Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan

1 Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi 2 Penghasilan berupa hadiah undian 3 Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura 4 Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah danatau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah danatau bangunan, dan 5 Penghasilan tertentu lainnya.

2. Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan

Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 merupakan undang-undang perubahan keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 yang mengatur tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang ini mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2009. Ada beberapa pokok perubahan dari UU PPh sebelumnya yaitu UU PPh No. 17 Tahun 2000 ke UU No. 36 Tahun 2008 ini. Pokok-pokok perubahan tersebut adalah: a. Adanya penegasan terhadap objek PPh Pasal 4 ayat 1. Didalam UU No. 17 Tahun 2000 ditetapkan bahwa surplus Bank Indonesia ditafsirkan sebagai bukan objek pajak, kemudian dalam UU No. 36 Tahun 2008 ditetapkan bahwa surplus Bank Indonesia adalah merupakan objek pajak. b. Adanya perluasan terhadap objek PPh final Pasal 4 ayat 2 pada UU No. 36 Tahun 2008. Objek-objek tersebut adalah: 1 Transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa. 2 Transaksi penjualan saham atau pengalihan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. 3 Usaha jasa konstruksi. 4 Usaha real estate. c. Adanya penegasan terhadap non-objek PPh Pasal 4 ayat 3 pada UU No. 36 Tahun 2008 yaitu: 1 Dividen yang diterima koperasi tidak dibatasi pada persentase kepemilikan saham. 2 Bagian laba yang diterima pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. 3 Beasiswa yang memenuhi syarat tertentu. 4 Sisa lebih yang diterima lembaga nirlaba di bidang pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan Litbang. 5 Bantuan atau santunan yang dibayarkan badan penyelenggara jaminan sosial kepada wajib pajak tertentu. d. Penghapusan Non-objek PPh Pasal 4 ayat 3 huruf J. Didalam UU No. 17 Tahun 2000 ditetapkan bahwa bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha dikecualikan sebagai objek PPh, sedangkan didalam UU No. 36 Tahun 2008 ketentuan tersebut dicabut, sehingga bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana sejak awal pendirian perusahaan adalah merupakan objek pajak. e. Adanya penambahan yang diperbolehkan oleh pajak sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan pada pasal 6 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008. Biaya-biaya tersebut adalah: 1 Biaya sumbangan bencana nasional 2 Sumbangan penelitian dan pengembangan Litbang yang dilakukan di Indonesia 3 Biaya pembangunan infrastruktur sosial 4 Sumbangan fasilitas pendidikan dan sumbangan pembinaan olahraga. f. Adanya penambahan yang diperbolehkan oleh pajak sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan pada pasal 9 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008. Biaya-biaya yang dimaksud adalah: 1 Cadangan piutang tak tertagih untuk badan usaha yang menyalurkan kredit 2 Perusahaan pembiayaan konsumen dan anjak piutang 3 Cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial 4 Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan LPS 5 Cadangan biaya penanaman kembali reboisasi untuk usaha kehutanan 6 Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri g. Terdapat perubahan terhadap besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak Pasal 7. Sebelumnya ditetapkan didalam KMK Nomor: 137PMK.032005 bahwa besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam KMK Nomor: 137PMK.032005 Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp13.200.000,00 Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp1.200.000,00 Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Rp13.200.000,00 Tambahan Tanggungan maksimal 3 orang Rp1.200.000,00 Sumber : KMK Nomor: 137PMK.032005 yang disederhanakan Kemudian didalam UU No. 36 Tahun 2008 ketentuan tersebut diatas diubah menjadi: Tabel 2.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam UU No. 36 Tahun 2008 Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp15.840.000,00 Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp1.320.000,00 Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Rp15.840.000,00 Tambahan Tanggungan maksimal 3 orang Rp1.320.000,00 Sumber : UU No. 36 Tahun 2008 yang disederhanakan h. Adanya tambahan penjelasan mengenai pemisahan pengenaan pajak suami istri Pasal 8 ayat 2 huruf C pada UU No. 36 Tahun 2008 yaitu apabila dikehendaki oleh istri, maka istri dapat memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. i. Norma penghitungan penghasilan neto Pasal 14. Didalam UU No. 17 Tahun 2000 sebelumnya ditetapkan bahwa: Wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran usaha kurang dari Rp600.000.000,00 dalam satu tahun dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto. Sekarang didalam UU No. 36 Tahun 2008 ketentuan tersebut telah diubah sehingga batas peredaran usaha dalam satu tahun untuk dapat menggunakan norma penghasilan neto bagi wajib pajak orang pribadi menjadi Rp4.800.000.000,00 j. Tarif Wajib Pajak Orang Pribadi Pasal 17. Dalam UU No. 17 Tahun 2000 sebelumnya ditentukan bahwa besarnya tarif pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi WPOP adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Tarif WPOP dalam UU No. 17 Tahun 2000 Lapisan Penghasilan Tarif sd Rp25.000.000,00 5 Diatas Rp25.000.000,00 sd Rp50.000.000,00 10 Diatas Rp50.000.000 sd Rp100.000.000,00 15 Diatas Rp100.000.000 sd Rp200.000.000,00 25 Diatas Rp200.000.000,00 35 Sumber : UU No. 17 Tahun 2000 yang disederhanakan Dalam UU No. 36 Tahun 2008, tarif pajak bagi WPOP tersebut telah diubah menjadi: Tabel 2.4 Tarif WPOP dalam UU No. 36 Tahun 2008 Lapisan Penghasilan Tarif sd Rp50.000.000,00 5 Diatas Rp50.000.000,00 sd Rp 250.000.000,00 15 Diatas Rp250.000.000,00 sd Rp 500.000.000,00 25 Diatas Rp500.000.000,00 30 Sumber : UU No. 36 Tahun 2008 yang disederhanakan k. Tarif Wajib Pajak Badan Pasal 17. Pada UU No. 17 Tahun 2000, tarif wajib pajak badan ditentukan sebagai berikut: Tabel 2.5 Tarif WP Badan dalam UU No. 17 Tahun 2000 Lapisan Penghasilan Tarif sd Rp50.000.000,00 10 Diatas Rp50.000.000,00 sd Rp100.000.000,00 15 Diatas Rp100.000.000,00 30 Sumber : UU No. 17 Tahun 2000 yang disederhanakan Kemudian didalam UU No. 36 tahun 2008, tarif WP badan diubah menjadi tarif tunggal sebesar 28 dua puluh delapan persen pada tahun 2009 dan diturunkan menjadi 25 dua puluh lima persen pada tahun 2010 dan untuk WP badan masuk bursa diberikan tarif 5 lebih rendah dari tarif yang berlaku. l. Adanya penjelasan tentang perbedaan tarif pemotonganpemungutan untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP didalam UU No. 36 Tahun 2008. Tabel 2.6 Perbandingan tarif WP Non NPWP dengan tarif WP ber NPWP Jenis PotonganPungutan Tarif Non-NPWP dibandingkan dengan Tarif NPWP Pasal 21 20 lebih tinggi Pasal 22 100 lebih tinggi Pasal 23 100 lebih tinggi Sumber : UU No. 36 Tahun 2008 yang disederhanakan m. Mengenai dividen yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi. Dalam UU No. 17 Tahun 2000 ditentukan bahwa: Dividen yang diterima WPOP tidak termasuk dalam objek PPh pasal 4 ayat 2. Keputusan tersebut kemudian diubah dalam UU No. 36 Tahun 2008 sehingga saat ini dividen yang diterima WPOP dikenakan PPh pasal 4 ayat 2 final setinggi-tingginya 10 sepuluh persen. n. Adanya tambahan objek pemungutan PPh pasal 22 pada UU No. 36 Tahun 2008 yaitu pemungutan PPh oleh wajib pajak tertentu dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. o. Adanya perubahan pada PPh Pasal 23 ayat 1 huruf c dalam UU No. 36 Tahun 2008 Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, atau disediakan untuk dibayarkan, atau jatuh tempo pembayaran oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2 dua persen dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 yaitu imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. p. Fiskal Luar Negeri PPh Pasal 25 ayat 8 Ketentuan sebelumnya di dalam UU No. 17 Tahun 2000 adalah: Bagi WP orang pribadi yang bertolak ke luar negeri wajib membayar Fiskal Luar Negeri sebagai pembayaran pajak dimuka. Sesuai PP No. 41 Tahun 2001, besarnya Fiskal Luar Negeri adalah sebesar: 1 Menggunakan transportasi udara sebesar Rp1.000.000,00 satu juta rupiah 2 Menggunakan transportasi darat dan laut sebesar Rp500.000,00 lima ratus ribu rupiah Di dalam UU No. 36 Tahun 2008, ketentuan tersebut diubah menjadi: Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki NPWP tidak membayar Fiskal Luar Negeri dan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke luar negeri, wajib membayar Fiskal Luar Negeri sebagai pembayaran pajak dimuka yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. q. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pasal 31E Untuk pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah diberikan fasilitas perpajakan berupa pengurangan tarif 50 lima puluh persen lebih rendah dari tarif normal bagi WP badan yang memenuhi kriteria: 1 Mempunyai peredaran bruto usahaomzet sampai dengan Rp50.000.000.000,00 lima puluh miliar rupiah. 2 Dikenakan atas penghasilan Kena Pajak dari bagian omzet sampai dengan Rp4.800.000.000,00 empat miliar delapan ratus juta rupiah.

