Tindakan Pengaturan Sanksi Tindak Pidana Narkotika Bagi Anak Dalam UU No. 35 Tahun 2009

94 setempat yang tetap ,menghormati harkat dan martabat Anak serta tidak membahayakan kesehatan fisik dan mental. Lebih lanjut mengenai pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat diatur dalam Pasal 123 dan 124 RPP UU SPPA selengkapnya berbunyi sebagai berikut : Pasal 123 1 Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat dapat dijatuhkan oleh hakim dengan memperhatikan hukum adat yang hidup dalam masyarakat tempat anak berdomisili. 2 Pemenuhan kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan pidana pokok atau yang diutamakan, jika tindak pidana yang dilakukan memang merupakan tindak pidana menurut hukum adat setempat. 3 Kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat diganti dengan pidana pelatihan kerja atau pidana ganti kerugian, jika kewajiban adat setempat atau kewajiban menurut hukum yang hidup dalam masyarakat itu tidak dipenuhi atau tidak dijalani oleh anak. Pasal 124 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana tambahan diatur lebih lanjut dengan peraturan mentri. 139

C. Tindakan

Dalam sidang anak, hakim dapat menjatuhkan pidana atau tindakan. Pidana tersebut dapat pidana pokok atau pidana tambahan. Sedangkan untuk tindakan dapat dilihat dalam Pasal 82 dan 83. Tindakan yang dapat dikenakan terhadap anak berupa : 139 Dr. Lilik Mulyadi, S.H.,M.H., Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, Op.Cit, hal 182 95 1 Pengembalian kepada orang tuawali. 2 Penyerahan kepada seseorang. Penyerahan pada seseorang adalah penyerahan kepada orang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan bertanggung jawab oleh hakim serta dipercaya oleh anak. 3 Perawatan dirumah sakit jiwa. Tindakan ini diberikan kepada anak yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita gangguan jiwa atau penyakit jiwa. 4 Perawatan di LPKS. 5 Kewajiban mengikuti pendidikan formal danatau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta. 6 Pencabutan surat izin mengemudi. 7 Perbaikan akibat tindak pidana. Yang dimaksud perbaikan akibat tindak pidana misalnya memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh tindak pidana dan memulihkan keadaan sesuai dengan sebelum terjadi tindak pidana. 140

