Tanda Intravital yang Ditemukan pada Kasus Tenggelam di Departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik/RSUD Pirngadi Medan pada Bulan Januari 2007 – Desember 2009

(1)

TANDA INTRAVITAL YANG DITEMUKAN PADA KASUS TENGGELAM DI DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK FK USU

RSUP H. ADAM MALIK/ RSUD PIRNGADI MEDAN PADA BULAN JANUARI 2007 – DESEMBER 2009

Oleh : RIA FITRICIA NIM. 070100344

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

TANDA INTRAVITAL YANG DITEMUKAN PADA KASUS TENGGELAM DI DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK FK USU

RSUP H. ADAM MALIK/ RSUD PIRNGADI MEDAN PADA BULAN JANUARI 2007 – DESEMBER 2009

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh : RIA FITRICIA NIM. 070100344

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian :

Tanda Intravital yang Ditemukan pada Kasus Tenggelam di Departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik/RSUD Pirngadi Medan pada Bulan Januari 2007 – Desember 2009

Nama : Ria Fitricia NIM : 070100344

Pembimbing Penguji I

(dr. Surjit Singh, Sp.F DFM) (dr. Liberty Sirait, Sp.B–KBD)

Penguji II

(dr. Muhammad Ali, Sp.A(K))

Medan, 30 November 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


(4)

ABSTRAK

Latar belakang : Indonesia merupakan sebuah negara yang dikelilingi oleh lautan dan perairan. Tak jarang kita mendengar ditemukannya korban mati tenggelam baik itu merupakan sebuah kecelakaan transportasi laut atau pada tempat wisata air. Untuk bisa mengetahui dan memperkirakan cara kematian yang terendam dalam air, diperlukan pemeriksaan autopsi luar dan dalam pada tubuh korban serta pemeriksaan penunjang lainnya. Untuk itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui tanda intravital pada kasus korban mati tenggelam.

Metode : Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian cross

sectional. Populasi penelitian adalah korban mati tenggelam yang di autopsi di

Bagian departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik/ RSUD Pirngadi Medan pada bulan Januari 2007 sampai desember 2009 yang berjumlah 58 kasus. Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi penelitian. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan data sekunder dari hasil visum dan diolah menggunakan program komputer SPSS for windows 17 untuk proses analisa data.

Hasil : Dari hasil analisa data didapatkan tanda cadaveric spasme 39,7%, perdarahan pada liang telinga 17,2%, benda air pada saluran pernafasan dan pencernaan 48,2%, bercak paltouf 12,1%, diatome 1,7%, tanda asfiksia 65,5%, dan mushroom-like mass 17,2%.

Diskusi : Tanda intravital tersebut ditemukan hampir pada seluruh kasus korban mati tenggelam yang di periksa oleh Bagian Departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik/ RSUD Pirngadi Medan. Namun terdapat faktor-faktor yang menghambat dilakukannya pemeriksaan secara keseluruhan sehingga terdapat tanda intravital yang tidak ditemukan sama sekali.


(5)

ABSTRACT

Introduction : Indonesia is a country that surrounded by many rivers and oceans.

It is a common thing for Indonesia to hear some bad news because of many people are drowned caused of the water transportation accidents, and accidents that happened at water park. To identify and estimate the process and reason of the people that drowned in the water, we need to do external and internal autopsy following with another support inspection. Therefore, we require to have an observation to recognize intravital sign for the drowning victims.

Methods : This survey uses descriptive way with design study that is called by

cross sectional. The population of the respondents are the death victims that already autopsy at Forensic Department from Medicine Faculty of North Sumatera University RSUP H. Adam Malik/ RSUD Pirngadi Medan on January 2007 until December 2009 that counted 58 cases. The sample of this examination are all the observed population. The way to collect assured data for this observation are using the secondary data from visum result and the data will be proccesed with SPSS for windows 17 at the end.

Result : The examinated result shows cadaveric spasme sign 39,7%, bleeding at

ear canal 17,2%, negative watery elements at airway and digestive area. The negative watery elements are mud, sand and some waterplants. Moreover, the result also shows paltouf plaque 12,1%, diatome 12,1%, asphyxia sign 65,5%, and mushroom-like mass 17,2%.

Discussion :The intravital sign almost found in all the victim’s body that have

been autopsy by Forensic Department from Medicine Faculty of North Sumatera University RSUP H. Adam Malik/ RSUD Pirngadi Medan. However, there were still barriers for responsible party to check the entire condition of the victim’s body that is caused undifined intraval sign at the deadth body.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, syukur yang luar biasa atas segala nikmat Allah SWT yang telah menanzilkan Al Quran ke dalam qalbu setiap insan. Dengan nikmat yang agung itulah penulis memiliki semangat untuk berusaha menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai persyaratan untuk kelulusan kesarjanaan kedokteran. Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan, mohon kiranya untuk memberi masukan yang konstruktif untuk perbaikan di masa mendatang.

Banyak pihak yang telah membantu sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH.

2. Dosen Pembimbing, dr. Surjit Singh Sp.F DFM yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

3. Dosen Pembimbing Akademik, dr. Rusli Dhanu, Sp.S yang telah membimbing selama menempuh pendidikan.

4. Ketua Departemen SMF Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik dan RSUD Pirngadi Medan yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

5. Dosen Penguji I dr. Liberty Sirait, Sp.B-KBD, dan dosen Penguji II dr. Muhammad Ali, Sp.A(K) untuk setiap kritik dan saran yang membangun. 6. Yang tercinta Ayahanda Drs. H. Khalis Dels, MM dan Ibunda Dra. Hj. Cut

Erlina yang selalu menjadi alasan untuk menggapai cita. Terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk setiap kasih sayang yang mengalun indah dan dukungan di setiap langkah yang telah dipilih. Bapak yang telah


(7)

mengajarkan arti tanggung jawab dan Ibu yang mengajarkan tentang kasih sayang dan ketegaran.

7. Adinda Rina Sundarai, Rica Savitri dan Ririn Melissa yang memberikan tawa di hari-hari yang dilewati.

8. Keluarga besar H. T. Rusli (alm) dan H. T. Delisyah (alm) atas semua dukungan moral dan materi yang tak terkira.

9. Amelia Nizam, Amalia Khairiza, Adelia Novia, Hilna K Shaliha, Hajrin Pajri, Adam Putrayansya, R. Ismail H., Nora Damayanti dan semua teman-teman yang telah membantu menyiapkan karya tulis ilmiah ini serta memberikan semangat untuk terus berjuang.

10.Semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materil dalam proses penelitian dan penyusunan karya tulis ini.

Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Tidak akan pernah ada ilmu pengetahuan baru yang diperoleh jika kita berhenti bertanya dan mencari jawabnya. Semoga hasil karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pikiran yanng berguna bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, bangsa dan Negara Indonesia, serta pengembangan ilmu.

