SINKRONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG

BAB III SINKRONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH MENURUT UU NO. 17 TAHUN 2003 DENGAN PERATURAN PERUNDANGAN LAINNYA Sebagai langkah awal untuk melakukan sinkronisasi pengaturan tentang pengelolaan keuangan daerah, terlebih dahulu telah dilakukan inventarisasi terhadap peraturan yang terkait, terutama peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku. Penelitian ini tetap memegang sejumlah asas dari perundang-undangan sebagai teknis yuridis perundang-undangan 84 , yaitu: 1. Undang-undang tidak berlaku surut. 2. Undang-undang yang dibuat penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. 3. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum, jika pembuatnya sama. 4. Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-undang terdahulu. 5. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat. 6. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan materil bagi masyarakat maupun individu melalui pembahaaruan danatau pelestarian. Dalam melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah, penelitian ini mengacu kepada ketentuan hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 7 ayat 1 yang terdiri dari: 84 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dalam Alvi Syahrin, Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan Yang Berwawasan Lingkungan di Wilayah Metropolitan MEBIDANG, Desertasi, Program Pasca Sarjana USU, Medan, hal. 63-64 Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 6. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 7. Undang-undangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang 8. Peraturan Pemerintah 9. Peraturan Presiden 10. Peraturan Daerah Telah disebutkan pada bagian terdahulu bahwa tahap perencanaan daerah secara khusus diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 yang mengatur tahapan perencanaan mulai dari Rencana Pemerintah Jangka Panjang RPJP, Rencana Pemerintah Jangka Menengah Daerah RPJMD, Renstra Satuan Kerja Perangkat Daerah Renstra- SKPD, Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD, dan Rencana Kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah Renja SKPD. Landasan dikeluarkannya undang-undang ini adalah sistem perencanaan nasional yang terintegrasi dari daerah sampai pusat selama ini belum memiliki landasan aturan yang bersifat mengikat. Digulirkannya kebijakan otonomi daerah dan dihapuskannya Garis-garis Besar Haluan Negara GBHN yang selama ini dijadikan landasan perencanaan membawa implikasi akan perlunya kerangka kebijakan yang mengatur sistem perencanaan pembangunan nasional yang bersifat sistematis dan harmonis. Meskipun demikian, UU No. 32 Tahun 2004 mengatur kembali sistem perencanaan pembangunan daerah yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 2005 sebelumnya, sekaligus mengatur pula proses penganggaran. Walaupun UU No. 32 Tahun 2004 tidak mengatur sedetail UU No. 25 Tahun 2004 khususnya perencanaan, dan proses penganggaran, namun pengaturan kembali ini menimbulkan kerancuan terhadap penafsirannya. Sementara, UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 33 Tahun Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 2004 mengatur perencanaan pembangunan daerah, namun hanya terbatas pada perencanaan tahunan yang meliputi Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD dan Rencana Kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah Renja SKPD, di samping mengatur penyusunan APBD. Untuk lebih jelasnya dan memudahkan sinkronisasi supaya lebih terarah maka dalam hal ini akan dilakukan sinkronisasi baik secara horizontal maupun secara vertikal dalam kaitannya dengan pengelolaan keuangan daerah. Hal ini merupakan topik ataupun kerangka acuan yang dijadikan dasar dalam melakukan sinkronisasi yaitu mengenai proses perencanaan sebagaimana termuat dalam undang-undang yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah dan peraturan pelaksananya, yaitu: 1. Perencanaan dan Penganggaran Menurut UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 33 Tahun 2004 UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 33 Tahun 2004 mengatur hal yang sama dalam pengaturan penyusunan APBD. Hal ini dapat dilihat hampir sebagian pasal dan ayat pada UU No. 33 Tahun 2004, khususnya yang berkaitan dengan penyusunan APBD yang mengadopsi isi pasal dalam UU No. 17 Tahun 2003, yaitu Pasal 16, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20 UU No. 17 Tahun 2003 yang redaksinya sama dengan Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, dan Pasal 73 UU No. 33 Tahun 2004 yang berbunyi: Pasal 16 ayat 2 : APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan 3 : Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 4 : Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja. Pasal 18 ayat 1 : Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat- lambatnya Juni tahun berjalan. 2 : DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. 3 : Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah. Pasal 19 ayat 1 : Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya. 2 : Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengn pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. 