2.1.4. Cara Mendeteksi Kematian
Melalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa mendeteksi hidup matinya seseorang.
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, ada lima hal yang harus kita perhatikan yaitu tanda areflex, relaksasi, tidak ada pegerakan, tidak ada tonus,
dan elektro ensefalografi EEG mendatar flat. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler ada enam hal
yang harus kita perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi, elektro kardiografi EKG mendatar
flat, tidak ada tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita ikat tes magnus, daerah sekitar tempat penyuntikan icard subkutan tidak
berwarna kuning kehijauan tes icard, dan tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sisteim pernapasan juga ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas pada
inspeksi dan palpasi, tidak ada bising napas pada auskultasi, tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes, tidak ada
uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban, serta tidak ada gerakan bulu ayam yang kita letakkan didepan lubang hidung atau
mulut korban Modi, 1988.
2.1.5. Tanda Kematian
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat
meninggal atau beberapa menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan
tanda kematian tidak pasti. A. Tanda kematian tidak pasti
1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit. 2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak
teraba.
Universitas Sumatera Utara
3. Kulit pucat. 4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air mata Budiyanto,
1997. B. Tanda kematian pasti
1. Livor mortis Nama lain livor mortis ini antara lain lebam mayat, post mortem
lividity, post mortem hypostatic, post mortem sugillation, dan vibices. Livor mortis adalah suatu bercak atau noda besar merah kebiruan
atau merah ungu livide pada lokasi terendah tubuh mayat akibat penumpukan eritrosit atau stagnasi darah karena terhentinya kerja
pembuluh darah dan gaya gravitasi bumi, bukan bagian tubuh mayat yang tertekan oleh alas keras.
Bercak tersebut mulai tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit pasca kematian klinis. Makin lama bercak tersebut makin luas dan lengkap,
akhirnya menetap kira-kira 8-12 jam pasca kematian klinis Idries, 1997. Sebelum lebam mayat menetap, masih dapat hilang bila kita
menekannya. Hal ini berlangsung kira-kira kurang dari 6-10 jam pasca kematian klinis. Juga lebam masih bisa berpindah sesuai perubahan posisi
mayat yang terakhir. Lebam tidak bisa lagi kita hilangkan dengan penekanan jika lama kematian klinis sudah terjadi kira-kira lebih dari 6-10
jam. Ada 4 penyebab bercak makin lama semakin meluas dan menetap,
yaitu : 1. Ekstravasasi dan hemolisis sehingga hemoglobin keluar.
2. Kapiler sebagai bejana berhubungan. 3. Lemak tubuh mengental saat suhu tubuh menurun.
4. Pembuluh darah oleh otot saat rigor mortis.
Universitas Sumatera Utara
Livor mortis dapat kita lihat pada kulit mayat. Juga dapat kita temukan pada organ dalam tubuh mayat. Masing-masing sesuai dengan
posisi mayat. Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat terlentang, dapat kita
lihat pada belakang kepala, daun telinga, ekstensor lengan, fleksor tungkai, ujung jari dibawah kuku, dan kadang-kadang di samping leher. Tidak ada
lebam yang dapat kita lihat pada daerah skapula, gluteus dan bekas tempat dasi.
Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat tengkurap, dapat kita lihat pada dahi, pipi, dagu, bagian ventral tubuh, dan ekstensor tungkai.
Lebam pada kulit mayat dengan posisi tergantung, dapat kita lihat pada ujung ekstremitas dan genitalia eksterna.
