Perumusan Masalah Landasan Teori 1. Kompetensi

tingkat risiko pengendalian yang direncanakan dan pertimbangan awal tingkat materialitas untuk pencapaian tujuan audit Herawaty dan Susanto, 2008. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka Skripsi ini diberi judul “Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Keahlian Profesional terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi Studi Kasus pada KAP di Wilayah Jakarta Selatan”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah kompentensi, independensi, dan keahlian profesional berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai veriabel moderasi ? 2. Apakah kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit ? 3. Apakah interaksi kompetensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit ? 4. Apakah independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit ? 5. Apakah interaksi independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit ? 6. Apakah keahlian profesional berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit ? 7. Apakah interaksi keahlian profesional dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui apakah kompetensi, independensi dan keahlian profesional berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. b. Untuk mengetahui apakah kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. c. Untuk mengetahui apakah interaksi kompetensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualias audit. d. Untuk mengetahui apakah independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. e. Untuk mengetahui apakah interaksi independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. f. Untuk mengetahui apakah keahlian profesional berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. g. Untuk mengetahui apakah interaksi keahlian profesional dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualiast audit. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut : a. Bagi Akademisi. Penelitian ini memberi bukti empiris tentang bagaimana pengaruh kompentensi, independensi, dan Keahlian Profesional terhadap kualitas audit. Selain itu dapat memperkaya bahan kajian atau referensi untuk penelitian yang akan datang. b. Bagi Perusahaan Penelitian ini akan menjadi masukkan dan bahan acuan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kualitas audit. c. Bagi Pihak Investor Penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan masukan dan acuan dalam melakukan analisis terhadap laporan keuangan untuk memperoleh informasi yang akan digunakan untuk mengembil keputusan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Kompetensi

Standar umum pertama SA seksi 210 dalam SPAP, 2001 menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga SA seksi 230 dalam SPAP, 2001 menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat dan seksama due professional care Elfarina, 2007. Lee dan Stone 1995 dalam Elfarina 2007, mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara objektif. Pendapat lain adalah dari Dreyfus dan Dreyfus 1986, mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian seseorang yang berperan secara berkelanjutan yang mana pergerakannya melalui proses pembelajaran, dari “ mengetahui sesuatu “ ke “ mengetahui bagaimana “. Seperti misalnya dari sekedar pengetahuan yang tergantung pada aturan tertentu kepada suatu pernyataan yang bersifat intuitif. Sedangkan Trotter 1986 dalam Saifuddin 2004 mendefinisikan bahwa seorang yang berkompeten adalah orang yang dengan ketrampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary 1983 dalam Lastanti 2005:88 mendefinisikan kompetensi adalah ketrampilan dari seorang ahli. Dimana ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat ketrampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Menurut Bedard 1986 dalam lastanti 2005:88 mengartikan keahlian atau kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Sementara itu dalam artikel yang sama, Shanteau 1987 mendefinisikan keahlian sebagai orang yang memiliki ketrampilan dan kemampuan pada derajad yang tinggi. Menurut kamus Kompetensi LOMA 1998 dalam Lasmahadi 2002 kompetensi didefinisikan sebagai aspek – aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek –aspek pribadi ini mencakup sifat, motif – motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Susanto 2000 definisi tentang kompetensi yang sering dipakai adalah karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi juga merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan- pekerjaan non-rutin. Definisi kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur dengan pengalaman Mayangsari, 2003. Menurut pendapat Murtanto 1998 dalam Alim dkk 2007 menunjukan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia terdiri atas : 1. komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman. Kamfer dan Ackerman 1989 juga mengatakan bahwa pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun dan memberikan kemajuan bagi pengetahuan. 2. Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerja sama. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi auditor adalah auditor yang dengan pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.

