlviii Kemudian, investor selaku lessee dalam transaksi dengan owner menyewakan manfaat atas aset underlying ijarah kepada perusahaan. Dengan kata lain, peranan investor berubah dari lessee menjadi lessor. Pada tahap ini perusahaan dan investor menandatangani akad ijarah atas transaksi sublease. Pada tahap selanjutnya, perusahaan akan mencari customer akhir untuk menyewakan aset underlying ijarah. Dalam transaksi ini customer alkhir membayar sewa. Pembayaran ini merupakan sumber dari kupon ijarah dan akan diteruskan oleh perusahaan kepada investor selaku lessor. Dari ketiga skema sukuk ijarah di atas, pembayaran ijarah yang diterima dari investor merupakan jumlah lumpsum. Dalam transaksi konvensional jumlah ini dapat dipersamakan dengan pokok obligasi. Sedangkan pembayaran berkala yang dilakukan oleh lessee kepada lessor pada saat jangka waktu sukuk ijarah dapat diidentikkan dengan bunga obligasi. Jumlah lumpsum yang diterima oleh perusahaan pada awal periode sukuk, akan dilunasi oleh perusahaan kepada investor pada saat sukuk ijarah jatuh tempo. Hal ini disertai dengan adanya pengembalian kepemilikan atau manfaat aset underlying ijarah kepada perusahaan selaku penerbit sertifikat sukuk ijarah. xlix Tabel 2.3 Daftar Obligasi Syariah Ijarah Per Oktober 2007 No Nama Obligasi Jumlah Emisi Rp.Milyar Rating Jangka Waktu Tanggal Emisi 1 Matahari Putra Prima-Syariah Ijarah I 150 A+Pef 5 th 11-5-04 2 Sona Topas-Syariah Ijarah 52 A+Kasnic 5 th 28-6-04 3 Citra Makmur Sari- Syariah Ijarah I 100 AKasnic 5 th 9-7-04 4 Indorent-Syariah Ijarah I 100 AKasnic 4 th 11-11- 04 5 Berlina-Syariah Ijarah I 85 AKasnic 5 th 15-12- 04 6 Humpuss Intermoda- Syariah Ijarah I 125 AKasnic 5 th 17-12- 04 7 Apexindo-Syariah Ijarah I 240 A-Pef 5 th 8-4-05 8 Indosat-Syaria Ijarah II 285 AA+Pef 6 th 21-6-05 9 Ricky Putra Globalindo-Syariah Ijarah I 60,4 BBB+Kasn ic 5 th 21-7-05 10 PLN-Syariah Ijarah I 200 AKasnic 10 th 21-6-05 11 Indosat-Sukuk Ijarah II 400 AA+Pef 7 th 29-5-07 12 Berlian Laju Tangker-Sukuk Ijarah 200 AA-Pef 5 th 5-7-07 13 PLN-Syariah Ijarah 300 A1Moodys 10 th 10-7-07 Sumber: Hanif, 2007:10

C. Ketentuan Akuntansi Berkaitan Dengan Penerbitan Obligasi