PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang EKSISTENSI ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR, dalam bab KESIMPULAN DAN SARAN, merupakan bab penutup dari

c. Bahan Hukum Tersier tertiary resource, yaitu: Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, mencakup kamus bahasa untuk pembenahan bahasa Indonesia serta untuk menerjemahkan beberapa literatur asing. G. SISTEMATIKA PENULISAN Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang

berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Permasalahan, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : EKSISTENSI ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR, dalam bab

ini berisi tentang sejarah kedatangan Etnis Rohingya di Myanmar dan bagaimana pengaturan mengenai status kewarganegaraan dalam instrument Hukum internasional serta bagaimana keberadaan Etnis Rohingya di Myanmar. BAB III : PELANGGARAN HAM HAK ASASI MANUSIA YANG TERJADI PADA ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR, dalam bab ini membahas tentang bentuk-bentuk pelanggaran HAM terhadap Etnis Rohingya yang dilakukan oleh rakyat Myanmar serta bagaimana bentuk perlindungan Hukum Internasional terhadap Etnis Rohingya di Myanmar dan bagaimana upaya penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran HAM yang terjadi pada Etnis Rohingya di Myanmar berdasarkan Hukum Internasional. BAB IV : STATUS KEWARGANEGARAAN ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR BERDASARKAN CONVENTION RELATING TO THE STATUS OF STATELESS PERSONS 1954, dalam bab ini membahas tentang perlindungant terhadap status kewarganegaraan Etnis Rohingya di Myanmar berdasarkan Hukum Internasional dan Prosedur penentuan status pengungsi Etnis Rohingya di Myanmar oleh UNHCR, dan bagaimana status kewarganegaraan Etnis Rohingya di Myanmar berdasarkan Convention Relating to the Status of Stateless Persons 1954.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN, merupakan bab penutup dari

