Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dilahirkan dan diciptakan Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial yang selalu hidup bermasyarakat, tidak seorangpun sanggup hidup seorang diri tanpa bantuan orang lain. Hal ini merupakan kenyataan yang bersifat kekal dan berlaku Universal, tetap berlangsung selama manusia hidup dan berlaku diseluruh dunia. Setiap orang memerlukan penghasilan agar ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sehari-hari seperti sandang, pangan dan papan serta kebutuhan-kebutuhan yang lainnya yang tidak terbatas, untuk memperoleh hal tersebut ia harus bekerja. 1 Makna bekerja ditinjau dari segi kemasyarakatan adalah melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa guna memuaskan kebutuhan masyarakat. 2 Seseorang yang tidak mempunyai modal atau penghasilan mengharapkan pekerjaan dari orang lain yang dapat memberikan penghasilan kepadanya, sehingga ia dapat memenuhi kehidupan dan keluarganya sehari-hari, dipihak lain 1 Ridwan Halim dan Sri Subiandini Gultom, Sari Hukum Perburuhan Aktual, Jakarta: Pradnya Paramita, 1987, Cet Ke I, hal.1. 2 Djumadi, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: PT, Raja Grafindo Persada, 1995, Edisi ke-2, cet. Ke-3, hal 1. 1 2 seseorang memiliki modal tetapi ia tidak mampu atau tidak mempunyai kesempatan melakukannya sendiri dalam hal ini ia memerlukan orang lain untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dengan adanya saling membutuhkan akan timbal balik suatu hubungan, yaitu hubungan hukum lahir karena adanya hubungan kerja antara buruh dan majikan. 3 Majikan berhak atas hasil pekerjaan sedangkan buruh berhak mendapatkan upah hasil kerjanya. 4 Namun persoalannya, karena semua UU secara eksplisit menyebutkan istilah Pramuwisma sebagai pekerja, sehingga dalam implementasi, tetap saja Pramuwisma dianggap bukan sebagai pekerja yang masuk dalam wilayah perlindungan hukum perburuhan. Akibatnya sering terjadi pelanggaran hukum perburuhan sebagai berikut : adanya penyalahgunaan perjanjian kerja misal: secara lisan dipekerjakan sebagai Pramuwisma namun ternyata dijadikan pekerja seks, tidak adanya mekanisme dan sistem kerja yang jelas upah, jam kerja dll, upah yang tidak dibayar, upah yang rendah, jam kerja yang panjang dapat dikatakan sebagai kerja paksa dan merupakan bentuk eksploitasi serta adanya kondisi kerja yang membahayakan tanpa perlindungan, tidak adanya jaminan kesehatan, kematian, kecelakaan jaminan hari tua dan lain-lain. 5 3 Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: Pradya Paramita, 1985, hal.1 4 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan , Jakarta: 1985, ttc. hal 52. 5 Apiknetcentrin.net.id , “Kertas Posisi Usulan Revisi PERDA DKI JAKARTA NO. 6 Thn 1993 Tentang Pramuwisma”. 3 Secara umum keberadaan Pekerja Rumah Tangga PRT di Indonesia kurang mendapat penghargaan sehingga tidak mendapatkan perlindungan baik hukum maupun sosial secara layak. Padahal, sebagai pelaku kerja kerumah tanggaan mereka memiliki peran reproduktif sekaligus produktif yang penting dalam suatu keluargarumah tangga. Akibatnya mereka rentan menghadapi berbagai bentuk kekerasan fisik, seksual, psikis dan ekonomis. Karena adanya ketimpangan kelas dan relasi kekuasaan, sangat jarang PRT yang mampu melawan kekerasan yang mereka hadapi. Penindasan hak-hak PRT sebagai pekerja, tindakan semena-mena yang memperlakukan PRT bukan sebagai manusia merupakan manifestasi dari praktek perbudakan domestik domestic slavery. Dalam praktek ini, terjadi eksploitasi dan pemaksaan kerja terhadap PRT. Bukan hanya di Indonesia, praktek perbudakan domestik ini telah dan terus menjadi fenomena global. Hampir setiap hari media masa baik cetak maupun elektronik memberitahukan kasus-kasus penganiayaan yang dilakukan majikan terhadap PRT-nya, dari yang luka ringan, babak belur hingga ada yang menyebabkan kematian, dan secara faktual sebagai PRT adalah perempuan termasuk anak perempuan dibawah umur 18 tahun. Hingga kini belum ada data-data yang pasti mengenai kondisi PRT baik dari segi kuantitas maupun aspek lainnya di daerah DKI Jakarta. Estimasi penelitian Unika Atmajaya dan ILO-IPEC melalui rapid assessment memperkirakan jumlah Pramuwisma di Jakarta 1,4 juta dan 55 diantaranya 4 adalah PRT anak atau sekitar 600.00 1995. Rapid assessment tersebut menggunakan asumsi 50 rumah tangga di Jakarta menggunakan Pramuwisma. Satu-satunya peraturan yang mengeksplisitkan PRT sebagai pekerja terdapat dalam PERDA No. 061993 yang menyatakan Pramuwisma adalah tenaga kerja PRT yang melakukan pekerjaan rumah tangga dengan menerima upah, dan lebih jelas lagi dilihat dari lembaga yang mengatur masalah PRT yaitu Dinas Tenaga Kerja dibantu oleh Tim Penyelesaian Perselisihan PRT. Berdasarkan ketentuan ini, maka dapat ditegaskan bahwa hubungan kerja antara PRT dengan majikannya Pengguna jasa adalah hubungan kerja yang formal dan kontraktual. Pada kenyataannya, tempat kerja PRT di ranah domestik merupakan wilayah kerja yang rentan terhadap pelanggaran HAM, terutama pada Perempuan dan anak dibawah umur, dari berbagai kasus yang diterima media, kasus-kasus kekerasan karena diskriminasi jenis kelamin sering sekali berkaitan dengan masalah upah yang rendah, ketidak jelasan waktu istirahat, beban kerja yang berlebihan dan sebagainya. 6 Bahwa manusia dalam HAM dan Hukum Islam adalah mahluk yang mulia apapun jenis kelaminnya, agama, etnis dan warna kulitnya atau yang lainnya, memiliki hak-hak yang sama yang harus dilindungi, dihormati dan dijunjung tinggi. Agama Islam menganggap bahwa manusia itu sama dan merupakan anak 6 Estu R.F. dan Veronika, Wajah Perempuan Pekerja Rumah Tangga, LBH APIK, Jakarta: 2003, Edisi ke 22, hal 6. 5 keturunan dari Nenek moyang yang sama 7 . Namun dalam realitas kehidupan sekarang ini, hak-hak dan nasib PRT sangatlah berbeda jauh dengan apa yang diharapkan, penulis menjadi tertarik untuk membahas persoalan ini di dalam skripsi, yang berjudul, “APLIKASI PERDA NO 6 TAHUN 1993 TENTANG HAK-HAK PRAMUWISMA DI JAKARTA. Perspektif Hukum Islam dan HAM”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.