1.1 Pengetahuan

Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan pandangan mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks Meinhard et.al, 1987 dalam Harhinto, 2004:35. Seorang auditor harus memiliki pengetahuan umum untuk memahami entitas yang diaudit dan membantu pelaksanaan audit. Pengetahuan dasar ini meliputi kemampuan untuk melakukan review analitis, pengetahuan teori organisasi untuk memahami suatu organisasi, pengetahuan auditing, dan pengetahuan tentang sektor publik. Pengetahuan akuntansi mungkin akan membantu dalam mengolah angka dan data, namun karena audit kinerja tidak memfokuskan pada laporan keuangan maka pengetahuan akuntansi bukanlah syarat utama dalam melakukan audit Rai, 2008. Secara umum ada 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor Kusharyanti, 2003, yaitu: 1 Pengetahuan pengauditan umum, 2 Pengetahuan area fungsional, 3 Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru, 4 Pengetahuan mengenai industri khusus, 5 Pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Pengetahuan pengauditan umum seperti risiko audit, prosedur audit, dan lain-lain kebanyakan diperoleh di perguruan tinggi, sebagian dari pelatihan dan pengalaman. Untuk area fungsional seperti perpajakan dan pengauditan dengan komputer sebagian didapatkan dari pendidikan formal perguruan tinggi, sebagian besar dari pelatihan dan pengalaman. Demikian juga dengan isu akuntansi, auditor bisa mendapatkannya dari pelatihan profesional yang diselenggarakan secara berkelanjutan. Pengetahuan mengenai industri khusus dan hal-hal umum kebanyakan diperoleh dari pelatihan dan pengalaman.

1.2 Pengalaman

Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Menurut Tubbs 1992 dalam Mayangsari 2003 auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal: 1 Mendeteksi kesalahan, 2 Memahami kesalahan secara akurat, 3 Mencari penyebab kesalahan. Menurut Gibbins 1984 dalam Hernadianto 2002:25, pengalaman menciptakan struktur pengetahuan, yang terdiri atas suatu sistem dari pengetahuan yang sistemtis dan abstrak. Pengetahuan ini tersimpan dalam memori jangka panjang dan dibentuk dari lingkungan pengalaman langsung masa lalu. Singkat kata, teori ini menjelaskan bahwa melalui pengalaman auditor dapat memperoleh pengetahuan dan mengembangkan struktur pengetahuannya. Auditor yang berpengalaman akan memiliki lebih banyak pengetahuan dan struktur memori lebih baik dibandingkan auditor yang belum berpengalaman. Libby 1991 dalam Hernadianto 2002:26 mengatakan bahwa seorang auditor menjadi ahli terutama diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman. Seorang auditor yang lebih berpengalaman akan memiliki skema yang lebih baik dalam mendefinisikan kekeliruan-kekeliruan daripada auditor yang kurang berpengalaman. Libby dan Frederick 1990 dalam Kusharyanti 2002:5 menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari Libby et. al, 1985 dalam Mayangsari 2003:4. Menurut Harhinto 2004 menghasilkan temuan bahwa pengalaman auditor berhubungan positif dengan kualitas audit. Dan Widhi 2006 memperkuat penelitian tersebut dengan sampel yang berbeda yang menghasilkan temuan bahwa semakin berpengalamannya auditor maka semakin tinggi tingkat kesuksesan dalam melaksanakan audit.

2. Independensi

Definisi independesi dalam The CPA Handbook menurut E.B. Wilcox adalah merupakan suatu standar auditing yang penting karena opini akuntan independent bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik Christiawan, 2002 dalam Elfarina, 2007. Dalam Kode Etik Akuntan Publik disebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Setiap akuntan harus memelihara integritas dan objektivitas dalam tugas profesionalnya dan setiap auditor harus independen dari semua kepentingan yang bertentangan atau pengaruh yang tidak layak. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa independensi merupakan sikap seseorang untuk bertindak jujur, tidak memihak, dan melaporkan temuan-temuan hanya berdasarkan bukti yang ada. Berkaitan dengan hal itu terdapat 4 hal yang mengganggu independensi akuntan publik, yaitu: 1 Akuntan publik memiliki mutual atau conflicting interest dengan klien, 2 Mengaudit pekerjaan akuntan publik itu sendiri, 3 Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan 4 Bertindak sebagai penasihat advocate dari klien. Akuntan publik akan terganggu independensinya jika memiliki hubungan bisnis, keuangan dan manajemen atau karyawan dengan kliennya Elfarina, 2007. Lavin 1976 dalam Elfarina 2007 meneliti 3 faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik, yaitu: 1 Ikatan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, 2 Pemberian jasa lain selain jasa audit kepada klien, dan 3 lamanya hubungan antara akuntan publik dengan klien. Shockley 1981 dalam Elfarina 2007 meneliti 4 faktor yang mempengaruhi independensi, yaitu 1 Persaingan antar akuntan publik, 2 Pemberian jasa konsultasi manajemen kepada klien, 3 Ukuran KAP, dan 4 Lamanya hubungan audit. Menurut Supriyono 1988 dalam Elfarina 2007 meneliti 6 faktor yang mempengaruhi independensi, yaitu: 1 Ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, 2 Jasa-jasa lainnya selain jasa audit, 3 Lamanya hubungan audit antara akuntan publik dengan klien, 4 Persaingan antar KAP, 5 Ukuran KAP, dan 6 Audit fee. Menurut Aturan Etika Kompartemen Akuntansi Publik Peraturan 101 dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen didalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan IAI. Sikap mental independensi tersebut harus meliputi independen dalam fakta in fact maupun dalam penampilan in apearance. Oleh karena itu, ia tidak dibenarkan untuk memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bilamana tidak demikian halnya, bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap independensi tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya Ubaidillah dan Arafah, 2009. Menurut Arens 2006:84 dalam Ubaidillah dan Arafah 2009 independensi adalah cara pandang yang tidak memihak didalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit. Unsur – unsur mengenai independensi akuntan publik, yaitu sebagai berikut: 1. Kepercayaan masyarakat terhadap integritas, obyektivitas dan kebebasan akuntan publik dari pengaruh pihak lain. 2. Kepercayaan akuntan publik terhadap diri sendiri yang merupakan integritas profesionalnya. 3. Kemampuan akuntan publik meningkatkan kredibilitas pernyataannya terhadap laporan keuangan yang diperiksa. Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai definisi independensi akuntan publik adalah sikap pikiran dan sikap mental akuntan publik yang jujur dan ahli, serta bebas dari bujukan, pengaruh, dan pengendalian pihak lain dalam melaksanakan perencanaan, pemerikasaan, penelitian, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Mayangsari 2003:6 disebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang auditor untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Setiap akuntan harus memelihara integritas dan objektivitas dalam tugas profesionalnya dan setiap auditor harus independen dari semua kepentingan yang bertentangan atau pengaruh yang tidak layak. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa independensi merupakan sikap seseorang untuk bertindak jujur, tidak memihak, dan melaporkan temuan- temuan hanya berdasarkan bukti yang ada. Menurut Halim 2001:21 dalam Desyanti dan Ratnadi 2006 ada tiga aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut. 1 Independence in fact independensi senyatanya yakni auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi. 2 Independence in appearance independensi dalam penampilan yang merupakan pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Auditor harus menjaga kedudukannya sedemikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap independensi dan objektivitasnya. 3 Independence in competence independensi dari sudut keahlian yang berhubungan erat dengan kompetensi atau kemampuan auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya. Christina 2007 meneliti 4 faktor yang mempengaruhi independensi, yaitu : 1. Lama hubungan dengan klien Di Indonesia, masalah audit tenure atau masa kerja auditor dengan klien sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.423KMK.062002 tentang jasa akuntan publik. Keputusan menteri tersebut membatasi masa kerja auditor paling lama 3 tahun untuk klien yang sama, sementara untuk Kantor Akuntan Publik KAP boleh sampai 5 tahun. Pembatasan ini dimaksudkan agar auditor tidak terlalu dekat dengan klien sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntansi. 