Penafsiran yang Berkeadilan Prinsip Keadilan

181

a. Penafsiran yang Berkeadilan

Pendapat MK bahwa dalam perspektif original intent dan penafsiran sistematik, apabila diteliti lebih lanjut makna asli yang dikehendaki oleh para perumus perubahan UUD 1945, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan Pilpres adalah dilakukan serentak dengan Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan. Hal itu secara tegas dikemukakan oleh Slamet Effendy Yusuf sebagai salah satu anggota Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR RI yang mempersiapkan draft perubahan UUD 1945 yang mengemukakan bahwa para anggota MPR yang bertugas membahas perubahan UUD 1945 ketika membicarakan mengenai permasalahan ini telah mencapai satu kesepakatan bahwa “...yang dimaksud Pemilu itu adalah Pemilu untuk DPR, Pemilu untuk DPD, Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD, jadi diletakkan dalam satu rezim Pemilu ”. Diterangkan lebih lanjut secara teknis bahwa gambaran pelaksanaan Pemilu nantinya akan terdapat 5 lima kotak, yaitu “... Kotak 1 adalah kotak DPR, kotak 2 adalah kotak DPD, kotak 3 adalah Presiden dan Wakil Presiden, dan kotak 4 adalah DPRD provinsi, kotak 5 adalah DPRD kabupatenkota .” vide Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002, Buku V Pemilihan Umum 2010, halaman 602 yang mengutip Risalah Komisi A ke-2 Sidang Majelis pada Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 5 November 2001. 255 Dengan demikian, dari sudut pandang penafsiran original intent dari penyusun perubahan UUD 1945 telah terdapat gambaran visioner mengenai mekanisme penyelenggaraan Pilpres, bahwa Pilpres diselenggarakan secara bersamaan dengan Pemilu Legislatif. Hal demikian sejalan dengan Pasal 22E ayat 2 UUD 1945 yang menentukan bahwa yang dimaksud dengan pemilihan umum berada dalam satu tarikan nafas, yakni, “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, dam Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD ”. Artinya, baik dari sisi metode penafsiran original intent maupun penafsiran sistematis dan penafsiran gramatikal secara komprehensif, Pilpres dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga perwakilan. Menurut MK bahwa dalam memaknai ketentuan UUD mengenai struktur ketatanegaraan dan sistem 255 Putusan MK No.14PUU-XI2013, hlm.83-84 182 pemerintahan harus mempergunakan metode penafsiran yang komprehensif untuk memahami norma UUD 1945 untuk menghindari penafsiran yang terlalu luas, karena menyangkut desain sistem pemerintahan dan ketatanegaraan yang dikehendaki dalam keseluruhan norma UUD 1945 sebagai konstitusi yang tertulis. 256 Penafsiran yang dilakukan oleh MK ini sejalan dengan prinsip keadilan dalam Islam, p enafsiran itu sendiri berasal dari bahasa arab yaitu tafsir yang berarti menerangkan atau menyatakan, kata ini diambil dari kata tafsirrah yaitu perkakas yang digunakan tabib dokter untuk mengetahui penyakit orang yang sakit. Penggunaan kata tafsir melekat pada pencarian makna atas teks Al-Quran. Dalam menafsirkan makna Al- Quran para ulama klasik Syafi‟i, Maliki, Hanafi, Ahmad bin Hanbal, Al Ghazali, Ibn Taimiyyah, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan sebagainya menggunakan ilmu bantu yaitu ilmu Lughat, Nahwu, Tashrif, Balaghah, Ushul Fiqh serta ilmu Asbabun Nuzul. 257 Pandangan Jimly Asshiddiqie bahwa penafsiran merupakan proses dimana pengadilan mencari kepastian pengertian mengenai pengaturan tertentu dari suatu undang-undang, penafsiran merupakan upaya melalui pengadilan untuk mencari kepastian mengenai apa sesungguhnya yang menjadi kehendak pembentuk undang-undang. 258 Artinya dalam konteks ini MK telah menemukan asbabun nuzul dalam konteks penafsiran hukum disebut original intent dari makna Pasal 22E ayat 2 UUD 1945 yang berimplikasi pada pemilu serentak, sehingga dengan asbabun nuzul tersebut dapat ditemukan bagaimana Pasal 22E ayat 2 UUD 1945 dirumuskan oleh pembentuknya, apa makna aslinya, sehingga pemilu serentak tersebut dapat menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat.

b. Penghematan Biaya dan Optimalisasi Hak Konstitusional Warga Negara

Dokumen yang terkait

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PEMILIHAN UMUM SERENTAK DI NEGARA INDONESIA (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM SERENTAK)

0 4 17

Implikasi putusan mahkamah konstitusi terkait dengan penambahan norma penetapan tersangka sebagai objek praperadilan: studi kasus putusan MK nomor 21/PUU-XII/2014 tentang pengujian pasal 77 huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana

0 20 0

Relavansi pemilihan umum serentak presiden dengan legislatif terhadap penguatan sistem presidensial di indonesia (analisis putusan mahkamah konstitusi republik indonesia nomor 14/PUU-XI/2013)

1 12 0

Relavansi pemilihan umum serentak presiden dengan legislatif terhadap penguatan sistem presidensial di Indonesia (analisis putusan mahkamah konstitusi republik Indonesia nomor 14/PUU-XI/2013)

1 11 90

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 TENTANG PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PREDIEN

0 8 55

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUUXI/ 2013 TERKAIT PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM SERENTAK DITINJAU DARI PERSPEKTIF DEMOKRASI.

1 2 13

TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU-XIII/2015 TENTANG CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH.

0 0 97

IMPLIKASI YURIDIS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH KOINSTITUSI TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM SERENTAK TAHUN 2019

0 0 14

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14 PUU-XI2013 TENTANG PEMILIHAN UMUM SECARA SERENTAK

0 0 14

JURNAL ILMIAH AKIBAT HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14PUU-XI2013 TENTANG PEMILIHAN UMUM SERENTAK TERHADAP PRESIDENTIAL THRESHOLD

0 0 20