Medan, 25 November 2010 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian... 3

1.3.1.Tujuan Umum ... 3

1.3.2.Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Tanatologi ... 5

2.1.1. Definisi Tanatologi ... 5

2.1.2. Manfaat ... 5

2.1.3. Jenis Kematian ... 5

2.1.4. Cara Mendeteksi Kematian ... 7

2.1.5. Tanda Kematian ... 7

2.2. Tenggelam ... 15

2.2.1. Definisi Tenggelam ... 15

2.2.2. Jenis Tenggelam... 15


(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 21

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 21

3.2. Definisi Operasional ... 21

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24

4.1. Jenis Penelitian ... 24

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 24

4.2.1. Waktu Penelitian ... 24

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 24

4.3.1. Populasi Penelitian ... 24

4.3.2. Sampel Penelitian ... 24

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 25

4.5. Metode Analisis Data ... 25

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 25

5.2. Karakteristik Individu ... 25

5.3. Hasil Analisa Data ... 26

5.4. Pembahasan ... 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

6.1. Kesimpulan... 32

6.2. Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Perbedaan bulla intravital dan bulla pembusukan 14

Tabel 5.1 Distribusi jenis kelamin responden berdasarkan karakteristik 27

Tabel 5.2 Distribusi berdasarkan tahun kejadian 27

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi cadaveric spasme, perdarahan pada liang Telinga, bercak paltouf, diatome, tanda asfiksia, dan

mushroom-like mass 28

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi benda air pada saluran pernapasan dan pencernaan pada kasus tenggelam 29 Tabel 5.5 Distribusi frekuensi pembusukan pada kasus tenggelam 29


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian ke RSUP H. Adam Malik Medan Surat Izin Penelitian ke RSUD Pirngadi Medan Lampiran 3 Ethical Clearence

Lampiran 4 Surat Selesai Penelitian dari Departemen Kedokteran Forensik RSUP H. Adam Malik Medan

Surat Selesai Penelitian dari Departemen Kedokteran Forensik RSUD Pirngadi Medan

Lampiran 5 Data Induk Penelitian

Lampiran 6 Karakteristik Responden dan Distribusi Frekuensi Lampiran 7 Time Tabel


(12)

ABSTRAK

Latar belakang : Indonesia merupakan sebuah negara yang dikelilingi oleh lautan dan perairan. Tak jarang kita mendengar ditemukannya korban mati tenggelam baik itu merupakan sebuah kecelakaan transportasi laut atau pada tempat wisata air. Untuk bisa mengetahui dan memperkirakan cara kematian yang terendam dalam air, diperlukan pemeriksaan autopsi luar dan dalam pada tubuh korban serta pemeriksaan penunjang lainnya. Untuk itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui tanda intravital pada kasus korban mati tenggelam.

Metode : Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian cross

sectional. Populasi penelitian adalah korban mati tenggelam yang di autopsi di

Bagian departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik/ RSUD Pirngadi Medan pada bulan Januari 2007 sampai desember 2009 yang berjumlah 58 kasus. Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi penelitian. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan data sekunder dari hasil visum dan diolah menggunakan program komputer SPSS for windows 17 untuk proses analisa data.

Hasil : Dari hasil analisa data didapatkan tanda cadaveric spasme 39,7%, perdarahan pada liang telinga 17,2%, benda air pada saluran pernafasan dan pencernaan 48,2%, bercak paltouf 12,1%, diatome 1,7%, tanda asfiksia 65,5%, dan mushroom-like mass 17,2%.

Diskusi : Tanda intravital tersebut ditemukan hampir pada seluruh kasus korban mati tenggelam yang di periksa oleh Bagian Departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik/ RSUD Pirngadi Medan. Namun terdapat faktor-faktor yang menghambat dilakukannya pemeriksaan secara keseluruhan sehingga terdapat tanda intravital yang tidak ditemukan sama sekali.


(13)

ABSTRACT

Introduction : Indonesia is a country that surrounded by many rivers and oceans.

It is a common thing for Indonesia to hear some bad news because of many people are drowned caused of the water transportation accidents, and accidents that happened at water park. To identify and estimate the process and reason of the people that drowned in the water, we need to do external and internal autopsy following with another support inspection. Therefore, we require to have an observation to recognize intravital sign for the drowning victims.

Methods : This survey uses descriptive way with design study that is called by

cross sectional. The population of the respondents are the death victims that already autopsy at Forensic Department from Medicine Faculty of North Sumatera University RSUP H. Adam Malik/ RSUD Pirngadi Medan on January 2007 until December 2009 that counted 58 cases. The sample of this examination are all the observed population. The way to collect assured data for this observation are using the secondary data from visum result and the data will be proccesed with SPSS for windows 17 at the end.

Result : The examinated result shows cadaveric spasme sign 39,7%, bleeding at

ear canal 17,2%, negative watery elements at airway and digestive area. The negative watery elements are mud, sand and some waterplants. Moreover, the result also shows paltouf plaque 12,1%, diatome 12,1%, asphyxia sign 65,5%, and mushroom-like mass 17,2%.

Discussion :The intravital sign almost found in all the victim’s body that have

been autopsy by Forensic Department from Medicine Faculty of North Sumatera University RSUP H. Adam Malik/ RSUD Pirngadi Medan. However, there were still barriers for responsible party to check the entire condition of the victim’s body that is caused undifined intraval sign at the deadth body.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tenggelam adalah suatu peristiwa dimana terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun karena ada faktor-faktor tertentu seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat, bahkan bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan (Idries, 1997).

Setiap tahun, sekitar 150.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia akibat tenggelam, dengan kejadian tahunan mungkin lebih dekat ke 500.000. Beberapa negara terpadat di dunia gagal untuk melaporkan insiden hampir tenggelam. Ini, menyatakan bahwa banyak kasus tidak pernah dibawa ke perhatian medis, kejadian di seluruh dunia membuat pendekatan akurat yang hampir mustahil (Shepherd, 2009).

Berdasarkan data statistik yang diambil dari halaman website e-medicine, satu pertiga daripada korban mati akibat tenggelam pernah mengikuti pelatihan berenang. Walaupun tenggelam terjadi kepada kedua jenis kelamin, golongan lelaki adalah tiga kali lebih sering mati akibat tenggelam berbanding golongan wanita. Di Indonesia, kita tidak banyak mendengar berita tentang anak yang tenggelam di kolam renang sesuai dengan keadaan sosial ekonomi di Indonesia tetapi mengingat keadaan Indonesia yang dikelilingi air, baik lautan, danau maupun sungai, tidak mustahil jika banyak terjadi kecelakaan dalam air seperti hanyut dan tenggelam yang belum diberitahukan dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya. Hampir setiap saat, terutama pada saat musim liburan, di objek wisata laut. Banyak terjadi kasus wisatawan yang tenggelam, karena akibat air pasang atau kecerobohan diri wisatawan tersebut. Selain itu, kasus tenggelam yang lainnya adalah akibat buruknya transportasi laut di Indonesia.

Untuk bisa mengetahui serta memperkirakan cara kematian mayat yang terendam dalam air, diperlukan pemeriksaan autopsi luar dan autopsi dalam pada


(15)

tubuh korban serta pemeriksaan tambahan lain sebagai penunjang seperti pemeriksaan getah paru untuk penemuan diatome dan bercak paltouf di permukaan paru, pemeriksaan histopatologi dan penentuan berat jenis plasma untuk menemukan tanda intravital tersebut. Hal tersebut tidak mudah, terutama bagi mayat yang telah lama tenggelam, atau pada mayat yang tidak lengkap, atau hanya ada satu bagian tubuhnya saja.

Pada pemeriksaan mayat terendam dalam air perlu ditentukan apakah korban masih hidup saat tenggelam yang terdapat tanda intravital, tanda kekerasan dan sebab kematiannya. Apabila semua ini digabungkan dapat memberikan petunjuk kepada kita untuk memperkirakan cara kematiannya. Tanda intravital yang ditemukan pada korban bukan merupakan tanda pasti korban mati akibat tenggelam.

Terdapat delapan tanda intravital yang dapat menunjukkan korban masih hidup saat tenggelam. Tanda tersebut adalah ditemukannya tanda cadaveric

spasme, perdarahan pada liang telinga, adanya benda asing (lumpur, pasir,

tumbuhan dan binatang air) pada saluran pernapasan dan pencernaan, adanya bercak paltouf di permukaan paru, berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri, ada ditemukan diatome, adanya tanda asfiksia, dan ditemukannya mushroom-like

mass (Kerr, 1954).