2. Tekanan dari klien Dalam menjalankan fungsinya, auditor sering mengalami konflik kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen mungkin ingin operasi perusahaan atau kinerjanya tampak berhasil yakni tergambar melalui laba yang lebih tinggi dengan maksud untuk menciptakan penghargaan. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak jarang manajemen perusahaan melakukan tekanan kepada auditor sehingga laporan keuangan auditan yang dihasilkan itu sesuai dengan keinginan klien Media akuntansi, 1997 dalam Elfarina 2007. Pada situasi ini, auditor mengalami dilema. Pada satu sisi, jika auditor mengikuti keinginan klien maka ia melanggar standar profesi. Tetapi jika auditor tidak mengikuti klien maka klien dapat menghentikan penugasan atau mengganti KAP auditornya. Goldman dan Barlev 1974 dalam Christina 2007 berpendapat bahwa usaha untuk mempengaruhi auditor melakukan tindakan yang melanggar standar profesi kemungkinan berhasil karena pada kondisi konflik ada kekuatan yang tidak seimbang antara auditor dengan kliennya. Klien dapat dengan mudah mengganti auditor KAP jika auditor tersebut tidak bersedia memenuhi keinginannya. Sementara auditor membutuhkan fee untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga akan lebih mudah dan murah bagi klien untuk mengganti auditornya dibandingkan bagi auditor untuk mendapatkan sumber fee tambahan atau alternatif sumber fee lain Nichols dan Price, 1976 dalam Elfarina 2007. Selain itu, persaingan antar kantor akuntan KAP semakin besar. KAP semakin bertambah banyak, sedangkan pertumbuhan perusahaan tidak sebanding dengan pertumbuhan KAP. Terlebih lagi banyak perusahaan yang melakukan merjer atau akuisisi dan akibat krisis ekonomi di Indonesia banyak perusahan yang mengalami kebangkrutan. Sehingga oleh karena itu KAP akan lebih sulit untuk mendapatkan klien baru sehingga KAP enggan melepas klien yang sudah ada. Kondisi keuangan klien berpengaruh juga terhadap kemampuan auditor untuk mengatasi tekanan klien Knapp,1985 dalam Elfarina 2007. Klien yang mempunyai kondisi keuangan yang kuat dapat memberikan fee audit yang cukup besar dan juga dapat memberikan fasilitas yang baik bagi auditor. Selain itu probabilitas terjadinya kebangkrutan klien yang mempunyai kondisi keuangan baik relatif kecil. Pada situasi ini auditor menjadi puas diri sehingga kurang teliti dalam melakukan audit. 3. Telaah dari rekan auditor Tuntutan pada profesi akuntan untuk memberikan jasa yang berkualitas menuntut tranparansi informasi mengenai pekerjaan dan operasi Kantor Akuntan Publik. Kejelasan informasi tentang adanya sistem pengendalian kualitas yang sesuai dengan standar profesi merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban terhadap klien dan masyarakat luas akan jasa yang diberikan. Pekerjaan akuntan publik dan operasi Kantor Akuntan Publik perlu dimonitor dan di “audit“ guna menilai kelayakan desain sistem pengendalian kualitas dan kesesuaiannya dengan standar kualitas yang diisyaratkan sehingga output yang dihasilkan dapat mencapai standar kualitas yang tinggi. Peer review sebagai mekanisme monitoring dipersiapkan oleh auditor dapat meningkatkan kualitas jasa akuntansi dan audit. Peer review dirasakan memberikan manfaat baik bagi klien, Kantor Akuntan Publik yang direview dan auditor yang terlibat dalam tim peer review . Manfaat yang diperoleh dari peer review antara lain mengurangi resiko litigation, memberikan pengalaman positif, mempertinggi moral pekerja, memberikan competitive edge dan lebih meyakinkan klien atas kualitas jasa yang diberikan. 4. Jasa non audit Jasa yang diberikan oleh KAP bukan hanya jasa atestasi melainkan juga jasa non atestasi yang berupa jasa konsultasi manajemen dan perpajakan serta jasa akuntansi seperti jasa penyusunan laporan keuangan Kusharyanti, 2002:29 dalam Elfarina 2007. Adanya dua jenis jasa yang diberikan oleh suatu KAP menjadikan independensi auditor terhadap kliennya dipertanyakan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas audit. Pemberian jasa selain audit ini merupakan ancaman potensial bagi independensi auditor, karena manajemen dapat meningkatkan tekanan pada auditor agar bersedia untuk mengeluarkan laporan yang dikehendaki oleh manajemen, yaitu wajar tanpa pengecualian Barkes dan Simnet 1994, Knapp 1985 dalam Elfarina 2007. Pemberian jasa selain jasa audit berarti auditor telah terlibat dalam aktivitas manajemen klien. Jika pada saat dilakukan pengujian laporan keungan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut. Kemudian auditor tidak mau reputasinya buruk karena dianggap memberikan alternatif yang tidak baik bagi kliennya. Maka hal ini dapat mempengaruhi kualitas audit dari auditor tersebut.

3. Keahlian Profesional

Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menurut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Untuk dapat meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, hendaknya para akuntan publik memiliki pengetahuan audit yang memadai serta dilengkapi dengan pemahaman mengenai kode etik profesi. Seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata–mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, akuntan publik dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. FASB dalam Statement of Financial Accounting Concept No.2, menyatakan bahwa relevansi dan reliabilitas adalah dua kualitas utama yang membuat informasi akuntansi berguna untuk pembuatan keputusan. Untuk dapat mencapai kualitas relevan dan reliabel maka laporan keuangan perlu diaudit oleh akuntan publik untuk memberikan jaminan kepada pemakai bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan SAK yang berlaku di Indonesia Herawaty dan Susanto, 2008. Profesionalisme telah menjadi isu yang kritis untuk profesi akuntan karena dapat menggambarkan kinerja akuntan tersebut. Gambaran terhadap profesionalisme dalam profesi akuntan publik seperti yang dikemukakan oleh Hastuti et al. 2003 dicerminkan melalui lima dimensi, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi. Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme, akuntan publik juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya untuk mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap pemeriksaan. Setiap akuntan publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia IAPI, agar situasi penuh persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Selain itu, dalam perencanaan audit, akuntan publik harus mempertimbangkan masalah penetapan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan dan pertimbangan awal tingkat materialitas untuk pencapaian tujuan audit Herawaty dan Susanto, 2008. Libby 1995 dalam artikel Koroy 2005:917 menyatakan bahwa pekerjaan auditor adalah pekerjaan yang melibatkan keahlian expert. Semakin berpengalaman seorang internal auditor maka semakin mampu dia menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang semakin kompleks, termasuk dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap penerapan struktur pengendalian intern. Dalam pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan. Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual seperti dikemukakan oleh Lekatompessy 2003. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Seorang akuntan publik yang profesional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan seprofesi untuk berperilaku semestinya. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa audit profesional meningkat jika profesi menetapkan standar kerja dan perilaku yang dapat mengimplementasikan praktik bisnis yang efektif dan tetap mengupayakan profesionalisme yang tinggi Jusuf 1997:78–79 dalam Herawaty dan Susanto 2008. Konsep profesionalisme modern dalam melakukan suatu pekerjaan seperti dikemukakan oleh Lekatompessy 2003 dalam Herawaty dan Susanto 2008, berkaitan dengan dua aspek penting, yaitu aspek struktural dan aspek sikap. Aspek struktural karakteristiknya merupakan bagian dari pembentukan tempat pelatihan, pembentukan asosiasi profesional dan pembentukan kode etik. Sedangkan aspek sikap berkaitan dengan pembentukan jiwa profesionalisme. Hastuti dkk. 2003 dalam Herawaty dan Susanto 2008 menyatakan bahwa profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai akuntan publik. Gambaran seseorang yang profesional dalam profesi dicerminkan dalam lima dimensi profesionalisme, yaitu pertama, pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Kedua, kewajiban social adalah suatu pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun kalangan profesional lainnya karena adanya pekerjaan tersebut. Ketiga, kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan bahwa seorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain pemerintah, klien dan mereka yang bukan anggota profesi. Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional. Keempat, keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai apakah suatu pekerjaan yang dilakukan profesional atau tidak adalah rekan sesama profesi, bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan tersebut. Kelima, hubungan dengan sesama profesi adalah dengan menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam melaksanakan pekerjaan.

