9
tentang kadar maharnya suami yang meninggal sebelum bersetubuh bukan fokus pada hadis Nabi Muhammad saw yang memberikan pedoman
tentang mahar tersebut secara luas.
Dari keempat skripsi di atas, penulis masih menemukan ruang untuk membahas tentang mahar dalam perspektif hadis yang banyak memberikan
alternatif tentang mahar yang akan diberikan suami kepada calon istrinya.
E. Metodologi Penelitian
Dalam pengumpulan data, sering digunakan dua macam penelitian, yaitu penelitian kepustakaan Library research dan penelitian lapangan Field
Research. Untuk permasalah tersebut di atas, metode yang penulis gunakan adalah metode penelitian kepustakaan Library Research, artinya data-data
berasal dari sumber-sumber kepustakaan baik berupa buku-buku, jurnal, ensklopedia dan sebagainya, yang termasuk dalam data primer, seperti kitab-
kitab hadis, kitab rijal al-Hadis maupun skunder, seperti buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang di kaji dalam skripsi ini. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan informasi secara lengkap serta untuk menentukan kesimpulan yang akan diambil sebagai langkah penting.
F. Sistematika Penulisan
Dengan melihat tujuan untuk membuat dan mempertahankan karya ilmiah yang sistematis serta memudahkan dan enak untuk dibaca, kajian ini disusun dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:
10
Bab I, Pendahuluan. Didalamnya bab ini berisi uraian tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
Kajian Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan
Bab II, Mahar dan Permasalahannya. Berisi
pemahaman tentang
pengertian mahar, macam dan syarat-syaratnya, Eksistensi Mahar Dalam Perkawinan yang
mengupas tentang Pengertian Mahar dan Dasar Hukumnya, Syarat Sah Mahar, Pelaksanaan Pemberian Mahar, dan Hikmah Mahar
Bab III, Hadis- hadis mengenai mahar yang berkenaan dengan mahar, diikuti teks
dan terjemahannya, asbabul wurud, Bentuk Mahar, Macam-macam Mahar dalam Hadis
Bab IV , Pembahasan ini penulis mengupas tentang Mahar Menurut Ulama Secara
Umum disertai Analis
Bab V, Penutup. Berisi kesimpulan, usul dan saran. Kesimpulan merupakan poin-
poin penting hasil penelitian yang sekaligus merupakan jawaban terhadap masalah.
11
BAB II MAHAR DAN PERMASALAHANNYA
A. Pengertian Mahar
Secara etimologi mahar adalah masdar dari kata م
- -
م yang
berarti maskawin.
12
Mahar yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan sebutan maskawin, dalam Al-
Qur‟an disebut dengan beberapa istilah, yaitu: 1.
Ujr, jamak dari kata ajrum, yang artinya ganjaran atau hadiah, terdapat dalam Al-
Qur‟an
Artinya: Dan diharamkan juga kamu mengawini wanita yang bersuami, kecuali
budak-budak yang kamu miliki Allah telah menetapkan hukum itu sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang
demikianyaitu mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati campuri di
antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya dengan sempurna, sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap
sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
12
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1989, Cet. Ke-I, h. 431
13
An-Nisa Ayat 24
12
Artinya: Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik.makanan sembelihan
orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. dan Dihalalkan mangawini wanita yang
menjaga kehormatan, diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita- wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al
kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak pula
menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman tidak menerima hukum-hukum Islam Maka hapuslah amalannya dan ia
di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.
2. Saduqat, jamak dari kata Saduqah,yang artinya pemberian yang tulis,
terdapat dalam Al- Qur‟an surat an-Nisa: 4
Artinya: Berikanlah maskawin mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan.Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka
makanlah ambillah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.
Dan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi SAW yang selalu
membeikan mahar kepada istri-istri beliau saat menikah
15
3. Faridah, yang artinya sesuatu yang di wajibkan atau suatu bagian yang
ditetapkan, terdapat dalam al- Qur‟an surat al-baqarah: 236.
16
14
Qs. Al- Maidah: 5
15
Saleh al-Fauzan, Al-Mulakhkhasul Fiqhi, Jakarta: Gema Insani, 2006, Cet ke-I, h. 672
16
Humaidi Tatapangarsa, Hak dan Kewajiab Suami Istri Menurut Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1993, Cet ke-I, h. 12
13
Artinya: Tidak ada kewajiban membayar mahar atas kamu, jika kamu
menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya.dan hendaklah kamu berikan
suatu pemberian kepada mereka. orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya pula,
Yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.
Berdasarkan keterangan yang terdapat dalam Al- Qur‟an, dapat
dirumuskan bahwa mahar itu ialah suatu pemberian wajib dari suami kepada istri sebagai hadiah yang tulus berkenaan dengan pernikahan antar keduanya,
yang sudah ditetapkan melalui al- Qur‟an, as-Sunah dan I‟jma,
17
diberlakukan dalam praktik dan suadah dikenal di kalangan khusus maupun umum dari
putra-putra muslim, sehingga mahar termasuk sesuatu yang sudah diketahui pasti sebagai ajaran agama.
Pemberian mahar adalah salah satu yang disyariatkan oleh ajaran agama Islam. Sebagaimana lamaran, maka mahar pun diberikan oleh pihak
laki-laki kepada pihak perempuan, pihak laki-lakilah yang datang ke wanita untuk meminangnya dan mengungkapkan rasa cintanya, serta untuk
menegaskan ketulusan, dan menarik perhatiannya, maka laki-laki perlu memberikan sesuatu sebagai bukti ketulusan hati, inilah yang dikenal dengan
sebutan mahar.
17
Humaidi Tatapangsara, h. 13
14
Nihlah yang berasal dari rumpun kata an-Nahl mempunyai arti yang sama dengan mahar, dalam Tafsir Al-Azhar dimaknai sebagai lebah. Lebah
diibaratkan sebagai seorang laki-laki yang mencari harta yang halal, laksana seekor lebah mencari kembang, yang kelak akan menjadi madu manisan
le bah,‟ dari hasil jerih payah itulah, yang nantinya akan di berikan kepada
calon istri sebagi pertanda ketulusan.
18
Mahar bukan hanya sejumlah uang, harta dan barang-barang lainnya, sebagaimana lahirnya, tetapi mahar adalah suatu pertanda kebenaran dan
kesungguhan cinta seorang laki-laki, kerena itulah mahar juga dinamakan dengan shidaq kebenaran. Wanita tidak menjual dirinya dengan mahar,
tetapi dengan sarana ini ia dapat mengetahui ketulusan hati seorang laki-laki, yang mampu menciptakan sebuah sarana yang sesuai bagi wanita agara wanita
tersebut dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Inilah salah satu falsafah mahar.
19
Jadi makna mahar dalam sebuah pernikahan, lebih dekat kepada syariat agama dalam rangka menjaga kemuliaan peristiwa nan suci, pemberian
mahar merupakan ungkapan tanggung jawab kepada Allah SWT sebagai Asy- Syari
‟ pembuat aturan, dan kepada wanita yang akan dinikahi, sebagai teman hidup dalam meniti kehidupan rumah tangga.
20
B. Dasar Hukum Mahar