Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara dan Keuangan

sebaik-baiknya. Pengumpulan dan penggunaan dana harus disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan daerah. Pendapatan pemerintah daerah haruslah selalu meningkat sedangkan pengeluaran haruslah seefisien mungkin. Seluruh proses anggaran harus terkoordinasi dengan baik sehingga mampu membiayai pembangunan.

C. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara dan Keuangan

Daerah Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa pengelolaan keuangan memiliki arti, manfaat, dan pengaruh yang begitu besar terhadap nasib suatu bangsa karena segala kebijaksanaan yang ditempuh dalam pengelolaan keuangan bisa berakibat kemakmuran atau kemunduran suatu bangsa. Sistem pemerintahan negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menempatkan Presiden sebagai penyelenggara pemerintah negara tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR. Presiden memiliki kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan negara, meliputi apa yang dalam trias politika disebut kekuasaan eksekutif dan legislatif, dengan pengertian bahwa kekuasaan legislatif itu dijalankan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. 73 Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan negara itu meliputi di 73 Lihat Pasal 20 ayat 2 UUD 1945 Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 dalamnya tiga kekuasaan pengelolaan keuangan negara, yaitu kekuasaan otorisasi, ordonasi, dan kekuasaan kebendaharawanan. Kekuasaan otorisasi adalah kekuasaan untuk mengambil tindakan atau keputusan yang dapat mengakibatkan kekayaan negara menjadi berkurang atau bertambah. Kekuasaan otorisasi dibedakan atas kekuasaan otorisasi yang bersifat umum dan kekuasaan otorisasi yang bersifat khusus. 74 Kekuasaan ordonasi adalah kekuasaan untuk menerima, meneliti, menguji keabsahan dan menerbitkan surat perintah menagih dan membayar tagihan yang membebani anggaran penerimaan dan pengeluaran negara sebagai akibat dari tindakan otorisator. Pengujian dan penelitian yang dilakukan oleh ordonator meliputi dasar haknya wetmatigheids, dasar hukum tagihannya rechtmatigheids, dan tujuannya doelmatigheids. 75 74 Kekuasaan otorisasi yang bersifat umum diwujudkan dalam bentuk kekuasaan membuat peraturan yang bersifat umum seperti menetapkan undang-undang tentang APBN, undang-undang tentang pokok kepegawaian, undang-undnag tentang tata cara perpajakan, dan sebagainya. Kekuasaan otorisasi yang bersifat umum ini menurut sistem pemeintahan Negara RI pelaksanaannya harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari DPR. Artinya bentuk pelaksanaan kekuasaan otorisasi, pertama-tama adalah undang-undang, selanjutnya peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah. Sedangkan kekuasaan otorisasi yang bersifat khusus diwujudkan dalam bentuk kekuasaan untuk menetapkan surat keputusan yang khususnya mengikat orang atau pihak tertentu sebagai pelaksanaan keputusan otorisasi yang bersifat umum. Selanjutnya lihat Badan Pemeriksa Keuangan, op.cit, hal. 38. Selanjutnya mengenai kekuasaan otorisasi ini dapat dilihat pada Pasal 6 UU No. 17 Tahun 2003 75 ibid Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 Kekuasaan kebendaharawanan adalah kekuasaan untuk menerima, menyimpan, atau membayarmengeluarkan uang atau barang, serta mempertanggungjawabkan uang atau barang yang berada dalam pengelolaannya. 76 Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada MenteriPimpinan Lembaga selaku Pengguna AnggaranPengguna Barang, Kementerian Negaralembaga yang dipimpinnya. 77 Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer CFO Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteripimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer COO untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme check and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dan penyelenggaraan tugas pemerintahan. 76 ibid, hal. 39 77 Penjelasan UU No. 17 Tahun 2003 Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 Dalam wilayah negara Indonesia yang luas dengan berbagai fungsi yang harus diselenggarakannya, tugas menjalankan kekuasaan pengelolaan keuangan negara tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh Presiden. Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kekuasaan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945, Presiden mendelegasikan sebagian kekuasaan pengelolaan keuangan negara itu kepada aparatur pemerintah di pusat dan daerah, BUMN dan BUMD serta pihak lain berdasarkan peraturan perundang- undangan. Pasal 6 UU No. 17 Tahun 2003 menyebutkan tentang kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara: 1 Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. 2 Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1: a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan; b. dikuasakan kepada menteripimpinan lembaga selaku Pengguna AnggaranPengguna Barang kementerian negaralembaga yang dipimpinnya; c. diserahkan kepada gubernurbupatiwalikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang yang diatur dengan undang-undang. Memperhatikan pasal 6 ayat 2 huruf c di atas, maka hal ini berarti kekuasaan pengelolaan keuangan daerah tidak dikuasakan tetapi diserahkan oleh pemerintah Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 pusat kepada gubernurbupatiwalikota sehingga pemerintah pusat tidak dapat lagi menarik kekuasaan yang telah diserahkan pada daerah. Dalam Penjelasan undang-undang tersebut juga menegaskan bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian negaralembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan penerimaan negara. Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusankebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan menyerahkan kepada gubernurbupatiwalikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Dalam Pasal 10 UU NO. 17 Tahun 2003 menyebutkan: 1 Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 ayat 2 huruf c: Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 a. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD; b. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaranbarang daerah. 2 Dalam rangka pengelolaan Keuangan daerah, Pejabat Pengelola Keuangan daerah mempunyai tugas sebagai berikut: a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD; b. menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD; c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan daerah; d. melaksanakan fungsi bendahara umum daerah; e. menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. 3 Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaranbarang daerah mempunyai tugas sebagai berikut: a. menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; c. melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak; e. mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; f. mengelola barang milikkekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya. Jika ditelaah dari PP No. 105 Tahun 2000, sistem pengelolaan keuangan daerah meliputi 3tiga tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, serta pelaporan dan pertanggungjawaban. 78 Pada tahap perencanaan, input yang digunakan adalah aspirasi masyarakat yang disalurkan melalui DPRD dan Pemerintah Daerah. Usulan tersebut selanjutnya 78 Tahapan ini dapat dilihat pada Bab III Pasal 15 sampai dengan Pasal 23, Bab IV Pasal 24 sampai dengan Pasal 34, Bab VI Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 PP No. 105 Tahun 2000 Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan setiap unit kerja. Setiap kegiatan harus memiliki tujuan dan sasaran, serta hasil terukur yang disetarakan dengan usulan anggaran. Pada tahap pelaksanaan, input yang digunakan adalah APBD yang sudah ditetapkan oleh DPRD. Pengeluaran APBD dicatat dalam sistem akuntansi dengan menghasilkan laporan pelaksanaan APBD, baik berupa laporan triwulan maupun tahunan sebagai bagian dari Laporan Pertanggungjawaban 79 Kepala Daerah. Tahap pelaporan dan pertanggungjawaban meliputi penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD 80 , proses evaluasi laporan pertanggungjawaban, serta keputusan menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban kepala daerah. Di samping itu, terdapat proses pengawasan dan pengendalian dimulai sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, serta pelaporan dan pertanggungjawaban. Proses ini 79 Menurut kurun waktunya, ada 3tiga pertanggungjawaban, yaitu pertanggungjawaban akhir tahun anggaran, pertanggungjawaban sewaktu-waktu, dan pertanggungjawaban pada akhir masa jabatan. Lebih lanjut lihat Sadu Wasistiono dan Ondo Riyani ed, Etika Hubungan Legislatif dan Eksekutif Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Fokusmedia, Bandung, 2003, hal.11 80 Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya Kepala Daerah bertanggungjawab kepada DPRD. Selengkapnya lihat Pasal 44 ayat 2 UU No. 22 Tahun 1999. Selanjutnya Ateng Syafrudin menegaskan bahwa satu di antara paradigma yang berubah dan berbeda antara UU No. 5 Tahun 1974 dengan UU No. 22 Tahun 1999 ialah demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya hubungan badan legislatif dengan badan eksekutif daerah. Paradigma lama menegaskan bahwa pimpinan eksekutif tidak bertanggungjawab kepada badan legislatif, melainkan bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Paradigma baru menegaskan bahwa kepala daerah sebagai pimpinan badan eksekutif daerah bertanggungjawab kepada badan legislatif daerah. Lihat Sadu Wasistiono dan Ondo Riyani ed, op.cit, hal. 12 Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 diperlukan agar sejak awal dapat menghindari atau mengurangi penyimpangan yang mungkin terjadi. Adapun pengelolaan keuangan daerah didasarkan pada prinsip-prinsip: 81 1. Tanggung jawab Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan sah, lembaga atau orang itu adalah Pemerintah Pusat, DPRD, Kepala Daerah dan masyarakat umum. Hal ini merupakan pencerminan dari Pasal 37 PP No. 105 Tahun 2000. 2. Mampu memenuhi kewajiban keuangan Keuangan daerah harus ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah ditentukan. 3. Kejujuran Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya harus diserahkan kepada pegawai yang benar-benar jujur dan dapat dipercaya. 4. Hasil guna effectiveness dan daya guna efficiency Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya. 81 Brian Binder, Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah, dalam Nick Devas et al, op.cit., hal. 279. Prinsip-prinsip ini dapat dibandingkan dengan asas umum pengelolaan keuangan daerah yang terdapat dalam Pasal 4 PP No. 105 Tahun 2000. Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 5. Pengendalian Aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai. Sedangkan ciri-ciri pengelolaan keuangan yang baik menurut Brian Binder adalah: 1. Sederhana Sistem yang sederhana lebih mudah dipahami dan dipelajari, lebih besar kemungkinan untuk diikuti tanpa salah, dapat lebih cepat memberikan hasil, dan mudah diperiksa. 2. Lengkap Secara keseluruhan, pengelolaan keuangan hendaknya dapat digunakan untuk mencapai semua tujuan yang tercantum dalam prinsip-prinsip pengelolaan keuangan seperti tersebut di atas, dan harus mencakup segi keuangan setiap kegiatan daerah. 3. Berhasil guna Pengelolaan keuangan harus dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini dapat terwujud dengan adanya peraturan yang mengharuskan pemerintah daerah menyelesaikan rencana anggarannya pada waktu tertentu dengan hasil yang maksimal. Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 4. Berdaya guna Dalam hal ini pengelolaan keuangan harus dapat dicapai dengan biaya yang serendah-rendahnya dan hasil yang setinggi-tingginya. 5. Mudah disesuaikan Pengelolaan keuangan tidak dibuat kaku sehingga mudah menerapkannya dan menyesuaikannya pada keadaan yang berbeda-beda. Ciri-ciri pengelolaan demikian jika dikaitkan dengan UU No. 17 Tahun 2003 terlihat masih terlalu jauh dari harapan. Sebagai contoh, meskipun UU No. 17 Tahun 2003 menyebutkan perlunya suatu kerangka pengeluaran jangka menengah, akan tetapi pasal-pasal yang mengatur proses penyusunan dan penertapan APBD kelihatan masih terperangkap pada fokus jangka pendek, yaitu mekanisme dan proses penganggaran tahunan. Selain itu UU No. 17 Tahun 2003 hanya sedikit menyinggung dimensi perencanaan. Adapun dasar hukum yang digunakan dalam pengelolaan keuangan daerah yang merupakan perwujudan dari rencana kerja keuangan tahunan pemerintah daerah, selain berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum yang berlaku juga berdasarkan pada: 1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 2. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai daerah Otonom; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan keluarnya PP No. 58 Tahun 2005; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Informasi Keuangan Daerah.

D. Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara