c. Dengan kesengajaan atau kealpaan,
d. Tidak ada alasan pemaaf.
Menurut Pasal 34 Naskah Rancangan KUHP Baru 19911992 dirumuskan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang
objektif pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
20
Secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang
pidana untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu. Sedangkan, syarat untuk adanya pertanggungjawaban pidana atau dikenakannya suatu pidana, maka
harus ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.
4. Pengertian Pertambangan
Pengertian pertambangan dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan penggalian,
pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian mineral, batubara, panas bumi, minyak dan gas
21
. Dalam Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara pengertian Pertambangan terdapat pada Pasal 1 1 yang berbunyi sebagai berikut
“pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolahan dan pengusahaan
mineraql atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkatan
dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang”
22
20
Hamzah Hatrik, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia
, Raja Grafindo, Jakarta, 1996, hal .11
21
“Pertambangan”, https:id.m.wikipedia.orgwikiPertambangan Diakses pada 26 September 2015 Pukul 10.25 WIB
22
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, Pertambangan Mineral Dan Batubara
5. Pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun
Bahan berbahaya dan beracun adalah bahan yang karena sifatnya dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya , baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengertian bahan berbahaya dan beracun
B3 adalah menurut PP Nomor 19 Tahun1994 dan di sempurnakan dalam PP Nomor 12 Tahun 1995 limbah adalah bahan sisa pada suatu kegiatan dan atau
proses produksi. Limbah bahan berbahaya dan beracun yang di singkat dengan B3 adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya danatau
jumlahnya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung danatau membahayakan kesehatan manusia.
23
Pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan daur ulang
reclying
, perolehan kembali
recovery
dan penggunaan kembali
reuse
merupakan satu mata rantai penting dalam pengolahan limbah B3. Dengan tekhnologi pemnfaatan
limbah B3 di satu pihak dapat dikurangi jumlah B3 sehingga biaya pengolahan limbah B3 juga dapat di tekan, dan di lain pihak akan meningkatkan kemanfaatan
bahan baku. Hal ini, pada gilirannya akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam. Kegiatan pemanfaatan limbah B3 mempunyai resiko bahaya
terhadap lingkungan dan kesehatan manusia apabila tidak dikelola dengan baik, oleh sebab itu, pengolahan limbah B3 bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi sifat berbahaya dan beracun limbah B3 agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan
23
E.Y.Kanter. S.R. Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya . Alumni AHM-PTHM. Jakrta. 2002, Hal 249
lingkungan. Setiap orang atau badan usaha dilarang membuang limbah B3 secara langsung ke dalam air, tanah, atau udara. Karena itu pemanfaatn limbah B3 juga
harus mematuhi ketentuan yang berlaku bagi penghasil limbah B3. Pengolahan terhadap limbah B3, di wajibkan kepada para pengolah limbah
B3 untuk membuat AMDAL, RKL, dan RPL untuk menyelenggarakan kegiatannya baik secara sendiri maupun secara terintegrasi dengan kegiatan
utamanya. Di bidang perizinan, setiap badan usaha yang melakukan kegiatan pengumpulan danatau pengolahan limbah B3 wajib memiliki izin dari Kepala
Badan Pengendali Dampak Lingkungan Bapedal. Pengangkutan limbah B3 wajib memiliki surat izin dari manteri perhubungan setelah mendapt rekomendasi
dari kepala Bapedal, sedangkan pemanfaatan limbah B3 wajib memiliki izin dari pimpinan instansi pembina yang bersangkutan,setelah mendapat rekomendaasi
dari kepala Bapedal.
6. Perjanjian Kerja