3. Contoh Perhitungan Pengenaan Pajak Penghasilan

Dokumen yang terkait

Implementasi Undang-undang No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Wajib Pajak Penghasilan ( Studi di Kantor Pelayanan Pajak Bojonegoro )

0 3 24

DAMPAK UU NO 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK, PERSEPSI WAJIB PAJAK, DAN NPWP DI LUMAJANG

0 5 20

KAJIAN YURIDIS PAJAK PENGHASILAN TERHADAP PESEPAKBOLA BERKEWARGANEGARAAN ASING DI KLUB PERSID JEMBER BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

0 2 17

Analisis perbandingan sebelum dan sesudah penerapan undang-undang perpajakan nomor 36 tahun 2008 mengenai zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dan implikasinya terhadap perubahan jumlah wajib pajak orang pribadi (studi pada KPP Pratama Serpong)

2 24 111

Analisis komparatif pertumbuhan investasi reksa dana sebelum dan setelah penerapan Undang-undang Pajak Penghasilan no 36 tahun 2008

0 14 94

Pengaruh Undang-Undang No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Dan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 Terhadap Pelaksanaan Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak : Studi kasus pada wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Cilandak

0 18 160

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA ANTARA INDONESIA DAN JEPANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN INDONESIA.

0 0 9

PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DISTRIBUTOR KEGIATAN USAHA MULTI LEVEL MARKETING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

0 0 1

PERUBAHAN TARIF PAJAK PENGHASILAN BADAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN No. 36 TAHUN 2008 DAN PRAKTIK EARNINGS MANAGEMENT

0 0 12

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN UU NOMER 36 TAHUN 2008 TERHADAPPERTUMBUHAN WAJIB PAJAK SERTA PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PURWOKERTO DAN PURBALINGGA

0 0 21