182
pemerintahan  harus  mempergunakan  metode  penafsiran  yang  komprehensif  untuk memahami norma UUD 1945 untuk menghindari penafsiran yang terlalu luas, karena
menyangkut desain sistem pemerintahan dan ketatanegaraan yang dikehendaki dalam keseluruhan norma UUD 1945 sebagai konstitusi yang tertulis.
256
Penafsiran yang dilakukan oleh MK ini sejalan dengan prinsip keadilan dalam Islam,  p
enafsiran  itu  sendiri  berasal  dari  bahasa  arab  yaitu  tafsir  yang  berarti menerangkan  atau  menyatakan,  kata  ini  diambil  dari  kata  tafsirrah  yaitu  perkakas
yang  digunakan  tabib  dokter  untuk  mengetahui  penyakit  orang  yang  sakit. Penggunaan  kata  tafsir  melekat  pada  pencarian  makna  atas  teks  Al-Quran.  Dalam
menafsirkan makna Al- Quran para ulama klasik Syafi‟i, Maliki, Hanafi, Ahmad bin
Hanbal,  Al  Ghazali,  Ibn  Taimiyyah,  Muhammad  Abduh,  Rasyid  Ridha,  dan sebagainya menggunakan ilmu bantu yaitu ilmu Lughat, Nahwu, Tashrif, Balaghah,
Ushul  Fiqh  serta  ilmu  Asbabun  Nuzul.
257
Pandangan  Jimly  Asshiddiqie  bahwa penafsiran  merupakan  proses  dimana  pengadilan  mencari  kepastian  pengertian
mengenai  pengaturan  tertentu  dari  suatu  undang-undang,  penafsiran  merupakan upaya melalui pengadilan untuk mencari kepastian mengenai apa sesungguhnya yang
menjadi  kehendak  pembentuk  undang-undang.
258
Artinya  dalam  konteks  ini  MK telah menemukan asbabun nuzul dalam konteks penafsiran hukum disebut  original
intent  dari  makna Pasal  22E  ayat  2  UUD  1945  yang  berimplikasi  pada  pemilu
serentak, sehingga dengan asbabun nuzul tersebut dapat ditemukan bagaimana Pasal 22E  ayat  2  UUD  1945  dirumuskan  oleh  pembentuknya,  apa  makna  aslinya,
sehingga pemilu serentak tersebut dapat menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat.
b. Penghematan Biaya dan Optimalisasi Hak Konstitusional Warga Negara
Menurut  pendapat  MK  bahwa  penyelenggaraan  Pilpres  dan  Pemilu  Legislatif secara  serentak  memang  akan  lebih  efisien,  sehingga  pembiayaan  penyelenggaraan
lebih menghemat uang negara yang berasal dari pembayar pajak dan hasil eksploitasi sumber  daya  alam  serta  sumber  daya  ekonomi  lainnya.  Hal  itu  akan  meningkatkan
kemampuan  negara untuk  mencapai tujuan  negara sebagaimana diamanatkan dalam
256
Ibid.
257
Tim  Peneliti  dari  Pusat  Kajian  Konstitusi  Fakultas  Hukum  Universitas  Jenderal  Soedirman, dalam  “Nilai  Undang-Undang  Dasar  1945  dalam  Penafsiran  MK  Studi  terhadap  Putusan  Judicial
Review MK”, Jurnal Konstitusi Volume 3 Nomor 3 September 2006, hlm.197
258
Jimly Asshiddiqie, 2011, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.175
183
Pembukaan UUD 1945 yang antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari sisi anggaran, pemilu serentak akan menghemat biaya pelaksanaan pemilu sehingga  tidak  akan  membebani  rakyat.  Jika  Pemilu  anggota  Dewan  Perwakilan
Rakyat DPD,  Dewan Perwakilan Daerah DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan  Perwakilan  Rakyat  Daerah  DPRD  dilaksanakan  serentak  maka  terjadi
efisiensi  dan  efektivitas,  setidaknya  dalam  tujuh  hal:  pemutakhiran  data  pemilih, sosialisasi,  perlengkapan  Tempat  Pemungutan  Suara  TPS,  distribusi  logistik,
perjalanan dinas, honorarium, dan uang lembur. Jumlah dana yang bisa dihemat dan digunakan untuk pemenuhan Hak-Hak Konstitusional lain Warga Negara berkisar 5
sampai 10 Trilyun Rupiah. Jika Pemilihan Umum Kepala Daerah dapat dilaksanakan serentak  maka  penghematan  bisa  meliputi  20  sampai  26  Trilyun  Rupiah.  Hal  ini
berarti  juga,  uang  yang  harusnya  digunakan  dalam  penyelenggaraan  Pilpres  dan Pemilu  Anggota  Lembaga  Perwakilan  secara  tidak  serentak  yang  pembiayaan
