“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya At Taurat bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga
dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka pun ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan hak kisas nya, Maka melepaskan hak itu menjadi penebus
dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”.
QS. Al- Maidah 5: 45.
Islam adalah agama yang selalu menginginkan tegaknya kontruksi dan sistem kehidupan sosial yang adil, sejahtra, aman dan menghormati martabat
manusia di satu sisi dan tidak mentoleransi segala bentuk perendahan martabat manusia apapun dengan alasan apapun di sisi lain.
28
D. HAM PERSPEKTIF BARAT
Hak Asasi Manusia HAM pada awalnya merupakan terjemahan dari kata droits de I’homme
Perancis, yang terjemahan harfiahnya ialah hak-hak manusia. Yaitu suatu hak-hak manusia dan warga negara yang dikeluarkan di Prancis
dalam tahun 1789 sewaktu berlangsung revolusi negeri itu. Pernyataan ini lalu digunakan pula oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang didalam bahasa Inggrisnya
disebut pada mulanya dengan istilah fundamental human right, kemudian disingkat dengan Humamn Right saja. Didalam kamus Besar Bahasa Indonesia,
“Hak asasi diartikan sebagai hak dasar atau hak pokok seperti hak hidup dan hak mendapatkan perlindungan” KBBI, 1988:292. Hak-hak tersebut, menurut al-
28
Dalam surat al-Imran ayat 103 dan 104, dikatakan bahwa sesungguhnya Islam mengajarkan umatnya untuk berlaku adil, bersatu, berbuat, dan saling menghargai.
Maududi, bukanlah pemberiaan siapa-siapa tapi adalah pemberian Tuhan kepada seseorang sejak ia terlahir ke alam dunia.
29
Menurut Jan Materson dari komisi HAM PBB, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa hak-hak tersebut manusia
mustahil dapat hidup sebagi manusia. Pengertian tersebut terdapat dalam taching human right yang merumuskan HAM dengan pengertian, “Human Right Could
be generally defined as those right which are inharent in our nature and without which cannot live as human being”.
Selanjutnya Jhon Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak- hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta, sebagai hak yang
kodrati. Oleh karenanya, tidak ada kekuasaan apapun didunia yang tidak mencabutnya. Hak ini sifatnya sangat mendasar pundamental bagi hidup dan
kehidupan manusia dan merupakan hal kodrati yang tidak bisa terlepas dari dalam kehidupan manusia.
30
Berdasarkan beberapa pengertian HAM diatas, diperoleh suatu kesimpulan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugrah dari Allah yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara.
29
Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam, Menyingkap Persamaan dan Perbedaan Antara Islam dan Barat,
Jakarta: Salemba Diniyah, 2003, Cet. Ke-1, Kata Pengantar, h. XVii
30
Dede Rosyada, etal, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE Asia Foundation dan Prenada Media, 2003, eet. Ke-1,h 200
Dan HAM ini berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial dan bangsa.
Konsepsi HAM di kalangan sejarawan Eropa tumbuh dari konsep hak right pada Yurisprudensi Romawi, kemudian meluas pada etika via teori hukum
alam natural law. Tentang hal ini, Robert Audi mengatakan: “Secara ringkas menggambarkan kronologis konseptualisasi penegakan HAM yang diakui secara
yuridis-formal. Perkembangan berikut juga menggambarkan pertumbuhan kesadaran pada masyarakat Barat.
31
Tonggak-tonggak sosialisasinya adalah sebagai berikut: Pertama, dimulai, yang paling dini, oleh munculnya “Perjanjian
Agung” Magna Charta di Inggris pada 15 Juni 1215, sebagai bagian dari pemberontakan para buron terhadap Raja Jhon saudara raja Richard berhati
singa, seorang pemimpin tenrtara salib. Isi pokok dokumen itu ialah hendaknya raja tak melakukan pelanggaran terhadap hak milik dan kebebasan pribadi
seorang pun dari rakyat sebenarnya cukup ironis bahwa pendorong
31
Konsep HAM dan demokratisasi sebenarnya pertama-tama muncul bukan sebagai reaksi atas absolutisme negara melainkan sebagai akibat logis dari lahirnya negara-negara kebangsaan. Sperti
diketahuai pada abad-abad pertengahan kekuasaan raja itu selalu dikaitkan dengan teori ke-Tuhan-an sehingga raja yang berkuasa itu mempunyai kekuasaan absolut untuk memerintah berdasar kekuasaan
Tuhan, bahkan ada juga yang mengaku dirinya sebagai Tuhan. Tetapi, ketika kemudian muncul pertanyaan Paus Gregosius VII di dalam Dicattus Papae 1075 M bahwa kekuasaan Tuhan itu yang
tertinggi ada pada gereja dengan Paus dan para Pendetanya, sedangkan kekuasaan raja terbatas pada soal-soal duniawi yang itu pun berada di bawah gereja maka raja kehilangan dasar legitimasi.. Yang
terjadi di sini adalah pertarungan antara kekuasaan raja dan kebebasan rakyat. Kemudian muncul teori kedaulatan rakyat yang menjadi alternatif atas terjadinya sekularisasi. Di dalam teori ini dikatakan
bahwa raja atau pemerintah itu berkuasa bukan karena Tuhan melainkan karena social contrec di mana rakyat meresidukan sebagai HAM-nya untuk diurus oleh raja demi kepentingan bersama. Akhirnya,
raja hanya menerima residu berdasarkan UUD. Bukan sebaliknya malah UUD yang meresidukan kekuasaan raja untuk rakyat. Lihat lebih lanjut Moh. Mahfud MD, “Undang-Undang Politik,
Keormasan, dan instrumentasi Hak Asasi Manusia”, dalam Jurnal Hukum Ius Quia Instum Yogyakarta: UII Press No.10 Vol 5, 1998, hlm. 23.
pemberontakan para baron itu sendiri antara lain ialah dikenakannya pajak yang sangat besar, dan dipaksakannya para baron untuk membolehkan anak-anak
perempuan mereka kawin dengan rakyat biasa.
32
Setiap kali menyebut hak-hak asasi manusia, dengan sendirinya rujukan yang paling buku ialah UDHRDUHAM. Ini wajar dan merupakan keharusan,
karena UDHR merupakan puncak konseptualisasi manusia sejagat yang menyatakan dukungan dan pengakuan yang tegas tentang hak asasi manusia.
UDHRDUHAM 1948 bersifat tidak mengikat ppara anggota PBB, tergantung pada kemauan negara-negara itu sendiri apakah akan memuatnya dalam
perundang-undangan atau tidak. Begitupun UDHRDUHAM dipandang sebagai puncak konseptualisasi HAM sejagat, apa yang tertuang di dalamnya dilihat dari
perspektif perkembangan generasi HAM adalah termasuk ke dalam generasi pertama dari empat generasi HAM yang ada.
33
Cirinya yang terpenting adalah bahwa pengertian HAM hanya terbatas pada bidang hukum dan politik. Sangat
wajar dikarenakan beberapa hal, yakni realitas politik global pasca-Perang Dunia ke-II, dan adanya keinginan kuat negara-negara baru untuk menciptakan tertib
hukum dan politik yang baru.
32
Pasal 21 Magna Charta mengatakan, “Earls and barons shall be fined their equal and only in proportion to the measure of the offence”
para Pangeran dan Baron akan dihukum [didenda] berdasarkan atas kesamaan dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya. Pasal 40 juga
mengatakan ..tidak seorangpun menghendaki kita mengingkari atau menunda tegaknya hak atau keadilan. Lihat Tim ICCE UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,
Jakarta: Prenada Media, 2003,Cet Ke-2, h;m. 202-203.
33
Tim ICCE UIN Jakarta, h. 204-205
Generasi HAM kedua menyesal pada keinginan yang kuat masyarakat global untuk memberikan kepastian terhadap masa depan HAM yang melebar
pada aspek sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Dalam Sidang Umum PBB 16 Desember 1966 kemudian dirumuskan dua buah covenant persetujuan, yakni
International Covenant on Economic, Social and Cultural Right,
34
dan International Covenant on Civil and Political Right
Kovenan ini terdiri 5 buah dan 53 pasal.
Perkembangan pemikiran HAM juga mengalami peningkatan ke arah kesatupaduan antara hak-hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dalam
“satu keranjang” yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan the Rightof Fevelopment
. Inilah generasi HAM ketiga. Sebagai sebuah proses dialektika, pemikiran HAM akhirnya memasuki
tahap penyemurnaan sampai munculnya generasi HAM ke empat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan yang terfokus
pada pembangunan ekonomi, sehingga menimbulkan dampak negatif seperti diabaikannya berbagai aspek kesejahtraan rakyat. Munculnya generasi keempat
HAM ini dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983
34
Kovenan ini terdiri dari 4 bab dan 31 pasal. Di Pasal 1 ditegaskan bahwa, “All peoples have the right of self-determination. By virtue of that right they determine their political status and freely
pursue their economic, social and cultural development”.
melahirkan deklarasi HAM yang dikenal dengan declaration of the Basic Duties of Asia People and Government.
35
35
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia. h. 53-54
BAB III HAK-HAK PRAMUWISMA YANG BELUM MENDAPATKAN