Lebam pada organ dalam mayat dengan posisi terlentang dapat kita temukan pada posterior otak besar, posterior otak kecil, dorsal paru-paru,
dorsal hepar, dorsal ginjal, posterior dinding lambung, dan usus yang dibawah dalam rongga panggul.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi livor mortis yaitu volume darah yang beredar, lamanya darah dalam keadaan cepat cair dan warna
lebam. Volume darah yang beredar banyak menyebabkan lebam mayat
lebih cepat dan lebih luas terjadi. Sebaliknya lebih lambat dan lebih terbatas penyebarannya pada volume darah yang sedikit, misalnya pada
anemia. Ada lima warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk
memperkirakan penyebab kematian yaitu 1 warna merah kebiruan merupakan warna normal lebam, 2 warna merah terang menandakan
keracunan CO, keracunan CN, atau suhu dingin, 3 warna merah gelap menunjukkan asfiksia, 4 warna biru menunjukkan keracunan nitrit dan
5 warna coklat menandakan keracunan aniline Spitz, 1997. Interpretasi livor mortis dapat diartikan sebagai tanda pasti
kematian, tanda memperkirakan saat dan lama kematian, tanda
Universitas Sumatera Utara
memperkirakan penyebab kematian dan posisi mayat setelah terjadi lebam bukan pada saat mati.
Livor mortis harus dapat kita bedakan dengan resapan darah akibat trauma ekstravasasi darah. Warna merah darah akibat trauma akan
menempati ruang tertentu dalam jaringan. Warna tersebut akan hilang jika irisan jaringan kita siram dengan air Mason, 1983.
2. Kaku mayat rigor mortis Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada
otot yang kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan relaksasi primer; hal mana
disebabkan oleh karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat dalam serabut-serabut otot Gonzales, 1954.
a. Cadaveric spasme
Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang
pada seluruh otot, segera setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi primer Idries, 1997.
b. Heat Stiffening
Heat Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi, misalnya pada kasus kebakaran Idries, 1997.
c. Cold Stiffening
Cold Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah, dapat terjadi bila tubuh korban diletakkan dalam freezer, atau
bila suhu keliling sedemikian rendahnya, sehingga cairan tubuh terutama yang terdapat sendi-sendi akan membeku Idries, 1997.
3. Penurunan suhu tubuh algor mortis Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat
terhentinya produksi panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus- menerus. Pengeluaran panas tersebut disebabkan perbedaan suhu antara
Universitas Sumatera Utara
mayat dengan lingkungannya. Algor mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada
fase lanjut post mortem. Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat
dengan bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat dan perbedaan koefisien
hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu. Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat atau lamanya
penurunan suhu tubuh mayat, yaitu : 1. Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan lingkungannya.
2. Suhu tubuh mayat saat mati. Makin tinggi suhu tubuhnya, makin lama penurunan suhu tubuhnya.
3. Aliran udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. 4. Kelembaban udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
5. Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
6. Aktivitas sebelum meninggal. 7. Sebab kematian, misalnya asfiksia dan septikemia, mati dengan suhu
tubuh tinggi. 8. Pakaian tipis makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
9. Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaan tubuh yang terpapar. Penilaian algor mortis dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut, antara lain : 1. Lingkungan sangat mempengaruhi ketidakteraturan penurunan suhu
tubuh mayat. 2. Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting.
3. Dahi dingin setelah 4 jam post mortem. 4. Badan dingin setelah 12 jam post mortem.
5. Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem. 6. Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari
suhu, aliran, dan keadaan airnya.
Universitas Sumatera Utara
7. Rumus untuk memperkirakan berapa jam sejak mati yaitu 98,4 F -
suhu rectal F : 1,5
F Gonzales, 1954.
4. Pembusukan Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection.
Pembusukan mayat adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat autolisis dan kerja bakteri pembusuk terutama Klostridium welchii.
Bakteri ini menghasilkan asam lemak dan gas pembusukan berupa H
2
S, HCN, dan AA. H
2
S akan bereaksi dengan hemoglobin Hb menghasilkan HbS yang berwarna hijau kehitaman. Syarat terjadinya degradasi jaringan
yaitu adanya mikroorganisme dan enzim proteolitik. Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler dan baru
tampak oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita akan melihatnya pertama kali berupa warna kehijauan HbS di daerah perut kanan bagian
bawah yaitu dari sekum caecum. Lalu menyebar ke seluruh perut dan dada dengan disertai bau busuk.
Ada 17 tanda pembusukan, yaitu wajah dan bibir membengkak, mata menonjol, lidah terjulur, lubang hidung dan mulut mengeluarkan
darah, lubang lainnya keluar isinya seperti feses usus, isi lambung, dan partus gravid, badan gembung, bulla atau kulit ari terkelupas, aborescent
pattern marbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan, pembuluh darah bawah kulit melebar, dinding perut pecah, skrotum atau
vulva membengkak, kuku terlepas, rambut terlepas, organ dalam membusuk, dan ditemukannya larva lalat.
Organ dalam yang cepat membusuk antara lain otak, lien, lambung, usus, uterus gravid, uterus post partum, dan darah. Organ yang lambat
membusuk antara lain paru-paru, jantung, ginjal dan diafragma. Organ yang paling lambat membusuk antara lain kelenjar prostat dan uterus non
gravid. Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam
pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan
Universitas Sumatera Utara
penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian karena
racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva lalat.
Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat, yaitu :
1. Mikroorganisme. Bakteri pembusuk mempercepat
pembusukan. 2.
Suhu optimal yaitu 21-37 C mempercepat pembusukan.
3. Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.
4. Umur. Bayi, anak-anak dan orang tua lebih lambat terjadi
pembusukan. 5.
Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk daripada tubuh kurus.
6. Sifat medium. Udara : air : tanah 1:2:8.
7. Keadaan saat mati. Oedem mempercepat pembusukan.
Dehidrasi memperlambat pembusukan. 8.
Penyebab kematian. Radang, infeksi, dan sepsis mempercepat pembusukan. Arsen, stibium dan asam karbonat memperlambat
pembusukan. 9.
Seks. Wanita baru melahirkan uterus post partum lebih cepat mengalami pembusukan.
Pada pembusukan mayat kita juga dapat menginterpretasikan suatu kematian sebagai tanda pasti kematian, untuk menaksir saat kematian,
untuk menaksir lama kematian, serta dapat membedakannya dengan bulla intravital Al-Fatih II, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Perbedaan bulla intravital dan bulla pembusukan Bulla Intravital
Perbedaan Bulla pembusukan
Kecoklatan Warna kulit ari
Kuning Tinggi
Kadar albumin klor bulla
Rendah atau tidak ada
Hiperemis Dasar bulla
Merah pembusukan Intraepidermal
Jaringan yang terangkat Antara epidermis dermis
Ada Reaksi jaringan
respon darah Tidak ada
5. Adipocere lilin mayat Adipocere adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami
hidrolisis dan hidrogenisasi pada jaringan lemaknya, dan hidrolisis ini dimungkinkan oleh karena terbentuknya lesitinase, suatu enzim yang
dihasilkan oleh Klostridium welchii, yang berpengaruh terhadap jaringan lemak.
Untuk dapat terjadi adipocere dibutuhkan waktu yang lama, sedikitnya beberapa minggu sampai beberapa bulan dan keuntungan
adanya adipocere ini, tubuh korban akan mudah dikenali dan tetap bertahan untuk waktu yang sangat lama sekali, sampai ratusan tahun
Idries, 1997.
6. Mummifikasi Mummifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan
pengeringan dengan cepat sehingga dapat menghentikan proses pembusukan. Jaringan akan menjadi gelap, keras dan kering. Pengeringan
akan mengakibatkan menyusutnya alat-alat dalam tubuh, sehingga tubuh
Universitas Sumatera Utara
akan menjadi lebih kecil dan ringan. Untuk dapat terjadi mummifikasi dibutuhkan waktu yang cukup lama, beberapa minggu sampai beberapa
bulan; yang dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan dan sifat aliran udara Idries, 1997.
2.2. Tenggelam