penyelenggaraannya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD, yang notabene dari pembayar pajak
rakyat dan hasil eksploitasi sumber daya alam serta sumber daya ekonomi lainnya-, bisa dioptimalkan untuk hal lain, yakni untuk meningkatkan kemampuan negara agar
mencapai  tujuan  negara  sebagaimana  diamanatkan  dalam  Pembukaan  UUD  1945 yang  antara  lain  untuk  memajukan  kesejahteraan  umum  dan  sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Paling  tidak  ada  beberapa  urgenitas  Pemilu  serentak,  yaitu:  pertama,  melalui
penyelenggaraan  Pemilu  serentak  diyakini  bahwa  dengan  Pemilu  serentak  akan menghemat  anggaran,  sehingga  beban  negara  akan  berkurang.  Pengurangan  beban
anggaran ini pada prinsipnya akan sangat membantu pemerintah dalam mewujudkan dan  mendanai  program-program  lain  guna  kepentingan  rakyat  banyak.  Kalau
pelaksanaan  demokrasi  justru  berjalan  tanpa  adanya  perimbangan  antara  ongkos yang  harus  dikeluarkan  dengan  manfaat  yang  diperoleh,  maka  situasi  semacam  ini
akan  melahirkan  defisit  demokrasi.  Kedua,  dari  sisi  efektifitas  penyelenggaraan Pemilu,  maka  Pemilu  serentak  akan  sangat  efektif  dari  sisi  waktu  pelaksanaan
maupun sisi tenaga yang dibutuhkan. Penyelenggaraan Pemilu yang berbeda terkesan menyita  waktu  dan  membutuhkan  kinerja  yang  sedemikian  besar.  Ketiga,  Pemilu
184
serentak  mengurangi  gejolak  politik  uang,  fakta  telah  menunjukan  bahwa pelaksanaan Pemilu dalam waktu yang berbeda tidak hanya menimbulkan biaya yang
besar,  tetapi  melahirkan  cost  politic  yang  kian  membengkak,  baik  bagi  Parpol maupun  pihak  yang  turut  bertarung  dalam  perhelatan  demokrasi.
259
Alhasil,  hak konstitusional  Pemohon  warga  negara  Indonesia  untuk  mendapat  sebesar-besarnya
manfaat dari jumlah pajak yang dibayarkan oleh warga Negara untuk pembangunan bangsa  di  segala  bidang,  seperti  pembangunan  infrastruktur  dan  pelayanan  publik,
serta  sistem  perekonomian  berkeadilan  dan  berkelanjutan  yang  kongruen  dengan Pasal 28H dan Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 lebih lekas dan optimal dimanifestasikan.
Implementasi prinsip keadilan dalam Islam ini senada dengan prinsip keadilan dalam  Sila  kelima  Pancasila  “Keadilan  sosial  bagi  seluruh  rakyat  Indonesia”,
menurut Yudi Latif bahwa keadilan sosial melalui perwujudan negara kesejahteraan merupakan imperatif etis dari amanat Pancasila dan UUD 1945. Dalam realisasinya,
usaha  keadilan  dan  kesejahteraan  sosial  itu  harus  bersendikan  nilai-nilai kekeluargaan Indonesia yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Berasal dari kata
„al-adl’  adil  yang  secara  harfiah  berarti  lurus,  seimbang,  keaidlan  berarti memperlakukan  setiap  orang  dengan  prinsip  kesetaraan  principle  of  equal  liberty,
tanpa  diskriminasi  berdasarkan  prinsip  subjektif,  perbedaan  keturunan,  keagamaan dan  status  sosial.  Adanya  aneka  kesenjangan  yang  nyata  dalam  kehidupan
kebangsaan  sebagai  warisan  dari  ketidakadilan  pemerintahan  pra  Indonesia  hendak dikembalikan  ketitik  keseimbangan  yang  berjalan  lurus,  dengan  mengembangkan
perlakuan  yang  berbeda  principle  of  difference  sesuai  dengan  perbedaan  kondisi kehidupan  setiap  orang  kelompok  dalam  masyarakat  serta  dengan  cara
menyelaraskan  antara  pemenuhan  hak  individual  dengan  penuaian  kewajiban sosial.
260
259
Janpatar Simamora, dalam “Menyongsong Pemilu serentak”, Jurnal Rechtsvinding, Volume 3 Nomor 1 April 2014, hlm.10-12
260
Yudi  Latif,  2011,  Negara  Paripurna:  Historisitas,  Rasionalitas  dam  Aktualitas  Pancasila, Kompas Gramedia, Jakarta,hlm.584-585
185
c. Ketidak-relevanan Presidential Threshold dalam Pemilu Serentak: