Kulit Studi Penetrasi Ketoprofen Melalui Kulit Kelinci Menggunakan Basis Gel Alginat Secara In Vitro

7 untuk penetrasi obat. Pemahaman yang benar mengenai struktur dan fungsi kulit dan bagaimana mengubahnya akan memudahkan dalam pengembangan pelepasan obat secara transdermal Yadav, et al., 2012.

2.2 Kulit

Kulit merupakan organ yang sangat luas hingga 15 dari total berat badan Richardson dan Certed, 2003. Kulit sebagai lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia. Meskipun kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa obat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik. Pada penelitian efek sistemik, zat aktif harus masuk ke peredaran darah yang selanjutnya dibawa ke jaringan yang kadang-kadang terletak jauh dari tempat pemakaian dan pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek farmakologi Aiache, dkk., 1993. Kulit memiliki fungsi utama sebagai lapisan pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus- menerus keratinasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati, respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan sel kulit melanin untuk melindungi kulit dari sinar ultraviolet, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar Tranggono dan Latifah, 2007. Secara mikroskopik kulit dibagi menjadi dua lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Struktur kulit dapat dilihat pada Gambar 2.1. Universitas Sumatera Utara 8 Gambar 2.1 Struktur kulit Ramteke, et al., 2012

2.2.1 Epidermis

Ketebalan epidermis yaitu 0,1-1 mm. Keratinosit menjadi komponen utama 90 dan bertanggung jawab sebagai fungsi penghalang. Sel-sel lain yang terdapat pada epidermis yaitu melanosit dan sel Langerhans Ramteke, et al., 2012. Epidermis memiliki jenis sel utama keratinosit yang merupakan hasil pembelahan sel pada lapisan epidermis yang paling dalam yaitu stratum basale lapisan basal yang tumbuh terus ke arah permukaan kulit. Keratinosit mengalami “diferensiasi terminal” untuk membentuk sel-sel lapisan permukaan stratum korneum. Selama diferensiasi, filamen keratin pada korneosit mengalami agregasi dimana proses ini disebut keratinisasi, dan berkas-berkas filamen membentuk suatu jaringan intraselular kompleks dalam matriks protein yang merupakan derivat pada stratum granulosum lapisan glanular. Epidermis merupakan epitel gepeng yang berlapis dengan beberapa lapisan yang terlihat jelas pada Gambar 2.2. Universitas Sumatera Utara 9 Gambar 2.2 Epidermis Graham, dkk., 2005 1. Stratum korneum Merupakan sel-sel gepeng yang mengalami keratinisasi, tanpa inti sel dan sitoplasma. Sel-sel yang berdekatan saling tumpang-tindih dan bersama- sama dengan lemak interselular membentuk pertahanan yang sangat efektif. Ketebalan stratum korneum bervariasi yang paling tebal terletak pada telapak tangan dan telapak kaki Graham, dkk., 2005. Stratum korneum terdiri atas sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air Tranggono dan Latifah, 2007. Lapisan terluar kulit yang berperan sebagai suatu penghalang fisik bagi zat yang berkontak dengan kulit. Stratum korneum terdiri dari sepuluh sampai dua puluh lapisan sel yang terdapat di seluruh tubuh. Setiap sel berbentuk pipih, memiliki panjang sekitar 34-44 µm, lebar 25-36 µm, dan tebal 0,15-0,2 µm dengan luas permukaan 750-1200 µm 2 di mana satu dengan yang lainnya terkumpul membentuk suatu susunan yang menyerupai batu bata Pathan dan Setty, 2009. Universitas Sumatera Utara 10 2. Stratum granulosum Merupakan lapisan yang berada di atas stratum spinosum yang terdiri dari sel-sel pipih dan banyak mengandung partikel gelap yang disebut granula keratohialin Graham, dkk., 2005. Stratum granulosum tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut Tranggono dan Latifah, 2007. 3. Stratum spinosum Lapisan sel runcing seperi paku dengan sel Langerhans yang tersebar diantaranya. Sel-sel ini merupakan pertahanan imunologis dalam melawan antigen dari luar Graham, dkk., 2005.Lapisan stratum spinosum memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri. Inti dari lapisan ini besar dan berbentuk oval dan setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein Tranggono dan Latifah, 2007. 4. Stratum basale Terdiri dari sel kolumnar yang melekat pada membran basale. Berselang-selang dari sel basale terdapat melanosit yang berperan dalam produksi melanin Graham, dkk., 2005.

2.2.2 Dermis

Dermis merupakan lapisan kulit terbesar hingga 90 dari kulit, terdiri dari jaringan ikat yang menopang epidermis Ramteke, et al., 2012. Dermis adalah lapisan yang terletak di bawah epidermis dan merupakan bagian terbesar dari kulit. Gambaran utama dermis berupa anyaman serat-serat yang saling mengikat yang sebagian besar merupakan serat kolagen tetapi sebagian lagi berupa serat elastin. Dermis terdiri dari fibroblas, sel mast dan makrofag. Fidroblas Universitas Sumatera Utara 11 membentuk matriks jaringan ikat pada dermis yang biasanya berdekatan dengan serat kolagen dan elastin. Sel mast berisi granula yang kandungannya mencakup mediator-mediator seperti histamin, prostaglandin, leukotrien dan faktor-faktor kemotaksis eusinofil dan neutrofil. Makrofag merupakan sel fagositik yang berasal dari sumsum tulang. Dermis juga mengandung pembuluh darah, limfe, saraf dan reseptor sensoris. Di bawah dermis terdapat sebuah lapisan lemak subkutan yang memisahkan kulit dengan otot yang ada di bawahnya Graham, dkk., 2005. Dermis merupakan lapisan paling tebal atau jaringan ikat yang mengandung darah, lapisan getah bening, kelenjar keringat dan saraf kulit Bavaskar, et al., 2015. Peranan utama dermis adalah sebagai pemberi nutrisi pada epidermis dan merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3-5 mm, Aiache, dkk., 1993.

2.2.3 Penetrasi obat melalui kulit

Obat dapat mempenetrasi kulit yang utuh setelah pemakaian topikal melalui dinding folikel rambut, kelenjar keringat atau kelenjar lemak atau antara sel-sel dari selaput tanduk. Sebenarnya bahan obat yang dipakai mudah memasuki kulit yang rusak atau pecah-pecah, akan tetapi penetrasi semacam itu bukan absorbsi perkutan yang benar. Apabila kulit utuh, maka cara utama untuk penetrasi obat umumnya melalui lapisan epidermis, lebih baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat Ansel, 2008. Sediaan topikal digunakan untuk mendapatkan efek lokal di lokasi aplikasi berdasarkan penetrasi obat ke dalam lapisan yang mendasari kulit atau mukosa membran. Keuntungan utama sistem pelepasan topikal adalah untuk menghindari Universitas Sumatera Utara 12 first pass effect, menghindari resiko ketidaknyamanan terapi intravena, perubahan pH, dan waktu pengosongan lambung. Dalam segala keanekaragamannya formulasi semi-solid mendominasi sediaan sistem pelepasan topikal Sharma, et al., 2012.Untuk mengurangi resistensi stratum corneum dan variabilitas biologinya, peningkat penetrasi promotor untuk mempercepat absorpsi digabungkan ke dalam sediaan kulit Jadhav dan Sreenivas, 2012. Ada dua jalur utama obat berpenetrasi menembus stratum korneum, yaitu: jalur transepidermal dan jalur pori. Gambar 2.3 Jalur penetrasi obat melalui stratum korneum Trommer dan Neubert, 2006 Jalur transepidermal dibagi lagi menjadi jalur transselular dan jalur interselular. Pada jalur transelular, obat melewati kulit dengan menembus secara langsung lapisan lipid stratum korneum dan sitoplasma dari keratinosit yang mati. Jalur ini merupakan jalur terpendek, tetapi obat mengalami resistensi yang signifikan karena harus menembus struktur lipofilik dan hidrofilik. Jalur yang lebih umum bagi obat untuk berpenetrasi melalui kulit adalah jalur interselular. Pada jalur ini, obat berpenetrasi melalui ruang antar korneosit Trommer dan Neubert, 2006. Jalur melalui pori dapat dibagi menjadi jalur transfolikular dan Universitas Sumatera Utara 13 transglandular. Kelenjar dan folikel rambut hanya menempati sekitar 0,1 dari total luas tubuh manusia, oleh karena itu kontribusi rute ini terhadap penetrasi dianggap kecil. Tetapi, jalur transfolikular dapat menjadi jalur yang penting bagi penetrasi obat yang diberikan secara topikal. Hal ini karena folikel rambut menyediakan suatu reservoir yang efisien bagi zat yang berpenetrasi melalui kulit. Pada jalur transfolikular, zat hanya dapat berpenetrasi melalui folikel rambut yang terbuka. Untuk membuka folikel rambut yang tertutup dapat dilakukan pemijatan ringan Lademann, et al., 2004.

