Kesantunan Berbahasa Kerangka Teori .1 Definisi Kesantunan

gigi. Sekedar contoh terkait dengan kesantunan tindakan, misalnya tidaklah santun apabila kita berwajah murung ketika menerima tamu, duduk dengan jigrang ketika mengikuti kuliah dosen, bertolak pinggang ketika berbicara dengan orang tua, mendahului orang lain dengan bersenggolan badan atau ketika berjalan di tempat umum tanpa sebab, nyelonong ke loket ketika yang lain sedang antre menanti giliran, menguap selebar-lebarnya sambil mengeluarkan suara di depan orang lain, dan mencungkil gigi tanpa menutup mulut ketika sedang makan bersama di tempat umum. Untuk jenis yang ketiga tentang kesantuanan bahasa dibahas khusus pada satu sub bab selanjutnya.

2.1.3 Kesantunan Berbahasa

Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya. Tatacara berbahasa sangat penting diperhatikan para peserta komunikasi komunikator dan komunikan demi kelancaran komunikasi. Oleh karena itu, masalah tatacara berbahasa ini harus mendapatkan perhatian, terutama dalam proses Universitas Sumatera Utara belajar mengajar bahasa. Dengan mengetahui tatacara berbahasa diharapkan orang lebih bisa memahami pesan yang disampaikan dalam komunikasi karena tatacara berbahasa bertujuan mengatur serangkaian hal berikut. 1 Apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu. 2 Ragam bahasa apa yang sewajarnya dipakai dalam situasi tertentu. 3 Kapan dan bagaimana giliran berbicara dan pembicaraan sela diterapkan. 4 Bagaimana mengatur kenyaringan suara ketika berbicara. 5 Bagaimana sikap dan gerak-gerik keika berbicara. 6 Kapan harus diam dan mengakhiri pembicaraan. Tatacara berbahasa seseorang dipengaruhi norma-norma budaya suku bangsa atau kelompok masyarakat tertentu. Tatacara berbahasa orang Inggris berbeda dengan tatacara berbahasa orang Amerika meskipun mereka sama-sama berbahasa Inggris. Begitu juga, tatacara berbahasa orang Jawa berbeda dengan tatacara berbahasa orang Batak meskipun mereka sama-sama berbahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan yang sudah mendarah daging pada diri seseorang berpengaruh pada pola berbahasanya. Itulah sebabnya kita perlu mempelajari atau memahami norma-norma budaya sebelum atau di samping mempelajari bahasa. Sebab, tatacara berbahasa yang mengikuti norma-norma budaya akan menghasilkan kesantunan berbahasa. Selain budaya, faktor- faktor sosial seperti status sosial, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan juga mempengaruhi pembentukan kesantunan berbahasa. Universitas Sumatera Utara Wujud kesantunan dapat dilihat dari dua cara, yaitu cara verbal dan cara nonverbal. Kesantunan verbal merupakan aktivitas berbahasa yang di dalamnya tercermin nilai- nilai kesopanan kesantunan berdasarkan nilai sosial dan budaya penutur. Kesantunan nonverbal adalah tindakan nonkebahasaan yang dianggap lazim menurut tolak ukur nilai sosial dan budaya. Yang termasuk kedalam kesantunan nonverbal di antaranya unsur suprasegmental, paralinguistik dan proksemika. Unsur suprasegmental seperti tekanan, nada dan tempo senantiasa melekat pada unsur segmental. Unsur paralinguistik seperti airmuka, gerakan tubuh dan sikap badan adalah sistem tanda yang menyertai tuturan verbal, terutama tuturan bersemuka. Unsur paralinguistik ini dapat diamati langsung saat komunikasi terjadi. Proksemika adalah unsur nonverbal yang tidak termasuk dalam unsur paralinguistik. Misalnya, saling menjaga jarak atau tidak saling menjaga jarak antara penutur dan petutur. Pada penelitian ini penulis hanya memperhatikan dari proses verbal kebahasaannya saja tanpa mempertimbangkan faktor nonverbal yang mempengaruhi. Beberapa skala pengukur tingkat kesantunan berbahasa yang banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam penelitian kesantunan yaitu skala kesantunan menurut Leech dan skala kesantunan menurut Brown dan Levinson. A Skala Kesantunan Leech Leech 1983 menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan dengan memanfaatkan setiap maksim interpersonal. Kelima macam skala pengukur kesantunan Leech dijelaskan sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara 1 Cost- benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. 2 0ptionality scale atau skala pilihan, menunjuk pada banyak atau sedikitnya pilihan options yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap makin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun. 3 Indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. 4 Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial rank rating antara penutur dan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, Universitas Sumatera Utara semakin dekat jarak status sosial diantara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu. 5 Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu. Dengan perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur. B Skala Kesantunan Brown and Levinson Terdapat tiga skala penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala tersebut ditentukan secara kontekstual, sosial dan kultural. 1 Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur social distance between speaker and hearer banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural. 2 Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur the speaker and hearer relative power didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur Universitas Sumatera Utara 3 Skala peringkat tindak tutur rank rating didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya. Misalnya menelpon seseorang lewat jam 10 malam akan dianggap tidak sopan dan bahkan melanggar norma kesantunan. Namun hal yang sama dapat dianggap santun pada situasi genting seperti mengabarkan berita duka cita, musibah, sakit, dan sebagainya. 2.1.4 Tinjauan Umum Debat 2.1.4.1 Definisi Debat