CH
2
OH CHOH
CH
2
OH
Gambar 2.2 Gliserol
Stoikiometri reaksi sintesis monogliserida memerlukan perbandingan molar gliserol terhadap metal ester asam lemak atau fatty acid methyl ester
FAME adalah 1:1. Bagaimanapun, dari sudut termodinamika, hasil monogliserida dapat diraih dengan menaikkan rasio Gliserol:FAME dari rasio
stoikiometris. Gliserol berlebih menggeser kesetimbangan ke kanan dan menaikkan perubahan metal ester asam lemak. Di lain sisi, efek gliserol
berlebihan pada kinetika reaksi sulit diprediksi karena gliserol lebih padat daripada fase minyak dan lebih hidrofilik.
Oleh karena itu, gliserol kemungkinan diserap secara kuat di permukaan. Sebagai tambahan, gliserol harus ditansfer ke fase minyak dimana reaksi terjadi.
Rasio Gliserol FAME mempengaruhi kelarutan gliserol Ferretti et al, 2009
2.5 Pelarut
Suatu medium pelarut sebenarnya merupakan jawaban yang penting untuk meningkatkan homogenitas daripada system reaksi. Pelarut tunggal yang dapat
menahan minyak dan gliserol di dalam system homogeny sebenarnya sangat sulit untuk ditemukan, khususnya berhubungan dengan keamanan pelarut untuk
aplikasi pada makanan. Pelarut hidrokarbon secara umum tidak mungkin digunakan untuk tujuan ini.
Setelah menyingkirkan pelarut yang berbahaya dan tidak biasa dari daftar, sangat sedikit pelarut yang tersisa, khususnya mengenai efek pada aktivitas enzim.
Gambar 2.2 Struktur Gliserol Hart, 2003
Universitas Sumatera Utara
Pada beberapa pelarut yang tinggal, beberapa alkohol dengan karbon lebih dari lima dapat dianggap karena mereka mengandung gugus polar
–OH dan rantai karbon yang bersifat nonpolar. Hal ini memberikan kemungkinan untuk menahan
minyak dan gliserol dalam satu system. Alkohol secara alami merupakan lawan dalam reaksi terhadap gliserol, khususnya alcohol primer. Kegunaan alkohol
tersier merupakan pilihan utama karena struktur tersier akan mempunyai aktivitas sterik yang kuat terhadap aktivitas enzim. Hal ini sebenarnya dikonfirmasi oleh
penelitian sebelumnya dengan tert-butil alkohol. Yang et al, 2005
Ada beberapa keuntungan saat melakukan konversi enzimatik dalam pelarut organic selain air: kelarutan yang tinggi dari kebanyakan senyawa organik
didalam media non aqueous, kemampuan untuk melakukan reaksi yang mustahil dalam air karena halangan kinetik atau termodinamik, stabilitas enzim yang lebih
besar, kemudahan pemisahan produk dari pelarut organik dibanding air, ketidaklarutan enzim dalam pelarut organik sehingga mudah didapatkan kembali
dan digunakan sehingga tidak perlu diimobilisasi. Zaks and Klibanov, 1985
2.6 Katalis
Pengetahuan tentang katalis telah dirintis oleh Berzelius pada tahun 1837. Ia mengusulkan nama katalis untuk zat-zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat
itu sendiri tidak ikut bereaksi Poedjiadi, 2007. Faktor lain yang mempengaruhi laju reaksi ialah katalis. Katalis mempercepat reaksi dengan memberi lintasan
alternatif atau mekanisme alternatif, yaitu yang energi aktivasinya lebih rendah. Enzim memainkan peran ini dalam reaksi biokimiawi Hart, 2003.
Katalis adalah suatu zat yang mengakibatkan reaksi lebih cepat mencapai kesetimbangan. Katalis tidak akan mengubah nilai tetapan kesetimbangan, dan
tidak mengalami perubahan apapun. Peranan katalis adalah menurunkan energi bebas pengaktifan. Beberapa katalis melakukannya dengan membentuk pereaksi
Universitas Sumatera Utara
untuk mencapai komplek teraktifkan yang sama dengan bila tanpa adanya katalis Cotton dan Wilkinson, 1989. Katalis dapat menurunkan energi pengaktifan
reaksi seringkali dengan menyediakan jalan lain, untuk menghindari tahap penentu laju yang lambat dari reaksi yang tidak dikatalisa, sehingga
menghasilkan laju reaksi yang tinggi. Katalis dapat sangat efektif. Atkins, 1997.
Dalam kondisi katalis heterogen, reaksi terjadi di permukaan katalis. Oleh karena itu, peningkatan luas permukaan diharapkan menaikkan konversi reaktan.
Variasi temperatur reaksi akan mempengaruhi khususnya kinetika reaksi, tidak hanya kecepatan kinetik, akan tetapi juga kelarutan reaktan. Peningkatan
temperatur reaksi diharapkan meningkatkan aktivitas katalis Ferretti et al, 2009
2.7 Enzim