Sebaliknya dinyatakan kepada lawan bicara dimana penutur menyatakan bahwa pendengar tidak berhutang budi sama sekali kepadanya. Contoh ujaran ini
sebagai berikut. I could easily do it for you
It wouldn’t be any trouble; I have to go right by there anyway… Dari kalimat diatas penutur menyatakan bahwa pendengar sama sekali tidak
berhutang budi padanya, sebab apa yang dilakukannya tidak menimbulkan kesulitan sama sekali. Didalam bahasa Indonesia, beberapa contoh sebagai berikut.
Saya tidak akan pernah bisa membalas budi baikmu jika kamu
bisa membawakan buku ini untukku
Saya akan berterima kasih sekali padamu jika kamu datang ke
pestaku
Tidak jadi masalah, saya senang melakukannya Saya tidak keberatan untuk membantumu
2.1.9 Etika Berbicara didalam Islam
Berbicara adalah salah satu sarana komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam Al-qur’an disebutkan bahwa kemampuan berbicara adalah
fitrah manusia. “Tuhan yang Maha pemurah, yang telah mengajarkan
Alqur’an. Dia menciptakan manusia dan mengajarnya pandai berbicara” QS Ar Rahmaan 55: 1-4.
Universitas Sumatera Utara
Dalam berbicara hendaknya diperhatikan beberapa etika yang mendatangkan kebaikan dan keberkahan. Tidak semua orang yang berbicara itu
memperhatikan etika dalam menyampaikan pesan melalui pembicaraan. Begitu pula khususnya bagi setiap muslim harus memperhatikan etika berbicara yang juga
berkaitan dengan kesantunan berbahasa seorang muslim. Dalam salah satu hadis disebutkan “muslim yang baik itu adalah muslim
yang menyelamatkan muslim lainnya dari gangguan tangan maupun lisannnya” HR Bukhari. Keyakinan bahwa diri kita tidak boleh menjadi seseorang yang merugikan
orang lain, harus lah selalu dihujamkan kedalam hati.Termasuk didalamnya adalah dalam berbicara.
Dalam hal berbicara, Imam Al-Ghazali hanya memperbolehkan satu jenis pembicaraan saja, yaitu pembicaraan yang hanya memiliki manfaat dan tidak
mengandung bahaya. Selanjutnya Imam Al- Ghazali menyebutkan “pembicaraan yang banyak mengandung bahaya dan tidak memiliki manfaat jelas harus kita
hindari. Pembicaraan seperti itu adalah pembicaraan yang berlebihan”. Beberapa etika berbicara seorang muslim dapat dilihat sebagai berikut.
1 Hendaknya pembicaraan selalu di dalam kebaikan, sebagaimana firman Allah
SWT. “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka,
kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh manusia memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. [QS An Nisaa’ 4: 114].
Universitas Sumatera Utara
Bagi setiap umat manusia didunia, tidak perduli beragama apapun mengajarkan kebaikan termasuk juga dalam hal berbicara. Topik
pembicaraan harus baik, tujuan pembicaraan harus baik dan memberi manfaat kebaikan.
2 Sebaiknya jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna. Rasulullah
SAW bersabda“Termasuk kebaikan Islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.” [HR Ahmad dan Ibnu Majah].
Salah satu yang tidak berguna dalam pembicaraan, dan bahkan bisa merugikan diri sendiri yang perlu kita hindari adalah bergunjing ghibah dan
memfitnah. Bergaul dengan sesama memang baik dalam kaitan silaturahmi, dan orang bijak akan membatasi memasuki suatu kumpulan untuk
menghindari ‘mulut yang berbahaya’. 3
Hendaknya orang yang berbicara tidak membicarakan semua apa yang pernah didengar, sebab bisa jadi semua yang didengar itu menjadi dosa sebagaimana
sabda Rasulullah SAW “Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar.” [HR Muslim].
4 Menghindari perdebatan dan saling membantah, meskipun kita berada di
pihak yang benar, dan menjauhi perkataan dusta meskipun bercanda. Rasulullah SAW bersabda ”Aku adalah penjamin sebuah istana di taman
surga bagi siapa saja yang menghindari pertikaian perdebatan meskipun ia
Universitas Sumatera Utara
benar; dan penjamin istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta meskipun bercanda.” [HR Abu Daud].
5 Berbicara dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Aisyah RA menuturka
Sesungguhnya Nabi SAW apabila membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya.
Karena jika berbicara dengan tergesa-gesa, maka bisa mengakibatkan salah ucap, pembicaraan menjadi kurang jelas, dan bisa menimbulkan salah paham.
6 Hindari memotong pembicaraan. Hendaknya kita memberikan kesempatan
yang wajar kepada seseorang yang menguraikan sesuatu dengan tuntas. Bila ada hal-hal yang tidak sesuai atau perlu dikoreksi, lakukankah kemudian
setelah selesai uraian itu, bukan dengan cara memotong pembicaraan untuk terus berbicara. Memotong pembicaraan adalah salah satu pengejawantahan
dari sifat suka banyak bicara dan berpura-pura fasih, yang berarti pula kesombongan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Dan sesungguhnya
manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih, dan
orang-orang yang mutafaihiqun. Para shahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apa arti mutafaihiqun? Rasulullah menjawab: Orang-orang yang
sombong. [HR Tirmidzi]. Jadi jika kita ingin mengkoreksi isi pembicaraan seseorang, hendaknya kita lakukanlah koreksi atau menyela pembicaraan
dengan cara yang baik dan pada saat yang tepat di sela-sela pembicaraan.
Universitas Sumatera Utara
7 Janganlah berbicara bohong. Cukup banyak kerugian bagi pembohong yang
disebutkan dalam Al Qur’an dan Hadis, antara lain. ● “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-
orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang- orang pendusta”. [QS An Nahl 16: 105].
● “Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang keterlaluan dan suka berbohong”. [QS Al Ghaafir 40: 28].
● ”Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu bila berbicara dusta, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat. [HR Muslim].
● “Celaka bagi orang yang bercerita kepada satu kaum tentang kisah bohong dengan maksud agar mereka tertawa. Celakalah dia, celaka dia.”
[HR Abu Dawud dan Ahmad]. ● Suatu khianat besar bila kamu berbicara kepada kawanmu dan dia
mempercayai kamu sepenuhnya padahal dalam pembicaraan itu kamu berbohong kepadanya. [HR Ahmad dan Abu Dawud].
8 Hindari berbicara yang bernuansa penghinaan, ucapan apapun yang bersifat
merendahkan, mengejek dan menghina seseorang atau kelompoknya dalam bentuk apapun, baik tentang kepribadian, postur tubuh, maupun keadaan
ekonomi-sosialnya. Tidak ada masalah yang bisa diselesaikan dengan melakukan celaan apalagi dengan sikap penghinaan, dan merendahkan orang
lain. Akibat yang muncul dari perbuatan ini adalah sakit hati dan dendam. Untuk itu, berusahalah menahan diri dari untuk tidak memberikan komentar
Universitas Sumatera Utara
atau bersikap sembarangan yang bisa membuat orang lain merasa direndahkan.
9 Hindari ikut campur urusan pribadi orang lain, apalagi kalau memang kita
tidak berkepentingan dan tidak memberikan manfaat. Setiap orang pasti mempunyai masalah pribadi yang sensitif. Jika kita usik batas pribadi orang
lain, bisa menimbulkan ketidaksenangan terhadap kita. Maka janganlah kita usil, menanyakan tentang hutang, aib, masa lalu, kekurangan orangtua atau
masalah-masalah lain yang berhubungan dengan pribadi orang lain. 10 Jangan mengungkit masa lalu tentang kesalahan, aib atau kekurangan
seseorang. Siapa tahu kelamnya masa lalu itu sudah terhapus melalui taubatan nasuha-nya. Ingatlah bahwa setiap orang memiliki kesalahan, aib, atau
kekurangan, yang ingin disembunyikannya, dan kitapun memiliknya. Maka, janganlah pernah ada keinginan untuk mengungkit masa lalu, apalagi
menyebarkan luaskannya. Hal ini sama halnya dengan mengajak bermusuhan karena mencemarkan kekurangannya. Belajarlah untuk bersama-sama
memulai lembaran-lembaran baru yang lebih putih bersih dan bersemangat untuk mengisi lembaran baru tersebut dengan kebaikan
11 Jangan membela musuh seseorang. Setiap orang mempunyai kawan yang
disukai. Jika membela musuhnya, kita bisa dianggap bergabung dengan musuhnya itu, dan sebaliknya janganlah mencaci kawannya, bisa diartikan
kita juga sedang mencaci dirinya. Karena itu hendaknya kita berhati-hati berbicara dengan seseorang antara lain dengan mencoba mengetahui terlebih
Universitas Sumatera Utara
dahulu siapa kawan atau musuhnya, dan bersikaplah netral sepanjang kita menghendaki kebaikan bagi semua pihak dan sadar bahwa untuk berubah kita
harus siap menjalani proses dan tahapan. Dalam bergaul, yang harus kita prioritaskan adalah memperbanyak teman, bukan memperbanyak musuh.
12 Jangan merusak kegembiraan orang lain atau orang yang sedang bersuka-cita. Misalnya ada seseorang yang merasa gembira mendapat hadiah barang bagus
dari luar negeri, padahal kita tahu bahwa hadiah tersebut buatan Indonesia yang dijual di pasaran dunia, maka tidak perlu kita sampaikan fakta tersebut
hanya karena ingin bicara. Biarkan dia bergembira dengan hadiah tersebut 13 Hindari membandingkan, baik berupa jasa, kebaikan, penampilan, harta dan
kedudukan seseorang dengan orang lain, yang jika mendengarnya, akan menyebabkan dia merasa tidak berharga atau diremehkan, menjadi rendah
diri dan terhina. Termasuk apabila seseorang itu sudah berumahtangga, janganlah sekali-kali membandingkan isteri suami dengan perempuan laki-
laki lain. 14 Pandai-pandailah dalam mengendalikan amarah. Bila kita marah, maka
waspadalah. Kemarahan yang tidak terkendali biasanya menghasilkan kata- kata dan perlaku keji yang bisa melukai orang lain. Tentu perbuatan ini akan
menghancurkan hubungan di lingkungan manapun. Maka, sudah seharusnya kita melatih diri untuk mengendalikan amarah sekuat upaya. Jika kemarahan
itu tetap terjadi, pilihlah kata-kata yang paling tidak melukai. Sederhanakanlah kata-kata itu. Persingkat kemarahan dan jangan malu untuk
Universitas Sumatera Utara
meminta maaf jika ada ucapan yang kita lontarkan terasa mungkin menyakitkan hati orang lain atau berlebihan.
15 Jangan menertawakan. Sikap menertawakan biasanya muncul karena kita menyangsikan kekurangan orang lain. Sikap, penampilan dan rupa seseorang,
kadang membuat kita tertawa karena terlihat lucu. Ingatlah, tertawa yang tidak pada tempatnya berlebihan akan mengundang rasa sakit
hati. Itulah beberapa etika berbicara seorang muslim. Adapun yang harus
diperhatikan didalam penelitian ini bahwa ada kesejajaran persepsi ataupun sudut pandang dari penulis bahwa penelitian ini ingin mencari adakah kesamaan
pandangan antara strategi kesantunan berbahasa Brown dan Levinson dengan etika kesantunan berbicara seorang muslim didalam acara debat Kontoversi SKB
Ahmadiyah di TV One. Hal ini dijadikan permasalahan didalam penelitian ini dengan alasan bahwa
topik debat tentang Islam, kemudian para pelaku diketahui pula merupakan muslim yang juga kompeten untuk berbicara Islam. Oleh karena itu adalah sangat menarik
untuk menggabungkan pendapat-pendapat para ahli alim ulama tentang etika berbicara seorang muslim dengan fenomena debat khususnya bila dikaitkan dengan
pelaku debat itu sendiri. Melalui tesis ini di harapkan juga dapat membuka wacana ber bahasa santun bagi pelaku debat muslim.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kajian Terdahulu
Pada bagian ini akan membahas tentang penelitian kesantunan berbahasa yang telah dilakukan pemerhati bahasa atau peneliti- peneliti linguistik sebelumnya.
Penelitian kesantunan berbahasa yang akan dibahas pada bagian ini adalah penelitian yang berkaitan dengan kajian pragmatik.. Informasi yang diperoleh dari
kajian pustaka berupa data, konsep, teknik, dan pendekatan diharapkan dapat memperjelas posisi penelitian ini. Di bawah ini beberapa penelitian yang telah
dilakukan para peneliti bahasa sebelumya, seperti. Rahadi 2005 berusaha menyingkap seluk- beluk kesantunan pada
pemakaian tuturan imperatif dalam kegiatan bertutur. Kesantunan adalah bagaimana bahasa menunjukkan jarak sosial di antara para penutur dan hubungan peran mereka
di dalam suatu masyarakat. Adapun aspek kesantunan yang dikaji dalam buku ini meliputi wujud, peringkat, dan faktor penentunya. Studi kesantunan berbahasa
diharapkan dapat menopang lancarnya komunikasi dan interaksi lintas budaya. Dengan mengetahui ketentuan- ketentuan dan batasan- batasan dari kesantunan
dalam praktik bahasa Indonesia, anggota masyarakat bahasa akan dapat lebih mudah membina relasi dan menjalin kerjasama di dalam membangun komunikasi dan
interaksi dengan sesamanya. Simpen 2008 dalam desertasinya yang berjudul Kesantunan Berbahasa
Pada Penutur Bahasa Kambera di Sumba Timur memiliki tujuan penelitian untuk menemukan, mendeskripsikan, dan menganalisis satuan verbal yang digunakan
Universitas Sumatera Utara