Ketentuan Pidana Pertambangan Emas Tanpa Izin

sebgaimana dimaksud dalam Pasal 66 wajib menaati ketentuan persyaratan teknis pertambangan. b Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis pertambngan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan peraturan pemerintah. 7. Pasal 72 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IPR diatur dengan peraturan daerah Kabupaten Kota. 8. Pasal 73 a Pemerintah Kabupaten Kota melaksanakan pembinaan di bidang pengusahaan, teknologi pertambangan, serta permodalan dan pemasaran dalam usaha meningkatkan kemampuan usaha pertambangan rakyat. b Pemerintah Kabupaten Kota betanggung jawab terhadap pengamanan teknis pada usaha pertambangan rakyat yang meliputi : 1 Keselamatan dan kesehatan kerja; 2 Pengolahan lingkungan hidup; dan 3 Pascatambang. c Untuk melaksanakan pengamanan taknis sebagaimana dimaksud pada ayat 2, pemerintah Kabupaten Kota wajib mengangkat pejabat fungsional inspektur tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perunddang – undangan. d Pemerintah Kabupaten Kota wajib mencatat hasil produksi dari keseluruhan kegiatan usaha pertambangan rakyat yang berada dalam wilayahnya dan melaporkannya secara berkala kepada Menteri dan Gubernur stempat.

B. Ketentuan Pidana Pertambangan Emas Tanpa Izin

Sudah menjadi pendapat umum bahwa hukum pidana merupakan bagian hukum publik. Dengan kedudukan demikian kepentingan yang hendak dilindungi oleh hukum pidana adalah kepentingan umum, sehingga kedudukan negara dengan alat penegak hukumnya menjadi dominan. Tidak sedikit para ahli yang dengan tegas menyatakan bahwa hukum pidana merupakan hukum publik. Moeljatno mengatakan bahwa hukum pidana digolongkan dalam golongkan hukum publik, yaitu mengatur hubungan antara negara dan perseorangan atau mengatur kepentingan umum. 35 Pendapat yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Andi Zainal Abidin yang mengatakan bahwa, sebagian besar kaidah-kaidah dalam hukum pidana bersifat hukum publik, sebagian lagi bercampur dengan hukum pablik dan hukum privat memiliki sanksi istimewa karena sifatnya yang keras melebihi sanksi dibidang hukum lain, berdiri sendiri, dan kadangkala menciptakan kaidah baru yang sifat dan tujuannya berada dengan kaedah hukum yang telah ada. 36 Secara teoritis terdapat beberapa kriteria yang dapat dijadikan dasar apakah suatu bidang hukum itu merupakan hukum publik dan privat sehingga mengetahui kepentingan hukum yang dilindungi. Apabila substansi dari suatu bidang hukum itu lebih berorientasi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan yang besifat perseorangan, maka bidang hukum tersebut dapat dikatakan sebagai hukum privat. Namun jika yang hendak dilindungi adalah kepentingan yang bersifat umum, maka bidang hukum itu dikatakan sebagai hukum publik. Kedua, kedudukan para pihak dimata hukum negara. Jika pihak- pihak yang berperkara di hadapan hukum negara memiliki kedudukan yang sejajar dan bersifat individual, hal demikian disebut dengan hukum privat. Tetapi jika para pihak yang berperkara itu tidak dalam kedudukan sejajar, dalam arti satu pihak memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pihak lain, maka hal demikian disebut sebagai hukum publik. Ketiga, pihak yang mempertahankan kepentingan. Jika pihak yang mempertahankan kepentingan atas 35 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, , Rineka Cipta, Jakarta ,2008, Hal 2 36 A. Zainal Abidin Farid. Hukum Pidana 1.. Sinar Grafika. Jakarta, 2010. Hal 13 terjadinya pelanggaran hukum dihadapan hukum negara adalah perseorangan, maka bidang hukum yang demikian disebut dengan hukum privat. sedangkan pihak yang mempertahankan kepentingan atas terjadinya pelanggaran hukum adalah bukan perseorangan, maka bidang hukum itu dikelompokkan kedalam hukum publik. 