Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008.
USU Repository © 2009
BAB IV
ANALISA
A. Eksistensi Hak Ulayat di Kecamatan Pangururan Buhit Dikaitkan Dengan
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
Dalam bab-bab sebelumnya telah diuraikan tentang pengertian hak ulayat oleh para sarjana serta pengertian hak ulayat ole beberapa masyarakat ataupun tokoh adat. Dan
juga telah kita ketahui bahwa tidak samanya disemua daerah dalam pemakaian istilah hak ulayat ini, sebagaimana telah kita ketahui bahwa istilah hak ulayat ini berasal atau berlaku
di wilayah Minang Kabau. Seperti halnya beberapa pengertian pokok yang berkaitan dengan hak ulayat
melalui Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN No. 5 Tahun 1999 ditegaskan bahwa:
a. Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, untuk selanjutnya
disebut hak ulayat adalah kewenagan yang menurut hak adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan
hidup bagi warganya untuk mengambil manfaat dari hasil sumber daya alamnya SDA, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan
kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah secara turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hokum adat tersebut dengan wilayah
yang bersangkutan.
Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008.
USU Repository © 2009
b. Tanah ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu
masyarakat hukum adat tertentu.
c.
Masyarakat hukum adat ialah sekelompok orang yang terkait oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat
tinggal ataupun atas dasar keturunan
.
31
Pada bab III telah diuraikan mengenai keberadaan hak ulayat di daerah Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir diamana dapat dikatakan bahwa yang
walaupun tidak secara keseluruhan cirri- cirri hak ulayat yang lazim disebutkan di dalam buku- buku hukum adat masih terdapat di Kecamatan Pangururan namun masih terdapat
beberapa ketentuan- ketentuan adat dimana ketentuan- keentuan ini bisanya diterapkan yang berkenaan dengan hak tanah adat hak ulayat.
Diantara ketentuan- ketentuan atau kebiasaan adat yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Kecamatan Pangururan adalah dalam hal dilakukannya pemindahan,
perolehan atau pemberian atas tanah. Dan juga dapat kita lihat bahwa adanya ketentuan bahwa tidak bolehnya atau tidak diperbolehkannya dalam hal penjualan tanah atas tanah
adat tersebut. Selain dari pada itu juga dapat kita lihat bahwa Kecamatan Pangururan masih
ditemukannya struktur organisasi adat tersebut, yang meskipun tidak sedemikian yang dimaksud oleh per undang- undangan. Namun kita tidak bisa memungkiri sebagai salah
satu syarat yang ditentukan dalam pasal 2 b Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala BPN No. 5 Tahun 1999 yaitu yang menegaskan: Hak ulayat masyarakat hokum adat
dianggap masih ada apabila:
31
Tampil Anshari Siregar, Pendaftaran Tanah. Kepastian Hak. Cetakan Pertama, Medan, 2007, h. 17.
Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008.
USU Repository © 2009
1. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hokum adatnya
sebagai warga bersama suatu persekutuan hokum tertentu, yang mengetahui dan merupakan ketentuan- ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupan sehari- hari,
2. Terdapat tanah wilayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga
persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari- hari dan
3. Terdapat tatanan hokum adat mengenai pengurusan- pengurusan, penguasaan dan
penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan
hukum tersebut.
32
Masyarakat Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir sebahagian besar tidak mengerti tentang Hak Ulayat. Tetapi mereka hanya berbicara tanah adat atautanah marga
tanah golat. Namun demikian, bahwa adapun pengertian tersebut tidak sedemikian kongkrit yang dimaksudkan oleh Undang- Undang Pokok Agraria UUPA. Namun
mereka hanya beranggapan bahwa memang adanya tanah itu sebagai warisan nenek moyang mereka yang tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh satu individu saja tetapi
untuk semua orang masyarakat adat tersebut. Ciri- ciri lain di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir masih
adanya tanah adat itu adalah bahwa adanya kebebasan untuk mengolola tanah tersebut, namun kebebasan tersebut tidaklah sedemikian mutlak, artinya kebebasan
disini haruslah dengan persetujuan oleh tokoh- tokoh adat setempat. Hal ini berlaku untuk masyarakat adat tersebut, sedangkan untuk masyarakat pendatang sangat
berbeda, sebagaimana dalam bab-bab terdahulu telah menguraikan bahwa untuk masyarakat pendatang harus terlebih dahulu mengajukan permohonan tokoh- tokoh
masyarakat adat tersebut.
32
Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala BPN No. 5 Tahun 1999.
Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008.
USU Repository © 2009
Sebahagian besar masyarakat Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir tidak memperhatikan aspek- aspek yang dimaksud dalam peraturan Perundang- undangan yaitu
yang menentukan adanya hak ulayat tersebut. Denikian juga mengenai hal adanya penguasaan Negara terhadap seluruh tanah
dipelosok tanah air Indonesia juga tidak semua masyarakat yang bersangkutan mengetahuinya. Dalam hal seperti ini, apabila hasil dari suatu penelitian dari suatu daerah
hanya menemukan sebahagian saja dari ciri- ciri Hak Ulayat tersebut, apakah masih bisa dikategorikan bahwa Hak Ulayat itu masih ada atau Hak Ulayat tersebut masih diakui
keberedaannya? Apabila kita telaah pasal 3 Undang- Undang Pokok Agraria dan penjelasan
umum II Undang- Undang Pokok Agraria, maka jelaslah Hak Ulayat itu di akui oleh Undang- Undang Pokok Agraria namun dengan berbagai persyaratan, antara lain
persyaratan mengenai eksistensinya dan mengenai pelaksanaannya. Dalam hal pelaksanaannya pasal 3 Undang- Undang Pokok Agraria mengatakan: “demgam
mengingat ketentua dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan Hak Ulayat dan hak- hak yang serpa itu dari masyarakat- masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih
ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi “. Persyaratan mengenai eksistensinya, dalam pasal 3 Undang- Undang Pokok
Agraria tersebut hanya hanya memberikan statemen yang berbunyi “………………………….. sepanjang menurut kenyataannya masih ada………………”.
