Wujud pengakuan UUPA terhadap hak ulayat.

Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008. USU Repository © 2009 bersangkutan dan diberikan untuk jangka waktu dipergunakan untuk kegiatan diplomatiknya. Begitu berakhit hubungan diplomatik tersebut ataupun akan menutup kantor bangunan tersebut, maka tanahnya kembali kepada negara dan bangunan yang ada di atasnya menjadi bangunan yang jatuh menjadi hak menguasai negara. e. Memberikan hak pakai khusus 1 kepada lembaga- lembaga pemerintahan yang mempergunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya dan waktunya selama dipergunakan untuk pelaksanaan tugas tersebut. Contoj hak pakai yang diberikan kepada lembaga- lembaga pendidikan. 2 kepada lembaga- lembaga sosial dan keagamaan, untuk pelaksanaan tujuannya dan diberikan waktu selam dipergunakan melaksanakan tujuannya. 16

3. Wujud pengakuan UUPA terhadap hak ulayat.

Sebagai konsekuensi daripada hukum adat yang dijadikan dasar hukum agraria nasional, maka dalam penjelasan umum II 1 UUPA ditegaskan bahwa, “… hubungan Bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia merupakan semacam hubungan hak ulayat yang diangkat pada tingkatan yang paling atas, yaitu pada tingkatan yang mengenai seluruh wilayah negara”. Hak ulayat yang diangkat pada tingkatan yang paling atas itu kemudian dalam pasal 2 UUPA dinamakan Hak Menguasai Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Apabila kita teliti, antara Hak Menguasai Negara hak ulayat negara sebagai atribut dari negara kesatuan Republik Indonesia, dengan hak ulayat sebagai atribut dari masyarakat hukum adat, terdapat kemiripan khususnya dinidang keperdataan. Azas- azas yang yang tergambar dalam proses hubungan hak ulayat dengan hak pribadi telah 16 A. P. Parlindungan, Landreform Indonesia Strategi dan Sasarannya, Medan, 1983, h.38. Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008. USU Repository © 2009 tercermin dalam UUPA, antara lain misalnya, “hak warga persekutuan negara berhak menikmati hak terpenenuhi; tanah mempunyai fungsi sosoial dan karena tidak boleh ditelantarkan; tujuan penguasaan dari kedua lembaga tersebut adalah untuk kesejahteraan dan kebahagiaan dari seluruh warga Indonesia, dan lain sebagainya. Perbedaannya hanya terletak pada luas ruang lingkup subyek penduduk, wilayah kekuasaan serta luas isinya kekuasaantersebut. Perbedaan lain dari sudut bidang hukum yang dikembangkan, dapat kiranya kita ikuti pendapat dari A. P. Parlindungan, SH yang menyatatakan sebagai berikut: “Memang ada kemiripan hak menguasai negara tersebut dengan hak ulayat, dalam perwujudannya secara keperdataan. Apa yang merupakan perwujudan dari hak ulayat tersebut meliputi baik keperdatan, artinya bertanggung jawabnya negara atas kepidanaan tidak termasuk dalam objektif dari hak menguasai negara. Apakah ini masih berlaku untuk hak ulayat tersebut, tentunya perlu suatu penelitian yang mendalam. 17 17 A. P. Parlidungan, SH, Op. cit, 1987, h. 96. Mengenai adanya perbedaan tersebut tentunya bersesuaian dengan apa yang disebutkan dalam pasal 5 UUPA bahwa hukum adat yang dijadikan dasar hukum agraria yang baru “masih harus disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara modern dan dalam hubungannya dengan dunia internasional, serta disesuaikan dengan sosialisme Indonesia”. Dari uraian tersebut di atas, ternyata bahwa hak ulayat dari masyarakat- masyarakat hukum adat sebelumnya telah beralih dan diteruskan oleh Negara Republik Indonesia melalui hak menguasainegara, sehingga hak menguasai negara itu tidak lain dari pada hak ulayat negara. Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008. USU Repository © 2009 Sehubungan dengan hal tersebut, timbul pertanyaan, apakah dengan peralihan perlanjutan tersebut diatas mengakibatkan dihapuskannya hak ulayat dari masyarakat- masyarakat hukum adat?. Pada prinsipnya memang demikian, akan tetapi tidaklah mungkin menghapuskannya secara spontan pada saat diberlakukannya UUPA, kalau nyatanya masyarakat hukum adat itu memegang teguh hak ulayat. Dalam kaitan ini perlu kita catat pandangan yang dikemukakan oleh A. P. Parlindungan, SH, bahwa: “penyesuaian hukum adat kepada perkembangan masyarakat tidak mungkin dipaksa, tetapi harus dilaksnakan sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan perkembangan itu sendiri”. 18 18 A. P. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan UUPA dan Tata Cara Penjabat Pembuat Akte Tanah, Alumni, Bandung, 1985, h.2. Oleh karana itu sudah sepantasnya UUPA memberikan pengakuan terhadap hak ulaya itu sepanjang masih ada, akan tetapi bilaman sudah lenyap dari masyarakat yang bersangkutan tidak akan dihidupkan kembali. Pada awal penjelasan umum II 3 UUPA dikemukakan bahwa “dalam pasal 3 diadakan ketentuan megenai hak ulayat, yang dimaksudnya akan mendudukkan hal itu pada tempat yang sewajarnya di dalam alam bernegara dewasa ini”. Pasal 3 UUPA menentukan bahwa “Dengan mengingat ketentuan- ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak- hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak bolehh bertentangan dengan undang- unmdang dan peraturan- peraturan lain yang lebih tinggi”. Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008. USU Repository © 2009 Pengaturan hak ulayat dalam pasal 3 ini yang merupakan juga pengakuan dari hak tersebut, dipandang sebagai suatu kemajuan, sebab dizaman Hindia Belanda tidak ada perundang- undangan yang mengatr secara tegas di dalam undang- undang. Selanjutnya penjelasan umum II3 memberi penjelasan lagi mengenai pembatasan- pembatasan berlakunya hak ulayat ini bahwa kepentingan sesuatu masyarakat hukum harus tunduk pada kepentingan nasional dan negara yang lebih tinggi dan luas. Hak ulayat pelaksanaannya harus sesuai dan tidak bertentangan dengan kepentingan yang lebih luas itu. Tidaklah dibenarkan jika di dalam alam bernegara dewasa ini sesuatu masyarakat hukum masih mempertahankan isi dan pelaksanaannya secara mutlak, seakan- akan masyarakat hukum dan daerah- daerah lainnya di dalamlingkungan negara sebagai kestuan. Seakan- akan anggoa masyarakat hukum itu sendirilah yang berhak atas tanah wilayahnya itu. Sikap yang demikian oleh UUPA diangap bertentangan dengan azas-azas yang tercantum dalam padal 1 dan 2. Sungguhpun demikian, kepentingan masyarakat hukum yang nersangjutanpun akan selalu diperhatikan, sebagai perwujudan dari pemgakuan haknya itu. Misalnya dalam pemberian sesuatu hak atas tanah umpamanya hak guna usaaha, masyarakat yang bersangkutan sebelumnya akan didengar pendapatnya dan akan diberi “recognitie” yang memang ia berhak menerimanya selaku pemegang hak ulayat itu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, hak ulayat yang ada dalam kenyataan masih ada, telah mengalami perubahan bentuk, karena ditingkatkan, diabstraksikan kedudukannya menjadi hak ulayat negara hak menguasai negara. Jadi dalam hal ini masyarakat hukum adat tersebut melaksanakannya, kepentingan yang lebih luas harus dijadikan dasar pertimbangan bahkan pada azasnya harus diutamakan dari pada kepentingan sendiri. Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008. USU Repository © 2009 Tentang bagaimana kelanjutan hidup dari pada hak ulayat ini di masa yang akan datang, kiranya dapat kita renungkan dari pernyataan beberapa ahli hukum sebagai berikut: A. P. Parlindungan, SH mengatakan bahwa pasal 3 UUPA ini harus dikaitkan dengan pasal 58 UUPA, yang mengakui masih berlakunya hak- hak ulayat lain yang bertentangan dengan pembatasan yang diatur oleh pasal 3 tersebut. 19 Pernyataan lainnya yang perlu kita catat sehubungan dengan hak ulayat, adalah sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Abdulrahman, SH, sebagai berikut bahwa dalam hubungan ini yang perlu juga mendapat perhatian akan adanya suatu kebijaksanaan yang terselebung dari pada pemerintah kita, yang dapat kita simpulkan dari beberapa peraturan hukum yang berlaku yang menginginkan hak ulayat yang ada ini dimatikan secara diam- diam dan berangsur-angsur, sehingga pada akhirnya eksistensinya akan lenyap dengan sendirinya sebagai akibat dari pada perubahan situasi yang justru diciptakanoleh pemerintah sendiri. Apabila kita hubungkan dengan pasal 58, maka tenggang waktu berlakunya hak ulayat itu adalah hingga pada saat diundangkannya peraturan- peraturan pelaksanaannya UUPA, yang akan mengatur materi- materi yang berhubungan dengan hak- hak ulayat tersebut. Sebagai contoh dapat dikemukakan didsini, misalnya: peraturan pelaksanaan dari pasal- pasal: 22 UUPA terjadinya hak milik menurut hukum adat; pasal 46 UUPA hak membuka tanah dan memungut hasil hutan dan lain sebagainya. 20 19 A. P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, 1986, h.14. 20 Abdulrahman, Kedudukan Hukum Adat Dalam Perundang- undangan Agraria Indonesia, Akademik Presindo, 1984, h. 104. Dari padangan- pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun pasal 3 UUPA UUPA pada hakikatnya masih mengakui eksistensi hak ulayat, akan tetapi karena jiwa daripada UUPA itu berdasarkan Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008. USU Repository © 2009 kenasionalan, maka hak ulayat itu cenderung akan dibiarkan hapus dalam rangka pembaharuan masyarakat Indonesia yang dipelopori oleh UUPA. BAB II PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG EKSISTENSI HAK ULAYAT