4. Etika Auditor

Kompetensi dan independensi yang dimiliki auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi komponen dan untuk menjagaintegritas dan obyektivitas mereka Nugrahaningsih, 2005. Payamta 2002 menyatakan bahwa berdasarkan “Pedoman Etika” IFAC, maka syarat-syarat etika suaru organisasi aakuntan sebaliknya didasarkan prinsip-prinsip dasar yang mengatur tindakanperilaku seorang akuntan dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Prinsip tersebut adalah 1 integritas, 2 obyektifitas, 3 independen, 4 kepercayaan, 5 standar- standar teknis, 6 kemampuan profesional, dan 7 perilaku etika. Semakin meluasnya kebutuhan jasa professional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Untuk dapat meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, hendaknya para akuntan publik memiliki pengetahuan audit yang memadai serta dilengkapi dengan pemahaman mengenai kode etik profesi. Etika berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana orang akan berperilaku terhadap sesamanya Kell et al., 2002 dalam Alim, dkk 2007. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1995 etika berarti nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Maryani dan Ludigdo 2001 dalam Alim, dkk 2007 mendefinisikan etika sebagai seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan manusia atau masyarakat atau profesi. Penelitian yang dilakukan Maryani dan Ludigno 2001 dalam Herawaty dan Susanto 2008 bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap paling domonan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis akuntan. Hasil yang diperoleh dari kuesioner tertutup menunjukkan bahwa terdaat sepuluh faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan.

5. Kualitas Audit

De Angelo 1981 dalam Kusharyanti 2003:25 mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan joint probability dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji tergantung pada kualitas pemahaman auditor kompetensi sementara tindakan melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor. Kualitas audit ini sangat penting karena kualitas audit yang tinggi akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora 2002:47 dalam Elfarina 2007 ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu : 1. Tanggung jawab profesi. Setiap anggota harus menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. 2. Kepentingan publik. Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. 3. Integritas. Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan intregitas setinggi mungkin. 4. Objektivitas. Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. 5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati, kompetensi dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional. 6. Kerahasiaan. Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan. 7. Perilaku Profesional. Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. 8. Standar Teknis. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.

B. Penelitian Sebelumnya No.

Dokumen yang terkait

Pengaruh profesionalisme dan independensi Auditor terhadap kualitas audit dengan etika Auditor sebagai variabel moderating (studi empiris pada kantor akuntan publik di dki jakarta)

1 5 124

PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP KUALITAS AUDIT Pengaruh Kompetensi, Independensi Dan Pengalaman Kerja Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Surak

0 2 18

PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, DAN ROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN Pengaruh Kompetensi, Independensi, Dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik d

0 2 19

PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, DAN PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA Pengaruh Kompetensi, Independensi, Dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris pada Kantor Akuntan P

0 2 20

PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI DAN AKUNTABILITAS TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI Pengaruh Kompetensi, Independensi, Dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi (Sudi Empiris Pada Kantor

1 7 11

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi.

0 2 12

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi.

0 3 17

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI VARIABEL MODERASI (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah).

0 2 11

Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Survey Terhadap Kantor Akuntan Publik di Jakarta Selatan).

0 2 83

PENGARUH INDEPENDENSI, KOMPETENSI, PROFESIONALISME, DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI VARIABEL MODERASI (Studi pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah)

0 0 15