Pengertian dari “……. Kenyataannya masih ada……” bukanlah berarti yang tidak ada ditiadakan dihidupkan kembali. Sebagaimana pendapat A. P Parlindungan 1991: 57
yang menyatakan bahwa hak ulayat itu masih terdapat dalam masyarakat dan masih ada
Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008.
USU Repository © 2009
atau masih merupakan kenyataan hidup, artinya hak Ulayat itu masih berfungsi dalam masyarakat sebagai suatu lembaga dalam masyarakatnya.
Dan melalui penjelasan umum II 3 Undang- Undang Pokok Agraria dinyatakan bahwa berhubungan dengan disebutnya Hak Ulayat di dalam Undang- Undang Pokok
Agraria UUPA, yang pada hakekatnya nerarti pula pengakuan hak itu. Maka pada dasarnya Hak Ulayat itu akan diperhatikan sepanjang hak tersebut pada kenyataaannya
masih ada pada masyarakat hokum yang bersangkutan. Misalnya dalam pemberian sesuatu hak atas tanah upamanya hak guna usaha
masyarakat hukum yang bersangkutan akan didengar pendapatnya dan akan diberi “recognite ganti rugi” yang memang ia berhak menerimanya selaku pemegang Hak
Ulayat itu.
33
a. Pelaksanaan Hak Ulayat sepanjang kenyataannya masih ada yang bersangkutan
menurut ketentuan hukum adat tersebut. Selanjutnya pada pasal 2 Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala BPN No. 5
Tahun 1999 menegaskan sebagai berikut:
b. Hak Ulayat masyarakat hukum adat masih ada apabila:
1. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hokum tertentu, yang mengetahui dan
merupakan ketentuan- ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupan sehari- hari,
2. Terdapat tanah wilayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-
hari, dan
33
Tampil Anshari Siregar, Pendaftaran Tanah, Kepastian Hak, Cetakan Pertama, Medan, 2007, h. 18.
Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008.
USU Repository © 2009
3. Terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan- pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan
hukum tersebut.
Ada beberapa hal untuk melengkapi pemahaman tentanng eksistensi Hak Ulayat itu. Bahwa tidak cukup hanya terpenuhinya syarat utama yaitu kenyataannya masih ada
agar eksistensi Hak Ulayat itu tetap diakui tetapi juga harus sesuai dengan kepentingan nasional dan nrgara, persatuan bangsa dan tidak bertentangan dengan Undang- Undang
Pokok Agraria UUPA No.5 Tahun 1960, Undang-undang lainnya dan ketentuan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi.
Dalam penjelasan umum III 3 Undang-Undang Pokok Agraria UUPA No.5 Tahun 1960 ada beberapa pokok pikiran yang mesti diterima terutama oleh masyarakat
hokum adat yang mempunyai tanah Hak Ulayat sebagai berikut: a.
Tidaklah dibenarkan jika berdasarkan Hak Ulayat itu masyarakat hokum adat tersebut dapat menghalang- halangi pemberian hak guna usaha HGU di atas tanah Hak
Ulayat itu dimana pemberian hak tersebut di daerah itu sungguh- sungguh perlu untuk kepentingan yang lebih luas, asalkan syarat untuk itu sudah dipenuhi.
b. Tidaklah dapat dibenarkan jika sesuatu masyarakat hokum adat berdasarkan Hak
Ulayatnya misalnya menolak begitu saja dibukanya hutan secara besar- besaran dan teratur untuk melaksanakan proyek- proyek yang besar dalam rangka rencana
menambah hasil bahan makanan dan pemindahan penduduk transmigrasi. c.
Kepentingan sesuatu masyarakat hokum adat harus tunduk pada kepentingan nasional dan Negara yang lebih luas dan Hak Ulayatnyapun pelaksanaannya harus sesuai
dengan kepentingan yang lebih luas itu. d.
Pengambilan tanah Hak Ulayat itu tidak berrti kepentingan masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak akan diperhatikan sama sekali.
34
34
Ibid.
Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008.
USU Repository © 2009
Dengan demikian eksistensi Hak Ulayat setelah berlakunya Undang- Undang Pokok Agraria UUPA No.5 Tahun 1960 masih diakui sepanjang memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh Undang- Undang Pokok Agraria dan peraturan perundangan lainnya yang lebih tinggi. Dalam arti, pelaksanaan Hak Ulayat dan hak yang serupa itu dari
masyarakat- masyarakat hulum adat, sepanjang kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan- kepentingan nasional dan Negara,
yang berdasarkan persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang- undang dan peraturan- peraturan lain yang lebih tinggi.
B. Pemahaman Masyarakat Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Terhadap