Yakuza dalam Pemerintahan

(1)

YAKUZA DALAM PEMERINTAHAN

KERTAS KARYA

NIHON NO SEIFU NI IRU YAKUZA

Dikerjakan O L E H

MARGARETTA SINAGA NIM : 122203024

PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA


(2)

YAKUZA DALAM PEMERINTAHAN NIHON NO SEIFU NI IRU YAKUZA

KERTAS KARYA

Kertas karya ini diajukan kepada panitia uiian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Program Studi Bahasa Jepang.

Dikerjakan

OLEH: NIM : 122203024 MARGARETTA SINAGA

Pembimbing, Pembaca,

Adriana Hasibuan,SS.,M.Hum

NIP. 19620727 198703 2 005 NIP. 19721228 199003 2 001

Dr.Diah Syahfitri Handayani.M.Litt

PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Disetujui Oleh :

Program Diploma Sastra Dan Budaya

FakultasIlmuBudaya

Universitas Sumatera Utara

Medan

Program Studi D-III Bahasa Jepang Ketua Program Studi

Zulnaidi,SS,M.Hum


(4)

PENGESAHAN

DiterimaOleh:

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan,

Untuk melengkapi salah satu syarat tugas akhir Diploma III dalam program Studi Bahasa Jepang.

Pada : Tanggal : Hari :

Program Studi D III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP.19511013 1976 03 1 001 Dr.Syahron Lubis.M.A

Panitia Tugas Akhir :

No. Nama TandaTangan

1. Zulnaidi,SS,M.Hum ( )

2. Adriana Hasibuan,SS.,M.Hum 3.

( )


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yesus atas rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini yang berjudul “YAKUZA DALAM PEMERINTAHAN (SEIFU NO YAKUZA)”.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna karena kemampuan penulis yang terbatas. Tetapi berkat bantuan beberapa pihak, maka penulis berhasil menyelesaikan kertas karya ini.

Maka dari itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, terutama kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulnaidi, SS., M.Hum. selaku Ketua Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Adriana Hasibuan, SS.M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, membantu dan memberikan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.


(6)

6. Untuk Keluarga yang tersayang, Bapak K.Sinaga dan teristimewa Mama T.Sitinjak (kuruk) yang telah banyak memberikan pelajaran hidup, semangat dan dukungan yang luar biasa.

7. Untuk Kakakku tersayang Monjuliana Sinaga SE, Pagabe Sinaga SS, Linda Mariona Kong Sinaga SKom dan Abangku yang luar biasa dukungannya Harap Sinaga SE dan Arto Sinaga SE.

8. Untuk teman-teman angkatan 2012, terkhusus sahabatku Arga Arta Panggabean, Helen Sihaloho, Agustina Simanjuntak, Wyeny Simanjuntak, Tanti Sitanggang, Bela Berutu, Siti Fatimah Hanum, Desima Sipapaga trimakasih buat semangatnya yang luar biasa selama ini dan keluarga besar Hinode.

9. Trimakasih buat abangku Atmo atas dukungannya selama ini.

10.Untuk Eriska Simamora dan Monika Aritonang, makasih yah babol dukungannya.


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….………. i

DAFTAR ISI………....……… iii

BAB I PENDAHULUAN…….……… 1

1.1Alasan Pemilihan Judul………... 1

1.2 Tujuan Penulisan……… 1

1.3Batasan Masalah……….. 2

1.4Metode Penulisan……….… 2

BAB II GAMBARAN UMUM YAKUZA.……….3

2.1 Yakuza.……...………... 3

2.2 Sejarah Yakuza……… 6

2.3 Struktur Organisasi Yakuza………... 7

BAB III YAKUZA DALAM PEMERINTAHAN……….13

3.1 Bidang Ekonomi……….………..… 13

3.2 Bidang Politik………..… 14

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN………...……... 19

4.1 Kesimpulan………...…...… 19

4.2 Saran………... 19 DAFTAR PUSTAKA


(8)

ABSTRAK

NIHON NO SEIFU NI IRU YAKUZA

Yakuza adalah sebuah organisasi mafia di Jepang, organisasi ini berdiri sekitar tahun 1612, saat Shogun Tokugawa berkuasa setelah menumbangkan Shogun terdahulu, yang mengakibatkan sekitar 500.000 Hatomo-Yakko (pelayan para shogun) kehilangan tuannya dan mereka biasa disebut sebagai kaum ronin. Banyak dari kaum ronin ini yang menjadi penjahat, mereka menyebut diri mereka sebagai kabuki-mono dan sangat sulit untuk membasmi mereka karena kesetiaan di antara mereka sangat tinggi. Mereka melakukan berbagai aksi atau kegiatan dengan cara dan hukum mereka sendiri, tanpa memperdulikan hukum yang ada.

Yakuza melindungi dirinya dengan bekerja secara terstruktur dan terorganisasi, memiliki aturan dalam kelompok, dan eksistensinya didukung oleh kecanggihan teknologi serta sumber daya manusia yang dapat dikatakan cerdas. Dalam struktur organisasi yakuza terdapat tiga struktur yang mendasar, yaitu hirarki formal dalam tugas dan tingkatan, hirarki berdasarkan sistem Ie tradisional Jepang dan hirarki dalam internal kelompok. Tingkatan dalam organisasi yakuza tradisional dan modern bersifat feodal, yaitu satu pemimpin (oyabun) membawahi semua bawahan (kobun).

Yakuza hidup dari pemerasan, judi, prostitusi, narkotika, penyelundupan, pencucian uang dan penyedia jasa layanan proteksi keamanaan pada perusahaan-perusahaan kontruksi, termasuk menyediakan jasa buruh dan detektif swasta. Mereka melakukan pekerjaan yang orang lain tidak akan mau melakukannya, semacam pekerjaan rendah, kotor, berbahaya dan melanggar hukum. Tetapi para


(9)

yakuza bukan hanya melakukan kejahatan dan pelanggaran sosial saja, mereka juga banyak membantu masyarakat, pemerintah dan pengusaha. Mereka membangkitkan kembali pertumbuhan ekonomi Jepang, membantu masyarakat yang terkena bencana dan membantu memberi pinjaman usaha bagi masyarakat miskin.

Yakuza berperan membantu pemerintah di bidang ekonomi dan politik. Di bidang ekonomi kelompok yakuza melakukan kerjasama ekonomi dengan Amerika Serikat yang meningkatkan devisa keuangan negara dan memberikan pinjaman keuangan kepada masyarakat, perusahaan-perusahaan besar maupun kecil. Lemahnya perekonomian dan perseteruan antara pengambil kebijakan memberi ruang bagi kelompok yakuza untuk bermanuver.

Di bidang politik kelompok yakuza bersama pemerintah Jepang melakukan penjagaan negara dari pengaruh komunisme dan menata ulang sistem politik Jepang agar lebih baik. Politisi dan pejabat pemerintah mendapatkan manfaat ganda dengan menjalin hubungan bersama yakuza. Pertama yakuza mendapatkan sumber daya materi yang melimpah. Kedua, yakuza memiliki pengaruh di dalam masyarakat.


(10)

要旨

ヤクザは日本にあるマフィア組織であり、1612 年頃に、前の将軍

を打ち負かした徳川将軍の君臨の時代に設立した。打ち負かした結果は、

浪人とも呼ばれた 500.000 人のはとも奴(将軍の奴)は雇用者を失った。

多くのこの浪人は犯罪者になり、自分がかぶき者と自称しているこの浪人 同士の忠誠心が非常に高いので、根絶することは非常に難しいことである。 この浪人たちは、既存の法律に無視して、独自の方法や法律で様々な行動 や活動を実行した。

ヤクザは、賢いと言える人材や洗練した技術にサポートされて、構 造的に、組織的に行動し、グループ内のルールを持っており、自分自身を

守る。ヤクザの組織構造には、3 つの基本的な構造があり、作業と段階に

基づくフォーマルな階層、日本の伝統的な「いえ」システムに基づく階層、 グループ内の階層である。従来なヤクザと現代ヤクザの組織の階層は封建 的であり、一人のリーダー(親分)はすべての下位(子分)を監督する。

ヤクザは建設会社に労働者や私立探偵を含むセキュリティ保護を提 供し、資金洗浄、密輸、麻薬、売春、賭博、恐喝で金を稼ぐ。彼らはレベ ルの低い仕事や汚くて危険な仕事や法律違反の仕事のような他人がやりた くない仕事をやる。尚、ヤクザは犯罪や社会的違反のことを行っているだ けではなく、市民や政府、実業家を援助することもある。彼らは、日本経


(11)

済の成長を再進出し、被災者を救援し、貧しい人々に事業ローンを提供す る。

ヤクザも経済的に、政治的に、政府を支援する。経済分野ではヤク ザグループは、国の金融収益を向上させ、市民や大小企業に金融ローンを 提供できるように米国との経済協力を行っている。経済の弱さと政策立案 者の間の確執のせいで、ヤクザグループがその機会を取って、操縦する。

政治の経済分野では、ヤクザグループと日本政府は共産主義の影響 から国を維持し、日本の政治システムをもっと良くなるように、リセット する。政治家や政府関係者はヤクザとの協力関係を確立ことによって、二 重の利益を得る。一つ目は、ヤクザが、豊富な材料資源を得ることができ、 二つ目は、ヤクザが、社会に影響を持つ。


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Yakuza adalah sebuah organisasi mafia di Jepang, organisasi ini berdiri sekitar tahun 1612, saat Shogun Tokugawa berkuasa dan menumbangkan Shogun terdahulu, akibatnya sekitar 500.000 Hatomo-Yakko (pelayan para shogun) kehilangan tuannya atau biasa disebut kaum ronin. Banyak dari kaum ronin ini yang menjadi penjahat dan sangat sulit untuk membasmi mereka karena kesetiaan di antara mereka sangat tinggi. Para yakuza bukan hanya melakukan kejahatan dan pelanggaran sosial saja, tetapi mereka juga banyak membantu masyarakat, pemerintah dan pengusaha. Mereka membangkitkan kembali pertumbuhan ekonomi Jepang, membantu masyarakat yang terkena bencana juga membantu memberi pinjaman usaha bagi masyarakat miskin. Maka penulis tertarik memilih Yakuza Dalam Pemerintahan sebagai judul kertas karya ini.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut : 1) Mengetahui peran yakuza dalam Pemerintahan.

2) Mengetahui kondisi dan keadaan ekonomi, politik di Jepang dengan hadirnya kelompok yakuza.


(13)

1.3 Batasan Masalah

Penulis akan memfokuskan pembahasan kertas karya yaitu peran Yakuza dalam Pemerintahan di bidang politik dan ekonomi.

1.4 Metode Penulisan

Metode merupakan prosedur, proses atau teknik yang sistematis dalam melakukan penyidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan objek (bahan-bahan) yang diteliti. Dalam penulisan kertas karya ini penulis menggunakan metode kepustakaan (library research) yakni dengan cara mengumpulkan sumber-sumber bacaan yang ada berupa buku sebagai referensi yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas, kemudian di rangkum dan dideskripsikan ke dalam kertas karya ini. Selain itu penulis juga memanfaatkan informasi teknologi internet sebagai referensi tambahan agar data yang diperoleh menjadi lebih akurat dan lebih jelas.


(14)

BAB II

GAMBARAN UMUM YAKUZA

2.1 Yakuza

Yakuza merupakan kelompok sindikat kejahatan tradisional Jepang yang melakukan berbagai aksi atau kegiatan dengan cara dan hukum mereka sendiri, tanpa memperdulikan hukum yang ada. Namun untuk melindungi dirinya anggota yakuza bekerja secara terstruktur dan terorganisir, memiliki aturan dalam kelompok, dan eksistensinya didukung oleh kecanggihan teknologi serta sumber daya manusia yang dapat dikatakan cerdas. Yakuza dapat dikatakan sebagai penjahat kerah putih yakni uniknya walaupun sebagai organisasi kejahatan, yakuza hidup berdampingan dengan masyarakat dengan baik. Yakuza mampu berbaur dengan masyarakat dan bersikap seperti masyarakat biasa, merendah dan tak mau ketahuan sebagai yakuza.

Keberadaan yakuza dalam masyarakat Jepang bukanlah suatu rahasia lagi, masyarakat sudah tau pergerakan anggota geng ini yang penuh kejahatan. Yakuza hidup dari pemerasan, judi, prostitusi , narkotika, penyelundupan, pencucian uang dan penyedia jasa layanan proteksi keamanan pada perusahaan-perusahaan konstruksi, termasuk menyediakan jasa buruh dan detektif swasta. Mereka melakukan pekerjaan yg orang lain tidak akan mau melakukannya, semacam pekerjaan rendah, kotor, berbahaya dan melanggar hukum.

Yakuza bukanlah sepenuhnya sampah masyarakat, kelompok sosial ini juga sering melakukan hal-hal yang positif, seperti membantu masyarakat. Pada waktu jepang diguncang gempa bumi bulan Maret 2011 lalu, peranan yakuza


(15)

dalam membantu korban bencana sangat besar . Pada saat semua bantuan dari pemerintah maupun asing belum tiba, anggota yakuza sudah terlebih dahulu turun ke lokasi bencana dan memberi bantuan kepada para korban . Pada saat bantuan resmi dari pemerintah datang, yakuza ikut membantu mengamankan agar tidak terjadi penjarahan dan kekacauan. Terkadang mereka juga membantu menyalurkan bantuan sampai ke daerah terpencil. Hal yang mengejutkan juga adalah saat terjadi bencana dari reaktor Nuklir Fukushima di Jepang. Yakuza ada di belakang upaya penyelamatan warga dan lebih hebat lagi mereka membantu mengendalikan radiasi di reaktor .

Saat krisis nuklir fukushima mencapai titik kritis, banyak pekerja reaktor yg lari dan keluar dari lokasi. Penduduk di wilayah antara radius 20-30 kilometer juga sudah dievakuasi karena ancaman radiasi yg semakin berbahaya. Resiko pelelehan nuklir (nuclear meltdown) pada waktu itu sudah didepan mata . Untuk mencegah hal itu terjadi, beberapa pekerja harus tetap berada di tempat untuk mengatasi ledakan-ledakan yg terus terjadi. Mereka terus menerus menyiram reaktor yg panas mendidih itu dengan air laut karena alat pendingin otomatisnya tidak berfungsi.

Paparan Radiasi nuklir saat itu terlepas ke udara dalam jumlah yg berbahaya, mereka yang terkena bisa saja mati pada saat itu juga atau mati


(16)

Pekerjaan memadamkan reaktor pada waktu itu sangat mengerikan, di tengah ledakan-ledakan, para pekerja memiliki resiko 100% terpapar radiasi nuklir . Masker pengaman hanya bisa mengurangi resiko hingga 50% saja, seperti kita ketahui pancaran radioaktif Alfa, Beta dan Gamma Ray bisa menembus benda-benda. Jadi sisanya pengaman mereka adalah baju khusus yg mereka pakai. Mereka juga diberikan alat pendeteksi / indikator untuk mengetahui seberapa banyak radiasi yg mengenai mereka dan akan berbunyi nyaring apabila level radiasi melewati batas normal. Namun kemudian alat itu dimatikan semuanya, karena bunyinya yang nyaring mengganggu upaya pemadaman yang mereka lakukan.

Pekerjaan berbahaya ini beresiko hilangnya nyawa sehingga tak banyak yang mau melakukan. Tetapi yakuza di Jepang mau mengirimkan anggotanya untuk mempertaruhkan nyawa. Saat krisis nuklir mencapai puncak, yakuza direkrut dari seluruh penjuru Jepang. Mereka dibayar sekitar 50 ribu Yen (sekitar 5 juta rupiah) per hari, bahkan ada yg mencapai 200 ribu Yen. Tapi siapa yg mau menyerahkan nyawa demi uang seperti itu..? Seorang pejabat Fukushima sampai mengatakan “Bring us the living dead. People no one willmiss”. Mereka mencari mayat hidup, orang yg tak memiliki siapa-siapa lagi sehingga rela mati, dan itu adalah para anggota yakuza.

Yakuza pada kenyataannya tetaplah sebuah kelompok preman yg melakukan kejahatan-kejahatan. Kasus pembunuhan, penyelundupan, dan baku tembak di depan umum masih terjadi dan meresahkan masyarakat Jepang. Pemerintah Jepang secara terang-terangan mengumumkan perang terhadap yakuza


(17)

dan pihak kepolisian Jepang bahkan telah mengusulkan ke parlemen undang-undang yg isinya menangkap sindikat kejahatan yakuza.

