Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008.
USU Repository © 2009
kemudian tanah itu dapat diberikan kepada orang baru dengan hak pakai.
10
Pada waktu Indonesia dijajajh oleh kolonial Belanda dapat dilihat dalam perundang- undangan pemerintah Hindia Belanda yang menyangkut pengaturan tanah ini
Hak untuk membuka tanah dapat dijalankan oleh anggota masyarakat, sepanjang diolahnya terus
menerus maka hubungan perseorangan dengan tanahnya tetap diakui, akan tetapi sebaliknya bila ada sebahagian tanah yang dibuka tidak diolah lagi, maka hak
perseorangan akan lemah kembali. Hak perseorangan dapat dipertahankan lebih kuat dan seseorang dapat memegang
teguh haknya atas sebidang tanah pertanian, bila tanah tersebut ditanami dengan pohon buah- buahan, karet dan lain- lain tanaman keras, sehingga satu areal merupakan satu
kebun yang nyata, dan bukan hanya ditanami hanya satu dua batang saja. Apabila usaha demikian sudah dilakukan oleh seorang anggota masyarakat, maka seharusnya itu sudah
harus diakui sebagai hak milik atau inlands bezirrecht. Akan tetapi apabila suatu masa kebun itu dibiarkan dan ditinggalkan, maka hak ulayat akan muncul kembali. Demikian
juga tentang tanah pertanian atau pekarangan yang dibuka perseorangan bila ditinggalkan sama halnya.
Apakah sesorang yang telah ditunjuk menunjukkkan usahanya diatas sebidang tanah, sehingga hubungan tersebut sudah pantas digolongkan sebagai hak milik? Hal ini
tergantung kepada sifat pengolahan dari tanah ulayat itu sendiri, namun satu syarat umum dikenal didalam hak- hak adat bahwa pengalihan hak menjual sebidang tanah dapat
dilakukan apabila sipembeli adalah anggota dari masyarakat hukum setempat.
2. Kedudukan Hak Ulayat dalam Perundang- undangan Pemerintah Jajahan
10
Ibid, h.61
Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008.
USU Repository © 2009
bahwa yang intinya dapat kita lihat yaitu, bagaimana cara mereka untuk menggunakan tanah- tanah rakyat Indonesia untuk kepentingan mereka sendiri melalui aturan- aturan
yang secara formal melindungi hak- hak rakyat akan tetapi pada hakekatnya tanpa mengindahkan hak- hak yang ada pada rakayat Indonesia.
Sebagai dasar hukum dari pengaturan tanah di Indonesia pada zaman kolonialisme adalah pasal 51 IS
11
1. Gubernur Jenderal tidak boleh menjual tanah .
, yang lengkapnya berbunyai sebagai berikut:
2. Dalam hubungan ini tidak termasuk bagian- bagain tanah yang tidak luas yang
diperlukan untuk perluasan kota dan desa untuk pembangunan perusahaan- perusahaan.
3. Gubernur Jenderal dapat mempersewakan tanah menurut aturan- aturan yang
ditetapkan oleh Ordonansi. Kedalam ini tidak termasuk tanah- tanah yang telah diusahaknan oleh anak Bumi Putra atau yang telah digunakan desa untuk temapat
pengembalaan umum ataupun atas dasr lainnya. 4.
Menurut perturan yang akan ditetapkan dengan Ordonansi, akan diserahkan tanah dengan hak erfpacht selama waktu yang tidak lebih dari 75 tahun.
5. Gubernur Jenderal menjaga agar penyerahan tanah- tanah itu jangan sampai
melanggar hak- hak dari penduduk Indonesia asli. 6.
Gubernur Jenderal tidak boleh mengambil tanah- tanah yang telah dibuka oleh orang- orang Indonesia asli untuk kepentingan mereka sendiri atau tanah- tanah
kepunyaan desa sebagai tempat pengembalaan ternak umum atas dasar lainnya, kecuali untuk kepentingan berdasarkan pasal 133 dan untuk keperluan
pengusahaan tanaman yang diselenggarakan atas perintah atasan dengan npemberian ganti rugi yang layak.
11
Wetop de Indische Staatsinriching van Nederlandch Indie
Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008.