seluruh rangkaian-rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang juga dilengkapi dengan saran-saran. 22 BAB II EKSISTENSI ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR A. SEJARAH ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR Setelah perang dunia ke-2, ketika pemerintahan Inggris dimulai kembali di Burma, seluruh etnis Bengali yang kembali ke Bengala selama perang berlangsung kembali ke Arakan. Mereka membawa banyak pendatang untuk bermukim dengan mereka. Karena gelombang imigrasi tersebut, banyak warga Arakan yang meninggalkan desa mereka yang terletak di wilayah Utara Arakan dan pindah ke selatan. 33 Desa-desa ini lalu diberi nama “Old or Deserted Villages” desa tua atau desa yang ditinggalkan, disebut juga Ywa-Haun dengan bahasa Burma disebut juga Rwa-Haun atau Ra-haun dalam pengucapan orang-orang Arakan. Penduduk Bengali yang baru tersebut tidak dapat mengucapkan ‘Ra-Haun’ serta Ra-Haun- Tha dengan benar, dan mengucapkannya dengan aksen Bengali mereka, masing- masing menjadi “Ro-han” dan “Rohan-za”, yang kemudian melenceng penyebutannya menjadi ‘Ro-han-ja’ dan akhirnya menjadi ‘Ro-hin-gya’. 34 Para pelaut muslim pertama kali mencapai Burma pada Abad kesembilan, pedagang yang pertama sekali disebut pada sejarah Burma, yang diasumsi adalah orang-orang muslim, adalah dua anak laki-laki dari pedagang Arab yang diselamatkan dari kapalnya yang karam di pesisir Martaban. Mereka diketahui 33 Khin Maung Saw, “Response to the Press Release of the ‘Rohingyas’ By Khin Maung Saw, Berlin, Germany 2009”, https:democracyforburma.wordpress.com20120627response-to- the-press-release-of-the-rohingyas-by-khin-maung-saw-berlin-germany-2009-wontharnu, diakses 24 Juni 2015. 34 Ibid. mencapai Burma pada tahun 1055, pada masa pemerintahan Raja Anawratha 1044-1077 35 Pada awal tahun 1950-an, beberapa cendekiawan Muslim Bengali dari bagian barat laut Arakan mulai menggunakan istilah “Rohingya” ini untuk menyebut diri mereka. Mereka memang keturunan langsung imigran dari Kabupaten Chittagong bagian Timur Bengala sekarang adalah Bangladesh, yang telah bermigrasi ke Arakan setelah provinsi tersebut diserahkan kepada India Britania di bawah ketentuan-ketentuan Perjanjian Yandabo, suatu peristiwa yang mengakhiri perang Inggris-Burma pertama 1824-1826. 36 Sebagian besar pendatang ini menetap di area perbatasan Mayu, dekat dengan tempat yang sekarang menjadi perbatasan Burma dengan Bangladesh modern. Sebenarnya dalam catatan kolonial Inggris mereka disebut sebagai “Chittagonians”. Kaum Muslim di Negara Arakan dapat dibagi menjadi empat kelompok yang berbeda, yaitu kaum Chittagong Bengali di perbatasan Mayu; keturunan dari komunitas Muslim Arakan pada periode Mrauk-U 1430-1784 yang saat ini hidup di Mrauk-U dan kota-kota di Kyauktaw; keturunan dari tentara bayaran Muslim di pulau Ramree yang dikenal oleh bangsa Arakan sebagai Kaman; dan kaum Muslim dari area pusat Burma yaitu Myedu, yang ditinggalkan oleh 35 Moshe Yegar, The Muslims of Burma: A Study of a Minority Group Otto Harrassowitz: Wiesbaden, 1972 hal 2. 36 Aye Chan, “The Development of a Muslim Enclave in Arakan Rakhine State of Burma Myanmar”, 2005, hal 396. penjajah Burma di Kabupaten Sandoway setelah penaklukan Arakan pada tahun 1784. 37 Pada awalnya kebanyakan dari mereka datang ke Arakan sebagai buruh perkebunan yang datang saat dibutuhkan dan pulang setelah musim panen selesai. R. B. Smart memperkirakan jumlahnya sekitar dua puluh lima ribu selama musim panen saja. Dia menambahkan bahwa jumlah yang sama juga datang untuk membantu proses pembajakan, untuk bekerja di pabrik dan di bagian pengangkutan barang dagang. Sebanyak total lima puluh ribu imigran datang setiap tahunnya Smart 1957 : 99. 38 Selain itu, keinginan akan tanah adalah motif utama bermigrasinya sebagian besar orang-orang Chittagong ini. Catatan pengadilan inggris menunjukkan peningkatan tuntutan hukum litigasi untuk kepemilikan atas tanah pada dekade pertama abad kedua puluh. Hakim Kabupaten Akyab pada tahun 1913 melaporkan bahwa di Buthidaung, imigran dari Chittagong jika dibandingkan dengan orang-orang dari suku Arakan proporsinya adalah 2-1, tetapi 67 dari litigasi atas tanah di pengadilan dimulai oleh orang-orang dari Chittagong Smart 1957 : 163. Catatan kolonial lain memberikan pernyataan yang mencolok tentang pemukiman imigran Bengali dari Kabupaten Chittagong, seperti: “Meskipun kami berada di Arakan, kami melewati banyak desa yang ditinggali oleh pendatang atau 37 Ibid. 38 Ibid. hal 400. keturunan dari pendatang Muslim, dan kebanyak dari mereka adalah orang Chittagong” Walker 1981I : 15 39 Pemerintahan kolonial India menganggap orang-orang Bengali sebagai subyek yang dapat diterima, dan melihat penduduk asli Arakan sebagai orang- orang yang terlalu menentang, mereka memulai pemberontakan dua kali pada tahun 1830-an. Kebijakan inggris juga menguntungkan bagi pemukiman masyarakat pertanian Bengali di Arakan. Sebuah catatan colonial mengatakan: Orang Bengali adalah ras yang cermat, yang dapat membayar dengan mudahnya pajak yang dianggap berat oleh orang Arakan….Mereka tidak kecanduan seperti halnya orang Arakan terhadap perjudian, dan rokok opium, dan persaingan mereka secara bertahap dapat menggusur posisi rakyat Arakan Report of the Settlement Operation in the Akyab District 1887-1888: 21. 40 Pemerintah Myanmar saat ini menganggap masyarakat Rohingya sebagai pendatang haram yang tidak jelas asal-usulnya. Sebagai dampaknya, etnis Muslim itu kini harus berjuang keras menghadapi penindasan yang dilakukan etnis mayoritas Burma. Nyawa mereka pun menjadi taruhannya. Abu Tahay, memaparkan sejarah keberadaan kelompok etnis tersebut dalam karya tulisnya, Rohingya Belong to Arakan and Then Burma and So Do Participate”. 41 Di situ disebutkan, sejarah etnis Rohingya bermula ketika masyarakat kuno keturunan Indo-Arya yang menetap di Arakan Rakhine sekarang--Red memutuskan untuk memeluk Islam pada abad ke-8. Pada masa-masa selanjutnya, generasi baru mereka kemudian juga mewarisi darah campuran Arab berlangsung 39 Ibid. 40 Ibid. hal 401. 41 Ahmad Islamy Jamil, Melacak Asal Usul Etnis Rohingya http:www.republika.co.idberitakoranislam-digest-koran150531np7roj-melacak-asal-usul- etnis-rohingya, diakses 21 Juni 2015. pada 788-801, Persia 700- 1500, Bengali 1400-1736, dan ditambah Mughal pada abad ke-16. 