2.2 Sejarah Yakuza

Yakuza adalah sebuah organisasi sosial di Jepang yang dikenal sangat jahat, organisasi ini berdiri jauh sebelum pemerintahan Jepang ada, sekitar tahun 1612, saat Shogun Tokugawa berkuasa dan menumbangkan Shogun Terdahulu, akibatnya sekitar 500.000 Hatomo-Yakko (Pelayan Para Shogun) kehilangan tuannya, atau biasa di sebut kaum Ronin. Banyak dari kaum ronin ini menjadi penjahat, mereka menyebut diri mereka sebagai kabuki-mono, karena kesetiaan diantara meraka yang begitu tinggi sehingga kelompok ini sulit dibasmi.

Kaum kabuki-mono selalu mengancam penduduk desa sehingga banyak dari penduduk desa tersebut membentuk satuan desa yang terdiri dari pekerja sukarela demi keamanan mereka disebut Machi-Yoko. Walaupun jumlahnya sedikit dan kurang terlatih tetapi para Machi-Yoko ini mampu menjaga daerah mereka dari serangan-serangan para kaum kabuki-mono. Pada abad 17 rakyat Jepang menganggap Kaum Machi-Yoko ini sebagai pahlawan karena keberhasilan mereka menjaga desa.


(18)

para pedagang, namun begitu kaum ini mempunyai sistem kekerabatan yang kuat, ada hubungan kuat antara : Oyabun (Boss-bapak) dan Kobun (bawahan-anak), serta Senpai-Kohai (Senior-Junior) yang biasa kita temukan pada organisasi yakuza saat ini. Sedang kaum Bakuto ini di jadikan alat para Shogun untuk berjudi dengan petugas konstruksi dan irigasi agar uang mereka habis di meja judi dan bisa di pekerjakan dengan gaji murah.

Nama yakuza menurut cerita berhubungan dengan dunia judi, dulu ada permainan yang sering dimainkan oleh kaum Bakuto namanya Hanafuda. Permainan ini mirip Black Jack setiap orang yang main dibagikan masing-masing tiga kartu, kemudian maka angka terakhir yang akan menang, kartu berjumlah 20 sering di sumpahi oleh orang-orang karena berakhir dengan angka nol, salah satu konfigurasi kartu ini adalah angka 8-9-3 dan jika disebut dalam bahasa Jepang Ya-Ku-Za. Kaum Bakuto juga mempunyai tradisi menato seluruh anggota tubuh mereka, orang Jepang menyebutnya Irezumi dan memotong jari (Yubitsume) sebagai simbol penyesalan atau hukuman. Seiring waktu Kaum Bakuto dan Kaum Tekiya menjadi satu identitas dan sekarang lebih di kenal dengan nama yakuza. 2.3 Struktur Organisasi Yakuza

Yakuza dikenal sebagai organisasi kejahatan yang memiliki ciri khas tersendiri dengan struktur organisasi yang rapi, sehingga hal inilah yang membedakan yakuza dengan organisasi-organisasi kejahatan lainnya di dunia. Yakuza bukan hanya sekedar kumpulan penjahat dan orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda, tetapi mereka semua tergabung dalam suatu ikatan keluarga. Dalam organisasi yakuza terdapat istilah ikka, yaitu suatu bentuk


(19)

keluarga yang anggotanya tidak memiliki hubungan darah satu sama lain. Dalam yakuza, kata ikka diganti dengan istilah gumi yang berarti kelompok atau kai yang berarti asosiasi. Kata tersebut diletakkan setelah nama suatu kelompok, misalnya Yamaguchi-gumi atau Inagawa-kai. Struktur organisasi yakuza berbeda dengan strukur organisasi kejahatan di negara lain.

Dalam struktur organisasi yakuza terdapat tiga struktur yang mendasar, yaitu hirarki formal dalam tugas dan tingkatan, hirarki berdasarkan sistem Ie tradisional Jepang, dan hirarki dalam internal kelompok. Struktur organisasi yakuza memiliki bentuk yang sama dengan sistem keluarga inti Ie di Jepang. Ie adalah sebuah bentuk keluarga yang mempunyai sistem tersendiri yang berurat berakar pada masyarakat Jepang. Oleh karena itu, Ie mempunyai hubungan yang dalam dengan sistem nilai dan struktur masyarakat Jepang dan juga merupakan suatu sistem masyarakat dalam kesejarahan Jepang tersendiri (Sistem Ie berbentuk patrilineal yaitu suatu keluarga yang berlangsung terus menerus melalui garis keturunan ayah. Keluarga Ie dipimpin oleh kacho (ayah) sebagai keluarga dan chonan (anak laki-laki pertama) yang akan menjadi kacho generasi berikutnya. Objek dari kesinambungan sistem Ie adalah hubungan darah (hubungan orang tua dengan anak, hubungan abang dengan adik), hubungan tempat tinggal (rumah dan pekarangan), dan hubungan ekonomi (produksi, konsumsi, usaha dan harta).


(20)

organisasi dan kobun adalah orang yang memiliki status ko, yaitu sebagai anak dalam kehidupan keluarga atau sebagai bawahan dalam suatu organisasi. Oyabun mengatur, membawahi dan memberikan perlindungan terhadap kobun. Sedangkan kobun selalu tunduk dan setia menjalankan perintah yang diberikan Oyabun.

Pada masa yakuza awal, hubungan oyabun-kobun membentuk kekuatan dan hubungan yang erat yang luar biasa, bahkan sampai menciptakan pengabdian fanatik kepada bos. Sampai sekarang, sistem oyabun-kobun masih terus menyuburkan kesetiaan, ketaatan, dan kepercayaan diantara para yakuza. Kobun harus bisa bertindak sebagai teppōdama (peluru) dalam sebuah perkelahian dengan geng lain. Mereka harus berdiri paling depan, menghadang senjata dan pedang musuh, serta mempertaruhkan nyawanya demi melindungi oyabun. Dan adakalanya kobun mengambil alih tanggungjawab dan masuk penjara atas kejahatan yang dilakukan oleh oyabunnya.

