Monogliserida dan Digliserida Gliserol

Di samping itu lemak dan minyak juga merupakan sumber alamiah vitamin-vitamin yang terlarut dalam minyak yaitu vitamin A, D, E, dan K. Sudarmadji, 1992. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh Winarno, 1995. Trigliserida merupakan kelompok lipida yang terdapat paling banyak dalam jaringan hewan dan tanaman. Trigliserida dalam tubuh manusia bervariasi jumlahnya tergantung dari tingkat kegemukan seseorang dan dapat mencapai beberapa kilogram. Jaringan tanaman umumnya mengandung trigliserida sedikit, kecuali bagian-bagian tanaman tertentu yang menjadi tempat cadangan makanan misalnya buah dan biji yang dapat mengandung trigliserida cukup tinggi sampai mencapai puluhan persen Sudarmadji, 1992.

2.3 Monogliserida dan Digliserida

Penggunaan monogliserida di formulasi bidang farmasi dan makanan terus meningkat. Di dalam bidang farmasi, monogliserida digunakan sebagai bahan pengikat pada tablet dan sebagai pelunak untuk obat dengan pelepasan lambat. Dalam industri makanan, monogliserida bertindak untuk menstabilkan emulsi didalam saus dan makanan panggang Jackson and King, 1997 dan juga memberikan viskositas yang dibutuhkan oleh bahan tersebut Fregolente et al, 2005. Selain kegunaan dari monogliserida, penelitian mengenai digliserida terhadap diet manusia juga telah dilakukan. Penggunaan digliserida sebagai pengganti trigliserida di dalam makanan dapat mengurangi akumulasi lemak pada jaringan perut sehingga mencegah berbagai penyakit yang berhubungan dengan obesitas. Universitas Sumatera Utara Kedua gliserida tersebut diproduksi dengan reaksi kimiawi atau enzimatis, secara umum diperoleh dari proses gliserolisis dari trigliserida, hidrolisis dari trigliserida, atau esterifikasi secara langsung antara gliserol dengan asam lemak Fregolente et al, 2010. Dalam skala industri, monogliserida dan digliserida diproduksi dengan sintesis kimia menggunakan gliserol, lemak, dan suatu katalis alkali yang dicampur dan dipanaskan pada suhu hampir 250˚C. CaOH 2 digunakan sebagai katalis dalam produksi monogliserida Sonntag, 1982. Selain itu, digliserida dapat disintesis dengan cara esterifikasi gliserol dengan asalm lemak oleh enzim lipase terimmobil spesifik-1,3 menggunakan Lipozyme. Rosu et al, 1999 Cara lainnya adalah dengan menghidrolisis distilat asam lemak menggunakan enzim lipase Candida rugosa, diikuti dengan destilasi uap secara vakum, lalu diesterifikasi dengan Lipozyme Nandi et al, 2004.

2.4 Gliserol

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua, atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida, atau trigliserida. Gliserol larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter Poedjiadi, 2007. Gliserol berwujud seperti sirup, tak berwarna, cairan bertitik didih tinggi yang sangat larut air dengan rasa yang sangat manis. Kualitas melembutkan dari zat ini sangat berguna yang kemudian digunakan dalam sabun cukur dan sabun mandi serta obat batuk berwujud tetes dan sirup Hart, 2003. Dalam tanaman, terjadi serangkaian reaksi biokimia; pada reaksi ini fruktosa difosfat diuraikan oleh enzim aldosa menjadi dihidroksi aseton fosfat, kemudian direduksi menjadi α-gliserofosfat. Gugus fosfat dihilangkan mealui proses fosforilasi sehingga akan terbentuk molekul gliserol Winarno, 1995. Universitas Sumatera Utara CH 2 OH CHOH CH 2 OH Gambar 2.2 Gliserol Stoikiometri reaksi sintesis monogliserida memerlukan perbandingan molar gliserol terhadap metal ester asam lemak atau fatty acid methyl ester FAME adalah 1:1. Bagaimanapun, dari sudut termodinamika, hasil monogliserida dapat diraih dengan menaikkan rasio Gliserol:FAME dari rasio stoikiometris. Gliserol berlebih menggeser kesetimbangan ke kanan dan menaikkan perubahan metal ester asam lemak. Di lain sisi, efek gliserol berlebihan pada kinetika reaksi sulit diprediksi karena gliserol lebih padat daripada fase minyak dan lebih hidrofilik. Oleh karena itu, gliserol kemungkinan diserap secara kuat di permukaan. Sebagai tambahan, gliserol harus ditansfer ke fase minyak dimana reaksi terjadi. Rasio Gliserol FAME mempengaruhi kelarutan gliserol Ferretti et al, 2009

2.5 Pelarut