USU Repository © 2009
7. Tanah yang dipunyai oleh orang Indonesia asli dengan hak milik hak pakai
dengan turun temurun = erfelijkindivi dueel bezit, atas dasar permintaan pemiliknya yang sah diberikan kepadanya dengan hak eigendom pembatasan-
pembatasan seperlunya yang ditetapkan dengan ordonansi dan dicantumkan di dalam surat eigendomnya, yaitu megenai kewajiban- kewajibannya terhadap
negara dan desa serta wewenang untuk menjual kepada bukan orang Indonesia asli.
8. Menyewa tanah atau menyerahkan tanah untuk dipakai oleh orang- orang
Indonesai asli kepada orang yang bukan Indonesai asli dilakukan menurut peraturan yang ditetapkan dengan ordonansi.
12
Jika kita mempehatikan pasal 15 I.S. ini yang menjadi landasan dari politik agraris pemerintah Hindia Belanda, ada emapat ayat yang menarik perhatian, dimana
terdapat dua macam kepentingan yang bertentangan yaitu: Ayat – 4
: pemberian tanah dengan hak erfpacht untuk 75 tahun. Ayat – 5
: perlindungan terhadap rakayat asli, Ayat – 7
: memberikan kemungkinan bagi rakayat untuk mendapatkan yang lebih kuat atas tanahnya,
Ayat – 8 : persewaan tanah oleh bangsa Indonesia asli kepada bangsa asing.
Disni kita dapat melihat adanya kepentingan asing, dan kepentingan rakyat asl.Kedua- dua kepentingan itu harus mendapat perlindungan dari pemerintah Hindia
Belanda, yang di dalam perjalanan sejarah kepentingan pemerintah Belanda itu sendiri. Namun, walaupun dengan ditegaskan bahwa jangan sampai melanggar hak- hak
dari pada penduduk Indonesia asli, dalam kenyataannya hak- hak rakayat itu diabaikan. Kemudian sebagai tindak lanjut dari ketentuan di atas oleh Pemerintah Hindia Belanda,
12
Dirman, Op.cit, h.19
Santoni Lumbanraja : Eksistensi Hak Ulayat Dalam Pemahaman Dan Sikap Masyarakat Di Kecamatam Pangururan Buhit Kabupaten Samosir, Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA, 2008.
USU Repository © 2009
dikeluarkan pula perataturan yang terkenalal yaitu; “Domein Verklaring” atau “ Pernyataan Domein” yang terdapat dalam Agrarische Besluit Staatblad: 1870 118,
dimana pasal 1 dari Agrarische Besluit ini berbunyi sebagai berikut: “Dengan tidak mengurangi ketentuan- ketentuan tersebut kedua dan ketiga dari undang-
undang tersebut Agrarische Wet tetap dipertahankan azas bahwa semua tanah dimana orang lain tidak dapat hak eigindomnya, adalah domein negara”.
Berdasarkan pasal 1 Agrarische Besluit ini dapat dilihat bahwa semua tanah dapat dilihat bahwa semuah tanah dianggap tanah negara, atau negaralah yang menjadi
eigesarnya kecuali jika orang lain dapat membuktikan bahwa ia dapat membuktikan bahwa ia mempunyai hak eigindom atas tanah itu menurut hukum perdata barat, atau hak
agrarische eigindom sebagaimana yang diperoleh atas dasar ketenteuan pasal 7 I.S. Sedangkan bangsa Indonesia asli tidak tunduk kepada hukumperdata barat, tetap
hukum adat, maka berarti bahwa semua tanah rakyat Indonesia menjadi tanah negara. Juga tanah- tanah yang dikuasai oleh msyarakat- masyarakat hukum asli, yang lazimnya
disebut dengan hak ulayat menurut domein verklaring itu adalah tanah- tanah negara. Perlindungan hak- hak rakayat asli seperti yang dicantumkan pada I. S tersebut di atas,
bukanlah tujuan primer dari pemerintah Hindia Belanda. Dcantumkannya pengaturan itu hanya untuk menghilangkan kekhawatiran, dimana rakayat akan kehilangan tanahnya
sama sekali, mungkin dapat menimbulkan akibat yang membahayakan pemerintah Belanda.
3. Hak Ulayat Setelah Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960