Tingkatan dalam organisasi yakuza tradisional dan modern bersifat feodal, yaitu satu pemimpin (oyabun) membawahi semua bawahan (kobun). Tingkatan hirarki dalam organisasi yakuza sangat jelas perbedaan stratanya. Masing-masing tingkatan memiliki kewajiban, status dan hak istimewa yang berbeda-beda. Urutan tingkat dari yang teratas adalah kumi-chō atau yang disebut dengan oyabun, yaitu pemimpin dari suatu organisasi, wakagashira atau pemimpin muda, saikō kanbu atau eksekutif senior, kanbu atau eksekutif, kumi-in atau prajurit, dan jun-kōsei-in atau anggota magang. Kemudian terdapat juga kigyōshatei yaitu hubungan bisnis antar saudara yang tidak berhubungan langsung dengan ikka, tetapi tetap mendapatkan keuntungan dari kelompok ikka tersebut.


(21)

Kumi-chō bertugas sebagai pemimpin dari suatu organisasi dan bertugas memberi arahan dan tugas terhadap bawahan dan sebagai pengambil keputusan dalam suatu tindakan. Wakagashira bertugas sebagai penasehat oyabun, dan kedudukan wakagashira layaknya orang kepercayaan oyabun. Diantara oyabun dan wakagashira terdapat kōmon yang bertugas sebagai penasehat oyabun juga, sehingga oyabun selalu mendapat nasehat dan masukan dari dua pihak bila menyangkut urusan kelompok. Saikō kanbun dan kanbun masing-masing memiliki anak buah tersendiri untuk bekerjasama dalam melakukan tugas dan kewajibannya.

Kumi-in bertugas sebagai bawahan yang mengurusi segala urusan kelompok seperti mengangkat telepon kantor, supir, bertanggungjawab dalam penjagaan atau keamanan, dan melayani tamu. Masing-masing dari mereka kurang lebih sepuluh orang harus berjaga dua puluh empat jam untuk menjaga kantor pusat organisasi, karena mereka tidak akan tahu apa yang akan terjadi, apakah adanya serangan dari kelompok lain atau menerima telepon yang penting. Di luar pekerjaan itu semua, kadang-kadang kumi-in juga diminta untuk bekerja dalam bisnis milik oyabun, dan apabila terjadi perkelahian dengan kelompok yakuza lain, kumi-in harus bisa melawan di barisan paling depan. Bentuk hirarki yang lain dalam struktur organisasi yakuza adalah hirarki dalam kelompok


(22)

kelompok terkecil (kelompok internal). Anggota yang terdapat dalam kelompok terkecil ini tidak lebih dari sepuluh anggota.

Organisasi yakuza yang memiliki kekuatan yang besar umumnya menguasai kelompok yakuza yang lebih lemah untuk berganung dan menguasai kelompok tersebut ke dalam payung kekuasaan. Kelompok kecil yang tergabung tersebut akan menjadi kobun di dalam organisasi yang menguasainya. Kumi-chō dari kelompok yang lemah akan menjadi kobun dari kumi-chō dari kelompok penguasa atau menjadi kobun dalam badan eksekutif kelompok penguasa. Dalam kehidupan organisasi yakuza, peranan wanita sama sekali tidak dilibatkan dalam urusan kelompok.

Wanita di dunia yakuza hanya sebatas sebagai pelacur, penghibur di bar, dan sebagai nyonya di anggota kelompok (istri oyabun). Istri oyabun sering disebut ane-san (saudara kakak perempuan). Mereka sebagai wanita sangat dipandang rendah dalam pekerjaan yakuza. Namun, bukan berarti wanita sama sekali tidak terlibat di dalamnya. Salah satu contoh peran wanita dalam yakuza adalah ketika Taoka Fumiko, istri dari pemimpin kelompok Yamaguchi-gumi generasi ketiga memimpin kelompoknya untuk sementara karena pemimpin yang terpilih pada saat itu masuk penjara.

Dalam penerimaan anggota baru, kelompok yakuza melakukan suatu ritual sebagai tanda terjalinnya suatu hubungan darah antara individu dengan kelompok yang disebut sakazuki. Sakazuki adalah ritual pertukaran mangkuk sake sebagai tanda terjalinnya hubungan darah. Sakazuki adalah ritual penting di dunia yakuza yang mengekspresikan semangat yakuza dalam penentuan anggota, memperkuat


(23)

ikatan organisasi, dan kompleksitas hubungan antarposisi dan fungsi dalam organisasi. Ritual ini tidak hanya sebagai tanda masuknya anggota baru dalam kelompok, namun juga sebagai tanda terjalinnya hubungan oyabun-kobun. Ritual ini dilakukan dengan cara formal. Ritual ini dilakukan di ruangan yang beralaskan tatami (tikar Jepang) dengan para partisipasi ritual yang menggunakan pakaian haori hakama (pakaian luar untuk mempermewah kimono) dan terdapat nakōdo (perantara) untuk membantu pelaksanaan dan sebagai saksi upacara. Ritual dilaksanakan di depan altar dan suatu persembahan dilakukan pertama kali untuk ditujukan kepada dewa Shinto yang diletakkan di atas altar sebelum ritual sakazuki dilakukan.