3 : Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat 1 disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun. 4 : Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat 1 dan 2 disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. 5 : Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya. Pasal 20 ayat 1 : Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendudukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. Perbedaannya hanyalah pergantian beberapa kata dan penambahan 1 satu ayat dalam pasal-pasalnya, namun tetap mengisyaratkan hal yang sama. Dari kedua aturan yang memiliki kekuatan hukum yang sama ini, 12 duabelas ayat menyatakan atau Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 mengatur hal yang sama. Pada dasarnya pencantuman kembali aturan ke dalam aturan yang lain tidaklah menjadi suatu masalah, namun alangkah baiknya jika pengaturan hal yang sama cukup merujuk aturan yang dimaksud, sehingga tidak terkesan melakukan pemborosan aturan dalam penyusunan undang-undang yang dapat menjadi preseden buruk bagi para aparat di daerah dalam penyusunan Perda. 2. Perencanaan Pembangunan Daerah Menurut UU No. 25 Tahun 2004 Dalam UU No. 25 Tahun 2004, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Selanjutnya disebutkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang RPJP adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 duapuluh tahun. RPJP ini memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah. Berkaca dari pengalaman orde baru, perencanaan jangka panjang 25 duapuluh lima tahunan telah gagal mencapai targetnya. Tahapan pembangunan ini tidak pernah terwujud dalam tahapan tinggal landas di Indonesia. RPJP Daerah sebagai pedoman dalam penyusunan RPJM Daerah secara tidak langsung membatasi kampanye visi, misi dan program calon-calon kepala daerah yang turun dalam pemilihan kepala daerah langsung, mengingat RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi dan perogram kepala daerah terpilih, artinya Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 para calon kepala daerah dalam berkampanye menyampaikan visi dan misi, serta programnya tidak boleh terlepas dari RPJP Daerah. Di samping itu, perencanaan jangka panjang memiliki landasan hukum yang lemah karena baik RPJP Nasional maupun Daerah yang ditetapkan dengan undang-undang ataupun dengan peraturan daerah dapat saja berubah atau diganti seiring dengan pergantian pemerintahan nasional maupun daerah. Akibatnya, RPJP Daerah bisa saja terus diubah pada saat pergantian pemerintahan sehingga tidak berbeda dengan RPJM Daerah yang selalu dirumuskan lima tahunan. RPJM Daerah dengan periode lima tahunan sebagai penjabaran visi, misi dan program kepala daerah terpilih, penyusunannya dengan berpedoman pada RPJP Daerah dengan memperhatikan RPJM Nasional. Hal ini memungkinkan membuka peluang ketidaksinkronan bahkan pertentangan antara RPJM Daerah dengan RPJM Nasional yang merupakan penjabaran visi, misi, dan arah pembangunan presiden terpilih. Kaitannya dengan UU No. 32 Tahun 2004, terjadi perbedaan dasar hukum dalam penetapan RPJM Daerah, dimana dalam undang-undang ini ditetapkan melalui Perda, sementara itu, pada UU No. 25 Tahun 2004 ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah 85 . Sisi positifnya, baik RPJP maupun RPJM dalam penyusunannya melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Musrenbang perlu mengikutsertakan 85 Pasal 150 huruf e UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan: “RPJP Daerah dan RPJM sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf a dan b, ditetapkan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah”. Sedangkan Pasal 19 ayat 2 UU No. 25 Tahun 2004 menyatakan: “RPJM daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3tiga bulan setelah Kepala Daerah dilantik. Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 masyarakat. Namun, justru terjadi kontradiksi dalam penyusunan RKPD karena tidak disebutkan perlunya keterlibatan masyarakat dalam penyusunannya. Sementara itu, RKPD sebagai rencana tahunan merupakan perencanaan berdasarkan kebutuhan masyarakat yang langsung dirasakan oleh masyarakat, sedangkan mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan RKPD hanya dalam hal pendanaan pembangunan. Selain itu, RKPD sebagai penjabaran RPJM Daerah memiliki derajat hukum yang lemah karena hanya ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah, padahal RKPD ini dijadikan pedoman dalam penyusunan APBD yang ditetapkan dengan Peraturan daerah. Artinya, jika terjadi ketidaksinkronan antara RKPD dan APBD, maka yang dijadikan acuan dan memiliki landasan aturan lebih kuat adalah APBD. Sepintas perencanaan yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 terintegrasi dengan penganggaran, karena dijadikan acuan atau pedoman RKPD dalam penyusunan RAPBD. Namun, dari segi institusi yang berperan sangat memungkinkan terjadinya overlapping peran antara Bappeda yang mengusung RKPD dengan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang mengusung arah kebijakan APBD yang juga tercantum dalam RKPD. Kemungkinan yang terjadi apabila kedua institusi ini tidak melakukan koordinasi maka DPRD akan menerima dua RKPD dari institusi yang berbeda. Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 3. Perencanaan dan Penganggaran Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Jika dilihat isi dari UU No. 32 Tahun 2004 berupaya untuk menggabungkan perencanaan daerah yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004, dan penganggaran daerah yang diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 33 Tahun 2004. Walaupun UU No. 32 Tahun 2004 mengatur secara umum berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran daerah tetapi justru hal ini menimbulkan multi interpretasi atau kerancuan pada penafsirannya. Contohnya, seperti telah dijelaskan di atas adanya perbedaan landasan aturan penetapan RPJM Daerah antara UU No. 25 Tahun 2004 dengan UU No. 32 Tahun 2004. Dalam UU No. 32 Tahun 2004, Perencanaan Pembangunan Daerah adalah urusan wajib dan kewajiban daerah, dan ditempatkan dalam 1 satu bab khusus, yaitu Bab VII dengan 5 lima pasal, yaitu Pasal 150, 151, 152, 153,154, namun terkait pula dengan pasal-pasal sebelum dan sesudahnya. Jika ditelaah, redaksi pasal-pasal tersebut sebagian besar dikutip dari UU No. 25 Tahun 2004 karena sebagian besar kalimatnya identik, kecuali beberapa pasal, yaitu dalam Pasal 1 Ketentuan Umum angka 9 menyebutkan “Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD, adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 satu tahun”, sedangkan Pasal 150 ayat 3 huruf d UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan “Rencana Kerja Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut RKPD ...”. Dari isi pasal-pasal tersebut ada sedikit perbedaan yaitu dalam UU No. 32 Tahun 2004 tidak menyebutkan sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 Kemudian ada sedikit perbedaan dalam ketentuan yang mengatur mengenai tata cara penyusunan perencanaan antara UU No. 25 Tahun 2004 dengan UU No. 32 Tahun 2004 seperti terlihat dalam pasal-pasal di bawah ini Pasal 27 ayat 2 UU No. 25 Tahun 2004: Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RPJP Daerah, RPJM Daerah, Renstra-SKPD, RKPD, Renja-SKPD dan pelaksanaan Musrenbang Daerah diatur dengan Peraturan Daerah. Pasal 154 UU No. 32 Tahun 2004: Tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah PP yang berpedoman pada perundang-undangan. Perbedaan ketentuan tersebut adalah antara Perda dan PP, dimana UU No. 25 Tahun 2004 memberi kewenangan kepada daerah untuk mengaturnya dengan Perda, sedangkan menurut UU No. 32 Tahun 2004 akan diatur dengan PP. Selanjutnya Pasal 27 ayat 1 huruf k UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa kepala daerahwakil kepala daerah menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan rapat paripurna DPRD. Tapi tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan rencana strategis disini. Namun demikian, Penjelasan Pasal 5 ayat 2 UU No. 25 Tahun 2004 menyebutkan bahwa RPJM Daerah dalam ayat ini merupakan rencana strategis daerah renstrada. Dari analisis di atas jelas bahwa pengaturan hukum mengenai pengelolaan keuangan daerah, khususnya perencanaan dan penganggaran daerah sangat beragam sehingga menimbulkan banyak penafsiran dalam penerapannya. Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah daerah dapat memegang sejumlah asas dari perundang-undangan sebagai teknis yuridis perundang-undangan salah satunya adalah undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum jika pembuatnya sama karena pada dasarnya tidak ada suatu aturan yang dibuat bertentangan, sehingga dalam hal perencanaan keuangan daerah pemerintah menerapkan undang-undang yang sifatnya lebih khusus, yaitu undang- undang mengeenai sistem perencanaan pembangunan nasional. Sementara itu, pengaturan tentang pengelolaan keuangan daerah diatur dalam Peraturan Daerah yang dibuat oleh Pemerintah Daerah atas persetujuan DPRD. Namun, Perda yang dibuat harus sesuai dengan pula dengan ketentuan dalam PP No. 105 Tahun 2000 86 sekarang PP No. 58 Tahun 2005 yang diterbitkan untuk menindaklanjuti pasal-pasal yang terdapat dalam UU No. 32 Tahun 2004 sebagai pengganti dari PP 105 Tahun 2000 yang diimplementasikan mulai Tahun Anggaran 2007. Terbitnya PP 58 Tahun 2005 didasari oleh banyaknya ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan dalam pengelolaan keuangan daerah, seperti UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 1 Tahun 2004, UU No. 15 Tahun 2004, UU No. 25 Tahun 2004, UU No. 32 Tahun 2004, dan UU No. 33 Tahun 2004. 