C. Pengaturan Sanksi Tindak Pidana Narkotika Bagi Anak Dalam UU No. 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika Jo UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Untuk melihat bagaimana ketentuan sanksi pidana bagi “anak yang melakukan tindak pidana narkotika dalam hal penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri” dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, sebagaimana telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika. Berikut ini akan disajikan bagaimana stelsel sanksi dalam Undang-Undang Narkotika dan sejauhmana stelsel tersebut berlaku bagi pelaku anak. Apabila dicermati, terdapat beberapa pasal dalam Undang-Undang Narkotika yang khusus diberlakukan bagi anak, yaitu bagi mereka yang belum cukup umur. 140 Angger Sigit Pramukti,S.H. Fuady Primaharsya,S.H., Sistem Peradilan Pidana Anak, Op.Cit, hal 92 96 Namun demikian, oleh karena Undang-Undang Narkotika tidak secara khusus mengatur tentang stelsel sanksi bagi anak, maka akan dilihat bagaimana berlakunya stelsel sanksi dalam Undang-Undang Narkotika tersebut terhadap anak. Meskipun, dalam Undang-Undang Narkotika juga terdapat beberapa pasal pengecualiannya yang khusus diberlakukan terhadap mereka yang belum cukup umur. Sehingga berlakunya stelsel sanksi dalam Undang-Undang Narkotika terhadap anak harus diberlakukan juga Undang-Undang Pengadilan Anak sebagai ketentuan khusus yang diterapkan terhadap anak. Hal ini sebagai konsekuensi adanya asas lex specialis derogate lex generalis. Untuk memberikan gambaran yang lebih utuh tentang bagaimana stelsel sanksi bagi anak yang melakukan tindak Pidana Nakotika bagi dirinya sendiri dalam Undang-Undang Narkotika, Berikut ini akan disajikan ketentuan-ketentuan pidana dalam Undang-Undang Narkotika Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Penyalahgunaan Narkotika dalam Undang-Undang Narkotika diatur dalam pasal 127, yang menyatakan : Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum : a Menggunakan narkotika Golongan I bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun; b Menggunakan narkotika Golongan II bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun; c Menggunakan narkotika Golongan III bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1satu tahun; Berdasarkan ketentuan pasal 127 Undang-Undang Narkotika tersebut diatas, maka penyalahgunaan narkotika dalam konteks penelitian ini mengandung makna bahwa penyalahgunaan narkotika yang dilakukan dengan tanpa hak dan melawan hukum yang ditujukan bagi diri sendiri. 97 Apabila dicermati, maka stelsel sanksi dalam Undang-Undang Narkotika di atas hanya menggunakan satu formulasi, yaitu stelsel sanksi yang bersifat tunggal. Sistem perumusan ancaman pidana dalam pasal 127 Undang-Undang Narkotika hanya menggunakan satu sistem perumusan, yaitu sistem perumusan ancaman pidana secara tunggal. Secara teoritis, system perumusan ancama pidana secara tunggal merupakan system sistem perumusan ancama pidana yang bersifat kaku imperatif. Dengan sistem perumusan ancaman sepert diatas, maka tidak ada pilihan lain bagi hakim, ketika terjadi pelanggarannya. Jadi, hakim hanya dihadapkan pada satu jenis sanksi pidana yang harus dijatuhkan pada terdakwa. Hakim tidak dapat memilih alternatif pidana selain pidana penjara. Dengan demikian, apabila ada orang yang oleh hakim dipersalahkan melanggar ketentuan pasal 127 Undang-Undang Narkotika, maka jenis pidana yang harus dijatuhkan oleh hakim adalah pidana penjara. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana lain selain pidana penjara. Dengan formulasi seperti tersebut diatas, persoalannya adalah bagaimana apabila yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 127 Undang-Undang Narkotika adalah orang yang belum cukup umur ? Dengan merujuk ketentuan pasal 127 Undang-Undang Narkotika jo pasal 69 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dapat dikemukakan, bahwa meskipun dalam pasal 127 Undang-Undang Narkotika pidana yang harus dijatuhkan hakim hanyalah pidana penjara, Namun apabila orang yang melakukan pelanggaran tersebut kualifikasinya masih belum cukup umur, maka berlakulah ketentuan Pasal 69 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dengan demikian, apabila ada orang yang belum cukup umur melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 127 Undang-Undang Narkotika, maka pidana yang dapat dijatuhkan oleh hakim tidak hanya terbatas pada pidana penjara sebagaimana dirumuskan dalam pasal 85 Undang- Undang Narkotika, tetapi hakim dapat juga menjatuhkan putusan sebagaimana diatur dalam Pasal 69 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. 98 Dengan demikian terhadap penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh orang belum cukup umur, maka berdasarkan ketentuan Pasal 127 Undang-Undang Narkotika jo Pasal 69 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, menyatakan bahwa Terhadap Anak hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini. Dengan demikian dalam penerapan ketentuan tersebut berlaku asas lex specialis derogate legi generalis. Berdasarkan Rumusan Pasal 69 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut, maka dapat dipahami bahwa hanya terhadap Anak berhadapan dengan hukum yang dapat dijatuhi pidana atau tindakan. Sementara tentang pengertian Anak adalah orang yang dalam perkara Anak telah mencapai umur 12 dua belas tahun tetapi belum mencapai umur 18 delapan belas tahun dan belum pernah kawin pasal 1 angka 3 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. 141 Terhadap anak yang dikenakan sanksi ancaman pidana penjara maka pidana penjara yang dapat di jatuhkan terhadap anak paling lama ½ satu perdua dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa pasal 79 ayat 2 UU SPPA. Adapun khusus pidana penjara tidak berlaku bagi anak pasal 79 ayat 2. 142 Namun, dalam penyelesaian perkara pidana Anak berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak hakim wajib melakukan upaya Diversi dalam hal tindak pidana yang dilakukan anak tersebut diancam dengan pidana penjara kurang dari 7 tujuh tahun, serta bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Pengualangan tindak pidana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 adalah tindak pidana yang dilakukan oleh anak, baik sejenis maupun tidak sejenis, termasuk pula tindak pidana yang diselesaikan melalui Diversi. 143 141 Prof. Dr. Koesno Adi, SH.,MS., Diversi Tindak Pidana Narkotika Anak, Op.Cit, hal 22-24 142 Lihat UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 143 Angger Sigit Pramukti,S.H. Fuady Primaharsya,S.H., Sistem Peradilan Pidana Anak, Op.Cit, hal 70 99 Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. Berdasarkan ketentuan pasal 5 ayat 3 dan pasal 7 ayat 1 UU SPPA upaya Diversi merupakan kewajiban sehingga sifatnya imperatif. Kemudian hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan kategori tindak pidana, umur anak, hasil penelitian kemasyarakatanj dari Bapas dan dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. Dari perspektif ketentuan pasal 96 UU SPPA, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang tidak melakukan Diversi diancam dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah. Akan tetapi, eksistensi ketentuan Pasal 96 kemudian Pasal 100 dan 101 UU SPPA telah dilakukan judicial review oleh pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia IKAHI dimana Lilik Mulyadi, Rr. Andi Nurvita dan Teguh Satya Bakti ditunjuk sebagai kuasa hukum ke Mahkamah Konstitusi dengan didasarkan kepada dimensi ketentuan Pasal 96 UU SPPA dianggap sebagai bentuk kriminalisasi hakim, bertentangan asas independensi kekuasaan kehakiman dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945 sehingga tidak mempunyai hukum mengikat. Kemudian berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110PPU-X2012 tanggal 28 Maret 2013 dinyatakan ketentuan Pasal 96 UU SPPA bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Adapun dasar pertimbangan Mahkamah Konstitusi menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum megikat antara lain sebagai berikut : “Menimbang, bahwa Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 pejabat khusus dalam penyelenggaraan SPPA, yaitu hakim, pejabat pengadilan, penyidik, dan penuntut umum, menurut Mahkamah, bukan saja tidak merumuskan ketentuan-ketentuan konstitusional mengenai kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan independensi pejabat khusus yang terkait hakim, penuntut umum, dan penyidik Anak, yakni memberikan jaminan hukum bagi penyelenggara peradilan yang merdeka, tetapi lebih dari itu juga telah melakukan kriminalisasi terhadap pelanggaran administratif dalam penyelenggaraa SPPA yang tentu member dampak negative terhadap pejabat-pejabat khusus yang menyelenggarakan SPPA. Dampak negative tersebut adalah dampak negative psikologis yang tidak perlu, yakni berupa kekuatan dan kekhawatiran dalam penyelenggaraan tugas dalam mengadili suatu perkara. Hal demikian menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidak adilan yang berarti bertentangan dengan 100 Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 dan kontra produktif dengan maksud untuk menyelenggarakan SPPA dengan Diversinya secara efektif dan efisien dalam rangka keadilan restoratif”. 144 144 Dr. Lilik Mulyadi, S.H.,M.H., Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, Op.Cit, hal 101

BAB IV PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG SEBAGAI PELAKU

TINDAK PIDANA PENYALAHGUNA NARKOTIKA Studi Putusan No. 23Pid.Sus-Anak2014PN.Mdn

A. Posisi Kasus

1. Kronologis

Terdakwa : 1 Nama Lengkap : Nandito Partologi Lumban Batu Tempat lahir : Medan Umur Tgl. Lahir : 17 Tahun 17 Desember 1996 Jenis Kelamin : Laki-laki Kebangsaan : Indonesia Tempat tinggal : Jl. Jati III Gg. Pelita No.19 Medan Agama : Kristen Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : SMA 2 Nama Lengkap : Andreanto Giovano Sihombing Tempat lahir : Medan Umur Tgl. Lahir : 17 Tahun 17 Desember 1996 Jenis Kelamin : Laki-laki Kebangsaan : Indonesia Tempat tinggal : Jl. Pelajar Gg Ester No. 142 Medan, pada hari Rabu Agama : Kristen Pekerjaan : Ikut Orangtua