Individu yang akan bergabung dan membentuk suatu jalinan dengan kelompok duduk di tatami dengan nakōdo di dekatnya. Pada saat pertukaran mangkuk sake, jumlah sake yang dituangkan ke dalam mangkuk berbeda-beda sesuai dengan status dan hubungan yang akan dibuat. Jika yang dihubungkan merupakan antarsaudara maka volume sake yang dituangkan sama banyaknya. Mangkuk sake diisi penuh oleh nakodo dan memberikannya ke masing-masing pihak yang akan dihubungkan. Apabila yang akan dihubungkan adalah saudara tua dan saudara muda, maka mangkuk sake untuk saudara tua di isi sebanyak enam persepuluh dan mangkuk sake untuk saudara muda di isi sebanyak empat


(24)

BAB III

YAKUZA DALAM PEMERINTAHAN

3.1 Bidang Ekonomi

Jepang merupakan salah satu negara di Asia yang perekonomiannya paling maju. Dalam hal perekonomian Jepang termasuk 10 besar dunia dalam kemampuan dan kemajuan ekonomi. Setelah Perang Dunia II Jepang mampu bangkit dan berhasil membangun kembali perekonomiannya. Hal ini didukung oleh sumber daya manusia Jepang, yaitu rakyat yang ulet, pekerja keras dan mampu bersaing dengan negara-negara maju. Salah satu faktor pendukung kemajuan perekonomian Jepang adalah adanya peranan yakuza yang melakukan kerjasama ekonomi dengan Amerika Serikat yang mendatangkan devisa cukup besar bagi perekonomian. Para gangster mampu mengisi celah yang selama ini tidak disentuh para pengambil kebijakan keuangan. Mereka juga mampu menyatu dan menjalin hubungan dengan masyarakat, birokrat, militer, politisi, serta memberi peran di dalamnya yang sangat penting. Di Jepang, istilah “four finger economy” mengacu pada peranan yakuza dalam perekonomian Jepang.

Lemahnya perekonomian dan perseteruan antara pengambil kebijakan, memberi ruang bagi yakuza untuk bermanuver. Macetnya saluran antara perbankan dan industri diperbaiki oleh yakuza. Mereka masuk ke kehidupan nyata masyarakat, memberi pinjaman, memberi perlindungan, dan memasok kebutuhan masyarakat, serta jaminan keamanan. Masyarakat yang membutuhkan dana dapat menerima pinjaman uang kepada para yakuza, bukan hanya di kalangan bawah yang melakukan peminjaman tetapi di perusahaan raksasa Jepang juga banyak,


(25)

seperti perusahaan yang hampir bangkrut dan mem PHK para karyawannya mereka melakukan peminjaman, mencegah kebangkrutan dan membangkitkan kembali keuangan perusahaan. Anggota yakuza memperbaiki perbankan yang macet, memperbaiki penciptaan kredit yang gagal, dan memperbaiki birokrat yg saling menyalahkan.

Secara umum bisnis-bisnis yakuza terdiri atas bisnis legal dan bisnis illegal. Bisnis legal merupakan bisnis yang tidak melanggar hukum sedangkan bisnis illegal adalah bisnis kriminal. National Police Agency mengatakan bahwa bisnis-bisnis legal yakuza diantaranya adalah persewaan lapangan golf, klub musik, pasar saham, perusahaan real estate, bank, usaha toko-toko souvenir, bar, retoran, klub malam, bioskop, konstruksi dan jasa pembongkaran, jasa keamanan, rumah sakit, rumah judi panchiko, penyewaan truk, hotel, pembuangan limbah, agen perjalanan dan lainnya. Bisnis-bisnis ini merupakan tameng bagi bisnis-bisnis kriminal di belakangnya. Walapun yakuza terlibat dalam kegiatan bisnis yang berasal dari bisnis-bisnis kriminal tetapi yakuza membayar pajak dan melakukan bakti sosial yang menguntungkan negara dan pemerintahan.

3.2 Bidang Politik


(26)

politik pasca perang membuat kwatir sejumlah pihak akan tumbuh berkembangnya kekuatan. Pemerintah Amerika Serikat selama tujuh tahun pasca perang melakukan upaya menjaga Jepang dari pengaruh komunisme dan sosialisme, dibalik misi pendudukan yakni untuk menata ulang sistem politik dan pemerintahan yang telah ada. Pasca pendudukan, suasana politik dan pemerintahan di Jepang berlangsung dengan sangat konservatif. Selain politisi, pejabat pemerintah, pengusaha dan kelompok yakuza saling membantu dalam rangka memperkuat kekuatan konservatif. Saat itu dekade 1950-an, suasana politik sangat dipengaruhi oleh paham-paham politik yang ada. Sejak saat itulah terdapat keterkaitan antara politik-pemerintahan dengan yakuza.

Keadaan politik dan pemerintahan Jepang yang memiliki keterlibatan dengan kelompok kejahatan terorganisir atau yakuza tidak dapat dipisahkan dari proses panjang berjalanya sistim politik dan sistem pemerintahan di Jepang. Peristiwa bersejarah Restorasi Meiji membawa pembaharuan dalam tata pemerintahan dan kehidupan sosial masyarakat di Jepang. Jepang telah mengalami modernisasi dan mulai meninggalkan simbol-simbol feodalisme. Pemerintah melihat bahwa kelompok-kelompok yakuza yang sedang berkembang memiliki kesamaan dengan organisasi-organisasi fasis di Italia, seperti misalnya Camicie Nere (Baju Hitam) yang dipimpin oleh Benito Mussolini. Hal tersebut dianggap peluang bagi Jepang untuk memperkuat diri dan mengidentitaskan diri sebagai negara fasis seperti Italia dan Jerman. Pemerintah Jepang, khususnya Menteri Dalam Negeri Tokunami Takejirō membaca peluang bahwa perkembangan organisasi ultranasionalisme dan memiliki basis pendukung yang besar akan menjadi peta kekuatan politik yang baik.