Sedangkan tanda pasti mati akibat tenggelam ada lima yaitu terdapat tanda asfiksia, diatome pada pemeriksaan getah paru, bercak paltouf di permukaan paru, berat jenis darah yang berbeda antara jantung kiri dan kanan dan mushroom-like

mass (Kerr, 1954).

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan dengan adanya penelitian ini pihak forensik dan masyarakat umum bisa langsung mengenali kematian tenggelam dan dapat membedakannya dengan tenggelam akibat kecelakaan atau tenggelam karena pembunuhan.


(16)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah pada korban-korban yang ditemukan mati tenggelam akan selalu kita temukan tanda intravital sesuai yang disebutkan pada teori.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui tanda intravital yang ditemukan pada kasus tenggelam di Bagian Departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik/RSUD Pirngadi Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Dapat mengidentifikasi para korban yang ditemukan mati tenggelam dengan adanya tanda intravital yang khas.

2. Mendapatkan informasi secara efisien untuk menjawab permasalahan forensik.

3. Mengidentifikasi kesenjangan dari ilmu pengetahuan yang sudah ada dan mengembangkannya menjadi research question (pertanyaan penelitian) yang tepat.

4. Sebagai salah satu syarat untuk meyelesaikan program studi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk Departemen Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik/RSUD Pirngadi Medan untuk dapat mengetahui tanda intravital yang ditemukan pada kasus tenggelam di Bagian Departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik/RSUD Pirngadi Medan.


(17)

Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi penulis dan masyarakat luas untuk menginformasikan apa saja tanda intravital yang ditemukan pada kasus tenggelam di Medan.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanatologi

2.1.1. Definisi Tanatologi

Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut (Idries, 1997).

Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak (Idries, 1997).

2.1.2. Manfaat

Ada tiga manfaat tanatologi ini, antara lain untuk dapat menetapkan hidup atau matinya korban, memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan wajar atau tidak wajarnya kematian korban.

Menetapkan apakah korban masih hidup atau telah mati dapat kita ketahui dari masih adanya tanda kehidupan dan tanda-tanda kematian. Tanda kehidupan dapat kita nilai dari masih aktifnya siklus oksigen yang berlangsung dalam tubuh korban. Sebaliknya, tidak aktifnya siklus oksigen menjadi tanda kematian (Al-Fatih II, 2007).

2.1.3. Jenis Kematian

Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat


(19)

mempengaruhi satu sama lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka sistem-sistem yang lainnya juga akan ikut berpengaruh (Idries, 1997).

Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).

Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap (Idries, 1997).

Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat auskultasi.

Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam (Idries, 1997).

Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan (Budiyanto, 1997).

Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat (Budiyanto, 1997).

Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan (Budiyanto, 1997).


(20)

2.1.4. Cara Mendeteksi Kematian

Melalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa mendeteksi hidup matinya seseorang.

Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, ada lima hal yang harus kita perhatikan yaitu tanda areflex, relaksasi, tidak ada pegerakan, tidak ada tonus, dan elektro ensefalografi (EEG) mendatar/ flat.

Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler ada enam hal yang harus kita perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi, elektro kardiografi (EKG) mendatar/ flat, tidak ada tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita ikat (tes magnus), daerah sekitar tempat penyuntikan icard subkutan tidak berwarna kuning kehijauan (tes icard), dan tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.

Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sisteim pernapasan juga ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi, tidak ada bising napas pada auskultasi, tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes, tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban, serta tidak ada gerakan bulu ayam yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban (Modi, 1988).

2.1.5. Tanda Kematian

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.

A. Tanda kematian tidak pasti

1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit.

2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.


(21)

3. Kulit pucat.

4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.

5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.

6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air mata (Budiyanto, 1997).

B. Tanda kematian pasti 1. Livor mortis

Nama lain livor mortis ini antara lain lebam mayat, post mortem

lividity, post mortem hypostatic, post mortem sugillation, dan vibices. Livor mortis adalah suatu bercak atau noda besar merah kebiruan

atau merah ungu (livide) pada lokasi terendah tubuh mayat akibat penumpukan eritrosit atau stagnasi darah karena terhentinya kerja pembuluh darah dan gaya gravitasi bumi, bukan bagian tubuh mayat yang tertekan oleh alas keras.

Bercak tersebut mulai tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit pasca kematian klinis. Makin lama bercak tersebut makin luas dan lengkap, akhirnya menetap kira-kira 8-12 jam pasca kematian klinis (Idries, 1997).

Sebelum lebam mayat menetap, masih dapat hilang bila kita menekannya. Hal ini berlangsung kira-kira kurang dari 6-10 jam pasca kematian klinis. Juga lebam masih bisa berpindah sesuai perubahan posisi mayat yang terakhir. Lebam tidak bisa lagi kita hilangkan dengan penekanan jika lama kematian klinis sudah terjadi kira-kira lebih dari 6-10 jam.

Ada 4 penyebab bercak makin lama semakin meluas dan menetap, yaitu :

1. Ekstravasasi dan hemolisis sehingga hemoglobin keluar. 2. Kapiler sebagai bejana berhubungan.

3. Lemak tubuh mengental saat suhu tubuh menurun. 4. Pembuluh darah oleh otot saat rigor mortis.


(22)

Livor mortis dapat kita lihat pada kulit mayat. Juga dapat kita

temukan pada organ dalam tubuh mayat. Masing-masing sesuai dengan posisi mayat.

Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat terlentang, dapat kita lihat pada belakang kepala, daun telinga, ekstensor lengan, fleksor tungkai, ujung jari dibawah kuku, dan kadang-kadang di samping leher. Tidak ada lebam yang dapat kita lihat pada daerah skapula, gluteus dan bekas tempat dasi.

Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat tengkurap, dapat kita lihat pada dahi, pipi, dagu, bagian ventral tubuh, dan ekstensor tungkai. Lebam pada kulit mayat dengan posisi tergantung, dapat kita lihat pada ujung ekstremitas dan genitalia eksterna.

Lebam pada organ dalam mayat dengan posisi terlentang dapat kita temukan pada posterior otak besar, posterior otak kecil, dorsal paru-paru, dorsal hepar, dorsal ginjal, posterior dinding lambung, dan usus yang dibawah (dalam rongga panggul).

Ada tiga faktor yang mempengaruhi livor mortis yaitu volume darah yang beredar, lamanya darah dalam keadaan cepat cair dan warna lebam.

Volume darah yang beredar banyak menyebabkan lebam mayat lebih cepat dan lebih luas terjadi. Sebaliknya lebih lambat dan lebih terbatas penyebarannya pada volume darah yang sedikit, misalnya pada anemia.

Ada lima warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan penyebab kematian yaitu (1) warna merah kebiruan merupakan warna normal lebam, (2) warna merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN, atau suhu dingin, (3) warna merah gelap menunjukkan asfiksia, (4) warna biru menunjukkan keracunan nitrit dan (5) warna coklat menandakan keracunan aniline (Spitz, 1997).

Interpretasi livor mortis dapat diartikan sebagai tanda pasti kematian, tanda memperkirakan saat dan lama kematian, tanda


(23)

memperkirakan penyebab kematian dan posisi mayat setelah terjadi lebam bukan pada saat mati.

Livor mortis harus dapat kita bedakan dengan resapan darah akibat

trauma (ekstravasasi darah). Warna merah darah akibat trauma akan menempati ruang tertentu dalam jaringan. Warna tersebut akan hilang jika irisan jaringan kita siram dengan air (Mason, 1983).

2. Kaku mayat (rigor mortis)

Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan/ relaksasi primer; hal mana disebabkan oleh karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat dalam serabut-serabut otot (Gonzales, 1954).

a. Cadaveric spasme

Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan

dimana terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh otot, segera setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi primer (Idries, 1997).

b. Heat Stiffening

Heat Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi,

misalnya pada kasus kebakaran (Idries, 1997). c. Cold Stiffening

Cold Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu

rendah, dapat terjadi bila tubuh korban diletakkan dalam freezer, atau bila suhu keliling sedemikian rendahnya, sehingga cairan tubuh terutama yang terdapat sendi-sendi akan membeku (Idries, 1997).

3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat

terhentinya produksi panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus-menerus. Pengeluaran panas tersebut disebabkan perbedaan suhu antara


(24)

mayat dengan lingkungannya. Algor mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada fase lanjut post mortem.

Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.

Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat atau lamanya penurunan suhu tubuh mayat, yaitu :

1. Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan lingkungannya.

2. Suhu tubuh mayat saat mati. Makin tinggi suhu tubuhnya, makin lama penurunan suhu tubuhnya.

3. Aliran udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. 4. Kelembaban udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. 5. Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.

6. Aktivitas sebelum meninggal.

7. Sebab kematian, misalnya asfiksia dan septikemia, mati dengan suhu tubuh tinggi.

8. Pakaian tipis makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.

9. Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaan tubuh yang terpapar. Penilaian algor mortis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, antara lain :

1. Lingkungan sangat mempengaruhi ketidakteraturan penurunan suhu tubuh mayat.

2. Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting. 3. Dahi dingin setelah 4 jam post mortem.

4. Badan dingin setelah 12 jam post mortem.

5. Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem.

6. Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari suhu, aliran, dan keadaan airnya.


(25)

7. Rumus untuk memperkirakan berapa jam sejak mati yaitu (98,40F - suhu rectal 0F) : 1,50F (Gonzales, 1954).

4. Pembusukan

Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Pembusukan mayat adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat autolisis dan kerja bakteri pembusuk terutama Klostridium welchii. Bakteri ini menghasilkan asam lemak dan gas pembusukan berupa H2S,

HCN, dan AA. H2S akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan

HbS yang berwarna hijau kehitaman. Syarat terjadinya degradasi jaringan yaitu adanya mikroorganisme dan enzim proteolitik.

Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler dan baru tampak oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita akan melihatnya pertama kali berupa warna kehijauan (HbS) di daerah perut kanan bagian bawah yaitu dari sekum (caecum). Lalu menyebar ke seluruh perut dan dada dengan disertai bau busuk.

Ada 17 tanda pembusukan, yaitu wajah dan bibir membengkak, mata menonjol, lidah terjulur, lubang hidung dan mulut mengeluarkan darah, lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan

partus (gravid), badan gembung, bulla atau kulit ari terkelupas, aborescent pattern/ marbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan,

pembuluh darah bawah kulit melebar, dinding perut pecah, skrotum atau vulva membengkak, kuku terlepas, rambut terlepas, organ dalam membusuk, dan ditemukannya larva lalat.

Organ dalam yang cepat membusuk antara lain otak, lien, lambung, usus, uterus gravid, uterus post partum, dan darah. Organ yang lambat membusuk antara lain paru-paru, jantung, ginjal dan diafragma. Organ yang paling lambat membusuk antara lain kelenjar prostat dan uterus non

gravid.

Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan


(26)

penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian karena racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva lalat.

Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat, yaitu :

1. Mikroorganisme. Bakteri pembusuk mempercepat pembusukan.

2. Suhu optimal yaitu 21-370C mempercepat pembusukan. 3. Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan. 4. Umur. Bayi, anak-anak dan orang tua lebih lambat terjadi

pembusukan.

5. Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk daripada tubuh kurus.

6. Sifat medium. Udara : air : tanah (1:2:8).

7. Keadaan saat mati. Oedem mempercepat pembusukan. Dehidrasi memperlambat pembusukan.

8. Penyebab kematian. Radang, infeksi, dan sepsis mempercepat pembusukan. Arsen, stibium dan asam karbonat memperlambat pembusukan.

9. Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat mengalami pembusukan.

Pada pembusukan mayat kita juga dapat menginterpretasikan suatu kematian sebagai tanda pasti kematian, untuk menaksir saat kematian, untuk menaksir lama kematian, serta dapat membedakannya dengan bulla intravital (Al-Fatih II, 2007).


(27)

Tabel 2.1. Perbedaan bulla intravital dan bulla pembusukan Bulla Intravital Perbedaan Bulla pembusukan Kecoklatan Warna kulit ari Kuning

Tinggi Kadar albumin & klor bulla

Rendah atau tidak ada

Hiperemis Dasar bulla Merah pembusukan

Intraepidermal Jaringan yang terangkat Antara epidermis & dermis

Ada Reaksi jaringan & respon darah

Tidak ada

5. Adipocere (lilin mayat)

Adipocere adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami

hidrolisis dan hidrogenisasi pada jaringan lemaknya, dan hidrolisis ini dimungkinkan oleh karena terbentuknya lesitinase, suatu enzim yang dihasilkan oleh Klostridium welchii, yang berpengaruh terhadap jaringan lemak.

Untuk dapat terjadi adipocere dibutuhkan waktu yang lama, sedikitnya beberapa minggu sampai beberapa bulan dan keuntungan adanya adipocere ini, tubuh korban akan mudah dikenali dan tetap bertahan untuk waktu yang sangat lama sekali, sampai ratusan tahun (Idries, 1997).

6. Mummifikasi

Mummifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan pengeringan dengan cepat sehingga dapat menghentikan proses pembusukan. Jaringan akan menjadi gelap, keras dan kering. Pengeringan akan mengakibatkan menyusutnya alat-alat dalam tubuh, sehingga tubuh


(28)

akan menjadi lebih kecil dan ringan. Untuk dapat terjadi mummifikasi dibutuhkan waktu yang cukup lama, beberapa minggu sampai beberapa bulan; yang dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan dan sifat aliran udara (Idries, 1997).

2.2. Tenggelam

Tenggelam adalah penyebab signifikan kecacatan dan kematian. Tenggelam telah didefenisikan sebagai kematian sebelumnya sekunder untuk sesak napas sementara terbenam dalam suatu cairan, biasanya air, atau dalam waktu 24 jam perendaman. Pada Kongres Dunia 2002 yang diadakan di Amsterdam, sekelompok ahli menyarankan sebuah definisi konsensus baru untuk tenggelam dalam rangka mengurangi kebingungan atas jumlah istilah dan definisi (> 20) merujuk kepada proses ini yang telah muncul dalam literatur. Grup yang percaya bahwa definisi yang seragam akan memungkinkan analisa lebih akurat dan perbandingan studi, memungkinkan peneliti untuk menarik kesimpulan lebih bermakna dari mengumpulkan data, dan meningkatkan kemudahan kegiatan

surveilans dan pencegahan (Shepherd, 2009).

2.2.1. Definisi Tenggelam

Secara definisi tenggelam diartikan sebagai suatu keadaan tercekik dan mati yang disebabkan oleh terisinya paru dengan air atau bahan lain atau cairan sehingga pertukaran gas menjadi tidak mungkin. Sederhananya, tenggelam adalah merupakan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan (Idries, 1997).

2.2.2. Jenis Tenggelam

Tenggelam dibagi menjadi beberapa jenis antara lain (A) wet drowning, (B) dry drowning, (C) secondary drowning, dan (D) the immersion syndrome

(cold water drowning) (Modi, 1988).