2.2.4 Difusi melalui membran

Difusi merupakan suatu proses ketika obat melewati membran agar molekul-molekul menurunkan gradien konsentrasinya. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi tanpa memerlukan energi, sehingga mencapai kesetimbangan dikedua membran. Kebanyakan zat aktif merupakan basa atau asam organik, maka dalam keadaan terlarut sebagian molekul berada dalam bentuk terionkan dan sebagian dalam bentuk tak terionkan. Hanya fraksi zat aktif yang tak terionkan dan larut dalam lemak yang dapat melalui membran dengan cara difusi pasif Aiache, dkk., 1993. Gambar 2.4 Multilayer kulit yang memperlihatkan permeasi obat transdermal untuk pelepasan sistemik Jadhav dan Sreenivas, 2012. Universitas Sumatera Utara 14 Ketika obat digunakan secara topikal maka obat akan mengalami difusi pasif menuju permukaan jaringan kulit selanjutnya. Perpindahan massa melewati stratum corneum menuju ke bagian lapisan epidermis selanjutnya dan kemudian ke dalam lapisan dermis hingga ke sirkulasi darah.

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyampaian obat melalui kulit

2.2.5.1 Faktor biologis

Hal-hal yang termasuk ke dalam faktor biologis yang mempengaruhipenyampaian obat melalui kulit, yaitu meliputi Barry, 1983: a. Kondisi dan umur kulit Kulit utuh merupakan suatu sawar barrier difusi yang efektif dan efektivitasnya berkurang bila terjadi perubahan dan kerusakan pada sel-sel lapisan tanduk. Difusi obat melalui kulit juga tergantung pada umur subyek, di mana kulit bayi dan anak anak lebih permeabel dibandingkan kulit orang dewasa. b. Aliran darah Secara teoritis, perubahan sirkulasi pada daerah perifer, atau perubahan aliran darah pada kulit jaringan dermis, dapat mempengaruhi absorbsi perkutan. Di mana dengan meningkatnya aliran darah, maka waktu yang dimiliki zat aktif untuk berada pada jaringan dermis akan berkurang, dengan demikian gradien konsentrasi zat aktif yang berpenetrasi melalui kulit akan meningkat. c. Tempat pemakaian Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama akan berbeda dan hal ini tergantungpada ketebalan stratum korneum dan kerapatan folikel rambut, maupun kelenjar keringat yang terdapat di kulit. Universitas Sumatera Utara 15 d. Perbedaan spesies Kulit mamalia dari spesies yang berbeda akan menunjukkan beberapa perbedaan karakteristik dari segi anatomi. 2.2.5.2Faktor fisikokimia Hal-hal yang termasuk ke dalam faktor fisikokimia yang mempengaruhi penyampaian obat melalui kulit, yaitu: a. Hidrasi kulit Peningkatan hidrasi kulit bisa membuka struktur stratum korneum sehingga penetrasi meningkat Benson, 2005. b. Temperatur Secara klinis, temperatur kulit akan meningkat dengan digunakannya suatu pembawa yang bersifat oklusif, seperti vaselin. Pada penggunaan suatu pembawa yang bersifat oklusif, kelenjar keringat tidak dapat mengeluarkan air maupun panas sehingga menyebabkan meningkatnya suhu sekitar kulit. Jika suhu meningkat, maka kelembaban hidrasi pun akan meningkat. Dalam keadaan terhidrasi permeabilitas kulit akan meningkat, sehingga memudahkan absorbsi zat aktif melalui kulit Barry, 1983. c. Bobot molekul dan polaritas senyawa Dipandang dari segi bobot molekulnya, senyawa dengan bobot molekul yangrendah akan berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan senyawa denganbobot molekul tinggi Barry, 1983. d. Konsentrasi zat aktif Berdasarkan hukum Fick, jumlah zat aktif yang diserap pada setiap satuan luas permukaan dan satuan waktu adalah sebanding dengan konsentrasi senyawa Universitas Sumatera Utara 16 dalam media pembawa Barry, 1983. e. Koefisien partisi Koefisien partisi didefenisikan sebagai pembagian konsentrasi dalam lemakdengan konsentrasi dalam fase air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi transmembran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif Aiache, dkk., 1993. f. Lipofilisitas Peningkatan lipofilisitas obat menyebabkan berkurangnya permeasi. Sebuah studi serupa dengan nalbuphine dan prodrugnya yang menunjukkan bahwa peningkatan lipofilisitas menyebabkan rasio peningkat penetrasi menurun Sung, et al., 2003. g. Formulasi Faktor lain yang mempengaruhi penetrasi senyawa bioaktif melalui kulit adalah jenis formulasi yang dirancang untuk masuknya obat. Konsentrasi obat mempengaruhi penghantaran topikal. Selanjutnya, peningkatan viskositas pada formulasi menurunkan penetrasi obat ke dalam kulit yang mungkin disebabkan oleh penurunan difusi Regnier, et al., 1998. h. Tempat pengolesan Jumlah yang diserap oleh molekul yang sama, akan berbeda tergantung pada anatomi tempat pengolesan. Perbedaan ketebalan kulit terutama disebabkan oleh perbedaan ketebalan lapisan tanduk stratum corneum pada setiap bagian tubuh Aiache, dkk., 1993. Universitas Sumatera Utara 17

2.3 Peningkat Penetrasi Obat