(27)

Bos-bos geng yakuza yang menjadi bagian dalam bertransformasi menjadi semacam makelar politik yang disebut kuromaku. Mereka menjembatani berbagai “pekerjaan” politik hingga bisnis. Bagi sejumlah orang yang memiliki kekuasaan di Jepang, kemakmuran bisa mereka raih akibat hubungan mereka dengan para yakuza. Geng-geng tersebut memainkan peran penting dalam penciptaan kekayaan dalam jumlah besar, serta membantu beberapa orang lainnya dalam membentuk karier politik mereka, yang pada beberapa kasus, bisa mencapai posisi puncak.

Faktor lainnya adalah karena yakuza bukan merupakan gerakan sosial, masyarakat sipil atau lembaga kemasyarakatan yang memiliki kepentingan politik tertentu dari berjalannya pemerintahan yang berlangsung. Yakuza hanya bagian dari masyarakat Jepang yang hidup berdampingan dengan hukum. Kedudukannya dalam politik dan pemerintahan hanya melalui hubungan informal. Adanya keterlibatan yakuza dalam politik dan pemerintahan di Jepang karena para gengster yang berada di dalamnya memang ingin memiliki pengaruh politik serta ingin mendapatkan imbalan berupa kemudahan akses dalam bisnis-bisnis mereka dan tidak semua anggota yakuza memiliki bakat kecakapan organisasi, negosiasi, politik dan sebagainya. Hanya mereka yang bakat tersebut, yang kemudian bisa masuk ke dalam ranah politik dan pemerintahan. Di masa kuromaku nasionalis, pengaruh mereka telihat kuat dalam berjalannya perpolitikan dan pemerintahan di


(28)

di masa politik modern Jepang (pasca Perang Dunia II) berlangsung dalam suasana pemerintahan yang berhaluan konservatif. Tumbuh berkembangnya paham komunisme dan sosialisme merupakan ancaman bagi kekuasaan sayap kanan. Sehingga diperlukan penguatan sayap kanan yang didalamnya menyertakan politisi, pejabat pemerintah, pengusaha, pendukung sayap kanan lainnya dan yakuza nasionalis. Mereka berada di dalam wadah konservatif yang hendak mempertahankan kekuasaan sayap kanan dan mempertahankan status quo dari sistem politik yang berlangsung.

Selama berkuasanya partai konservatif terdapat beberapa gengster yang berperan sebagai kuromaku dalam perpolitikan Jepang. Kuromaku merujuk pada istilah makelar politik. Karena pelakunya berkerja dengan cara melakukan lobi-lobi politik maupun lobi-lobi-lobi-lobi ekonomi untuk melancarkan rencana-rencana politik maupun ekonomi. Pola hubungan yang terbentuk diantara keduanya dilatarbelakangi oleh persamaan ideologi sebagai faktor utama. Dan sebagai faktor pendukung adalah diantara gengster dan politisi memiliki latar belakang hubungan personal yang kemudian membentuk pola hubungan saling menguntungkan. Pola hubungan tersebut dipengaruhi oleh prinsip tradisional giri-ninjō yang merupakan kewajiban untuk saling membantu dan memberikan simpati. Prinsip ini kemudian mempengaruhi munculnya korupsi ala Jepang dan pertukaran patron-klien diantara politik-pemerintah dan yakuza.

Bagi yakuza dengan berada di ranah politik membuatnya lebih mungkin melakukan berbagai lobi-lobi politik untuk melindungi diri dari jeratan hukum. Keuntungan lainnya adalah memperoleh pengaruh politik di kalangan politisi maupun rekan sejawat yakuza lainnya. Sedangkan bagi politisi dan pejabat


(29)

pemerintah, dengan menjalin hubungan dengan yakuza maka mereka mendapatkan manfaat ganda. Pertama yakuza mendapatkan sumber daya materi yang melimpah. Kedua, yakuza memiliki pengaruh di dalam masyarakat. Di Jepang, yakuza memainkan peranan seperti layaknya pengacara atau pemberes urusan ketika institusi hukum belum bertindak apapun. Selain itu yakuza juga memiliki, mengendalikan dan mengelola perusahaan-perusahaan konstruksi dan koperasi pertanian di perdesaan yang menyerap banyak tenaga kerja. Sehingga dengan kedudukannya itu, politisi maupun pejabat pemerintah memanfaatkan yakuza untuk kepentingan politis tertentu. Terutama untuk memperoleh dukungan suara dalam pemilihan umum.


(30)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Yakuza adalah sebuah organisasi mafia di Jepang, organisasi ini berdiri sekitar tahun 1612, saat Shogun Tokugawa berkuasa. Yakuza berperan membantu pemerintah dibidang ekonomi dan politik. Di bidang ekonomi kelompok yakuza melakukan kerjasama ekonomi dengan Amerika Serikat yang meningkatkan devisa keuangan negara dan memberikan pinjaman keuangan kepada masyarakat, perusahaan-perusahaan besar maupun kecil. Di bidang politik kelompok yakuza bersama pemerintah Jepang melakukan penjagaan negara dari pengaruh komunisme dan menata ulang sistem politik Jepang agar lebih baik.

4.2 Saran

Secara umum yakuza adalah kelompok penjahat, namun perannya dalam membantu perekonomian masyarakat dan politik Jepang sangat memberi pengaruh pada pemerintahan Jepang.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Susilo Richard, (2013). Yakuza Indonesia, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara Shoko Tendo, (2008). Yakuza Moon, Jakarta: Gagas Media


(32)

LAMPIRAN


(1)

Bos-bos geng yakuza yang menjadi bagian dalam bertransformasi menjadi semacam makelar politik yang disebut kuromaku. Mereka menjembatani berbagai “pekerjaan” politik hingga bisnis. Bagi sejumlah orang yang memiliki kekuasaan di Jepang, kemakmuran bisa mereka raih akibat hubungan mereka dengan para

yakuza. Geng-geng tersebut memainkan peran penting dalam penciptaan kekayaan dalam jumlah besar, serta membantu beberapa orang lainnya dalam membentuk karier politik mereka, yang pada beberapa kasus, bisa mencapai posisi puncak.

