Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil BRIMOB Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara 1961-1970, 2009.
USU Repository © 2009
Pada ulang tahun penyerahan kedaulatan RI di Yogyakarta, pada tanggal 19 Desember 1961 dicanangkan oleh Presiden RI Ir. Soekarno, Tri Komando Rakyat
Trikora guna mengembalikan wilayah Irian Barat ke Wilayah Indonesia, dimana Irian Barat masih diduduki oleh kekuatan Belanda. Sadar akan panggilan tugas, maka
Markas Besar Korps Brimob menyusun strategi tugas yag sifatnya lebih besar dalam bentuk Resimen Pertempuran, dalam penyusunan ini coordinator Brimob Daerah
Sumut Aceh disiapkan untuk sewaktu – waktu diberangkatkan, namun karena Ops Trikora tidak memakan waktu lama, maka yang diberangkatkan ke Irian pada waktu
itu hanya Resimen Pelapor yang tergabung dengan pasukan – pasukan IstimewaKhusus TNI.
2. Persiapan Pasukan Brimob ke Perbatasan Malaysia Ops Dwikora
Dalam rangka konfrotasi dengan Mayalsia, karena berdirinya Negara Malaysia diperkirakan dapat mengakibatkan gangguan keamanan, baik fisik maupun
physicologis, baik pada sebagian wilayah maupun seluruh wilayah Indonesia, maka bersama satuan ABRI lainnya segera membentuk Satuan Tugas menjaga perbatasan.
Sementarai itu Sukarelawan – Sukarelawan Kepolisian RIKorp BrimobMenpor dan Komandemen Brimob Daerah Sumatera Utara - Aceh disiapkan untuk mengambil
bagian dalam Penyusupan ke Malaysia dan Singapura, tak sedikir sukarelawan – sukarelawan kita yang gugur dan tentara dalam menjalankan tugas tersebut.
3. PenumpasanOperasi G30SPKI
Meluasnya tragedy Nasional dengan pengkhianatan PKI yang dikenal dengan sebutan G.30SPKI merupakan penghianat kedua kalinya setelah Madiun Afair,
kesatuan Korps Brimob di Daerah segera mengambil bagian bersama – sama dengan
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil BRIMOB Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara 1961-1970, 2009.
USU Repository © 2009
ABRI yang lain untuk menghancurkan potensi gerakan Partai Komunis Indonesia G.30 SPKI diseluruh daerah, begitu juga dengan korps Brimob Resimen V Sumut –
Aceh juga bertugas bersama – sama satuan ABRI lainnya dan masyarakat untuk menghancurkan PKI guna untuk menghilangkan pengaruh dari G30SPKI.
4.3.
Permasalahan Brimobdasu didalam Menjalankan Tupoksi dan Peranannya didalam Menjaga Keamanan dan Ketertiban
Masalah keamanan yang dihadapi Sumatera Utara dari tahun 19961 – 1971 : pemberontakan, separatisme, konflik masyarakat, tindak kekerasan dan terorisme –
dapat merusak kapasitas polisi walau telah mengikuti latihan terbaik sekalipun didunia. Brimobdasu memiliki tugas yang sulit, yakni bagaimana menyesuaikan diri
dengan peran penegakkan hukum sipil setelah lebih daritiga dekade berada dalam posisi sebagai unsur ABRI yang paling tidak bergengsi dan paling kurang sumber
dayanya. Dalam angkatan bersenjata di masa Soeharto. Angkatan Darat memiliki tanggung jawab besar dalam keamanan internal. Tiga
puluh tiga tahun menjadi bagian dari militer membuat polisi Indonesia menghadapi beberapa masalah serius untuk diatasi. Pertama adalah bagaimana untuk
“mensipilkan” angkatan melalui berbagai bentuk pelatihan, budaya institusional, dan pendekatan umum atas keamanan. Kedua adalahbagaimana menentukan pembagian
kerja dengan militer yang dapat diterimakedua belah pihak, tidak hanya secara legal, namun juga dalam bentuk responpraktis atas masalah keamanan serius. Ketiga adalah,
bagaimana dapat memperbaiki kapasitas Brimob dengan cepat untuk menjalankan peranannya di bidang keamanan ketika disadari kita kekurangan personil polisi yang
terlatih dengan baik.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil BRIMOB Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara 1961-1970, 2009.
USU Repository © 2009
Masalah terakhir, sangat terkait dengan masalah yang pertama, yakni bagaimana meningkatkan hubungan dengan masyarakat lokal, terutama dengan masyarakat
memiliki persepsi negatif tentang polisi.Keamanan internal adalah tanggung jawab seluruh elemen dalamkepolisian, tidak hanya Brimob, namun tetap saja Brimob adalah
pihak yang pertama kali diturunkan di garis depan ketika terjadi kekerasan dan Brimob,dalam tradisinya, memang selalu menghadapi tugas-tugas Polri yang paling
berbahaya dan sulit. Dalam menjalankan tugas-tugas seperti ini, yang seringkali tanpa dilengkapi dengan persiapan dan peralatan yang memadai, pelanggaran hak asasi
manusia dengan mudah dapat terjadi. Polisi telah mengambil langkah besar dalam mendefinisikan peran keamanan
internal mereka danmembedakan diri mereka dari militer. Namun tekanan tetap ada, danperbedaan ini menjadi kabur terutama di daerah konflik yang aktif.Beberapa
perwira Brimob mengatakan tentang masalah “wilayah abu-abu”, yang sangat tidak aman untuk operasi bagi polisi biasa tetapi bukan daerah yang berkonflik penuh atau
“wilayah hitam” yang membutuhkan kehadiran militer. Namun hanya dengan menugaskan pasukan para militer di “wilayah abu-abu”
ini dapat mengurangi kemungkinan penegakkan hukum murni serta memperkuat anggapan bahwa Brimob dan polisi biasa adalah dua kelompok yang berbedadan
bukan berasal dari satu institusi dengan mandat bersama.Selama Brimob memiliki peran melawan insurgensi, “pensipilan” penuh polisi tidak akan menjadi kenyataan.
Kami percaya bahwa dalam jangka panjang, Polri pada umumnya, dan Brimob khususnya, akan dapat melayani masyarakat dengan lebih baik jika peran melawan
insurgensinya dihapuskan.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil BRIMOB Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara 1961-1970, 2009.
USU Repository © 2009
Di Aceh, media dan kebanyakan masyarakat menggunakan istilah “TNIPolri” untuk mengacu pada kekuatan keamanan seakan-akan mereka berasal dari badan yang
sama. Ketika militer dan Brimob melakukan operasi bersama di Aceh, hanya terdapat perbedaan kecil dalam menjalankan peran mereka; yangada adalah kenyataan bahwa
militer memiliki peralatan yang lebih baik dan lebih terlatih untuk berperang. Polisi tidak boleh menjadi bawahan militer dalam bidang tugas yang sama; mereka harus
memilikiperanan yang benar-benar berbeda. Peran para militer Brimob mendorong pasukan Brimob untuk memandang orang-orang yang berada di daerah konflik
sebagai “musuh”. Di saat yang sama, Polri perlu mendefinisikan dengan jelas fungsi para militer
manakah yang dapat dilakukan oleh Brimob secara sah, seraya memastikan agar Brimob yang menjalankan fungsi tersebut juga memiliki nilai-nilai pemolisian sipil
yang sama dengan polisi biasa. Pertanyaan kemudian, siapa yang bertanggung jawab untuk melawan insurgensi?
Dalam hal ini hanya terdapat tiga opsi: Opsi 1: Mengembalikan Peran Melawan Insurgensi ke Militer
Argumen pendukung: Selama terdapat definisi yang jelas dan dapatditerima
mengenai apa yang termasuk sebagai insurgensi dengan menggunakanProtokol II Konvensi Jenewa sebagai
panduan, batasan insurgensi yang berlawanan dengan gangguan sipil haruslah ketat, dan keseluruhan
aktivitasdalam rangka melawan insurgensi untuk daerah tertentu berada di bawah kendali dan diawasi sipil.
Kemudian,TNI yang lebih terlatih dan lebih lengkap
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil BRIMOB Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara 1961-1970, 2009.
USU Repository © 2009
peralatannya daripada polisi bertugas mengatasi pemberontakan bersenjata.Polisi harus melakukan berbagai
usaha untuk penegakkan hukum sipil, dan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, memberikan polisi peran
untuk berperang akan menyebabkan semakin sulit membedakan mereka dari militer.
Argumen anti: Dengan memberikan peran melawan insurgensi
secaraeksplisit kepada TNI berarti mensahkan peran keamanan internal TNI. Dengan tidak menyetujui hal ini,
berarti akan menciptakan fokus yang lebih eksklusifbagi TNI atas pertahanan eksternal. Selain itu, mengembalikan
peran melawaninsurgensi ke militer tidak akan membawa dampak apapun dalam konteksmenghormati Hak asasi
manusia. Opsi 2: Transformasi Brimob Menjadi Pasukan ParamiliterProfesional
Argumen pendukung: Jika yang diinginkan adalah polisi yangmenangani Semua
masalah keamanan internal, dan militer berperan hanyasebagai pendukung jika diperlukan, maka
memberikan pelatihan khusus danintensif kepada Brimob adalah satu-satunya jawaban. Selama semua yangdilatih
telah melewati beberapa tahapan pelatihan polisi umum terlebih dahulu, sehingga mereka tetap memiliki nilai-nilai
dasar penegakkan hukum sipil,maka tidak ada alasan
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil BRIMOB Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara 1961-1970, 2009.
USU Repository © 2009
mengapa pelatihan lanjutan tidak dapat menghasilkanpasukan yang kompeten melawan insurgensi.
Argumen anti: Peran paramiliter gaya lama mungkin terlalu banyakmenjadi
bagian dari budaya institusional Brimob untuk beradaptasi dalammemenuhi permintaan peran yang baru.
Opsi 3: Membentuk Satuan Baru Dalam Polisi untuk MelawanInsurgensi. Argumen pendukung:
Seseorang dapat menghindari masalah persepsipublik mengenai Brimob, budaya institusional dan catatan masalah
hak asasimanusia di masa lalu di wilayah konflik, dengan cara menciptakan satuan baru, atau menggunakan kesatuan
yang sudah dalam proses pembentukan,seperti Detasemen 88, dan memberikan mereka pelatihan tambahan melawan
insurgensi. Detasemen 88 adalah satuan polisi baru, tugas utamanya menangani anti-terorisme namun memiliki
pelatihan-pelatihan lainnya, yang ahlinya disediakan oleh US State Department Diplomatic Security Service. Banyak
anggota baru yang berlatar belakang Brimob. Argumen anti:
Membuat satuan operasional baru akan memakan waktu bertahun-tahun. Detasemen 88 direncanakan sebagai
kelompok elit SWAT dengan fungsi melawan teror, dan menambahkan fungsi baru dan rumit didalamnya adalah
suatu kesalahan.Pada akhirnya, Polri dan semua pihak yang terkait lainnya harus memilih mana dari ketiga opsi di atas
yang terbaik, Status quo sudah jelas tidak dapatdi
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil BRIMOB Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara 1961-1970, 2009.
USU Repository © 2009
pertahankan. Langkah-langkah interim, sampai salah satu opsi ini dipilih,dapat berupa pengurangan bertahap, yang
bertujuan menghapuskan, semuaoperasi perang bersama dengan angkatan darat; lebih banyak perhatian dari Jakarta
atas stres yang dihadapi pasukan BKO Brimob di area konflik dan pada penyebab utama dari stres tersebut;
berdasarkan situasi-kenyataan, dan diajarkan oleh instruktur yang berkualitas dan sudah siap, untuk semua personil
Brimob, dengan pelajaran yang menghibur yang diberikan sebelum pengiriman ke daerah konflik.Yang juga penting
untuk dicatat adalah, pada akhirnya, solusi untukinsurgensi tidak berada di tangan pasukan keamanan; namun terdapat
dalamusaha yang komprehensif guna menangani penyebab- penyebab konflik dari sektor sosial, politik dan ekonomi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa peran Brimobdasu didalam menjalankan Tupoksinya masih diskriminasi dan mengatasnamakan ABRI, sehingga
prestasi yang diraih Brimob semata – mata mengangkat citra ABRI dimata masyarakat Indonesia. Disamping itu, dengan berada dibawah komando ABRI, Brimob tidak
dapat mengambil keputusan pengamanan internal tanpa komando atau perintah ABRI.
4.4. Tokoh – Tokoh Brimob di Sumatera Utara Tahun 1961-1970