Lembaga Legislatif Prinsip Siyasah Syari’ah

144 a. Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan rakyat Pasal 5 ayat 1. b. Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya Pasal 5 ayat 2. c. Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain Pasal 11 ayat 1. d. Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-Undang Pasal 12. e. Presiden mengangkat duta dan konsul Pasal 13 ayat 1. f. Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 13 ayat 3. g. Presiden member grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung Pasal 14 ayat 1. h. Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan Undang-Undang Pasal 15. i. Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan kepada presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Pasal 16. Dalam menjalankan tugasnya, presiden dibantu wakil presiden dan sejumlah menteri yang akan melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.

2. Lembaga Legislatif

Lembaga legislatif adalah lembaga yang memegang kekuasaan membuat Undang-Undang sebagai sistem lembaga perwakilan rakyat. Dalam fiqih Siyasah, kekuasaan legislatif disebut al-sulthah al- tasyri’iyyah, yang bertugas membentuk suatu hukum yang akan diberlakukan didalam masyarakat demi kemaslahatan. Orang-orang duduk di lembaga legislatif terdiri dari para mujtahid dan ahli fatwa mufti serta pakar dalam berbagai bidang. 224 Karena menetapkan syariat sebenarnya hanyalah wewenang Allah, maka wewenang dan tugas lembaga legislatif hanya sebatas menggali dan memahami sumber-sumber syariat, yaitu Alquran dan Sunnah da menjelaskan hukum-hukum yang terkandung didalamnya. 224 Abdul Wahhab Khallaf, al-Siyasah al- Syra’iyyah, h. 42 145 Selain itu, Undang-Undang dan peraturan yang akan dikeluarkan oleh lembaga legislatif harus mengikuti ketentuan-ketentuan Alquran dan Sunnah. Oleh karena itu ada dua fungsi lembaga legislatif. Pertama, dalam hal-hal yang ketentuannya sudah terdapat di dalam Alquran dan Sunnah, Undang-Undang yang dikeluarkan al-sulthah al- tasyri’iyyah adalah Undang-Undang ilahiah yang disyariatkan dalam Alquran dan sunnah. Namun hal ini sangat sedikit karena pada prinsipnya kedua sumber ajaran Islam tersebut banyak berbicara masalah-masalah yang global dan sedikit sekali yang menjelaskan suatu permasalahan secara rinci. Sementara perkembangan masyarakat begitu cepat dan kompleks sehingga membutuhkan jawaban yang tepat. Kedua, melakukan penalaran kreatif ijtihad terhadap masalah-masalah yang secara tegas tidak dijelaskan oleh Alquran dan Sunnah. Disinilah perlunya al-sulthah al- tasyri’iyyah diisi oleh para mujtahid dan ahli fatwa. Mereka melakukan ijtihad untuk menetapkan hukumnya dengan ilmu yang mereka miliki. 225 Hal ini berbeda dengan sistem demokrasi, dimana seluruh rakyat berhak duduk sebagai wakil lembaga legislatif. Wakil-wakil yang duduk di lembaga legislatif tidak dipersyaratkan memiliki kemampuan ijtihad, melainkan cukup dipilih oleh rakyat. Dalam sistem demokrasi, ada dua sistem lembaga perwakilan rakyat yaitu sistem bicameral becameral system dan sistem satu kamar one cameral system. Bagir Manan berpendapat bahwa sistem satu atau dua kamar tidak terkait dengan landasan bernegara tertentu, juga tidak terkait dengan bentuk negara, bentuk pemerintahan, atau sistem pemerintahan tertentu. Setiap negara mempunyai pertimbangan sendiri-sendiri. Ada negara yang menjalankan sistem dua kamar karena latar belakang kesejarahan. 226 Sistem bikameral umumnya dianut dan dilaksanakan didalam negara-negara yang berbentuk federal atau yang pemerintahannya berbentuk kerajaan. Didalam sistem kerajaan, sebagaimana di Inggris, proses berlakunya sistem bikameral adalah sebagai perwujudan asas-asas demokrasi. Dulu yang mempunyai kesempatan untuk ikut serta membicarakan dan menetukan masalah-masalah kengaraan adalah wakil-wakil dari golongan bangsawan dan gereja. Akan tetapi dengan timbulnya keinginan dari rakyat banyak, demikian pula dengan adanya 225 Muhammad Iqbal, Fikih Siyasah, h. 162-163. 226 Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, cet.kedua, Yogyakarta: UII Press, 2004, h. 59 146 perjanjian mengenai hak-hak asasi manusia, timbullah lembaga-lembaga baru yang didalamnya duduk wakil-wakil rakyat yang dipilih secara langsung. Oleh karena itu disampinf adanya lembaga perwakilan yang disebut House of Lords, yang beranggotakan wakil-wakil bangsawan dan kaum gerja, terdapat pula perwakilan lainnya yang disebut House of Commons,. Dalam pada itu, sistem bikameral ini kemudian dianut dan dilaksanakan di negara-negara federal seperti Amerika Serikat. 227 Konstitusi Indonesia justru mengadopsi gagasan parlemen bicameral yang bersifat soft. Kedua kamar Dewan Perwakilan tidak dilengkapi dengan kewenangan yang sama kuat. Yang lebih kuat tetap Dewan Perwakilan Rakyat sedangkan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah hanya bersifat tambahan dan terbatas pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Didalam Undang - Undang Dasar 1945, DPR adalah pemegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Pasal 20 UUD NKRI Tahun 1945, menyebutkan: 1 Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. 2 Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Selain itu DPR memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Pasal 20A menegaskan: 1 Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. 2 Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. 227 Di Amerika serikat yaitu pada waktu konstitusinya direncanakan oleh wakil-wakil dari 13 negara di Philadelphia, terjadilah pertentangan antara golongan Federal dan golongan Konfederasi. Setelah disetujui bersama adanya House of Representative, yang didalamnya duduk wakil-wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyat, timbul persoalan tentang bagaimanakah negara-negara bagian itu akan dapat mempertahankan eksistensinya. Salah seorang peserta kemudian mengemukakan suatu konsepsi brilian yaitu dengan dicetuskannya suatu gagasan yang kemudian dikenal dengan Senat. Sebagai lembaga perwakilan, anggota-anggota Senat diambil dari negara-negara bagian dengan jumlah yang sama yaitu 2 orang tanpa melihat jumlah penduduk warga negara-negara bagian. Kalau pada mulanya anggota-anggota Senat ini menurut artikel I seksion 3, harus dipilih oleh lembaga perwakilan rakyat masing-masing negara bagian, maka di dalam Amandemen XVII para anggota Senat tersebut harus dipilih oleh rakyat masing-masing negara bagian. Lihat Sri Soemantri, Tentang Lembaga-lembaga Negara Menurut Undang - Undang Dasar 1945, bandung: Citra Aditya Bakti, 1993, h. 27-28 147 Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah sangat terbatas dibandingkan dengan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat yang sangat kuat. Pasal 22D menyebutkan: 1 Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. 2 Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. 3 Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