37 Tiga karakter tersebut yang kemudian memasukkan hukum pidana sebagian dari hukum publik ternyata menimbulkan implikasi yang luas terutama berkaitan dengan konsep pelanggaran, kedudukan hukum negara dan penegak hukumnya, dan proses penyelesaian pelanggaran. Tiga hal tersebut merupakan implikasi yang secara langsung disebabkan oleh konstruksi bahwa hukum pidana sebagian hukum pablik. Sesuai dengan sifat sanksi pidana sebagai sanksi terberat atau paling keras dibandingkan dengan jenis-jenis sanksi dalam berbagai bidang hukum yang lain, idealnya fungsionalisasi hukum pidana haruslah ditempatkan sebagai upaya terakhir ultimum remedium . Penggunaan hukum pidana dalam praktek penegakan hukum saharusnya dilakukan setelah berbagai bidang hukum yang lain itu untuk mengkondisikan masyarakat agar kembali kepada sikap tunduk dan patuh terhadap hukum, dinilai tidak efektif lagi. Fungsi hukum pidana yang demikian dalam teori seringkali pila disebut sebagai fungsi susidiaritas. Artinya, penggunaan hukum pidana itu haruslah dilakukan secara hati-hati dan penuh dengan berbagai pertimbangan secara komprehensif. Sebab selain sanksi hukum pidana yang bersifat keras, juga karena 37 Mahrus Ali. Op.Cit, Hal 8 dampak penggunaan hukum pidana yang dapat melahirkan penalisasi maupun stigmatisasi yang cenderung negatif dan berkepanjangan. 38 Secara komprehensif Muladi dan Barda Nawawi mengurai makna penggunaan hukum pidana sebagai senjata pemungkas, yaitu sebagai berikut 39 : 1 Jangan menggunakan hukum pidana dengan secara emosional untuk melakukan pembalasan semata. 2 Hukum pidana hendaknya jangan digunakan untuk memidana perbuatan yang tidak jelas korban dan kerugiannya. 3 Hukum pidana jangan pula dipakai hanya untuk suatu tujuan yang pada dasarnya dapat dicapai dengan cara lain yang sama efektifnya dengan penggunaan hukum pidana tersebut. 4 Jangan menggunakan hukum pidana apabila hasil sampingan by product yang ditimbulkan lebih merugikan dibanding dengan perbuatan yang akan dikriminalisasikan. 5 Jangan pula menggunakan hukum pidana apabila tidak didukung oleh masyarakat secara kuat, dan kemudian janganlah menggunakan hukum pidana apabila penggunaannya diperkirakan tidak akan efektif unforceable 6 Penggunaan hukum pidana juga hendanya harus menjaga keserasian antara moralis komunal, moralis kelembagaan dan moralis sipil, serta memperhatikan pula korban kejahatan. 38 Ibid. halaman 11 39 Ibid. halaman 12 7 Dalam hal-hal tertentu, hukum pidana harus mempertimbangkan secara khusus skala prioritas kepentingan pengaturan. 8 Penggunaan hukum pidana sebagai sarana represif harus didayagunakan secara serentak dengan sarana pencegahan yang bersifat non penal perventin without punishment . Berdasarkan penjelasan tersebut, sesungguhnya penggunaan hukum pidana bukan merupakan satu-satunya cara untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi dalam masyarakat, lebih-lebih penggunaan hukum pidana sebagai senjata pamungkas ultimum remidium di dalam menanggulangi kejahatan. Namun apabila hukum pidana dipilih sebagai sarana penanggulangan kejahatan, maka harus dibuat secara terencana dan sistematis. Ini berarti bahwa memilih dan menetapkan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan harus memperhitungkan faktor yang dapat mendukung berfungsi dan bekerjanya hukum pidana dalam kenyataannya. Pemberian sanksi kepada pengelola dan Pekerja pertambangan emas tanpa izin itu melanggar ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Meniral dan Batubara serta KUHP dimana pelaku pertambangan emas tanpa izin dikenakan dengan Pasal 158 Undang-undang No.4 Tahun 2009 tantang pertambangan mineral dan batu bara Jo Pasal 55 ayat 1, Pasal 56 KUHP. Pasal 158 UU No.4 Tahun 2009 yaitu “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan IUP, izin pertambangan rakyat IPR atau izin usaha pertambangan khusus IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat 3, Pasal 48, Pasal 67 ayat 1 atau ayat 5 dipidana dengan pidana paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah ” Pasal 55 ayat 1 KUHP yaitu “Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana: 1 Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu ” Pasal 56 KUHP yaitu “Dihukum sebagi orang yang membantu melakukan kejahatan 1 Barangsiapa dengan sengaja membantu melakukan kejahatan itu 2 Barangsiapa dengan sengaja memberi kesempatan, daya-upaya atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu. ” Pemberian sanksi sendiri tidak hanya diberikan kepada pengelola maupun pekerja tetapi juga kepada masyarakat yang diketahui menerima, menampung, menjual emas hasil penambangan yang tidak meiliki izin dalam prakteknya seperti pihak-pihak yang melakukan pembakaran yang mana dalam pembakaran emas yang masi bercampur dengan merkuri dan masi berupa benda cair sehingga menjadi emas yang berbentuk padat itu juga menampung ataupun membayar kepada pemilik emas agar memperoleh keuntungan. Maka dari perbuatannya dapat dikenakan sanksi pidana dikarenakan emas tersebut merupakan hasil kejahatan yang mana dalam memperolehnya dari hasil pertambangan yang tidak memiliki izin maka bagi penadah tersebut dikenakan dengan Pasal 480 KUHP. Pasal 480 KUHP yaitu “Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,- dihukum 1 Karena sebagai sekongkol, barangsiapa yang membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahui atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan. 2 Barangsiapa yang mengambil keuntungan dari hasil sesuatu barang yang diketahuinya atau yang patut harus disangkanya barang itu diperoleh karena kejahatan. ” Pelaku pertambangan tanpa izin ini walaupun telah ditertibkan tetap saja semakin bertambah dan terus bertambah karena masyarakat sekitar maupun pendatang ingin memperoleh penghasilan dari pertambangan walaupun mereka tahu bahwa mereka tidak memiliki izin untuk melakukan kegiatan pertambangan tersebut, hal ini disebabkan besarnya pendapatan mereka dari pertambangan ini tetapi tidak sedikit masyarakat yang malah tidak mendapatkan apa-apa dan memperoleh kerugian karena usaha pertambangannya tidak mendapatkan hasil. Masyarakat menganggap mereka tidak melakukan perbuatan melawan hukum dimana mereka tidak melakukan kegiatan pertambangan dikarena alat-alat yang mereka gunakan merupakan alat-alat tradisonal dan bukan merupakan alat- alat berat sehingga mereka sangat menentang dengan penertiban yang dilakukan pihak kepolisian terhadap pertambangan emas tanpa izin. Meskipun masyarakat mengatakan kegiatan mereka bukanlah kegiatan pertambangan tetap saja kegiatan mereka merupakan kegiatan yang melawan hukum. Masyarakat di Kecamatan Hutabargot sudah mencoba untuk mendapatkan izin untuk melakukan pertambangan agar mereka mendapatkan izin sebagai pertambangan rakyat namun karena wilayah pertambangan yang mereka kelola atau wilayah tempat dimana lokasi titik pertambangan masih merupakan wilayah Taman Batang Gadis yang merupakan wilayah hutan lindung dan faktor kurangnya pengetahuan atau faktor pengamanan yang masih belum memenuhi standart dari keamanan maupun kategori pengaman suatu pertambangan. Masyarakat juga akan diberikan kompensasi atas pelepasan hak atas tanah mereka jika mereka memberikan tanah mereka agar dikelola PT. Sorik Mas Mining tetapi masyarakat tidak memberikannya dengan alas an kompensasi ganti rugi yang diberikan tidak sesuai dengan potensi yang terdapat di dalam tanah yang mereka miliki. Karena masyarakat mengganggap hasil yang akan diperoleh dari tanah mereka yang memiliki potensi tambang akan berjangka panjang kedepan sehingga masyarakat tidak setuju untuk melepaskan hak atas tanah mereka dan mereka memilih untuk melakukan usaha pertambangan secara manual dan tradisional karena mereka yakin dengan mengolah tanah tersebut mereka akan mendapatkan hasil yang lebih besar daripada hanya melepaskan hak atas tanah dan perolehan ganti rugi yang dianggap mereka hanya seharga dengan tanah yang pada umumnya walaupun tanah mereka mempunyai potensi dan keuntungan yang lebih besar daripada hanya tanah perkebunan biasa.

BAB IV HAMBATAN YANG DITEMUI DALAM PEMBERIAN