Wet drowning adalah kematian tenggelam akibat terlalu banyaknya air


(29)

terjadi, yaitu akibat asfiksia, fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam di air tawar, dan edema paru pada kasus tenggelam di air asin.

Dry drowning adalah suatu kematian tenggelam dimana air yang

terinhalasi sedikit. Penyebab kematian pada kasus ini sendiri dikarenakan terjadinya spasme laring yang menimbulkan asfiksia dan terjadinya refleks vagal,

cardiac arrest, atau kolaps sirkulasi (Modi, 1988).

Secondary drowning adalah suatu keadaan dimana terjadi gejala beberapa

hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi.

Immersion drowning adalah suatu keadaan dimana korban tiba-tiba

meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal. Pada umumnya alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus pada kejadian ini (Modi, 1988).

2.2.3. Pemeriksaan pada Kasus Tenggelam 1. Pemeriksaan luar

Penurunan suhu mayat, berlangsung cepat, rata-rata 50F per menit. Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6 jam.

Lebam mayat, akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher dan kepala. Lebam mayat berwarna merah terang yang perlu dibedakan dengan lebam mayat yang terjadi pada keracunan CO.

Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan, terutama bagian atas tubuh, dan skrotum serta penis pada pria dan labia mayora pada wanita, kulit telapak tangan dan kaki mengelupas.

Gambaran kulit angsa (goose-flesh, cutis anserina), sering dijumpai; keadaan ini terjadi selama interval antara kematian somatik dan seluler, atau merupakan perubahan post mortal karena terjadinya rigor


(30)

Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak pada mulut atau hidung atau keduanya. Terbentuknya busa halus tersebut adalah masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan merangsang terbentuknya mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru dan terkocok oleh karena adanya upaya pernapasan yang hebat. Pembusukan akan merusak busa tersebut dan terbentuknya pseudofoam yang berwarna kemerahan yang berasal dari darah dan gas pembusukan.

Perdarahan berbintik (petechial haemmorrhages), dapat ditemukan pada kedua kelopak mata, terutama kelopak mata bagian bawah.

Pada pria genitalianya dapat membesar, ereksi atau semi-ereksi. Namun yang paling sering dijumpai adalah semi-ereksi.

Pada lidah dapat ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan tanda bahwa korban berusaha untuk hidup, atau tanda sedang terjadi epilepsi, sebagai akibat dari masuknya korban ke dalam air.

Cadaveric spasme, biasanya jarang dijumpai, dan dapat diartikan

bahwa berusaha untuk tidak tenggelam, sebagaimana sering didapatkannya dahan, batu atau rumput yang tergenggam, adanya cadaveric spasme menunjukkan bahwa korban masih dalam keadaan hidup pada saat terbenam.

Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai, atau terkena benda-benda di sekitarnya; luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan “darah”, sehingga tidak jarang memberi kesan korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.

Pada kasus bunuh diri dimana korban dari tempat yang tinggi terjun ke sungai, kematian dapat terjadi akibat benturan yang keras sehingga menyebabkan kerusakan pada kepala atau patahnya tulang leher.

Bila korban yang tenggelam adalah bayi, maka dapat dipastikan bahwa kasusnya merupakan kasus pembunuhan. Bila seorang dewasa ditemukan mati dalam empang yang dangkal, maka harus dipikirkan


(31)

kemungkinan adanya unsur tindak pidana, misalnya setelah diberi racun korban dilempar ke tempat tersebut dengan maksud mengacaukan penyidikan (Idries, 1997).

2. Pemeriksaan dalam

Untuk sebagian kasus asfiksia merupakan penyebab umum terjadinya kematian ini. Hal tersebut dikarenakan air yang masuk ke paru-paru akan bercampur dengan udara dan lendir sehingga menghasilkan buih-buih halus yang memblok udara di vesikula. Dalam beberapa kasus, kematian dapat terjadi dari asfiksia obstruktif yang juga dikenal sebagai tenggelam kering yang disebabkan oleh kejang laring yang dibentuk oleh sejumlah kecil air yang memasuki laring. Pada beberapa kasus lainnya air tidak masuk ke paru-paru sehingga tanda-tanda klasik tenggelam tidak dapat kita temukan (Modi, 1988)

Sebelum kita melakukan pemeriksaan dalam pada korban tenggelam, kita harus memperhatikan apakah mayat korban tersebut sudah dalam keadaan pembusukan lanjut atau belum. Apabila keadaan mayat telah mengalami pembusukan lanjut, maka pemeriksaan dan pengambilan kesimpulan akan menjadi lebih sulit.

Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus putih dapat mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan benda-benda asing yang ikut terinhalasi bersama air.

Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopik misalnya pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan air dan sebagainya. Sedangkan yang tampak secara mikroskopik diantaranya telur cacing dan diatome (Idries, 1997).

Diatome adalah sejenis ganggang yang mempunyai dinding dari silikat. Silikat ini tahan terhadap pemanasan dan asam keras. Diatome dijumpai di air tawar, air laut, sungai, sumur, dan lain-lain.

Pada korban mati tenggelam diatome akan masuk ke dalam saluran pernafasan dan saluran pencernaan, karena ukurannya yang sangat kecil, ia


(32)

di absorpsi dan mengikuti aliran darah. Diatome ini dapat sampai ke hati, paru, otak, ginjal, dan sumsum tulang. Bila diatome positif berarti korban masih hidup sewaktu tenggelam.

Oleh karena banyak terdapat di alam dan tergantung musim, maka tidak ditemukannya diatome tidak dapat menyingkirkan bahwa korban bukan mati tenggelam. Relevansi diatome terbatas pada tenggelam dengan mekanisme asfiksia.

Cara pemeriksaan diatome adalah :

1. Ambil jaringan paru sebanyak 150-200 gram, bersihkan lalu masukkan ke dalam tabung Erlenmeyer, masukkan H2SO4 pekat sampai menutup

seluruh jaringan paru dan biarkan selama 24 jam sehingga seluruh jaringan paru hancur dan seperti bubur hitam.

2. Panaskan dengan api yang kecil sampai mendidih sehingga semuanya benar-benar hancur.

3. Tuangkan ke dalamnya beberapa tetes HNO3 pekat, sampai warnanya

kuning jernih.

4. Cairan disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. 5. Sedimennya dicuci dengan akuades kemudian disentrifuge lagi.

Sedimennya dilihat dibawah mikroskop. Periksalah kerangka diatome yang berupa sel-sel yang cerah dengan dinding bergaris-garis bentuk bulat, panjang, dan lain-lain (Modi, 1988).

Pleura juga dapat kita temukan pada pemeriksaan kasus ini. Pleura yang ditemukan dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik perdarahan, perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap septum inter alveoli atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan oksigen.

Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya partisi interalveolar dan sering terlihat di bawah pleura. Bercak ini disebut bercak “Paltouf” yang ditemukan pada tahun 1882 dan diberi nama sesuai dengan nama yang pertama mencatat kelainan tersebut.


(33)

Bercak paltouf berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada bagian bawah paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan antar bagian paru-paru. (Spitz, 1997).

Kongesti pada laring merupakan kelainan yang berarti, paru-paru biasanya sangat mengembang, seringkali menutupi perikardium dan pada permukaan tampak adanya jejas dari tulang iga, pada perabaan kenyal.

Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat hebat sehingga beratnya dapat mencapai 700-1000 gram, dimana berat paru-paru normal adalah sekitar 250-300 gram (Williams, 1998).

Paru-paru pucat dengan diselingi bercak-bercak merah di antara daerah yang berwarna kelabu. Pada pengirisan tampak banyak cairan merah kehitaman bercampur buih keluar dari penampang tersebut, yang pada keadaan paru-paru normal, keluarnya cairan bercampur busa tersebut baru tampak setelah dipijat dengan dua jari. Gambaran paru-paru seperti tersebut diatas dikenal dengan nama “emphysema aquosum” atau “emphysema hydroaerique”.

Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan menyebabkan distensi jantung kanan dan pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi darah yang berwarna merah gelap dan cair, tidak ada bekuan (Idries, 1997).


(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Tanda intravital

1. Cadaveric spasme

2. Perdarahan pada liang telinga

3. Benda air pada saluran pernapasan dan pencernaan

4. Bercak paltouf

5. Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri.

6. Diatome

7. Tanda asfiksia

8. Mushroom-like mass

3.2. Definisi Operasional a. Definisi

1. Tanda intravital adalah suatu tanda yang menandakan suatu peristiwa dimana ketika proses peristiwa tersebut terjadi selama masih hidup.


(35)

2. Cadaveric spasme adalah suatu keadaan dimana terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh otot, segera setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi primer.

3. Perdarahan pada liang telinga adalah suatu keadaan dimana terjadi kehilangan akut volume peredaran darah dari pembuluh darah yang terdapat di liang telinga.

4. Benda air pada saluran pernapasan dan pencernaan adalah semua benda-benda yang pada umumnya dapat kita temukan dalam air seperti lumpur, pasir, binatang air, tumbuhan air dan sebagainya yang masuk ke dalam saluran pernapasan dan pencernaan.

5. Bercak paltouf adalah bercak perdarahan yang besar yang terjadi karena robeknya partisi interalveolar dan sering terlihat dibawah pleura.

6. Berat jenis darah adalah berat dari suatu benda tanpa adanya gaya gravitasi. Berat jenis darah yang dimaksud disini adalah berat jenis darah yang terdapat pada jantung kanan dan kiri.

7. Diatome adalah sejenis ganggang yang mempunyai dinding dari silikat. Silikat ini tahan terhadap pemanasan dan asam keras.

8. Tanda asfiksia adalah tanda yang menggambarkan suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea).

9. Mushroom-like mass adalah busa halus putih yang berbentuk jamur yang tampak pada mulut atau hidung korban atau keduanya.

10. Tenggelam adalah suatu keadaan tercekik dan mati yang disebabkan oleh terisinya paru dengan air atau bahan lain atau cairan sehingga pertukaran gas menjadi tidak mungkin.

b. Pengukuran 1. Cara ukur

Cara ukur pada penelitian ini adalah dengan melihat adanya tanda intravital pada kasus kematian tenggelam berdasarkan hasil visum.


(36)

2. Alat ukur

Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil visum. 3. Hasil ukur

Hasil ukur pada penelitian ini adalah ditemukannya tanda intravital pada kematian tenggelam, yaitu :

a. Ada tidaknya cadaveric spasme pada korban

b. Ada tidaknya ditemukan perdarahan pada liang telinga

c. Ada tidaknya ditemukan benda air di saluran pernapasan dan pencernaan

d. Ada tidaknya bercak paltouf di pleura

e. Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri sama atau tidak f. Ada atau tidak ditemukannya diatome pada pemeriksaan dalam

g. Ada atau tidak ditemukannya tanda-tanda asfiksia seperti sianosis,

tardieu’s spot, dan lain-lain.

h. Ada atau tidak ditemukannya mushroom-like mass pada mulut atau hidung atau keduanya pada korban.

4. Skala ukur


(37)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan desain studi cross sectional dimana di lakukan pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder yaitu melihat hasil visum korban mati tengge lam.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bagian Departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik, dan RSUD Pirngadi Medan. Alasan pemilihan di tempat tersebut karena tempat-tempat tersebut merupakan rujukan dari pihak Forensik Kepolisian untuk mengautopsi mayat-mayat korban tenggelam.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama 11 bulan, sejak peneliti menentukan judul, menulis proposal hingga seminar hasil yang berlangsung sejak bulan Februari 2010 hingga November 2010. Time tabel dilampirkan pada lampiran.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh korban mati tenggelam yang di autopsi di Bagian Departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik dan RSUD Pirngadi Medan pada bulan Januari 2007 sampai Desember 2009. Populasi pada penelitian ini berjumlah 58 kasus.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi yang telah sesuai dengan kriteria-kriteria penelitian yaitu semua populasi korban mati tenggelam yang terdapat di Bagian Departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik dan RSUD Pirngadi Medan pada bulan Januari 2007 sampai Desember 2009 (total sampling).


(38)

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah consecutive

sampling (non probability sampling) dimana di lakukan pengambilan sampel

berdasarkan kriteria yang di butuhkan berdasarkan hasil visum.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan data sekunder dari hasil visum, kemudian dicatat sesuai dengan variabel yang dibutuhkan. Jenis data sekunder yang di kumpulkan adalah :

1. Cadaveric spasme

2. Perdarahan pada liang telinga

3. Benda air pada saluran pernapasan dan pencernaan 4. Bercak paltouf

5. Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri. 6. Diatome

7. Tanda asfiksia 8. Mushroom-like mass

4.5. Metode Analisis Data

Data yang telah diambil dimasukkan ke dalam komputer oleh peneliti. Analisis data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan program komputer akan diolah untuk dianalisis dengan menggunakan bantuan pengolah data yaitu SPSS for windows 17.0 .


(39)

BAB 5

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada dua tempat, yaitu Departemen Kedokteran Forensik FK USU RSUP H. Adam Malik dan RSUD Pirngadi Medan dimana kedua rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan yang terdapat di Sumatera Utara.

RSUP H. Adam Malik berada di Jalan Bunga Lau no. 17 kecamatan Medan Tuntungan, kotamadya Medan, Sumatera Utara. RSUP H. Adam Malik ini merupakan rumah sakit kelas A dan merupakan pusat rujukan wilayah pembangunan A yang meliputi provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Hal ini sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan No. 502/Menkes /SK/IX/1991.

RSUD Pirngadi berada di pusat kota Medan dimana bangunan lama dari rumah sakit ini menghadap Jalan Prof. HM. Yamin SH no. 47 dan bangunan barunya menghadap Jalan Perintis Kemerdekaan. Rumah sakit ini didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan nama Gemente Zieken Huis. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Maria Constantia Macky pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada tahun 1930. Sejak berdirinya Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) pada tanggal 20 Agustus 1952, maka rumah sakit ini secara otomatis difungsikan sebagai tempat kepaniteraan klinik para mahasiswa FK USU meskipun penandatanganan perjanjian kerjasama antara FK USU dengan pihak RSUD Pirngadi sebagai Teaching Hospital (rumah sakit pendidikan) FK USU baru dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 1968.

5.2. Karakteristik Individu

Dalam penelitian ini terdapat 58 kasus yang terdapat di Departemen Kedokteran FK USU RSUP H. Adam Malik/ RSUD Pirngadi Medan.

Dari keseluruhan responden gambaran karakteristik responden yang diamati hanya meliputi jenis kelamin. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa


(40)

kasus yang tidak teridentifikasi umur korban sehingga gambaran karakteristik responden berdasarkan umur tidak dapat dilakukan. Data lengkap bila ditinjau dari jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi jenis kelamin responden berdasarakan karakteristik

Jenis Kelamin f %

Laki-laki 46 79,3

Perempuan 12 20,7

Dari tabel di atas terlihat bahwa kelompok terbesar terdapat pada kelompok laki-laki yaitu sebesar 46 (79,3%) kasus dan terendah pada kelompok perempuan yaitu sebesar 12 (20,7%) kasus.

5.3. Hasil Analisa Data

Data lengkap distribusi frekuensi berdasarkan tahun kejadian pada kasus tenggelam dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi berdasarkan tahun kejadian

Tahun kasus f %

2007 12 20,7

2008 24 41,4

2009 22 37,9

Dari tabel di atas terlihat bahwa kasus tenggelam yang terjadi paling banyak adalah pada tahun 2008 yaitu sebanyak 24 (41,4%) kasus dan yang terjadi paling sedikit adalah pada tahun 2007 yaitu sebanyak 12 (20,7%) kasus.

Data lengkap distribusi frekuensi tanda intravital berupa cadaveric

spasme, perdarahan pada liang telinga, bercak paltouf, diatome, tanda asfiksia,


(41)

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi cadaveric spasme, perdarahan pada liang telinga, bercak paltouf, diatome, tanda asfiksia, mushroom-like mass

Tanda Intravital F %

Cadaveric spasme 23 39,7

Perdarahan pada liang telinga

10 17,2

Bercak paltouf 7 12,1

Diatome 1 1,7

Tanda asfiksia 47 81,0

Mushroom-like mass 10 17,2

Dari tabel diatas terlihat bahwa tanda intravital berupa cadaveric spasme sebanyak 23 (39,7%) kasus, perdarahan pada liang telinga sebanyak 10 (17,2%) kasus, bercak paltouf sebanyak 7 (12,1%) kasus, diatome sebanyak 1 (1,7%) kasus, tanda asfiksia sebanyak 47 (81%) kasus, dan mushroom-like mass sebanyak 10 (17,2%) kasus.

Data lengkap distribusi frekuensi tanda intravital berupa benda air pada saluran pernapasan dan pencernaan dapat dilihat pada tabel 5.4.


(42)

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi benda air pada saluran pernapasan dan pencernaan pada kasus tenggelam

Benda air pada saluran pernapasan dan pencernaan

f %

Pernapasan 1 1,7

Pencernaan 6 10,3

Kedua-duanya 21 36,2

Tidak ditemuka n 1 1,7

Tidak dilakukan pemeriksaan 29 50

Dari data diatas terlihat benda air yang dijumpai hanya di saluran pernapasan sebanyak 1 (1,7%) kasus, hanya di jumpai di saluran pernapasan sebanyak 6 (10,3%) kasus, dijumpai pada keduanya sebanyak 21 (36,2%) kasus, tidak ditemukan sebanyak 1 (1,7%) kasus dan tidak dilakukan pemeriksaan tanda ini sebanyak 29 (50%) kasus.

Data lengkap distribusi frekuensi kasus tenggelam yang sudah mengalami pembusukan dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi pembusukan pada kasus tenggelam

Pembusukan f %

Sudah terjadi 35 60,3

Belum terjadi 23 39,7

Dari data diatas terlihat bahwa pembusukan terjadi pada 35 (60,3%) kasus sementara 23 (39,7%) kasus lainnya belum terjadi pembusukan.


(43)

5.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisa data diatas terlihat jelas bahwa hampir semua kasus pada korban tenggelam terdapat tanda intravital walaupun tidak semua kasus memiliki tanda intravital secara keseluruhan dikarenakan tidak dilakukannya pemeriksaan untuk melihat ada atau tidaknya tanda intravital tersebut.

Faktor pembusukan yang sudah terjadi pada setiap kasus juga sangat mempengaruhi pemeriksaan untuk melihat adanya tanda intravital. Hal ini terlihat jelas pada pemeriksaan tanda intravital seperti cadaveric spasme, perdarahan pada liang telinga, bercak paltouf, tanda asfiksia, serta mushroom-like mass.

Faktor pembusukan tersebut terjadi bukan dikarenakan lamanya dimulai pemeriksaan sejak korban ditemukan. Tetapi dikarenakan mayat korban tenggelam yang lama ditemukan sehingga proses pembusukan sudah terjadi sebelumnya. Hal ini tentu saja dapat mengganggu proses identifikasi korban tenggelam yang tidak diketahui tanda pengenalnya.

Faktor sarana laboratorium juga mempengaruhi pemeriksaan untuk melihat adanya tanda intravital seperti berat jenis darah pada jantung dan diatome. Menurut peneliti, ketiadaan sarana laboratorium untuk melakukan kedua pemeriksaan tersebut juga menjadi masalah tersendiri untuk memastikan tanda intravital yang terdapat pada kasus tenggelam dan mengidentifikasi jenis kematian untuk kebutuhan penyidik.

Selain itu, menurut peneliti beberapa faktor yang lain juga mempengaruhi dilakukan atau tidak dilakukannya pemeriksaan tanda intravital seperti faktor agama dan sosial juga sangat mempengaruhi dilakukannya pemeriksaan secara lengkap pada setiap korban tenggelam. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya dilakukan autopsi juga menjadi penghambat. Misalnya saja pada keluarga yang muslim, mereka menganggap bahwa pemeriksaan dalam (autopsi dalam) sangat dilarang pada agama Islam sehingga apabila pemeriksaan dalam tetap dilakukan dianggap sudah menyalahi hukum agama. Begitu juga misalnya pada keluarga yang berpendidikan rendah dimana mereka menganggap


(44)

bahwa apabila dilakukan pemeriksaan dalam tersebut organ-organ tubuh korban akan ditukar oleh petugas yang melakukan pemeriksaan untuk disalahgunakan.

Asumsi peneliti faktor jenis kelamin juga mempunyai pengaruh pada jumlah korban tenggelam. Sesuai dengan hasil data statistik dari halaman website

e-medicine, kaum laki-laki lebih sering mati akibat tenggelam dibandingkan kaum

perempuan. Hal ini mungkin akibat pengaruh psikologis yang berbeda antara kaum laki-laki dan kaum perempuan.


(45)

BAB 6

KESIMPULAN dan SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan kaum laki-laki lebih banyak mengalami mati karena tenggelam yaitu sebanyak 46 (79,3%) kasus dibandingkan dengan kaum perempuan yang hanya sebanyak 12 (20,7%) kasus.

2. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan tanda cadaveric spasme sebanyak 23 (39,7%) kasus, perdarahan pada liang telinga sebanyak 10 ( 17,2%) kasus, benda air pada saluran pernapasan dan pencernaan sebanyak 28 (48,27%) kasus, bercak paltouf sebanyak 7 (12,1%) kasus, diatome sebanyak 1 (1,7%) kasus, tanda asfiksia sebanyak 47 (81%) kasus,

mushroom-like mass sebanyak 10 (17,2%) kasus.

3. Tanda intravital yang paling banyak ditemukan adalah tanda asfiksia sebanyak 38 kasus (65,5%).

4. Seluruh data kasus korban tenggelam yang menjadi subjek penelitian mempunyai tanda intravital.

5. Terdapat tanda intravital tidak dapat ditemukan dikarenakan oleh beberapa faktor seperti terjadinya pembusukan pada mayat, tidak mendapat persetujuan dari keluarga korban, serta kurangnya sarana dan prasarana laboratorium yang dapat mendukung pemeriksaan.

6.2. Saran

1. Diharapkan ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah untuk menambahkan sarana labolatorium untuk keperluan autopsi bagi kedokteran forensik.

2. Diharapkan bagi petugas kedokteran forensik agar lebih meningkatkan kinerja dalam proses mendata, menyusun serta menyimpan berkas Visum


(46)

3. Diharapkan bagi masyarakat luas agar lebih mengetahui pentingnya dilakukan autopsi untuk keperluan identifikasi dan laporan bagi penyidik.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Fatih II, Muhammad. 2007. Forensik. Klinik Indonesia. Available From: http://www.klinikindonesia.com/forensik

Budiyanto, Arif., et al. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

. [Accesed 18 April 2010]

Gonzales, Thomas A., Vance, Morgan., Helpern, Milton., Umberger, Charles J. 1954. Legal Medicine Pathology & Toxicology. 2nd ed. New York: ACC.

Idries, dr.Abdul Mun’im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Jakarta: Binarupa Aksara.

Kerr, Douglas J A. 1954. Forensic Medicine. 5th ed. Edinburgh: R & R Clark.

Mason, J.K. 1983. Forensic Medicine for Lawyers. 2nd ed. ELBS.

Modi, Jarsing P. 1988. Modi’s Medical Jurisprudence & Toxicology. 2nd ed. Bombay: Tripathi.

Shepherd, Suzanne Moore., Shoff, William H., 2009. Drowning. Emedicine Medscape. Available From:

Spitz, Werner U. 1997. Drowning. In: Medicolegal Investigation of Death

“Guidelines for the Application of Pathology to Crime Investigation”.

Charles C. Thomas, USA: 294-309.

Williams, David J., Ansford, Anthony J., Priday, David S., Forrest, Alex S. 1998.


(48)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ria Fitricia

Tempat/Tanggal Lahir : Banda Aceh/ 31 Mei 1989

Agama : Islam

Alamat : Jalan Rajawali, Komp. Taman Elite Rajawali no. B12 Medan

Jumlah Bersaudara : 4 orang Riwayat Pendidikan :

1. Taman Kanak-Kanak Kartika I Lhokseumawe 1993-1995 2. Sekolah Dasar Swasta Harapan 1 Medan 1995-2001

3. SLTP Negeri 1 Medan 2001-2004

4. SMA Swasta Shafiyyatul Amaliyyah Medan 2004-2007

Riwayat Pelatihan :

1. Diklat SCORE BEM PEMA FK USU 2008

2. Latihan Kader 1 HMI Cabang Medan di Medan tahun 2009 3. LKMM Lokal ISMKI di FK USU tahun 2010

4. LKMM Wilayah 1 ISMKI di FK UNILA tahun 2010

Riwayat Organisasi :

1. Sie. Kesenian OSIS SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan Periode 2004-2005


(49)

2. Sie Hubungan Masyarakat OSIS SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan Periode 2005-2006

3. Sie. Hubungan Masyarakat Teater ‘O’ USU Periode 2008-2009

4. Anggota Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiwaan dan Pemuda Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FK USU Periode 2009-2010

5. Anggota Divisi Keuangan SCORE BEM PEMA FK USU Periode 2009-2010


(50)

Lampiran 6

A. Karakteristik Responden

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Wanita 12 20.7 20.7 20.7

Pria 46 79.3 79.3 100.0

Total 58 100.0 100.0

B. 1.

Hasil Analisa Data

Distribusi frekuensi tahun kasus

Tahun kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2007 12 20.7 20.7 20.7

2008 24 41.4 41.4 62.1

2009 22 37.9 37.9 100.0


(51)

2.

a.

Distribusi frekuensi tanda intravital Cadaveric spasme

Cadaveric Spasme

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 23 39.7 39.7 39.7

Tidak 35 60.3 60.3 100.0

Total 58 100.0 100.0

b. Perdarahan pada liang telinga

Perdarahan pd liang telinga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 10 17.2 17.2 17.2

Tidak 48 82.8 82.8 100.0


(52)

c. Benda air pada saluran pernapasan dan pencernaan

Benda Air pd sal. pencernaan/pernapasan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pernapasan 1 1.7 1.7 1.7

Pencernaan 6 10.3 10.3 12.1

Kedua-duanya 21 36.2 36.2 48.3

Tidak Ditemukan 1 1.7 1.7 50.0

Tidak dilakukan pemeriksaan

29 50.0 50.0 100.0

Total 58 100.0 100.0

d. Bercak paltouf

Bercak Paltouf

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 7 12.1 12.1 12.1

Tidak 51 87.9 87.9 100.0


(53)

e. Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri

Berat jenis darah pd jantung

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidak dilakukan

pemeriksaan

58 100.0 100.0 100.0

f. Diatome

Diatome

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 1 1.7 1.7 1.7

Tidak dilakukan pemeriksaan

57 98.3 98.3 100.0

Total 58 100.0 100.0

g. Tanda asfiksia

Tanda asfiksia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 47 81.0 81.0 81.0

Tidak 11 19.0 19.0 100.0


(54)

h. Mushroom-like mass

Mushroom-like mass

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 11 19.0 19.0 19.0

Tidak 47 81.0 81.0 100.0

Total 58 100.0 100.0

i. Pembusukan

Pembusukan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sudah terjadi 35 60.3 60.3 60.3

Belum terjadi 23 39.7 39.7 100.0


(55)

Lampiran 7

Time Tabel

Waktu Kegiatan

Februari – Maret Pengajuan dan penentuan judul

Maret – Mei Penyusunan proposal

Mei Seminar proposal

Juni – Juli Mengumpulkan data penelitian

Agustus - November Menganalisa data dan melakukan

pembahasan


(1)

Lampiran 6

A.

Karakteristik Responden

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Wanita 12 20.7 20.7 20.7

Pria 46 79.3 79.3 100.0

Total 58 100.0 100.0

B.

1.

Hasil Analisa Data

Distribusi frekuensi tahun kasus

Tahun kasus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2007 12 20.7 20.7 20.7

2008 24 41.4 41.4 62.1

2009 22 37.9 37.9 100.0


(2)

2.

a.

Distribusi frekuensi tanda intravital

Cadaveric spasme

Cadaveric Spasme

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 23 39.7 39.7 39.7

Tidak 35 60.3 60.3 100.0

Total 58 100.0 100.0

b.

Perdarahan pada liang telinga

Perdarahan pd liang telinga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 10 17.2 17.2 17.2

Tidak 48 82.8 82.8 100.0


(3)

c.

Benda air pada saluran pernapasan dan pencernaan

Benda Air pd sal. pencernaan/pernapasan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pernapasan 1 1.7 1.7 1.7

Pencernaan 6 10.3 10.3 12.1

Kedua-duanya 21 36.2 36.2 48.3

Tidak Ditemukan 1 1.7 1.7 50.0

Tidak dilakukan pemeriksaan

29 50.0 50.0 100.0

Total 58 100.0 100.0

d.

Bercak paltouf

Bercak Paltouf

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 7 12.1 12.1 12.1

Tidak 51 87.9 87.9 100.0


(4)

e.

Berat jenis darah pada jantung kanan dan kiri

Berat jenis darah pd jantung

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidak dilakukan

pemeriksaan

58 100.0 100.0 100.0

f.

Diatome

Diatome

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 1 1.7 1.7 1.7

Tidak dilakukan pemeriksaan

57 98.3 98.3 100.0

Total 58 100.0 100.0

g.

Tanda asfiksia

Tanda asfiksia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 47 81.0 81.0 81.0

Tidak 11 19.0 19.0 100.0


(5)

h.

Mushroom-like mass

Mushroom-like mass

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 11 19.0 19.0 19.0

Tidak 47 81.0 81.0 100.0

Total 58 100.0 100.0

i.

Pembusukan

Pembusukan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sudah terjadi 35 60.3 60.3 60.3

Belum terjadi 23 39.7 39.7 100.0


(6)

Lampiran 7

Time Tabel

Waktu

Kegiatan

Februari – Maret

Pengajuan dan penentuan judul

Maret – Mei

Penyusunan proposal

Mei

Seminar proposal

Juni – Juli

Mengumpulkan data penelitian

Agustus - November

Menganalisa data dan melakukan

pembahasan