42 Ibukota Arakan pertama adalah Ramawadi yang dibangun oleh suku Kanran dari kawasan Burma bagian atas. Raja pertamanya bernama Kanrazagyi dengan ibukota dekat Kyaukadaung. Seribu tahun berikutnya, pada abad ke-2 sebelum Masehi, Chanda Suriya diangkat menjadi raja S.W Cocks : 1919 enam puluh tahun sebelum dinobatkannya raja Chanda, para pengungsi Burma berusaha menginvasi Arakan. Namun upaya ini mampu digagalkan bangsa Arakandan mereka justru dapat menduduki Prome dan Tharekhettara. Dengan demikian, sampai kejatuhan raja Chanda pada tahun 976 A.D. tidak ada catatan sejarah penting yang tercatat S.W Cocks : 1919. 43 Menurut catatan sejarah, ada beberapa versi asal muasal bangsa Rohingya di sini, Pertama, ada yang mengatakan bahwa mereka bukanlah keturunan Arab tetapi generasi Muslim Chittagonian yang berimigrasi dari Bengal saat Burma dijajah oleh Inggris Maug tha Hla 2009 : 20-21. Kedua, terminologi Rohingya mulai dikenal untuk penamaan sebuah komunitas oleh sebagian kecil kaum intelektual Muslim Bengal yang mendiami bagian tenggara Arakan di awal 1950- an. 44 Mereka adalah keturunan para imigran berasal dari Chittagong Timur Bengal baca : Bangladesh sekarang dengan perjanjian Yandabo saat perang Inggris- Burma 1 berakhir 1824-1826. Ketiga, dalam skrip Ananda Chandra 42 Ibid. 43 Kebijakan Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono SBY Dalam Penyelesaian Kekerasan Etnis Muslim Rohingya Di Myanmar, Skripsi oleh Diah Nurhandayani Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013, hal 21. 44 Ibid. hal 23. dikatakan pada tahun 957 AD, terjadi migrasi populasi Tibeto-Burman Theraveda Buddhist ke kawasan Arakan. Dengan mengalahkan bala tentara Chandra mereka menguasai Arakan dan orang-orang yang berparas seperti India kembali mendiami wilayah bagian utara Arakan atau balik ke Bengal. Ini merupakan exodus orang berparas India pertama ke Bengal. Rohingya adalah masyarakat mayoritas Muslim dan minoritas Hindu yang secara rasial berasal dari Indo-Semitic. Mereka bukanlah kelompok etnis yang berkembang dari gabungan satu suku atau ras tertentu. Mereka adalah percampuran dari Brahmin dari India, Arab, Moghuls, Bengalis, Turki dan Asia Tengah yang mayoritas sebagai pedagang, pejuang dan juru dakwah datang melalui laut dan berdiam di Arakan. Pada zaman Chandra, mereka bercampur baur dengan masyarakat lokal dan melahirkan generasi masyarakat Rohingya. Lebih dari itu, data modern mengatakan bahwa eksistensi komunitas Rohingya dimulai sejak dekade ke-19 ketika pemerintahan colonial Inggris mulai mengimigrasikan orang India dan Bengal kekawasan Arakan sebagai tenaga kerja kasar dengan upah murah. 45 B. PENGATURAN MENGENAI STATUS KEWARGANEGARAAN DALAM INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL Kewarganegaraan adalah ikatan hukum antara seseorang dengan suatu Negara. Kewarganegaraan memberikan orang sebuah identitas diri, namun yang 45 Ibid. hal 24. lebih penting lagi, kewarganegaraan memungkinkan mereka memiliki dan menggunakan berbagai macam hak yang melekat didalamnya. Karenanya, tidak adanya kewarganegaraan atau keadaan tanpa kewarganegaraan dapat membahayakan, dan bahkan dalam beberapa kasus dapat menghancurkan hidup orang-orang yang bersangkutan. Walaupun terdapat pengakuan internasional terhadap hak akan suatu kewarganegaraan, kasus-kasus baru keadaan tanpa kewarganegaraan terus meningkat. Mengatasi keadaan tanpa kewarganegaraan masih menjadi masalah besar di abad 21 ini. Diperkirakan saat ini terdapat 12 juta orang yang tidak berkewarganegaraan di seluruh dunia. 46 Hubungan antara hukum internasional dengan hukum pengungsi internasional, terletak pada jenis lapangan hukumnya. Aturan-aturan yang bermacam-macam dapat digolongkan menjadi lapangan hukum tertentu. Khusus hukum pengungsi internasional, sama halnya seperti pembagian dalam lapangan- lapangan hukum yang ada. Pembagian seperti telah dikemukakan di atas sering dikenal dengan pembagian hukum klasik. 47 Status hukum seseorang yang mendiami suatu negara disebut dengan warga negara. Status warga negara perlu dipergunakan untuk keperluan serta melindungi setiap orang secara hukum. Nasionalitas atau kewarganegaraan merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Kewarganegaraan seseorang 46 UNHCR, “Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan: Konvensi 1954 tentang Status Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan”, 2010, hal 1. 47 Wagiman, S.Fil., S.H., M.H., Hukum Pengungsi Internasional Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hal 34-35. merupakan relasi yuridis yang terus menerus antara dua pihak, yaitu negara disatu sisi dengan warga negara pada sisi yang lain. Relasi itu mencakup serangkaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua belah pihak. Setiap negara memiliki hak penuh untuk menentukan nasionalitas seseorang. Adapun instrumen internasional sebatas mengantisipasi relasi warga negara dengan warga negara lain atau negara dengan warga negara lain.Warga negara merupakan warga dari suatu negara. Seseorang disebut warga negara suatu negara atau bukan ditentukan oleh hukum positif dari masing-masing negara. Pada hakikatnya negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negaranya. Namun pada kenyataannya seringkali terjadi negara tidak mampu melaksanakan tanggung jawabnya, yaitu memberikan perlindungan terhadap warga negaranya sebagaimana mestinya. Bahkan negara yang bersangkutan justru melakukan penindasan terhadap warga negaranya. Ketika negara yang bersangkutan tidak mau atau tidak mampu memberikan perlindungan terhadap warga negaranya seringkali terjadi seseorang mengalami penindasan yang serius atas hak-hak dasarnya, sehingga terpaksa harus meninggalkan negaranya serta mencari keselamatan di negara lain. Kewajiban negara asal yang tidak mampu lagi melindungi hak-hak dasar warganya akan diambil alih oleh masyarakat internasional. Masyarakat internasional melakukan upaya-upaya yang diperlukan guna menjamin dan memastikan bahwa hak-hak dasar seseorang tetap dilindungi dan dihormati. 48 48 Ibid hal 50-51. Sejumlah besar instrumen internasional mengatur mengenai hak seseorang atas kewarganegaraan. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 sendiri menyatakannya pada Pasal 15 yaitu bahwa setiap orang memiliki hak untuk berkewarganegaraan, dan bahwa tidak seorangpun dapat secara sewenang- wenang dicabut kewarganegaraannya, atau ditolak haknya untuk mengganti kewarganegaraannya”. 49

1. Convention Relating to the Status of Stateless Persons

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS STATUS KEWARGANEGARAAN TERHADAP ORANG YANG TIDAK MEMILIKI KEWARGANEGARAAN (STATELESS) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

0 3 8

ANALISIS YURIDIS STATUS KEWARGANEGARAAN TERHADAP WARGA NEGARA YANG TIDAK MEMILIKI KEWARGANEGARAAN (STATELESS) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

0 2 15

tanggung jawab negara transit kepada kaum etnis minoritas rohingya yang tidak memiliki status kewarganegaraan (stateless persons) dalam melindungi hak kewarganegaraan menurut hukum internasional.

0 0 1

Tinjauan Yuridis mengenai Status Kewarganegaraan Etnis Rohingya di Myanmar berdasarkan Convention Relating to the Status of Stateless Persons 1954

0 0 13

Tinjauan Yuridis mengenai Status Kewarganegaraan Etnis Rohingya di Myanmar berdasarkan Convention Relating to the Status of Stateless Persons 1954

0 0 1

Tinjauan Yuridis mengenai Status Kewarganegaraan Etnis Rohingya di Myanmar berdasarkan Convention Relating to the Status of Stateless Persons 1954

0 1 21

Tinjauan Yuridis mengenai Status Kewarganegaraan Etnis Rohingya di Myanmar berdasarkan Convention Relating to the Status of Stateless Persons 1954

0 1 30

Tinjauan Yuridis mengenai Status Kewarganegaraan Etnis Rohingya di Myanmar berdasarkan Convention Relating to the Status of Stateless Persons 1954

0 2 7

ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR ANALISIS PEL

0 0 5

1 BAB I PENDAHULUAN - Urgensi Indonesia Meratifikasi The Convention Relating To The Status of The Refugees 1951 dan Protocol Relating To The Status of Refuges 1967 - UNS Institutional Repository

0 0 11