86 Sebelumnya ada 7 tujuh pokok-pokok ketentuan pengelolaan keuangan daerah, yaitu kerangka dan garis besar prosedur penyusunan APBD, kewenangan keuangan Kepala Daerah dan DPRD, Prinsip-prinsip pengelolaan kas, Prinsip-prinsip pengelolaan belanja daerah yang telah dianggarkan, tatacara pengadaan barang dan jasa, prosedur pinjaman daerah, dan prosedur pertanggungjawaban keuangan. Selanjutnya lihat Juli Panglima Saragih, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hal 124 Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut dan dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah berdasarkan penyerahan urusan dari Pemerintah Pusat, maka sesuai dengan amanat Pasal 182 dan Pasal 194 UU No. 32 Tahun 2004, serta Pasal 69 dan Pasal 86 UU No. 33 Tahun 2004 ditetapkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Selain itu buah pikiran yang melatarbelakangi terbitnya PP 58 Tahun 2005 tersebut adalah adanya keinginan untuk mengelola keuangan negara dan daerah secara efektif dan efisien. Ide dasar tersebut tentunya ingin dilaksanakan melalui tata kelola pemerintahan yang baik yang memiliki tiga pilar utama, yaitu transparansi, akuntabilitas dan partisipatif. PP dimaksud juga bertujuan agar memudahkan dalam pelaksanaannya dan tidak menimbulkan multitafsir dalam penerapannya. Selain menindaklanjuti ketentuan perundang-undangan dimaksud, PP No. 58 Tahun 2005 ini juga merupakan sinkronisasi berbagai ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah, sehingga merupakan satu kesatuan pengaturan omnibus regulation dan menjadi pedoman pokok bagi Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerah yang memuat berbagai kebijakan terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pokok-pokok muatan PP ini mencakup: 1. Perencanaan dan penganggaran 2. Pelaksanaan dan Penatausahaan Keuangan Daerah 3. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses dan mekanisme penyusunan APBD yang diatur dalam PP No. 58 Tahun 2005, memperjelas siapa bertanggungjawab, apa sebagai landasan pertanggungjawaban baik antara eksekutif dan DPRD, maupun di internal eksekutif itu sendiri. 87 Dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan oleh masing-masing SKPD yang disusun dalam format Rencana Kerja dan Anggaran RKA SKPD harus betul- betul menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, susunan, serta korelasi antara besaran anggaran beban kerja dan harga satuan dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu penerapan anggaran berbasis kinerja mengandung makna bahwa setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk bertanggungjawab atas hasil proses dan penggunaan sumber dayanya. APBD merupakan instrumen yang akan menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah. Untuk menjamin agar APBD dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik dan benar maka dalam PP ini diatur landasan administratif dalam pengelolaan anggaran daerah yang mengatur antara lain prosedur dan teknis penganggaran yang 87 Lihat Pasal 29 sampai dengan Pasal 41 PP 58 Tahun 2005 Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 harus diikuti secara tertib dan taat asas. Selain itu dalam rangka disiplin anggaran baik pendapatan maupun belanja juga harus mengacu pada aturan atau pedoman yang melandasinya, apakah itu UU, PP, Kepmen, Perda atau Keputusan Kepala Daerah. Oleh karena dalam proses penyusunan APBD pemerintah daerah harus mengikuti prosedur administratif yang ditetapkan. Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran daerah antara lain: 1. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; 2. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD Perubahan ABPD; 3. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening Kas Umum Daerah. 88 Pendapatan daerah langsung pada hakikatnya diperoleh melalui mekanisme pajak dan retribusi atau pungutan lainnya yang dibebankan pada seluruh masyarakat. Keadilan atau kewajaran dalam perpajakan terkait dengan prinsip kewajaran 88 Ketiga prinsip ini dapat dilihat dalam Pasal 17 ayat 1, 2 dan 3 PP No. 58 Tahun 2005 Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 horizontal yang menekankan pada persyaratan bahwa masyarakat dalam posisi yang sama harus diberlakukan sama dan prinsip kewajaran vertikal yang dilandasi pada konsep kemampuan wajib pajakretribusi untuk membayar, artinya masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban pajak yang tinggi pula. Tentunya untuk menyeimbangkan kedua prinsip tersebut pemerintah daerah dapat melakukan diskriminatif tarif secara rasional untuk menghilangkan rasa ketidakadilan. Selain itu dalam konteks belanja, Pemerintah Daerah harus mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam memberikan pelayanan umum. Oleh karena itu untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan : 1. Penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; 2. Penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional. Aspek penting lainnya yang diatur dalam PP 58 Tahun 2005 adalah keterkaitan antara kebijakan policy, perencanaan planning dengan penganggaran budget oleh pemerintah daerah, agar sinkron dengan berbagai kebijakan pemerintah sehingga Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 tidak menimbulkan tumpang tindih pelaksanaan program dan kegiatan oleh pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Proses penyusunan APBD pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia, mengalokasikan sumber daya secara tepat sesuai kebijakan pemerintah dan mempersiapkan kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan anggaran secara baik. Oleh karena itu pengaturan penyusunan anggaran merupakan hal penting agar dapat berfungsi sebagaimana diharapkan, yaitu: 1. Dalam konteks kebijakan, anggaran memberikan arah kebijakan perekonomian dan menggambarkan secara tegas penggunaan sumber daya yang dimiliki masyarakat; 2. Fungsi utama anggaran adalah untuk mencapai keseimbangan ekonomi makro dalam perekonomian; 3. Anggaran menjadi sarana sekaligus pengendali untuk mengurangi ketimpangan dan kesenjangan dalam berbagai hal di suatu negara. Penyusunan APBD diawali dengan penyampaian kebijakan umum APBD sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 Pemerintah Daerah bersama dengan DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah. 89 Kepala SKPD selanjutnya menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD RKA-SKPD yang disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana Kerja dan Anggaran ini disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun. Rencana Kerja dan Anggaran ini kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Hasil pembahasan ini disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. Proses selanjutnya Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disertai penjelasan dari dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk dibahas dan disetujui. APBD yang disetujui DPRD ini terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan , dan jenis belanja. Jika DPRD tidak menyetujui Rancangan Perda APBD tersebut, untuk membiayan keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran daerah setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya dengan prioritas untuk belanja yang mengikat dan wajib. Mengingat prinsip dan norma pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam PP No. 58 Tahun 2005 masih bersifat umum, maka untuk dapat diaplikasikan secara mudah sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pasal 155, pada tanggal 15 Mei 2006 89 Pasal 29 PP No. 58 Tahun 2005 Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 telah ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang secara formal sebagai pengganti Kepmendagri No. 29 Tahun 2002. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa PP 58 Tahun 2005 dengan petunjuk pelaksanaannya tertuang dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006, secara formal merupakan pengganti PP No. 105 Tahun 2000 dengan petunjuk pelaksanaannya tertuang dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, yang mana lingkup pengelolaan keuangan daerah lebih dipertegas dan diperjelas dengan adanya desentralisasi pelaksanaan kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagai berikut: 1. Adanya Desentralisasi Pelaksanaan Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah Pada PP No. 105 Tahun 2000 jo Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 kekuasaan umum pengelolaan keuangan daerah dipegang oleh Kepala Daerah gubernurbupatiwalikota, namun dalam PP No. 58 Tahun 2005 jo Permendagri No. 13 Tahun 2006, kekuasaan umum pengelolaan keuangan daerah tidak lagi mutlak di tangan Kepala Daerah akan tetapi harus didesentralisasikan pelaksanaan kekuasaan pengelolaannya kepada: a. Kepala SKPKD Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, selaku pejabat yang ditunjuk untuk mengelola keuangan daerah atau PPKD; b. Kepala SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pejabat yang ditunjuk sebagai pengguna anggaran atau pengguna barang daerah; c. Sekretaris Daerah Sekda, selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah. Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 Dengan adanya pelimpahan kekuasaan oleh Kepala Daerah tersebut, maka Kepala Daerah selaku kepala pemerintahan mempunyai kewenangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 5 Permendagri No. 13 Tahun 2006, antara lain: a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD; b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah; c. Menetapkan kuasa pengguna anggaranbarang daerah; d. Menetapkan bendahara penerimaan danatau bendahara pengeluaran; e. Menetapkan pejabat yang melakukan penerimaan daerah; f. Menetapkan pejabat yang mengelola utang dan piutang daerah; g. Menetapkan pejabat yang mengelola barang milik daerah; h. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran. Sekretaris Daerah sebagai pejabat yang mengkoordinasikan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh Kepala Daerah, bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah, serta berkewajiban untuk membantu Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah. Dalam kapasitas yang demikian, maka Sekretaris Daerah mempunyai tugas koordinasi di bidang: a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD dan barang daerah; b. Penyusunan Rancangan APBD dan Rancangan Perubahan APBD; Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 c. Penyusunan Raperda APBD, Perubahan APBD dan Pertanggungjawaban APBD; d. Tugas-tugas pejabat perencana daerah, PPKD, dan Pengawas Keuangan Daerah; e. Penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Selain tugas tersebut, Sekretaris daerah juga mempunyai tugas: a. Memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah TAPD; b. Menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD; c. Menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah; d. Memberikan persetujuan pengesahan Dokumen Pelaksana Anggaran DPA SKPD dan Dokumen Pelaksana Perubahan Anggaran DPPA SKPD. Sedangkan Kepala SKPKD selaku PPKD secara umum melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah dan berfungsi sebagai Bendahara Umum Daerah yang mempunyai tugas dan kewenangan sebagaimana dirinci dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 Permendagri No. 13 Tahun 2006, dan Kepala SKPD selaku pemegang kuasa pengguna anggaranpengguna barang daerah, tugas-tugasnya diatur dalam Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 dalam peraturan tersebut. Perbedaan yang menonjol dalam desentralisasi kuasa pengelolaan keuangan kepada SKPD ini antara lain Kepala SKPD berwenang melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran, menandatangani Surat Perintah Membayar SPM, dan mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya. Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 Adanya desentralisasi pelaksanaan kekuasaaan pengelolaan keuangan tersebut, memberikan kejelasan dan ketegasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab untuk terlaksananya mekanisme check and balances berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima atau mengeluarkan uang. Oleh karena itu, kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah SKPKD selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah PPKD dan oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD selaku pejabat pengguna anggaranbarang daerah di bawah koordinasi Sekretaris Daerah. Pendelegasian kekuasaan ini menuntut adanya peningkatan profesionalisme seluruh unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 2. Adanya Perbedaan Asas Umum dan Struktur APBD Aspek lain yang menonjol adalah mengintegrasikan antara perencanaan dan penganggaran daerah, agar pemanfaatan seluruh sumber daya yang tersedia dapat digunakan secara efektif, efisien dan seoptimal mungkin melibatkan partisipasi masyarakat dalam perumusan berbagai programkegiatan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD. Selain itu juga mengedepankan prinsip taat asas dan berorientasi pada capaian prestasi kerja dalam penganggaran karena APBD harus disusun dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 Pada sisi belanja dan pembiayaan daerah, diarahkan untuk menggerakkan roda perekonomian dan peningkatan pertumbuhan investasi daerah. Oleh karena itu, penganggaran berbasis kinerja harus dimaknai bahwa penganggaran APBD mengutamakan hasil suatu input yang ditetapkan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD. Dari segi struktur APBD, perbedaan yang menonjol antara Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 dan Permendagri No. 13 Tahun 2006, yang terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan pada dasarnya masih tetap dianut, akan tetapi klasifikasinya yang semula dibagi menurut bidang kewenangan pemerintahan daerah, menurut urusan pemerintahan daerah, dan yang semula dipisahkan antara belanja aparatur dan belanja publik, pemisahan belanja APBD yang dianut dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah pemisahan kebituhan belanja antara aparatur dengan pelayanan publik tercermin dalam program dan kegiatan, demikian pula dengan pengelompokan belanja semula dikelompokkan dalam Belanja Administrasi Umum BAU, Belanja Operasi Pemeliharaan BOP, dan Belanja Modal, pengelompokannya menjadi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. 3. Penyederhanaan Proses Penatausahaan Keuangan Daerah Perbedaan prinsip lainnya adalah lebih sederhananya proses penatausahaan keuangan daerah melalui pendelegasian kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sampai pada tingkat manajemen terendah di setiap SKPD. Fungsi perbendaharaan dan pelaporan pertanggungjawaban keuangan daerah dipusatkan pada SKPKD selaku Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 entitas pelaporan. Kepala SKPKD sebagai PPKD adalah selaku Bendahara Umum Daerah BUD. Dalam kedudukannya yang demikian, Kepala SKPKD mendelegasikan kepada Kuasa BUD. Sedangkan untuk efektivitas pelaksanaan anggaran, Kepala SKPD mendelegasikannya kepada kuasa pengguna anggaranpengguna barang dan atau kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan PPTK yang dibantu oleh Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD PPK-SKPD. Sementara itu peran Badan Perencana Daerah Bappeda menjaga sinkronisasi antara kebijakan pusat dan kebijakan perencanaan dalam penganggaran daerah. Hal ini bertujuan sejauh mungkin kebijakan perencanaan programkegiatan APBD sinkron dengan berbagai kebijakan pemerintah, sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih pelaksanaan program dan kegiatan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Di samping itu aspek lain yang dikendalikan adalah untuk tercapainya sasaran dan target pembangunan jangka menengah secara berkelanjutan. Dalam konteks kebijakan, pengintegrasian antara perencanaan dan penganggaran daerah menjadi sangat penting guna memberikan arah kebijakan perekonomian daerah yang menggambarkan secara tegas penggunaan sumber daya yang dimiliki masyarakat, sekaligus dijadikan sarana untuk mengurangi ketimpangan dan kesenjangan perekonomian dalam masyarakat. 