3. Lembaga Yudikatif

Dokumen yang terkait

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PEMILIHAN UMUM SERENTAK DI NEGARA INDONESIA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM SERENTAK)

0 4 17

Implikasi putusan mahkamah konstitusi terkait dengan penambahan norma penetapan tersangka sebagai objek praperadilan: studi kasus putusan MK nomor 21/PUU-XII/2014 tentang pengujian pasal 77 huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana

0 20 0

Relavansi pemilihan umum serentak presiden dengan legislatif terhadap penguatan sistem presidensial di indonesia (analisis putusan mahkamah konstitusi republik indonesia nomor 14/PUU-XI/2013)

1 12 0

Relavansi pemilihan umum serentak presiden dengan legislatif terhadap penguatan sistem presidensial di Indonesia (analisis putusan mahkamah konstitusi republik Indonesia nomor 14/PUU-XI/2013)

1 11 90

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 TENTANG PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PREDIEN

0 8 55

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUUXI/ 2013 TERKAIT PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM SERENTAK DITINJAU DARI PERSPEKTIF DEMOKRASI.

1 2 13

TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU-XIII/2015 TENTANG CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH.

0 0 97

IMPLIKASI YURIDIS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH KOINSTITUSI TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM SERENTAK TAHUN 2019

0 0 14

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14 PUU-XI2013 TENTANG PEMILIHAN UMUM SECARA SERENTAK

0 0 14

JURNAL ILMIAH AKIBAT HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14PUU-XI2013 TENTANG PEMILIHAN UMUM SERENTAK TERHADAP PRESIDENTIAL THRESHOLD

0 0 20