1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadis adalah referensi kedua dalam ajaran Islam setelah al-Qur ‟an.
Hadis yang dijadikan sebagai sumber kedua dalam Islam sering kali dipergunakan untuk memecahkan persoalan yang muncul dalam berbagai
aspek kehidupan, oleh karena itu Hadis Nabi SAW memiliki fungsi penting dalam kaitannya dengan Al-
Qur‟an, yaitu sebagai penjelas dan penjabar Al- Qur‟an dalam segala masalah termasuk pernikahan.
1
Pernikahan merupakan salah satu dari sunah Rasul, ia diartikan sebagai sebuah ikatan dan perjanjian antara suami isteri yang mengharuskan masing-
masing pihak mentaati semua kewajibannya, demi memenuhi hak pihak lain. Ketika Allah SWT mewajibkan suami menyerahkan mahar kepada isteri, agar
suami menghayati kemuliaan dan kehormatan isteri, maka Allah SWT memerintahkannya agar mahar diberikan sebagai pemberian atau hibah yang
bersifat suka rela.
2
Pernikahan memerlukan materi, namun itu bukanlah segala-galanya, karena agungnya pernikahan tidak bisa dibandingkan dengan materi.
Janganlah hanya karena materi, menjadi penghalang bagi saudara kita untuk meraih kebaikan dengan menikah. Yang jelas ia adalah seorang calon suami
yang taat beragama, dan mampu menghidupi keluarganya kelak. Sebab
1
Hasbi As-Siddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1998, Cet. Ke-8, h. 179
2
M. Ali al-Syabuni, Al-Jawadj al-Islami al-Mubakkir, Penerjemah: M. Nurdin, Kawinlah Selagi Muda: Cara Sehat Menjaga Kesucian Diri, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2000, Cet.
Ke-I, h. 83
2
pernikahan bertujuan menyelamatkan manusia dari prilaku yang keji zina, dan mengembangkan keturunan yang menegangakan tauhid di atas muka
bumi ini. Pernikahan merupakan suatu kontrak sosial antar seseorang laki-laki
dan perempuan untuk hidup bersama tanpa di batasi oleh waktu tertentu. Dalam Islam, pemberian maskawin merupakan kewajiban yang harus dibayar
oleh seorang laki-laki yang menyatakan kesediaannya untuk menjadi suami dari seorang perempuan.
Mahar merupakan hak murni perempuan yang disyariat‟kan untuk memberikan kepada perempuan sebagai ungkapan keinginan pria terhadap
perempuan tersebut, dan sebagai salah satu tanda kecintaan dan kasih sayang calon suami kepada calon istri, dan suatu pemberian wajib sebagai bentuk
penghargaan calon suami kepada calon istri yang dilamar, serta sebagai simbol untuk memuliakan, menghormati dan membahagiakan perempuan
yang akan menjadi istrinya
3
Sebagaimana Allah berfirman dalam Al- Qur‟an
surah an- Nisa‟ 4 ayat 4:
Artinya:
“Dan berikanlah maskawin mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
4
Ayat di atas menjelaskan, bahwa hendaklah kalian memberikan mahar kepada wanita yang akan kalian nikahi sebagai satu pemberian yang bersifat
3
Syeikh Shalih bin Ghanim, al-Sadlan, Seputar Pernikahan, Jakarta: Darul Haq, 2002, cet. I, h. 27
4
Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Terjemahannya,Semarang: Toha Putra,1989,
h. 115
3
suka rela. Dan kalau mereka memberikan kembali sebagian dari maharnya kepadamu, maka kalian boleh mengembilnya, tanpa kalian menanggung dosa
karenannya. Jadi, mahar disini harus ada dalam suatu pernikahan. Tujuan pemberiannya adalah untuk melanggengkan dan memperkuat ikatan tali cinta
kasih pasangan
suami istri
serta membantu
meringankan biaya
penyelenggaraan pernikahan.
5
Dalam Ensiklopedi Islam Al-Kamil, mahar merupakan hak bagi perempuan dan kewajiaban suami untuk membayarnya, sebagai penghalal atas
kehormatannya. Dan menjadikan menjadikan mahar sebagai kewajiban bagi suami untuk menghormati perempuan dengan memberikan mahar tersebut.
Sebagai perintah atas eksitensi perempuan, syiar bagi kedudukannya dan sebagai ganti atas sksual dengannya. Serta untuk menyenangkan hatinya dan
kerelaan atas tanggung jawab laki-laki suami kepadanya.
6
Sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa mahar dalam perkawinan tidak termasuk dalam rukum dan bukan syarat sahnya aqad nikah karena
menghilangkan mahar dengan sengaja tidak mempengaruhi batalnya perkawinan.
7
Pendapat Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur penganutnya dengan berbagai aturan di semua aspek, termasuk aspek mahar
dalam perkawinan. Ketika membicarakan masalah perkawinan, banyak hal yang harus diperhatikan antara lain adalah mahar, karena salah satu hubungan
Islam yang timbul dari sebab perkawinan adalah kewajiabn calon suami untuk mengeluarkan sejumlah kekayaan kepada isterinya yang disebut mahar.
5
M. Ali al-Syabuni, Al- Jawadj al-Islami al-Mubakkir, h. 87-88
6
Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tawaijiri, Ensiklopedia Al-Kamil, penyunting, team Darus Sunnah, Cet. 4, Jakarta, 2008, h. 1005-1006
7
Yusuf Hamid Al-Amin, Muqashid Al- A‟mmah Al-Syari‟ah Al-Islami, Khurtum: Dar Al-
Sudaniyah, t.t, h. 427
4
Jadi, mahar yang dimaksud ialah merupakan syariat Islam yang diwajibkan bagi pemuda yang hendak menikahi seorang wanita, Sebagai
pernyataan kasih sayang dan tanggung jawab suami atas kesejahteraan keluarganya.
8
Mahar juga berfungsi sebagai tanda ketulusan niat dari calon suami untuk membina suatu kehidupan berumah tangga bersama calon
istrinya.
9
Pada kenyataannya, terutama pada kalangan masyarakat awam sebagian masih banyak yang belum mengerti hakikat dari pemberian
maskawin. Mereka beranggapan maskawin atau mahar hanyalah pelengkap sebuah ritual akad nikah semata, kendati mereka menganggap hal ini wajib
atau harus diadakan. Dengan demikian, tak sedikit orang membedakan antara maskawin
atau mahar dengan bawaan gawan, istilah jawa. Jika maskawin diberikan oleh seorang laki-laki kepada seorang perempuan yang akan di nikahinya,
maka gawan juga diberikan sebagaimana halnya maskawin, tetapi sudah menjadi kebiasaan atau tradisi bahwa gawan bisa kembali atau selayaknya,
jika dikemudian hari terpaksa harus berpisah atau bercerai. Dari dua jenis pemberian ini menjadikan mahar seolah tidak begitu
penting, karena mahar ini menjadi hak penuh istri, yang tidak ada harapan untuk diambil kembali oleh laki-laki yang menikahinya. Sehingga dengan
adanya pemahaman seperti ini, tak jarang mahar diberikan hanya bentuk dan rupa sedikit saja dari harta yang ia punya, sebagai kebiasaan yang perlu
8
Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, suatu Studi Perbandingan dalam Kalangan Ahlus-Sunnah dan Negara-negara Islam, Jakarta: Bulan Bintang, cet Ke-I, h. 219
9
Syamsuddin Muhammad bin Abi Abbas, Nihyah Al-Muhtaj, Mesir: Musthafa Al-Baby Al-Halaby, 1938, Juz 6 h. 238
5
dikritisi, mayoritas mereka menjadikan seperangkat peralatan shalat bagi perempuan untuk menjadi mahar, semestinya untuk gawan, ia lebih besar dari
mahar, misalnya emas 10 gram. Hal ini yang harus diluruskan untuk lebih bisa menjadikan arti sebuah
pernikahan yang bertanggungjawab bisa tercapai, jadi bukan sekedar kontrak sosial tanpa makna, karena hakikat pernikahan adalah untuk bisa hidup
bersama sebagai satu kesatuan yang utuh, yang di dalamnya harus saling melengkapi, saling memberi dan menerima.
Mahar disini sangatlah penting, karena mahar bisa menjadikan keluarga berceraiberainya sebuah pernikahan. Memberikan mahar juga harus
adil, agar keluarga tidak hancur berantakan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw dalam hadisnya:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan
kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad telah menceritakan kepadaku Yazid bin Abdullah bin Usamah bin Mahdi. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah
menceritakan kepadaku Muhammad bin Abi Umar Al-Makki sedangkan lafazhnyadari dia, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz Abdurrahman
bahwa dia berkata; Saya pernah bertanya kepada „Aisyah, shallallahu „alaihi wasallam; Berapakah maskawin Rasulallah shallallahu „alaihi wasalam? Dia
menjawab; mahar beliau terhadap para istrinya adalah dua belas uqiyah dan satu nasy.Tahukah kamu, berapakah satu nasy itu?Abu Salamah berkata; Saya
menjawab; Tidak. „Aisyah berkata ; setengah uqiyah, jumlahnya sama dengan lima ratus dirham. Demikianlah maskawin Rasulallah shallallahu „alaihi
6
wasallam untuk masing-masing istri beliau.
10
Persoalan maskawin atau mahar jauh berbeda dengan keadaan atau tradisi yang berlaku di luar ajaran Islam.Mahar dalam Islam merupakan
pemberian dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan dalam perkawinan.Kemudian mahar menjadi milik mempelai itu sendiri, bukan milik
siapa pun selain istri. Islam telah mengangkat derajat perempuan, karena mahar itu diberikan sebagai tanda penghormatan kepada kaum hawa.
11
Keadaan dan kondisi tersebut menurut hemat penulis sangatlah menarik untuk diangkat kepermukaan dalam bentuk tulisan atas pertimbangan
dan alasan diatas mengilhami penulis untuk menyusun skripsi ini dengan judul:
“Mahar Dalam Perspektif Hadis” B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis menjelaskan penelitian terhadap kajian tentang tinjauan hukum Islam tentang mahar.
2. Perumusan Masalah
Bagaimana pemahaman masyarakat tentang pelaksanaan mahar yang disyariatkan agama Muslim?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian