Strategi Kesantunan Positif Hasil Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian dan pembahasannya. Penulis telah membagi bab ini menjadi 3 sub bab berdasarkan permasalahan penelitian yang ingin di jawab pada penelitian ini. Yang pertama adalah mengenai strategi kesantunan positif, yang kedua mengenai strategi kesantunan negatif dan yang ketiga mengenai hubungan kedua strategi tersebut dengan etika berbicara di dalam Islam. Data di peroleh dari tuturan dari pelaku debat yang terdiri dari 4 orang. Mereka adalah 2 orang yang pro- surat keputusan bersama yaitu MD dari tim advokasi anti Ahmadiyah dan AA dari majlis tarjih Muhammadiyah. Kemudian dari pihak yang kontra terhadap surat keputusan bersama adalah UH dari koordinator Kontras dan MG dari koordinator jaringan Islam liberal. Berikut analisis dan pembahasannya.

4.1.1 Strategi Kesantunan Positif

Kesantunan Positif mengacu pada citra diri setiap orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang ia yakini diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, yang patut dihargai, diterima dan seterusnya. Pemilihan bentuk- bentuk tuturan untuk menyelamatkan Universitas Sumatera Utara muka sering disebut strategi. Berikut merupakan hasil temuan dari 15 strategi kesantunan positif di dalam debat kontroversi SKB Ahmadiyah di Tv One. Strategi 1: memperhatikan kesukaan, keinginan dan kebutuhan pendengar Notice, attend to H : his interests, wants, needs, goods Di dalam strategi ini penutur harus memperhatikan aspek- aspek, kondisi dan segala sesuatu dimana pendengar ingin di perhatikan dan diakui oleh penutur. Di dalam penelitian tidak di temukan strategi kesantunan ini. Strategi 2: membesar- besarkan perhatian, persetujuan dan simpati kepada pendengar Exaggerate: interests, symphaty with H Strategi ini sering dilakukan dengan intonasi yang melebih-lebihkan, tekanan, dan aspek lainnya dari prosodic. Di dalam penelitian tidak di temukan strategi kesantunan ini. Strategi 3: mengintensifkan perhatian pendengar dengan pendramatisiran peristiwa atau fakta Intensify interest to H Cara lain bagi penutur untuk berkomunikasi dengan pendengar yakni dengan mengemukakan beberapa keinginannya untuk memperkuat minat yang ia miliki sendiri S’s yang berpengaruh terhadap percakapan, dengan ‘menciptakan suatu cerita yang bagus’.Ini merupakan ciri yang biasa dari percakapan positif yang sopan, karena menarik pendengar ke tengah-tengah Universitas Sumatera Utara kejadian yang dibicarakan, secara metaforis pada tingkat tertentu, sehingga meningkatkan minat intrinsik mereka terhadapnya. Di dalam penelitian ini terdapat beberapa data yang menggunakan strategi kesantunan ini di antaranya. Data 1 MD: “karena kalau masalah kekerasan, SKB tersebut bisa juga harus mengatur Persija, Persib, penonton- penonton yang melakukan kekerasan” Dari data 1 di atas, penutur menarik perhatian pendengar dengan pendramatisiran fakta dangan ‘menciptakan suatu cerita yang bagus’ tentang SKB di kaitkan dengan Persija, Persib dan penonton.Bentuk tuturan semacam ini merupakan ciri yang biasa dari percakapan positif yang sopan. Data 2 MD: “selama 1400 tahun lebih mereka meyakini ada ajaran sebagaimana ayat yang ditulis dalam Alqur’an dan Rasulullah sebagai nabi terakhir tiba- tiba diganggu dengan penafsiran- penafsiran baru yang muncul di abad 18 yang kemudian juga melakukan suatu ajaran- ajaran yang jelas- jelas…” Dari data 2 di atas, penutur mengintensifkan perhatian pendengar dengan pendramatisiran fakta yang di awali dengan dalil ayat Alqur’an dan Rasulullah kemudian di tengah- tengah kalimat penutur meyakinkan pendengar dan dengan Universitas Sumatera Utara intensif menarik perhatian pendengar dengan menggunakan kata ‘tiba- tiba’ agar terkesan lebih menarik. Data 3 MD: “kalau bicara masalah kekerasan maka KPUD- KPUD itu bubarkan saja. Karena setiap pilkada selalu melakukan kekerasan. Contoh, Maluku Utara sampai sekarang belum beres. Berapa rumah yang terbakar? Itu bukan gara- gara SKB. Itu gara- gara KPUD” Dari data 3 di atas, masih mengintensifkan perhatian pendengar dengan pendramatisiran fakta. Penutur mengkaitkan antara kekerasan dengan KPUD dan pilkada. Kemudian di tengah- tengah kalimat penutur sangat berusaha meyakinkan pendengar bahwa apa yang di katakan penutur adalah benar bukan rekayasa dengan adanya bukti yaitu berupa contoh di Maluku Utara. Urutan tuturan di buat dengan menarik dan di akhiri dengan penutup yang menarik pula. Data 4 MD: “tidak ada tindak pidana dinegosiasikan atau di dialog kan. Kalau penistaan agama itu sudah jelas melanggar 156 A KUHP sama dengan maling, rampok dan sebagainya. Bagaimana bayangkan apabila kita harus bernegosiasi atau berdialog dengan maling, rampok” Dari data 4 penutur menarik perhatian pendengar dengan urutan tuturan yang sangat terorganisir, mulai dari berbicara masalah tindak pidana yang di kaitkan dengan undang- undang kemudian di kaitkan dengan maling, rampok dan Universitas Sumatera Utara sebagainya. Kata- kata maling, rampok dan sebagainya itu sangat menarik perhatian pendengar dan mendominasi kalimat. Data 5 MD: “karena bagaimanapun juga minoritas bisa terjadi apabila katakan lah sekarang pelaku- pelaku tindak pidana itu minoritas. Orang gila juga minoritas. Gak semua rakyat Indonesia. Banyakan yang waras daripada yang gila. Jangan begitu” Dari data 5 adalah sangat menarik melihat cara penutur menyampaikan urutan kalimat yang di tuturkan. Di mulai dari berbicara mengenai minoritas, kemudian di kaitkan dengan pelaku tindak pidana yang menurutnya minoritas. Sisi yang paling menarik dan menarik perhatian adalah pada saat penutur menyebutkan kata ‘orang gila’ dan ‘waras’. Data 6 MD: “…kalau tidak ada yang mengawasi kemudian gak usah aja bikin hukum nya. Maka kalau dengan logika saudara, maka mulai besok undang- undang lalu lintas itu dicabut aja. Karena dari jam dua sampai jam empat malam, gak ada polisi itu. Cabut aja. Itu pendekatannya” Dari data 6 penutur menarik perhatian pendengar dengan pendramatisiran kalimat ‘undang- undang lalu lintas di cabut aja karena dari jam dua sampai jam empat malam gak ada polisi’. Dengan bentuk tuturan semacam ini masih merupakan perilaku bahasa yang lazim dan sopan. Universitas Sumatera Utara Data 7 AA: “saya misalkan mengibaratkan ada seorang laki- laki kemudian datang kepada keluarga anda, kemudian mengatakan dia adalah sebenarnya suami kepada istri anda dan bapak kepada anak- anak anda. Apakah itu akan dibiarkan. Kan tidak. Dan itu yang terjadi. Ini lebih daripada itu. Sebuah keyakinan dari kaum muslimin yang sudah selama ini 1400 tahun lebih dan sampai hari kiamat, kemudian ada orang ngaku lagi jadi Nabi setelah Rasulullah ya, kemudian juga menebarkan satu kitab. Kitab Tadzkirah yang disitu juga bahkan, bahkan dalam kitab itu disebutkan orang- orang yang tidak masuk dalam Ahmadiyah, itu adalah sesat dan kafir. Dan itu banyak pernyataan seperti begitu. Dan yang kemudian mereka mendirikan Mesjid, kemudian berimam kepada Imam mereka sendiri karena memang mereka menganggap orang yang diluar Ahmadiyah itu adalah kafir” Dari data 7 penutur sangat berusaha menarik perhatian pendengar dengan pendramatisiran fakta yang banyak sekali. Semua tuturan terorganisir. Antara tuturan kalimat yang satu dengan yang lain sangat menonjol sisi pendramatisiran dengan adanya kata ‘kemudian’. Data 8 AA: “ini ada bandit ya, ada penjahat, ada perampok, maling begitu. Jadi kita jangan melihat masalah internal. Itu justru tidak ada masalah karena itu adalah Ijmaul Maja’ni ya” Dari data 8 penutur masih berusaha mengintensifkan perhatian pendengar dengan menggunakan tuturan yang menarik. Penutur masih memakai kata- kata ‘bandit, penjahat, perampok, maling untuk menarik perhatian pendengar. Universitas Sumatera Utara Data 9 MG: “dalam satu kasus misalnya pada bulan puasa. Sebagai orang Islam saya berpuasa. Tiba- tiba ada orang lain yang tidak puasa, saya memandang orang lain itu bukan dengan kacamata saya menyalahkan dia tapi ini justru menjadi cobaan bagi saya yang sedang berpuasa” Dari data 9 di dapati bahwa penutur mengkaji satu masalah secara berurutan, kemudian di tengah- tengah ada kata ‘tiba- tiba’ yang menjadi partikel pendramatisiran tuturan pada kalimat. Tuturan di atas masih merupakan perilaku bahasa yang santun. Data 10 AA: “ini adalah Khalifatul Matshy yang kedua, cucu daripada Mirza Ghulam Ahmad. Jadi ini dari kalangan Ahmadiyah sendiri dan disini didalam kesimpulan hal 377, kami dengan bersungguh- sungguh mengatakan bahwa orang tidak dapat menyembah Allah Ta’ ala diluar Ahmadiyah. Itu salah satu pernyataan. Begitu juga disini dikatakan dimana jua pun diluar jemaat Hazrab masyi mauud Alaissalam tidak mungkin diperoleh keyakinan kepastian dan cahaya itu. Ini salah satu diantaranya. Banyak lagi pernyataan yang ada. Sebentar. Disini misalkan didalam buku yang ditulis oleh orang Ahmadiyah juga yak an, dikatakan disitu bahwasannya siapa yang tidak menerima kebenaran Muhammad Rasulullah saw, maka kafir lah dia, mengingkari ku, mengingkari Mirza Ghulam Ahmad bukan hanya ingkar terhadap ku, melainkan juga pengingkaran terhadap Allah Ta’ala dan Rasulnya. Jadi diminta kenapa Ahmadiyah itu selalu apa namanya, merasa memang memilki golongan jemaahnya sendiri karena hanya dengan Ahmadiyah lah keselamatan itu didapat. Dan banyak lagi pernyataan yang lain” Universitas Sumatera Utara Dari data 10 penutur membuat paparan yang panjang tentang pendapatnya dengan segala bentuk pendramatisiran fakta nya. Semua tuturan tersebut menarik perhatian pendengar. Semua kalimat di hubungkan dengan kalimat ‘itu salah satu pernyataan’ yang membuat rangkaian kalimat tersebut terdramatisir dengan baik Data 11 AA: “bukan karena ketakutan ya. Tetapi memang ini adalah sebuah penghinaan ya. Penghinaan yang luar biasa ya dahsyatnya ee Rasulullah yang diakui oleh kaum muslimin ya, kemudian ada yang mengaku menjadi Nabi kemudian kata nya mendapat rukhyah shadiqah kemudian dapat wahyu lain sebagainya, jadi ini menghujat sebenarnya. Mengaku Nabi palsu ya pendusta. Jadi itu masalahnya” Pada data di atas penutur dalam hal ini menyampaikan tuturan nya dengan terstruktur sambil meyakinkan pendengar dan mengintensifkan perhatian pendengar dengan pendramatisiran tentang penghinaan, penghujatan, pendustaan dan di akhiri dengan kesimpulan. Ini merupakan strategi santun penutur yang merupakan perilaku positif. Terdapat sebelas data untuk strategi kesantunan positif yang ke-3 yaitu mengintensifkan perhatian pendengar dengan pendramatisiran peristiwa dan fakta. Strategi kesantunan ini dilakukan oleh tiga pelaku debat yaitu MD, AA dan MG. Sedangkan dari tuturan UH tidak di temukan pada strategi kesantunan ini. Universitas Sumatera Utara Strategi 4: menggunakan penanda identitas kelompok: bentuk sapaan, dialek, jargon, atau slang Use in- group identity markers: addressed forms, dialect, jargon or slang Strategi ini digunakan penutur secara implisit untuk mengklaim bidang yang sama dengan pendengar yang disampaikan melalui definisi kelompok. Didalam bahasa Indonesia seperti sebutan mas, bung, kawan, sayang, say, bo’, eke, ye,dsb. Hasil temuan penelitian ini adalah sebagai berikut. Data 12 MD: “begini mas, kita bicara masalah hukum saja” Pada data 12 di atas penutur secara sengaja mengucapkan satu kata sapaan ‘mas’ yang merujuk pada unsur kesantunan berbahasa penutur sebagai bentuk penghargaan nya terhadap pendengar. Data 13 UH: “panggil saja mereka dengan segala kebijaksanaan sehingga mereka pun bisa berfikir secara terbuka untuk berubah positif mas” Data 14 MD: “anda dengan yakin menyatakan itu cerita gak ada mas” Universitas Sumatera Utara Data 15 MD: “itu sumber hukum mas” Data 16 MD: “tidak saja dalam soal agama mas, bung usman” Data 17 MD: “… didalam logika hukum mas, kalau tidak ada yang mengawasi kemudian gak usah aja bikin hukum nya” Dari data di atas penutur menggunakan bentuk sapaan ‘mas’ sebagai bagian kesantunan berbahasanya terhadap pendengar. Sapaan tersebut di pilih mengingat faktor kedekatan antara penutur dan pendengar. Penutur tidak salah memilih sapaan tersebut mengingat pendengar pantas untuk di sebut ‘mas’ daripada ‘bapak’ mengingat usia antara penutur dan pendengar yang tidak terlalu jauh. Pilihan sapaan ‘mas’ banyak muncul pada debat adalah karena penutur dan pendengar mungkin saja merasa lebih nyaman, lebih sopan, lebih akrab, dsb sehingga menjadikannya berbahasa santun dengan lebih baik. Data 18 UH: “yang kedua pasal 18 itu saya mau jelaskan pada saudara…” Universitas Sumatera Utara Data 19 AA: “itu yang tidak dikatakan saudara Moqsith” Pada data 18 penutur menggunakan sapaan individu ‘saudara’. Pendengar adalah Mahendradata sehingga kata- kata tersebut di tujukan padanya. Itu adalah bentuk berbahasa santun penutur. Sementara pada data 19, sapaan saudara di ikuti oleh nama pendengar, menunjukkan ciri normal kesantunan. Data 20 MG: “oleh karena itu dari sudut teologi sebenarnya, saya sama dengan pak Adnin, berbeda dengan Ahmadiyah” Pada data 20 penutur menyebut sapaan ‘pak’ di ikuti nama merupakan bentuk kesantunan berbahasa yang di miliki penutur dengan pertimbangan bahwa pendengar memang pantas disebut ‘pak’. Strategi 5: mencari persetujuan dengan topik yang umum atau mengulang sebagian seluruh ujaran seek agreement:safe topics, repetition Persetujuan dapat ditekankan dengan perulangan sebagian atau seluruh apa yang dimaksud oleh penutur dalam suatu percakapan. Untuk menunjukkan bahwa dia telah mendengar secara tepat apa yang diucapkan. Perulangan digunakan untuk menekankan persetujuan emosional dengan Universitas Sumatera Utara gagasan atau menekankan minat dan kejutan.Berikut analisis dan pembahasan strategi ini. Data 21 MD: “ya silahkan, silahkan” Dari data di atas penutur melakukan perulangan tuturan. Perulangan dapat di lakukan sebagian dan secara keseluruhan. Perulangan digunakan untuk menekankan persetujuan terhadap satu ide.Penutur mengatakan ‘silahkan’ secara berulang artinya bahwa penutur setuju dengan sebuah ide dan tidak membantahnya serta membiarkan ide tersebut berkembang. Ini merupakan salah satu ciri kesantunan berbahasa penutur. Data 22 MD: “jangan kita..jangan kita kemudian dibawa lagi ke dikotomi antara juga pernah ada minoritas dan mayoritas” Pada data 22 di atas penutur melakukan perulangan untuk menekankan persetujuan untuk tidak kembali pada dikotomi minoritas dan mayoritas. Apabila tidak terjadi perulangan maka arti dari tuturan tersebut akan berbeda. Data 23 MD: “jangan..jangan itu adalah membangkitkan satu katakanlah simpati bahwa ini orang kecil dan sebagainya” Universitas Sumatera Utara Dari data di atas penutur berada pada situasi melakukan perulangan untuk menekan maksud atau pun ide. Penutur merasa telah mendengar secara tepat apa yang disampaikan oleh pendengar, maka penutur dapat bereaksi melakukan perulangan tersebut. Pada kenyataannya pada saat penutur menyampaikan tuturannya di ikuti pula dengan intonasi yang agak meninggi, tetapi hal tersebut tidak mengurangi perihal kesantunan berbahasa penutur. Data 24 MD: “jangan..jangan mengungkapkan sesuatu untuk mencari simpati” Pada data di atas tidak banyak berbeda dari data sebelumnya karena pada saat penutur berbicara masih berada dalam satu topik pembicaraan. Sekali lagi penutur dengan antusias melakukan perulangan untuk mencari persetujuan. Data 25 UH: “anda yang memulai, anda yang memulai masuk ke wilayah itu” Dari data tersebut penutur melakukan perulangan kalimat dengan tujuan penekanan maksud dan mencari persetujuan. Penutur jelas memiliki sasaran agar pendengar setuju bahwa memang pendengar yang memulai sesuatu. Universitas Sumatera Utara Data 26 UH: “siapa, siapa yang mengaku nabi waktu itu?. Musailamatul Kazzab” Dari data 26 di atas penutur melakukan perulangan sambil bertanya. Sebenarnya unsur bertanya di dalam sebuah tuturan merupakan salah satu strategi kesantunan positif yaitu strategi ke- 13 memberikan pertanyaan dan alasan. Tetapi penulis dalam hal ini perlu mempertimbangkan strategi mana yang paling dominan di dalam menganalisis tuturan. Dan untuk data 26 ini adalah lebih dominan masuk ke dalam strategi kesantunan positif yang ke- 5 dengan pertimbangan konteks situasi tuturan pada saat terjadi tuturan memang cenderung bertujuan perulangan untuk mencari persetujuan dan kesepakatan. Data 27 MD: “ini sangat berbahaya. Ajaran ini sangat berbahaya” Dari data di atas penutur melakukan perulangan keseluruhan. Tujuannya masih tidak banyak berbeda dengan tujuan pada data sebelumnya bahwa penutur sangat ingin pendengar memperhatikan keinginan penutur dan setuju dengan penutur. Data 28 MG: “jadi saya kira yang harus clear ya yang harus clear saya kira disitu” Universitas Sumatera Utara Dari data 28 penutur menyampaikan ide nya dengan sangat panjang, kemudian di tengah kalimat penutur melakukan perulangan kalimat dengan tujuan mencari perhatian pendengar dan mengharapkan pendengar setuju dengan ide nya. Alasan penutur melakukan perulangan juga karena tuturannya terlalu panjang, maka ada kekhawatiran inti permasalahannya tidak nampak oleh pendengar. Data 29 MG: “karena sebagai orang Islam, sebagai orang Islam” Dari data di atas penutur melakukan perulangan dengan konteks situasi penutur memerlukan sedikit waktu untuk berfikir tentang tuturan nya sambil mencari persetujuan akan ide yang disampaikannya. Penutur sedikit berhati- hati karena topik pembicaraan mengenai Islam dan dia berbicara sebagai seorang muslim tentang satu ide dengan harapan pendengar setuju pada ide gagasannya. Data 30 MG: “misalnya dalam satu kasus. Dalam satu kasus misalnya pada bulan puasa” Dari data 30 penutur melakukan perulangan dengan tujuan penekanan persetujuan agar menjadi focus perhatian pendengar dan pendengar menyetujui ide gagasan penutur. Ini merupakan bagian dari kesantunan positif penutur. Universitas Sumatera Utara Strategi 6: menghindari ketidak setujuan dengan berpura- pura setuju, persetujuan yang semu,berbohong untuk kebaikan, kata berpagar Avoid agreement: Token agreement, pseudo- agreement, white lies, hedging opinions Token Agreement keinginan untuk sepakat atau menunjukkan kesepakatan terhadap pendengar juga mengacu pada mekanisme untuk berpura-pura menyetujui. Dapat di lihat dari hasil penelitian dibawah ini. Data 31 UH: “ya sebenarnya tidak ada yang dimenangkan, tidak ada yang dikalahkan tetapi saya kira yang paling penting sekarang bagaimana agar kita semua bisa menyerukan semua pihak untuk tidak melakukan tindakan kekerasan dan untuk mencegah segala bentuk kekerasan agar kita mampu membawa kehidupan beragama yang lebih baik berdasarkan persaudaraan, kesetaraan dan kebebasan dari kita semua untuk saling menghormati” Dari data 31 di atas merupakan bagian dari strategi kesantunan positif yang ke- 6 yaitu menghindari ke tidak setujuan dengan berpura- pura setuju atau pun persetujuan yang semu. Penutur berusaha untuk santun dengan menggunakan kalimat ‘ya sebenarnya tidak ada yang di menangkan, tidak ada yag di kalahkan’ untuk menggantikan maksud memang ada yang menang dan ada yang kalah. Penutur berusaha untuk mengalihkan fokus pembicaraan agar tidak lagi membahas mengenai siapa yang menang dan kalah dengan melanjutkan kalimat ‘…yang paling penting sekarang…’ . Ini merupakan strategi santun yang lazim di gunakan oleh masyarakat Indonesia. Universitas Sumatera Utara Data 32 UH: “jadi kalau ada ketidak puasan- ketidak puasan semacam itu bisa disampaikan lewat mekanisme hukum” Dari data di atas penutur bertujuan mengatakan kepada pendengar ‘kalau pihak kamu tidak puas’. Penutur memilih tuturan sehalus mungkin dengan berpura- pura tidak di tujukan pada pendengar tapi pada semua pihak. Ini merupakan strategi kesantunan berbahasa seorang penutur. Data 33 UH: “bukan tadi kan tadi disebutkan tentang…” Penutur mengatakan ‘bukan’ merupakan bagian dari reaksi atas tuturan pelaku debat sebelumnya. Penutur menggunakan kata ‘bukan’ karena penutur berusaha untuk memakai bahasa yang santun. Pilihan untuk mengatakan ‘tidak’ sebenarnya boleh saja di pakai oleh penutur. Tetapi nilai rasa kata ‘tidak’ di anggap kurang santun oleh penutur. Penutur memilih tuturan tersebut dengan tujuan penghalusan makna. Penutur berbohong untuk kebaikan. Data 34 UH: “bukan” Pada data 34 di atas merupakan reaksi penutur dari tuturan pelaku debat sebelumnya. Penutur membantah ide dari penutur sebelumnya. Makna sebenarnya Universitas Sumatera Utara tuturan di atas adalah penutur membantah, tidak benar tuduhan penutur sebelumnya, tidak seperti yang dibayangkan, dan semua kalimat yang bermakna ‘tidak’. Data 35 MG: “saya sangat mengerti yang disampaikan oleh Pak… akan tetapi yang penting untuk kita tegaskan adalah bahwa ajaran Ahmadiyah itu yang saya tahu, ajaran Ahmadiyah itu bukan tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai seorang Nabi, akan tetapi sebagaimana tercantum didalam sekumpulan kitab hadits, ada konsep Imam Mahdi” Dari data di atas penutur menujukan tuturannya pada pendengar secara langsung. Penutur sebenarnya tidak sepenuhnya setuju dengan ide sebelumnya, tetapi dia berpura- pura setuju dengan alasan penutur tidak paham semua tentang ide tersebut dengan mengatakan ‘…yang saya tahu..’. Penutur berhati- hati menyampaikan ide nya karena nampak dia juga memiliki keraguan akan ide nya. Ini merupakan strategi kesantunan berbahasanya untuk tidak menyinggung pendengar dan tidak menjatuhkan martabatnya sebagai penutur apabila ide tuturannya salah. Strategi 7: menunjukkan hal- hal yang dianggap mempunyai kesamaan melalui basa basi dan presuposisi Presupposeraiseassert common ground: gossip, small talk Nilai dari waktu dan upaya yang digunakan oleh penutur bersama dengan pendengar sebagai tanda persahabatan atau minat atas dirinya, meningkatkan strategi tujuan FTA dengan membicarakan sedikit tentang Universitas Sumatera Utara topik yang tidak berhubungan. Dengan demikian penutur menekankan minat umumnya atas pendengar, dan menunjukkan bahwa dia belum ingin melihat bahwa pendengar melakukan FTA misalnya, membuat permintaan.Strategi ini dilakukan untuk menghaluskan permintaan- setidaknya meminta kesediaan. Hasil temuan penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut. Data 36 UH: “…karena tuntutan para penentang Ahmadiyah kan adalah membubarkan organisasi jama’ah Ahmadiyah Indonesia” Data 36 merupakan strategi kesantunan positif yang ke-7 yaitu penutur menunjukkan hal- hal yang dianggap memiliki kesamaan pandangan dengan pendengar. Yang paling menonjol pada strategi ini adalah penutur menggunakan partikel ‘kan’ seperti contoh ujaran di atas. Penutur mencoba memastikan pada pendengar bahwa mereka berdua memiliki kesamaan pandangan tentang para penentang Ahmadiyah yang ingin membubarkan organisasi jama’ah Ahmadiyah. Ini merupakan bagian dari strategi santun yang mudah untuk dilakukan. Data 37 UH: “kita ini kan hidup di dalam satu situasi dimana banyak dari kita mempunyai keyakinan yang berbeda” Penutur mencoba untuk mencari kesamaan dengan pendengar dengan menggunakan kalimat basa- basi seperti ‘kan’ merujuk pada ‘ya kan?’. Penutur Universitas Sumatera Utara mencoba mencari tahu apakah pendengar memiliki persepsi yang sama tentang hidup di Indonesia terdiri dari banyak keyakinan yang berkembang. Data 38 UH: “ini kan dari tokoh- tokoh agama untuk melanjutkan apa yang mereka fasilitasi selama ini” Penutur dalam hal ini meyakinkan pendengar dan berusaha mencari kesamaan pandangan dengan pendengar. Penutur masih menggunakan partikel ‘kan’. Data 39 MG: “nah ini sekarang kan mau dibekukan” Dari data di atas penutur menyampaikan reaksi atas pernyataan penutur sebelumnya. Penutur ingin memastikan apakah kamu setuju dan saya juga setuju tentang sesuatu yang mau di bekukan. Untuk memastikannya di pakai partikel ‘kan’. Strategi 8: menggunakan lelucon joke Karena lelucon didasarkan pada latar belakang pengetahuan dan nilai- nilai timbal-balik, maka lelucon dapat digunakan untuk menekankan latar belakang yang dibagikan atau nilai-nilai yang dibagikan. Lelucon merupakan teknik dasar kesopanan positif. Beberapa temuan pada penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara Data 40 MD: “...ibu saya diganti saya marah. Ini rasul saya” Dari data penelitian ini tidak banyak yang menggunakan lelucon sebagai strategi tuturannnya. Hanya satu tuturan ini yang menurut penulis bisa di kategorikan sebagai lelucon. Pada saat penutur mengibaratkan ibu nya sebagai orang yang paling dikasihi nya diganti dengan hal lain dia akan marah, apalagi rasulnya sebagai kepercayaannya yang mendarah daging di dalam jiwa nya diganti tentunya penutur akan lebih marah lagi. Tetapi sebenarnya pilihan menggunakan lelucon ini bertujuan menarik perhatian pendengar, penekanan maksud dengan cara yang lebih santai agar tidak terkesan memaksa dan kasar. Ini lah strategi paling sederhana untuk melakukan kesantunan berbahasa. Strategi 9: menyatakan paham akan keinginan pendengar Assert or presuppose S’s knowledge of and concern for H’s wants Satu-satunya cara untuk menunjukkan bahwa penutur dan pendengar bekerjasama, dan sehingga secara potensial meletakkan tekanan pada pendengar untuk bekerjasama dengan penutur, yang menilai atau menyiratkan pengetahuan akan keinginan pendengar dan kemauan untuk mencocokkan keinginan seseorang dengan mereka. Hasil penelitian dapat di lihat sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara Data 41 UH: “ya saya kira itu bisa saja diusulkan. Tapi bahwa nanti disetujui atau tidak oleh Presiden, saya kira itu belum tentu disetujui karena sejauh ini saya melihat bahwa Presiden tidak mengambil posisi yang berpihak kedalam kelompok seperti yang diusulkan tadi, tetapi lebih…” Data strategi kesantunan ke- 9 ini tidak banyak ditemui di dalam debat. Pada strategi ini penutur berusaha untuk memahami keinginan pendengar. Seperti pada tuturan di atas penutur paham bahwa pendengar ingin agar usulannya diterima, maka penutur juga mendukung pendengar. Data 42 MG: “nah disitu yang saya kira susah nge cek dimana orang itu bisa diyakini bahwa dia itu masih meyakini Mirza Ghulam Ahmad” Pada data di atas penutur memberikan respon atas tuturan sebelumnya. Penutur meyakinkan pendengar bahwa memang sulit mengetahui orang tersebut masih meyakini Mirza Ghulam Ahmad atau tidak. Penutur seolah- olah paham pemikiran pendengar. Kata ‘nah’ dipakai di awal kalimat menandakan penutur sangat paham akan keinginan pendengar. Strategi 10: memberikan tawaran, janji offer, promise Untuk meredakan ancaman potensial dari beberapa FTA, penutur dapat memilih untuk menekankan kerjasamanya dengan pendengar dengan cara yang lain. Ia dapat mengakui bahwa dalam keadaan tertentu yang Universitas Sumatera Utara relevan apapun yang diinginkan pendengar, yang diinginkan penutur darinya dan akan membantu pendengar untuk mendapatkannya. Penawaran dan janji merupakan akibat alami dari pemilihan strategi ini. Hasil analisis dapat di lihat sebagai berikut. Data 43 MD: “...maka kebebasan beragama bagi umat Islam akan terbuka lebar tidak lagi diganggu dengan interpretasi, tafsiran- tafsiran yang menyesatkan” Dari data 43 di atas penutur melakukan penawaran atau pun janji pada pendengar bahwa suatu saat kebebasan beragama bagi umat Islam akan terbuka lebar. Hal ini di tandai dengan pilihan kata ‘akan’ yang berarti tawaran. Ini merupakan strategi santun penutur dibandingkan apabila tidak ada kata ‘akan’ maka tuturan tersebut terdengar kurang santun. Data 44 MD: “saya akan balikkan lagi. Kemerdekaan Republik Indonesia ini kita peroleh dari mana” Dari situasi di atas penutur berjanji untuk membalikkan lagi pernyataan sebelumnya dan kenyataannya penutur mengulangi lagi pernyataannya. Jadi strategi menggunakan tawaran dan janji sebenarnya mudah dilakukan dan sering di ucapkan Universitas Sumatera Utara di dalam tuturan sehari- hari. Dan menurut Brown dan Levinson ini merupakan strategi kesantunan. Data 45 MG: “jadi itu seiring dimana itu akan kita lihat misalnya bagaimana implementasinya dan apakah memberikan dampak ke masyarakat seluruh nya atau tidak” Dari situasi diatas tampak penutur memberikan tawaran dan janji untuk melihat kepada pendengar. Tuturan di atas apabila tidak ditambahkan dengan unsur kata berjanji ‘akan’ akan memiliki nilai rasa yang kurang santun. Data 46 UH: “tidak perlu ada kekhawatiran bahwa seolah- olah dengan adanya perbedaan dari kelompok tertentu Islam akan hancur” Penutur mengungkapkan pendapatnya yang merupakan bagian dari janji bahwa dengan perbedaan maka akan hancur. Kata ‘akan’ merujuk pada janji tersebut. Strategi 11: menunjukkan keoptimisan be optimistic Penutur mengasumsikan bahwa pendengar menginginkan apa yang diinginkan penutur dan akan membantu dia untuk memperolehnya. Yakni, bagi penutur menjadi begitu berani untuk mengasumsikan pendengar akan berkerjasama dengan dia yang akan menghasilkan sebuah komitmen bahwa pendengar akan berkerjasama dengan penutur karena itu merupakan Universitas Sumatera Utara kepentingan yang saling menguntungkan. Berikut hasil penelitian tesis dan pembahasannya. Data 47 UH: “betul” Dari data 47 di atas penutur merespon tuturan sebelumnya dengan singkat. Walaupun singkat, tetapi juga memiliki arti pragmatik tersendiri. Kata ‘betul’ pada tuturan di atas bermakna keoptimisan yang merupakan bagian dari kesantunan berbahasa. Di dalam strategi ini, penutur dan pendengar seolah- olah bekerjasama dan memilki komitmen terhadap suatu hal. Data 48 MG: “sangat rentan” Pada data di atas penutur merespon tuturan sebelumnya. Penutur menunjukkan keoptimisan atas tuturannya. Penutur yakin sekali atas tuturannya. Melalui tuturannya penutur yakin bahwa pendengar setuju dan akan bekerjasama dengannya. Data 49 MG: “berbeda” Universitas Sumatera Utara Kalimat yang di sampaikan penutur singkat, tetapi memilki arti. Pendengar dapat melihat sikap optimis penutur dalam menyampaikan tuturannya. Kalimat- kalimat singkat di sampaikan mengandung unsur keoptimisan merupakan bagian dari strategi kesantunan positif. Data 50 MG: “susah. Gak bisa” Pada tuturan di atas tampak sikap keoptimisan penutur. Keoptimisan penutur tampak pada keyakinannya menyampaikan tuturannya. Tidak ada keraguan penutur pada tuturannya dan penutur yakin pendengar setuju dan akan bekerjasama dengannya. Pada strategi kesantunan positif yang ke- 11 ini merupakan bagian dari mekanisme kesantunan yang mengatakan bahwa penutur dan pendengar bekerjasama. Tuturan yang menyatakan keoptimisan pada penelitian ini tampak menggunakan tuturan yang singkat, tetapi memilki arti pragmatik tersendiri, dan walaupun di ucapkan dengan singkat, tetapi juga pendengar dapat berasumsi bahwa harapan penutur akan bekerjasama dengan pendengar tampak dari ujaran- ujaran singkat tersebut. Universitas Sumatera Utara Strategi 12: melibatkan penutur dan pendengar dalam aktifitas include both S and H in the activity Dengan menggunakan suatu bentuk inklusif ‘we’ atau ‘kita’ pada saat penutur memaksudkan ‘youkamu’atau ‘mesaya’, maka dia dapat mengasumsikan suatu kerjasama dan dapat meredakan FTA. Penekanan let’s dalam bahasa Inggris merupakan bentuk ‘we’ inklusif. Hasil penelitian tesis dapat dilihat sebagai berikut. Data 51 UH: “kita tidak perlu emosional” Pada data di atas merupakan bagian dari strategi kesantunan positif yang ke- 12 yaitu melibatkan penutur dan pendengar di dalam sebuah aktifitas. Kata ‘kami’ dan ‘kita’ di dalam bahasa Indonesia sering digunakan untuk merujuk maksud dari tururan yang berarti ‘kamu’ ataupun ‘saya’. Kata ‘kita’ pada tuturan di atas merujuk pada ‘kamu’. Penutur menghaluskan tuturan dengan menggunakan kata ‘kita’ tersebut seolah- olah dia juga ikut terlibat di dalam aktifitas. Kata ‘kamu’ di atas merujuk pada pendengar, yaitu Pak Mahendradata yang pada kenyataannya telah emosional, sehingga penutur mengucapkan tuturan seperti di atas. Universitas Sumatera Utara Data 52 MD: “nah nanti kita tanya pada ustadz dan ulama” Penutur menggunakan kata ‘kita’ seolah- olah dia juga ikut terlibat di dalam tuturan. Kata ‘kita’ pada tuturan diatas merujuk pada ‘saya’. Pada konteks situasi penutur berbicara, penutur terlihat menggunakan intonasi yang agak meninggi. Tuturana di atas diucapkan merupakan bagian dari respon penutur atas tuturan yang sebelumnya. Di dalam situasi tuturan di atas, penutur berniat untuk membuktikan opininya dengan bertanya pada ustadz. Yang akan bertanya pada ustadz adalah ‘saya’ sendiri sebagai penutur, bukan mengajak pendengar bersama- sama bertanya pada ustadz. Data 53 MD: “tadi kita tanya ustadz dan ulama, ternyata itu tidak ada” Data 53 ini masih memiliki keterkaitan dengan dengan data 52. Kata ‘kita’ di atas merujuk pada ‘saya’. Penutur yaitu ‘saya’ benar- benar bertanya pada ustadz yang kebetulan hadir pada acara debat tersebut. Untuk penghalusan makna di ucapkan kata ‘kita’ dibandingkan penutur secara langsung mengatakan ‘saya’ yang bertanya pada ustadz. Tuturan seperti ini sangat sering digunakan oleh masyarakat Indonesia. Ini merupakan bagian dari strategi kesantunan positif Brown dan Levinson yang ke- 12. Universitas Sumatera Utara Data 54 MD: “saya minta kita mengungkapkan fakta saja. Belajar dulu” Di dalam tuturan di atas, harus lah dimengerti konteks situasi tuturan tersebut digunakan. Kata ‘kita’ merujuk pada ‘kamu’. Hal ini makin ditegaskan pada kalimat ‘belajar dulu’ yang memiliki keterkaitan bahwa penutur meminta ‘kamu’ yang mengungkapkan fakta saja dan kamu harus belajar. Data 55 MD: “penafsiran kita terbalik” Tuturan di atas merupakan respon dari tuturan sebelumnya. Kata ‘kita’ di atas merujuk pada ‘saya’. Kata ‘kita’ tidak mewakili kubu yang diperjuangkan penutur dan tidak merujuk pada pendengar, tetapi jelas dari konteks situasi yang terjadi bahwa ‘saya’ mewakili pribadi berpendapat penafsiran terbalik. Data 56 MD: “penafsiran kami justru itu justru menjamin…” Insklusif ‘we’ di dalam bahasa Inggris juga bermakna ‘kami’ di dalam bahasa Indonesia. Di dalam konteks tuturan di atas, ‘kami’ merujuk pada ‘saya’ bahwa penafsiran saya justru menjamin sesuatu. Itu lah sebenarnya makna tuturan di atas. Pada strategi kesantunan positif yang ke- 12 ini sangat sering di pakai oleh masyarakat Indonesia di dalam tuturan sehari- hari. Penghalusan makna Universitas Sumatera Utara mengggunakan kata ‘kita’ dan ‘kami’ yang merujuk pada ‘kamu’ dan ‘saya’ merupakan bagian dari strategi kesantunan positif. Ini merupakan perilaku berbahasa sopan yang standar. Strategi 13: memberikan pertanyaan atau meminta alasan Give or ask for reasons Aspek lainnya yang mencakup pendengar dalam kegiatan adalah penutur memberikan alasan mengapa dia menginginkan apa yang dia inginkan dengan menyertakan pendengar. Hasil dari penelitian dapat dilihat sebagai berikut. Data 57 UH: “karena apa? Di satu sisi ada persoalan- persoalan yang kerap kali dicampur adukkan antara kekerasan dan pembubaran Ahmadiyah” Di dalam strategi kesantunan yang ke- 13 ini, penutur memberikan alasan mengapa dia menginginkan apa yang dia inginkan dengan menyertakan pendengar. Adanya bentuk tanya ? bukan berarti penutur bertanya pada pendengar, tetapi penutur telah pun ada jawaban atas pertanyaannya. Ini merupakan bagian dari strategi santun seorang penutur. Data 58 MD: “bagaimana bayangkan apabila kita harus bernegosiasi atau berdialog dengan maling, rampok” Universitas Sumatera Utara Pada tuturan di atas, penutur menggunakan kata tanya ‘bagaimana’ tetapi juga tidak membutuhkan jawaban pendengar. Penutur memberikan pertanyaan sekaligus dengan alasannya. Penutur lebih cenderung ingin mengajak dan menyertakan pendengar di dalam tuturannya. Data 59 MD: “kalau anda mengatakan jangan emosional, bagaimana tidak emosional?” Penutur menggunakan kata tanya ‘bagaimana’ dan terdapat tanda tanya ?. Penutur memberikan pertanyaan sekaligus dengan alasannya. Penutur bertujuan menyertakan pendengar di dalam tuturannya. Data 60 UH: “bagaimana negara kalau tanpa proses?” Pada data 60, penutur masih menggunakan kata ‘bagaimana’ di ikuti dengan tanda tanya ? di akhir tuturan. Ini merupakan strategi santun bahasa yang mudah untuk dilakukan. Data 61 MD: “apa jadinya?” Universitas Sumatera Utara Dari data 61 ditemukan bahwa penutur menggunakan kata tanya ‘apa’ di ikuti dengan tanda tanya ? di akhir tuturan. Sama dengan data- data sebelumnya bahwa walaupun tuturan bertanya, tetapi bukan berarti membutuhkan jawaban dari pendengar, karena sebenarnya penutur sendiri telah mempunyai jawaban. Penutur hanya bertujuan menyertakan pendengar di dalam tuturannya. Data 62 MG: “yang berbeda adalah bagaimana menangani perbedaan ee terhadap Ahmadiyah ini” Pada data di atas penutur memberikan alasan atas tuturannya. Tidak tampak unsur bertanya walau pun di tengah- tengah kalimat terdapat kata tanya ‘bagaimana’. Data 63 MG: “apakah ditempuh dengan meminjam tangan Negara untuk memberanguskan dan membubarkan Ahmadiyah” Penutur menggunakan kata tanya ‘apakah’ dan tidak di ikuti dengan kata tanya ?. Pada konteks situasi tuturan tersebut, penutur lebih cenderung menyampaikan alasan daripada bertanya. Universitas Sumatera Utara Data 64 MG: “kedepan apakah mau dinaikkan menjadi undang- undang atau seperti apa dan harus segera ditindak lanjuti dengan undang- undang anti kekerasan dan basis agama” Pada tuturan di atas tampak di tengah- tengah tuturan menggunakan kata tanya ‘apakah’ dan ‘seperti apa’. Penutur menyampaikan tuturan dengan alasan. Data 65 AA: “dan menurut pendapat anda, kalau Ghulam Ahmad itu adalah nabi atau bukan?” Pada tuturan di atas, penutur secara langsung menyertakan pendengar. Penutur langsung bertanya dan membutuhkan jawaban. Ini juga merupakan strategi bertanya yang santun. Data 66 MG: “siapa yang punya otoritas untuk memandang bahwa orang itu sudah sesat atau orang itu dalam petunjuk Tuhan didalam Alqur’an tegas sekali” Pada tuturan 66 menggunakan kata tanya ‘siapa’ tetapi tidak membutuhkan jawaban pendengar. Bertanya dan menjawab adalah bagian dari tugas penutur dengan tujuan menyertakan pendengar. Universitas Sumatera Utara Data 67 MG: “siapa yang masih Ahmadiyah dan siapa yang tidak” Tuturan di atas merupakan pernyataan alasan. Walaupun menggunakan kata tanya ‘siapa’ bukan berarti bertanya. Data 68 MG: “aktifitas itu apa termasuk salah? Aktifitas sholat” Pada data 68 penutur memakai kata tanya ‘apa’ dan diakhiri dengan jawaban yang kita artikan sebagai alasan. Cara bertutur seperti ini sebenarnya sering sekali ditemui di dalam tuturan percakapan sehari- hari dan ini merupakan strategi kesantunan positif. Strategi 14: menyatakan hubungan secara timbal balik Assume or assert reciprocity Keberadaan kerjasama antara penutur dan pendengar dapat juga diklaim atau dipaksa dengan memberikan bukti dari hak timbal balik atau kewajiban yang terkandung diantara penutur dan pendengar. Pada data tidak ditemukan strategi kesantunan yang menyatakan hubungan timbal balik antara penutur dan pendengar. Universitas Sumatera Utara Strategi 15: memberikan hadiah pada pendengar: simpati, pengertian, kerjasama give gifts to H goods, symphaty, understanding, cooperation Penutur dapat memenuhi keinginan positif pendengar penutur ingin memenuhi keinginan pendengar, pada tingkat tertentu dengan memenuhi beberapa keinginan pendengar. Tidak ditemukan data untuk strategi kesantunan positif ini.

4.2 Strategi Kesantunan Negatif