90 Sedangkan peran Badan Pengawas Inspektorat sebagai perangkat pengawas internal pemerintah daerah adalah melakukan pengawasan atas pelaksanaan sistem 90 Wawancara dengan H. Abdul Rahman, BBA, Kepala Bidang Kesejahteraan Sosial Inspektorat Kabupaten Langkat Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 pengendalian intern. Sistem pengendalian intern keuangan daerah dimaksud merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang dilakukan oleh Badan Pengawas melalui audit dan evaluasi, untuk menjamin agar pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan rencana dan peraturan perundang- undangan. Oleh karena itu, pengendalian intern harus dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan pemerintahan yang tercermin dari kehandalan laporan keuangan, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan programkegiatan, serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, tugas dan fungsi Kepala Bawasda Inspektur adalah membantu Sekretaris Daerah dalam mengendalikan dan mengevaluasi, agar kebijakan pengelolaan keuangan daerah yang digariskan oleh Kepala Daerah berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun, sebagai entitas akuntansi, Sekretaris Daerah, Kepala Bappeda, Kepala Bawasda Inspektur maupun Kepala SKPKD juga melaksanakan tugas dan fungsi selaku pengguna anggaranbarang daerah dalam SKPD yang dipimpinnya. 91 Desentralisasi pelaksanaan kekuasaan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No. 13 Tahun 2006, memberikan banyak implikasi bagi pemerintah daerah, khususnya dari sisi organisasi dan tata laksana pengelolaan keuangan daerah, diantaranya sebagai berikut: 91 Ibid. Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 1. Pemerintah Daerah harus membentuk SKPKD SKPKD yang dimaksudkan adalah merupakan suatu badan atau dinas pengelolaan keuangankekayaan daerah dan bukan berlevel unit kerja yang merupakan bagian dari satuan kerja. Sebelum berlakunya PP No. 58 ini, terdapat keanekaragaman di antara pemerintah daerah tentang organisasi pengelola keuangan daerah. Ada daerah yang menempatkan pengelolaan keuangan daerah di birobagian keuangan yang merupakan unit kerja dari satuan kerja Sekretariat Daerah, dan ada pula yang telah membentu badan atau dinas pengelolaan keuangankekayaan daerah. Dengan diterbitkannya PP No. 58 Tahun 2005 ini, maka keanekaragaman menjadi seragam karena PP ini menghendaki agar organisasi pengelola keuangan daerah berlevel Satuan Kerja bukan unit kerja. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 1 angka 11 yang menyatakan “Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah.” Dengan demikian, daerah-daerah yang masih menggunakan BiroBagian Keuangan sebagai pengelola keuangan daerahnya, harus membentuk SKPD yang berdiri sendiri. SKPD dimaksud tidak hanya mengelola keuangan baik segi pendapatan maupun belanja saja, akan tetapi juga mengelola seluruh assetkekayaan daerah seperti yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat 2 PP No. 58 Tahun 2005: PPKD selaku BUD berwenang: a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD; b. mengesahkan DPS-SKPD; Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD; d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah; e. melaksanakan pemungutan pajak daerah; f. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank danatau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk; g. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD; h. menyimpan uang daerah; i. menetapkan SPD; j. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelolamenatausahakan investasi; k. melakukan pembayaran berdasarkan permintan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah; l. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah; m. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah; n. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; o. melakukan penagihan piutang daerah; p. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah; q. menyajikan informasi keuangan daerah; r. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah. Dengan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, maka SKPKD dimaksud adalah merupakan satuan kerja yang besar karena gabungan dari Bagian Keuangan, Bagian Perlengkapan, Bagian Umum dan Dinas Pendapatan. 2. Pemerintah Daerah harus mempersiapkan struktur baru bagi pengelolaan keuangan daerah pada masing-masing SKPD Kepala SKPD merupakan pejabat pengguna anggaranbarang daerah, yang antara lain bertugas menguji tagihan dan memerintahkan membayar, menandatangani Surat Perintah Membayar SPM serta mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD. Oleh karena itu, dalam melaksanakan programkegiatan SKPD melimpahkan Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 sebagian kewenangannya kepada Kuasa Pengguna Anggaran Kuasa PA yang dibantu dengan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan PPTK yang ditunjuk oleh Pejabat Pengguna Anggaran dan bertugas untuk mengendalikan pelaksanaan kegiatan dan menyiapkan dokumen anggaran. Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD DPA-SKPD, Kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai PPK-SKPD. Aspek lain dalam pengelolaan keuangan SKPD adalah tidak lagi dikenal adanya fungsi Satuan Pemegang Kas, akan tetapi dalam PP No. 58 Tahun 2005 ini diintrodusir bendahara penerima, bendahara pengeluaran. Bendahara penerima maupun bendahara pengeluaran merupakan jabatan fungsional yang secara fungsional bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku kuasa BUD, sedang pejabat penatausahaan keuangan PPK-SKPD adalah pejabat struktural. Implikasi lebih jauh lagi dengan adanya bendahara penerimapengeluaran sebagai jabatan fungsional adalah pemerintah daerah harus menyiapkan jenjang kepangkatan bagi para bendahara, cara penilaian angka kredit, sertifikasi yang diisyaratkan, tunjangan fungsionalnya. 3. Pemerintah Daerah harus mengubah sistem dan prosedur akuntansi Sejalan dengan keharusan untuk menata kembali kelembagaan pengelolaan keuangan daerah, maka sistem dan prosedur akuntansinya pun akan berubah pula. Terutama sistem dan prosedur akuntansi kas. Jika dulu dikenal dengan SPP Surat Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 Permintaan Pembayaran dan SPM Surat Perintah Membayar, SPPSPM Beban Tetap BT, dan Beban SementaraPengisian Kas BSPK, maka dalam PP No. 58 Tahun 2005 ini memperkenalkan SPPSPM Uang Persediaan UP, Ganti Uang GU, Tambah Uang TU dan Langsung LS. SPM-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran untuk menerbitkan SP2D Surat Perintah Pencairan Dana atas beban pengeluaran DPA- SKPD yang dipergunakan sebagai uang persediaan untuk mendanai kegiatan operasional SKPD sehari-hari. SPM-GU dipergunakan untuk mengganti uang persediaan SKPD yang telah dibelanjakan, sedangkan SPM-TU tambahan uang yang diperlukan karena kebutuhan dananya melebihi dari jumlah batas pagu uang persediaan yang telah ditetapkan, dan SPM-LS adalah pengeluaran untuk pihak ketiga. Pengaturan lebih jauh mengenai akuntansi pengeluaran, khususnya mengenai batasan jumlah SPP-UP maupun SPP-GU adalah pemerintah daerah harus menerbitkan Peraturan Kepala Daerah sesuai dengan amanat Pasal 201 Permendagri No. 13 Tahun 2006. Sejauh ini peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan keuangan daerah yang masih berlaku di Kabupaten Langkat adalah Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah dan Keputusan Bupati Langkat No. 1 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Langkat Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Langkat yang masih mengacu pada PP No. 105 Tahun Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 2000 dimana PP tersebut telah menggariskan beberapa kekuasaan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan produk peraturan mengenai hal-hal sebagai berikut: 1. Tugas dan fungsi setiap Pejabat Pengelola Keuangan Daerah ditetapkan dalam peraturan daerah Pasal 3 ayat 2; 2. APBD, Perubahan APBD dan Perhitungan APBD ditetapkan dengan peraturan daerah Pasal 7 ayat 2; 3. Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan peraturan daerah Pasal 14 ayat 1; 4. Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah diatur dengan keputusan kepala daerah Pasal 14 ayat 3; 5. Sumber-sumber pembiayaan lain dan investasi diatur diatur dengan peraturan daerah Pasal 19 ayat 4; 6. Pengadaan barang dan jasa atas beban APBD diatur dengan keputusan kepala daerah Pasal 32 ayat 2; 7. Sistem dan prosedur pertanggungjawaban Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Pasal 32 ayat 2; 8. Ketentuan mengenai ganti rugi diatur dengan peraturan daerah Pasal 46 ayat 2. Keleluasaan ini memungkinkan daerah untuk menetapkan peraturan daerah tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah sepanjang hal tersebut masih sejalan dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini juga dimaksudkan agar daerah secara terus menerus dapat memaksimalkan Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008 efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan daerah berdasarkan keadaan, kebutuhan dan kemampuan yang ada. Akan tetapi, sejalan dengan keluarnya PP No. 58 Tahun 2005 dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006, Perda tersebut di atas sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan yang ada sehingga ada keharusan bagi daerah untuk menata kembali kelembagaan pengelolaan keuangan daerah sehingga sistem dan prosedurnya harus berubah pula. Oleh karena itu demi tercipta dan terlaksananya pengelolaan keuangan daerah yang memiliki keabsahan yuridis maka Pemerintah Kabupaten Langkat perlu membuat pengaturan hukum dalam bentuk Perda yang berlandaskan pada peraturan-peraturan yang ada di atasnya dengan tidak mengesampingkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Habibi Adhawiyah : Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Menurut…, 2007 USU e-Repository © 2008

BAB IV PENGATURAN MENGENAI PENGELOLAAN