Faktor lainnya adalah karena yakuza bukan merupakan gerakan sosial, masyarakat sipil atau lembaga kemasyarakatan yang memiliki kepentingan politik tertentu dari berjalannya pemerintahan yang berlangsung. Yakuza hanya bagian dari masyarakat Jepang yang hidup berdampingan dengan hukum. Kedudukannya dalam politik dan pemerintahan hanya melalui hubungan informal. Adanya keterlibatan yakuza dalam politik dan pemerintahan di Jepang karena para gengster yang berada di dalamnya memang ingin memiliki pengaruh politik serta ingin mendapatkan imbalan berupa kemudahan akses dalam bisnis-bisnis mereka dan tidak semua anggota yakuza memiliki bakat kecakapan organisasi, negosiasi, politik dan sebagainya. Hanya mereka yang bakat tersebut, yang kemudian bisa masuk ke dalam ranah politik dan pemerintahan. Di masa kuromaku nasionalis, pengaruh mereka telihat kuat dalam berjalannya perpolitikan dan pemerintahan di Jepang.

Peran dan pengaruh yakuza dalam kehidupan politik dan pemerintahan di Jepang pasca Perang Dunia II secara umum dapat digambarkan melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dari hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut Hubungan yakuza dan politik


(2)

17

di masa politik modern Jepang (pasca Perang Dunia II) berlangsung dalam suasana pemerintahan yang berhaluan konservatif. Tumbuh berkembangnya paham komunisme dan sosialisme merupakan ancaman bagi kekuasaan sayap kanan. Sehingga diperlukan penguatan sayap kanan yang didalamnya menyertakan politisi, pejabat pemerintah, pengusaha, pendukung sayap kanan lainnya dan yakuza nasionalis. Mereka berada di dalam wadah konservatif yang hendak mempertahankan kekuasaan sayap kanan dan mempertahankan status quo

dari sistem politik yang berlangsung.

Selama berkuasanya partai konservatif terdapat beberapa gengster yang berperan sebagai kuromaku dalam perpolitikan Jepang. Kuromaku merujuk pada istilah makelar politik. Karena pelakunya berkerja dengan cara melakukan lobi-lobi politik maupun lobi-lobi-lobi-lobi ekonomi untuk melancarkan rencana-rencana politik maupun ekonomi. Pola hubungan yang terbentuk diantara keduanya dilatarbelakangi oleh persamaan ideologi sebagai faktor utama. Dan sebagai faktor pendukung adalah diantara gengster dan politisi memiliki latar belakang hubungan personal yang kemudian membentuk pola hubungan saling menguntungkan. Pola hubungan tersebut dipengaruhi oleh prinsip tradisional

giri-ninjō yang merupakan kewajiban untuk saling membantu dan memberikan simpati. Prinsip ini kemudian mempengaruhi munculnya korupsi ala Jepang dan pertukaran patron-klien diantara politik-pemerintah dan yakuza.

Bagi yakuza dengan berada di ranah politik membuatnya lebih mungkin melakukan berbagai lobi-lobi politik untuk melindungi diri dari jeratan hukum. Keuntungan lainnya adalah memperoleh pengaruh politik di kalangan politisi maupun rekan sejawat yakuza lainnya. Sedangkan bagi politisi dan pejabat


(3)

pemerintah, dengan menjalin hubungan dengan yakuza maka mereka mendapatkan manfaat ganda. Pertama yakuza mendapatkan sumber daya materi yang melimpah. Kedua, yakuza memiliki pengaruh di dalam masyarakat. Di Jepang, yakuza memainkan peranan seperti layaknya pengacara atau pemberes urusan ketika institusi hukum belum bertindak apapun. Selain itu yakuza juga memiliki, mengendalikan dan mengelola perusahaan-perusahaan konstruksi dan koperasi pertanian di perdesaan yang menyerap banyak tenaga kerja. Sehingga dengan kedudukannya itu, politisi maupun pejabat pemerintah memanfaatkan yakuza untuk kepentingan politis tertentu. Terutama untuk memperoleh dukungan suara dalam pemilihan umum.


(4)

19 BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Yakuza adalah sebuah organisasi mafia di Jepang, organisasi ini berdiri sekitar tahun 1612, saat Shogun Tokugawa berkuasa. Yakuza berperan membantu pemerintah dibidang ekonomi dan politik. Di bidang ekonomi kelompok yakuza

melakukan kerjasama ekonomi dengan Amerika Serikat yang meningkatkan devisa keuangan negara dan memberikan pinjaman keuangan kepada masyarakat, perusahaan-perusahaan besar maupun kecil. Di bidang politik kelompok yakuza

bersama pemerintah Jepang melakukan penjagaan negara dari pengaruh komunisme dan menata ulang sistem politik Jepang agar lebih baik.

4.2 Saran

Secara umum yakuza adalah kelompok penjahat, namun perannya dalam membantu perekonomian masyarakat dan politik Jepang sangat memberi pengaruh pada pemerintahan Jepang.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Susilo Richard, (2013). Yakuza Indonesia, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara

Shoko Tendo, (2008). Yakuza Moon, Jakarta: Gagas Media


(6)

21 LAMPIRAN

Gambar Struktur Organisasi Yakuza