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

1. Kondisi Wilayah

Secara georafis Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir terletek antara 2 32’ - 2 Lintang Utara dan 98 42’ - 98 47’Bujur Timur, dengan luas wilayah 121,43 km 2 plus luas Danau Toba 50,37 km 2 . Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir sebagian besar terdiri dari dataran tinggi dan berbukit- bukit dengan kemiringan tanah yang bervariasi. Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir terdiri dari duapuluh delapan 28 desakeluruhan, antara lain: 1. Riniate 2. Parmonangan 3. Huta Namora 4. Pintu Sona 5. Huta Tinggi 6. Pardomuan I 7. Pasar Pangururan 8. Tanjung Bunga 9. Siogung-ogung

Dokumen yang terkait

KAJIAN YURIDIS TENTANG EKSISTENSI HAK ULAYAT DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA

0 23 17

EKSISTENSI HAK ULAYAT ATAS TANAH SUKU DAYAK TUNJUNG BENUAQ DI KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960JUNCTOPMNA/KBPN NOMOR 5 TAHUN 1999.

0 2 15

SKRIPSI EKSISTENSI HAK ULAYAT ATAS TANAH SUKU DAYAK TUNJUNG EKSISTENSI HAK ULAYAT ATAS TANAH SUKU DAYAK TUNJUNG BENUAQ DI KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960JUNCTOPMNA/KBPN NOMOR 5 TAHUN 1999

0 3 13

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI EKSISTENSI HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAYAK MA’ANYAN DI KABUPATEN BARITO TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 JUNCTO PMNA/KBPN NOMOR 5 TAHUN 1999.

0 3 13

PENDAHULUAN EKSISTENSI HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAYAK MA’ANYAN DI KABUPATEN BARITO TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 JUNCTO PMNA/KBPN NOMOR 5 TAHUN 1999.

0 3 14

PENUTUP EKSISTENSI HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAYAK MA’ANYAN DI KABUPATEN BARITO TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 JUNCTO PMNA/KBPN NOMOR 5 TAHUN 1999.

0 6 4

SUATU TINJAUAN TENTANG PEMILIKAN TANAH HIBAH DIKAITKAN DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 (UUPA) (Studi Kasus Pada Kecamatan Tanjung Emas Kabupaten Tanah Datar).

0 0 7

SUATU TINJAUAN TENTANG PEMILIKAN TANAH HIBAH DIKAITKAN DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 (UUPA).

0 0 8

SUATU TINJAUAN TENTANG PEMILIKAN TANAH HIBAH DIKAITKAN DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR : 5 TAHUN 1960 ( UUPA ).

0 1 1

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960

0 0 34