1
BAB I PENDAHULUAN
Pemilu adalah sarana demokrasi untuk memilih para wakil rakyat dan sekaligus pemimpin rakyat yang akan menjalankan kekuasaan pemerintahan atas
nama rakyat. Pemilu di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1955. Pemilu dilaksanakan di Indonesia sebagai aktualisasi Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945, yakni
prinsip kedaulatan rakyat. rakyat memegang kekuasaan yang tertinggi di negara ini, maka rakyat jua lah yang harus diberi kesempatan untuk menentukan penetapan
kekuasaan di negara ini. Tahun 2014 ini Indonesia akan menyelenggarakan pemilu yang ke-11 untuk
pemilu legislatif dan pemilu yang ke- 3 untuk pemilu presiden. Dasar hukum penyelenggaraan pemilu legislatif tahun 2014 yaitu UU Nomor 8 Tahun 2012.
Namun telah disepakati DPR dan pemerintah bahwa pemilu presiden menggunakan dasar hukum pemilu tahun 2009 yaitu UU Nomor 42 Tahun 2008. Pemilu 2014,
secara teori harus menggunakan undang-undang yang baru, akan tetapi pemilu presiden 2014 menggunakan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008.
Pada tanggal 23 Januari 2014, Mahkamah Konstitusi membacakan putusan uji materi judicial review Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 3 ayat 5, Pasal 9, Pasal 12 ayat 1, ayat 2, Pasal 14 ayat 2, dan Pasal 112. Pemohon, yakni Koalisi
Masyarakat untuk Pemilu Serentak, meminta Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan
serentak. Mahkamah mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Koalisi
Masyarakat untuk Pemilu Serentak. Putusan Mahkaman berlaku pada Pilpres 2019 mendatang. Pasal yang diajukan, yakni Pasal 3 Ayat 5, Pasal 9, Pasal 12 Ayat 1
dan 2, Pasal 14 Ayat 2, dan Pasal 112. Penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2019 dan seterusnya, akan digelar serentak. Bahkan presidential
threshold untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden tak berlaku lagi. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terlihat sangat ganjil, mengingat
Putusan tersebut akan diberlakukan pada Pemilu tahun 2019, dan alasan yang
2
disampaikan Mahkamah Konstitusi hanya sekedar alasan yang bersifat teknis, yakni terbatas pada pelaksanaan Pemilu 2014 sudah terjadwal, dan KPU akan sangat
kerepotan kalau pemilu serentak dilaksanakan pada tahun 2014. Alasan yang sangat dangkal, apabila ditilik dari perfoma Mahkamah
Konstitusi selama ini. Apalagi salah satu hakim Mahkamah Konstitusi, Hakim Hardjono mempersilahkan Pemohon untuk mengajukan Peninjauan Kembali. Hal ini
tidak sesuai dengan UUD NRI 1945 ketentuan Pasal 24C 1, yang menyatakan berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-
Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Fokus Penelitian ini juga merupakan bentuk penundaan keberlakuan putusan, misalnya dalam amar putusan MK No.14PUU-XI2013 perihal Pengujian Undang-
Undang No.42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden disebutkan bahwa norma hukum yang diuji “Pasal 3 ayat 5, Pasal 12 ayat 1 dan
ayat 2, Pasal 14 ayat 2, dan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden” dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dam dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Namun, amar putusan ini berlaku untuk penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2019 dan pemilihan umum seterusnya. 4 perumusan Norma dalam Putusan, artinya
bahwa MK menyatakan norma hukum yang diuji bertentangan dengan UUD, dan merumuskan norma baru yang berbeda dengan norma sebelumnya yang diuji.
1
Selain itu, terdapat putusan berlaku surut demi nilai kemanfaatan yang merupakan asas dan tujuan universal hukum.
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana penerap
an prinsip siyasah syari‟ah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14PUU-I2013. Fokus kajian penelitian ini mencakup beberapa hal, antara lain
sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah penerapan prinsip siyasah syari‟ah dalam putusan hakim Mahkamah Konstitusi?
1
Tim Penyusun Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, 2010, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan MK, Jakarta, hlm.142-147
3
2. Apakah prinsip-prinsip yang diterapkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
No. 14PUU-I2013 sudah sesuai dengan kaidah dalam yang terdapat dalam prinsip-prinsip ketatanegaraan Islam
siyasah syar’iyah?
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA