BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Auditor adalah pihak yang diyakini berperan sebagai pengontrol dan penjaga kepentingan publik dibidang yang terkait dengan keuangan. Auditor
bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari
salah saji material baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Sebagai seorang ahli, auditor harus memiliki kemampuan yang memadai
tentang teknik – teknik audit dan memahami kriteria yang digunakan. Hal ini dapat diperoleh melalui pendidikan baik secara formal maupun informal, serta
pengalaman dalam melakukan audit. Meningkatnya persaingan saat ini membuat para akuntan publik menjadi
lebih sulit berperilaku secara profesional, dan membuat banyak kantor akuntan publik lebih berkepentingan untuk mempertahankan klien dan laba yang besar.
Banyak kantor akuntan publik telah menerapkan falsafat dan praktik yang sering disebut sebagai praktik bisnis yang disempurnakan. Pada saat ini kebutuhan akan
etika cukup penting, karena dengan beretika semuanya akan berjalan secara teratur.
Kasus ENRON, sebuah perusahaan raksasa di AS melakukan skandal yang menghebohkan dunia karena berkolusi dengan KAP Arthur Andersen, kecaman
masyarakat terhadap profesi auditor mengalir dengan derasnya. Kepercayaan
masyarakat AS khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya terhadap profesi di bidang jasa publik ini semakin merosot. Di balik kecurangan atau
kebodohan publik yang dilakukan oleh perusahaan raksasa Amerika yaitu ENRON. Sangat ironis sebuah perusahaan beromzet US 100 miliar sekonyong
– konyong kolaps dan harus menanggung rugi tak kurang dari 50 miliar. Harga sahamnya terjungkal hingga tinggal seperduaratusnya. Simpanan dana pensiun
1 miliar milik 7.500 karyawan amblas karena manajemen ENRON menanamkan dana tabungan karyawan itu untuk membeli sahamnya sendiri. Pelaku pasar
modal kehilangan 32 miliar. Inilah sebuah rekor kebangkrutan bisnis terburuk di Amerika sepanjang sejarah. Ironisnya, tragedi ini justru terjadi di negeri yang
otoritas pasar modalnya sangat ketat menerapkan standar transparasi dan pembeberan disclosure bagi perusahaan publik.
Kontroversi demi kontroversi segera saja mengiringi proses penyelidikan sebab-sebab kebangkrutan itu. Pertama-tama, diketahui bahwa manajemen
Enron telah melakukan window dressing, memanipulasi angka-angka laporan keuangan agar kinerjanya tampak kinclong. Tak kepalang tanggung, pendapatan
di-mark-up dengan 600 juta, dan utangnya senilai 1,2 miliar disembunyikan dengan teknik off-balance sheet. Auditor Enron, Arthur Andersen kantor Huston,
dipersalahkan karena ikut membantu proses rekayasa keuangan tingkat tinggi itu. Manipulasi ini telah berlangsung bertahun-tahun, sampai Sherron Watskin, salah
satu eksekutif Enron yang tak tahan lagi terlibat dalam manipulasi itu, mulai melaporkan praktek tidak terpuji itu. Keberanian Watskin yang juga pernah
bekerja di Andersen inilah yang membuat semuanya menjadi terbuka.
Kontroversi lainnya adalah mundurnya beberapa eksekutif terkemuka Enron dan dipecatnya sejumlah partner Andersen. Terbongkar juga kisah pemusnahan
ribuan surat elektronik dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan audit Enron oleh petinggi di firma audit Arthur Andersen.
Kini, Arthur Andersen sedang berjuang keras menghadapi serangan bertubi-tubi, bahkan berbagai tuntutan di pengadilan. Diperkirakan tak kurang
dari 32 miliar, harus disediakan Arthur Andersen untuk dibayarkan kepada para pemegang saham Enron yang merasa dirugikan karena auditnya yang tidak
becus. Ratusan mantan karyawan yang marah juga sudah melayangkan gugatan kepada Andersen, yang tentu akan menambah beban Andersen. Di luar itu,
otoritas pasar modal dan hukum Amerika Serikat pasti akan memberi sanksi berat jika tuduhan malapraktek itu terbukti. Majalah Business Week mensinyalir
kecilnya peluang Arthur Andersen untuk bertahan karena beratnya risiko yang harus dihadapi akibat malapraktek itu.
Skandal Enron, tak bisa dimungkiri, merupakan kejahatan ekonomi multidisiplin. Segelintir penguasa informasi telah menipu banyak pihak yang
sangat awam tentang seluk-beluk transaksi keuangan perusahaan. Mereka terdiri dari para profesional-CEO, akuntan, auditor, pengacara, bankir, dan analis
keuangan yang telah mengkhianati tugas mulianya sebagai penjaga kepentingan publik yang tak berdosa. Meskipun bangkrutnya sebuah usaha menjadi
tanggung jawab banyak pihak, dalam kedudukannya sebagai auditor, tanggung jawab Arthur Andersen dalam kasus Enron sangatlah besar.
Berbeda dengan profesi lainnya, auditor independen bertanggung jawab memberikan assurance services. Sementara manajemen, dibantu oleh para
pengacara, penasihat keuangan, dan konsultan, menyajikan informasi keuangan, akuntan publik bertugas menilai apakah informasi keuangan itu dapat dipercaya
atau tidak. Laku tidaknya informasi tentang kinerja suatu perusahaan sangat bergantung pada hasil penilaian akuntan publik itu. Kata publik yang
menyertai akuntan menunjukkan bahwa otoritasnya diberikan oleh publik dan karena itu tanggung jawabnya pun kepada publik guarding public interest.
Sementara itu, kata wajar tanpa pengecualian, yang menjadi pendapat akuntan publik, mengandung makna bahwa informasi keuangan yang telah diauditnya
layak dipercaya, tidak mengandung keragu-raguan. Karena itu, dalam menjalankan audit, akuntan wajib mendeteksi kemungkinan kecurangan dan
kekeliruan yang material. Kalau saja auditor Enron bekerja dengan penuh kehati- hatian due professional care, niscaya manipulasi yang dilakukan manajemen
dapat dibongkar sejak dulu dan kerugian yang lebih besar dapat dicegah lebih dini. Buktinya, si pemberani Watskin dengan mudah dapat menemukan
manipulasi itu. Sebaliknya, hilangnya obyektivitas dan independensi dapat membuat
penglihatan auditor menjadi kabur. Penyimpangan irregularities dan kecurangan fraud akan dianggap sebagai kelaziman. Kegagalan untuk bersikap
obyektif dan independen sama artinya dengan hilangnya eksistensi profesi. Membenarkan, bahkan menutupi, perilaku manajemen yang manipulatif jelas-
jelas merupakan pengkhianatan terhadap tugas suci profesi akuntan publik. Karena itu, sangat wajar jika, dalam kasus Enron auditor paling dipersalahkan
karena telah gagal melindungi kepentingan publik. Respon masyarakat terhadap kasus ENRON dan KAP Arthur Andersen
yang terjadi di AS ini menunjukkan bahwa profesi Auditor Akuntan Publik memang sebuah industri keahlian dan kepercayaan. Sehingga, apabila
kepercayaan dilanggar maka reputasi juga akan menurun. Hal inilah yang menjadi tantangan besar bagi para auditor masa depan untuk bekerja sesuai
dengan etika profesi dan standar yang telah ditetapkan di tengah persaingan yang semakin ketat dalam industri jasa ini Majalah Auditor Edisi 35, 2008.
Dengan mematuhi kode etik profesional maka diharapkan profesi akuntan publik agar berprilaku pantas dan profesional serta melaksanakan audit beserta
jasa-jasa terkait dengan mutu tinggi. Selain itu seorang akuntan harus mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan menerapkan etika secara memadai
dalam pekerjaan profesionalnya dan melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi pelanggaran etika yang dilakukan
oleh para akuntan. Akuntan publik tidak dapat memihak, baik untuk kepentingan klien ataupun
pihak ketiga. Bukan hanya penting bagi akuntan publik untuk memelihara sikap mental independen dalam memenuhi tanggung jawab mereka, tetapi penting juga
bahwa pemakai laporan keuangan menaruh kepercayaan terhadap independensi
tersebut. Independensi dalam kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang melakukan auditnya Ubaidillah dan
Arafah, 2009. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari
profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan
dalam laporan keuangan Mulyadi dan Puradiredja, 1998:3. Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan
perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan.
Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia IAI, yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dimana standar umum merupakan
cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup
dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan
lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan yang diauditnya secara
keseluruhan. Selain standar audit, akuntan publik juga harus mematuhi kode etik profesi
yang mengatur perilaku akuntan publik dalam menjalankan praktik profesinya
baik dengan sesama anggota maupun dengan masyarakat umum. Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian
profesional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya.
Akuntan publik atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam
lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan tanggung jawab dari manajemen Agen untuk mengaudit laporan keuangan
perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini manajemen ingin supaya kinerjanya terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan terutama pemilik
prinsipal. Akan tetapi disisi lain, pemilik prinsipal menginginkan supaya auditor melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang
telah dibiayainya. Dari uraian di atas terlihat adanya suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemakai laporan keuangan Elfarini, 2007.
Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk
meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Untuk dapat meningkatkan sikap
profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, hendaknya para akuntan publik memiliki pengetahuan audit yang memadai serta dilengkapi
dengan pemahaman mengenai kode etik profesi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Herawaty dan Susanto 2008
menunjukkan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi
kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Semakin tinggi
tingkat profesionalisme akuntan publik pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan dan ketaatannya akan kode etik semakin baik pula pertimbangan
tingkat materialitasnya dalam melaksanakan audit laporan keuangan. Secara keseluruhan
dengan meningkatkan
profesionalisme akuntan
publik, memberikan pengetahuan yang memadai bagi akuntan publik dalam mendeteksi
kekeliruan dan meningkatkan rasa kepatuhan terhadap etika profesi dalam setiap pelaksanaan proses audit atas laporan keuangan dapat dihasilkan laporan
keuangan auditan yang berkualitas. Seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan
tidak semata–mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan. Untuk dapat
mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, akuntan publik dituntut untuk memiliki kompetensi yang
memadai. Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme,
akuntan publik juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya untuk mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap
pemeriksaan. Setiap akuntan publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia IAPI,
agar situasi penuh persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Selain itu, dalam perencanaan audit, akuntan publik harus mempertimbangkan masalah penetapan
tingkat risiko pengendalian yang direncanakan dan pertimbangan awal tingkat materialitas untuk pencapaian tujuan audit Herawaty dan Susanto, 2008.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka Skripsi ini diberi judul
“Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Keahlian Profesional terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi Studi Kasus
pada KAP di Wilayah Jakarta Selatan”.
B. Perumusan Masalah