Untuk etika berbicara ini tidak tampak ada kaitan dengan strategi kesantunan Brown dan Levinson. Dalam konteks situasi debat, tidak ada yang saling
menertawakan. Semua pihak berusaha santun dengan tidak saling menertawakan.
4.2 Pembahasan
Kesantunan berbahasa merupakan topik kajian di dalam penelitian tesis ini. Kesantunan berbahasa yang di teliti di dalam tesis ini adalah kesantunan berbahasa
menurut Brown dan Levinson. Kedua ahli membahas tentang kesantunan berbahasa berdasarkan nosi muka wajah bukan arti yang sebenarnya.
Kesantunan berbahasa menurut kedua ahli terdiri dari kesantunan positif dan kesantunan negatif. Pada saat kita berbicara tentang kesantunan berbahasa menurut
Brown dan Levinson, artinya kita akan berbicara tentang kedua kesantunan di atas. Kesantunan positif mengacu pada citra diri setiap orang yang berkeinginan
agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang ia yakini diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, yang patut dihargai,
diterima dan seterusnya. Kesantunan negatif mengacu pada citra diri setiap orang yang rasional yang berkeinginan agar ia dihargai dengan cara membiarkannya
bebas melakukan tindakannya atau membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu.
Pemilihan bentuk- bentuk tuturan untuk menyelamatkan muka sering disebut strategi. Kedua kesantunan di atas berbicara mengenai strategi kesantunan. Oleh
Universitas Sumatera Utara
karena itu strategi kesantunan dapat di bagi menjadi strategi kesantunan positif SKP dan strategi kesantunan negatif SKN.
Strategi kesantunan positif terdiri atas 15 strategi yaitu: 1 memperhatikan
kesukaan, keinginan dan kebutuhan pendengar Notice, attend to H : his interests,
wants, needs, goods; 2 membesar- besarkan perhatian, persetujuan dan simpati
kepada pendengar Exaggerate: interests, symphaty with H; 3 mengintensifkan perhatian pendengar dengan pendramatisiran peristiwa atau fakta Intensify interest
to H; 4 menggunakan penanda identitas kelompok: bentuk sapaan, dialek, jargon, atau slang Use in- group identity markers: addressed forms, dialect, jargon or
slang; 5 mencari persetujuan dengan topik yang umum atau mengulang sebagian seluruh ujaran seek agreement:safe topics, repetition; 6 menghindari ketidak
setujuan dengan berpura- pura setuju, persetujuan yang semu,berbohong untuk kebaikan, kata berpagar Avoid agreement: Token agreement, pseudo- agreement,
white lies, hedging opinions; 7 menunjukkan hal- hal yang dianggap mempunyai kesamaan melalui basa basi dan presuposisi Presupposeraiseassert common
ground: gossip, small talk; 8 menggunakan lelucon joke; 9 menyatakan paham akan keinginan pendengar Assert or presuppose S’s knowledge of and concern for
H’s wants ; 10 memberikan tawaran, janji offer, promise; 11 menunjukkan keoptimisan be optimistic; 12 melibatkan penutur dan pendengar dalam aktifitas
include both S and H in the activity; 13 memberikan pertanyaan atau meminta alasan Give or ask for reasons; 14 menyatakan hubungan secara timbal balik
Assume or assert reciprocity; 15 memberikan hadiah pada pendengar: simpati,
Universitas Sumatera Utara
pengertian, kerjasama give gifts to H goods, symphaty, understanding, cooperation.
Strategi kesantunan negatif terdiri atas 10 strategi kesantunan, yakni: 1
menggunakan ujaran tidak langsung be conventionally indirect; 2 pertanyaan, pagar question, hedge; 3 bersikap pesimis be pessimistic; 4 meminimalkan
tekanan minimize the imposition; 5 memberikan penghormatan give deference; 6 meminta maaf Apologize; 7 memakai bentuk impersonal impersonalize S and H;
8 menyatakan tindakan pengancaman muka sebagai aturan yang bersifat umum state the FTA as a general rule; 9 nominalisasi nominalize; 10 menyatakan diri
berhutang budi go on record as incurring a debt, or as not indebting H. Dari semua strategi tersebut, penulis mencoba untuk mengkaitkan dengan
etika berbicara di dalam Islam. Etika berbicara di dalam Islam erat kaitannya dan dapat juga di katakan sebagai kesantunan berbahasa di dalam Islam. Penulis
mengkaitkan kedua strategi kesantunan di atas dengan etika berbicara di dalam Islam dengan pertimbangan bahwa topik debat yang di gunakan sebagai data penelitian
adalah mengenai Islam. Kemudian para pelaku debat adalah orang- orang yang memiliki pengetahuan tentang Islam. Hal ini terbukti dengan kemampuan mereka
mengeluarkan dalil- dalil Alqur’an maupun Hadits. Etika berbicara di dalam Islam banyak dibahas aleh para alim ulama,
diantaranya adalah Imam Al- Ghazali. Menurut beliau terdapat 15 strategi berbicara bagi seorang muslim, yakni. 1 Hendaknya pembicaraan selalu di dalam kebaikan
sebagaimana firman Allah SWT; 2 Sebaiknya jangan membicarakan sesuatu yang
Universitas Sumatera Utara
tidak berguna; 3 Hendaknya orang yang berbicara tidak membicarakan semua apa yang pernah didengar, sebab bisa jadi semua yang didengar itu menjadi dosa; 4
Menghindari perdebatan dan saling membantah, meskipun kita berada di pihak yang benar, dan menjauhi perkataan dusta meskipun bercanda; 5 Berbicara dengan tenang
dan tidak tergesa-gesa; 6 Hindari memotong pembicaraan; 7 Janganlah berbicara bohong; 8 Hindari berbicara yang bernuansa penghinaan, ucapan apapun yang
bersifat merendahkan, mengejek dan menghina seseorang atau kelompoknya dalam bentuk apapun, baik tentang kepribadian, postur tubuh, maupun keadaan ekonomi-
sosialnya; 9 Hindari ikut campur urusan pribadi orang lain, apalagi kalau memang kita tidak berkepentingan dan tidak memberikan manfaat; 10 Jangan mengungkit
masa lalu tentang kesalahan, aib atau kekurangan seseorang; 11 Jangan membela musuh seseorang; 12 Jangan merusak kegembiraan orang lain atau orang yang
sedang bersuka-cita; 13 Hindari membandingkan, baik berupa jasa, kebaikan, penampilan, harta dan kedudukan seseorang dengan orang lain, yang jika
mendengarnya, akan menyebabkan dia merasa tidak berharga atau diremehkan, menjadi rendah diri dan terhina; 14 Pandai-pandailah dalam mengendalikan amarah;
15 Jangan menertawakan Data penelitian di ambil dari tuturan acara debat kontoversi surat keputusan
bersama Ahmadiyah yang diselenggarakan di TV One pada tanggal 11 juni 2008. Para pelaku debat terdiri atas 4 orang yaitu MD dari tim advokasi anti Ahmadiyah
,AA dari Majlis Tarjih Muhammadiyah ,UH merupakan koordinator Kontras dan MG yang merupakan koordinator jaringan Islam liberal. Data tuturan di ambil hanya
Universitas Sumatera Utara
dari ke empat orang ini saja tanpa melibatkan presenter dan penonton dengan pertimbangan efisiensi waktu dan keterbatasan penelitian.
Dari hasil temuan terdapat 68 tuturan yang menggunakan strategi kesantunan positif SKP. Dari 68 tuturan tersebut, yang paling dominan adalah strategi 13 yaitu
memberikan pertanyaan atau meminta alasan. Strategi ke- 13 ini terdiri atas 12 tuturan mulai dari data 57 sampai 68. Kemudian strategi yang paling banyak
muncul adalah strategi ke-3 yaitu mengintensifkan perhatian dengan pendramatisiran fakta dan peristiwa. Di posisi ketiga adalah Strategi kesantunan ke-5 yaitu mencari
persetujuan dengan topik yang umum atau mengulang sebagian seluruh ujaran. Dari hasil temuan terdapat 41 tuturan untuk strategi kesantunan negatif.
Strategi yang paling dominan muncul adalah strategi ke- 4 yaitu meminimalkan tekanan, kemudian di ikuti oleh strategi ke-2 yaitu pertanyaan dan pagar, kemudian
di ikuti oleh strategi ke-8 yaitu menyatakan tindakan pengancaman muka sebagai aturan yang bersifat umum.
Jadi apabila di bandingkan antara strategi kesantunan positif dan strategi kesantunan negatif di dalam temuan penelitian ini, tampak bahwa strategi
meminimalkan jarak kesantunan positif lebih dominan di bandingkan strategi menciptakan jarak kesantunan negatif. Dari kajian budaya, terdapat keselarasan
bahwa strategi distancing memang lebih berakar pada budaya Eropa, sementara mendekatkan jarak berakar pada budaya Asia, termasuk juga Indonesia.
Dari hasil penelitian ini di kaitkan dengan etika berbicara di dalam Islam, secara umum dapat di katakan tidak terdapat banyak kesamaan antara strategi
Universitas Sumatera Utara
kesantunan positif, strategi kesantunan negatif Brown dan Levinson dengan etika berbicara Al- Ghazali. Dari 15 etika berbicara di dalam Islam, terdapat 3 kesamaan
yaitu etika ke-2 sama dengan strategi kesantunan ke- 3 SKP-3. Kemudian etika ke- 8 dengan SKP-8, kemudian etika ke- 12 dengan SKP- 6. Lebih lanjut dapat di lihat
pada sub bab 4.1.3. Dari hasil penelitian ini tidak hanya mencari kecenderungan strategi mana
yang digunakan pelaku debat, tetapi juga di teliti dan menjadi bahan pertimbangan bagi penulis memutuskan tuturan termasuk di dalam kategori mana berdasarkan
konteks situasi tuturan. Jadi pada saat membahas tentang SKP dan SKN, tampak jelas tuturan verbal yang akan di analisis, sementara untuk kajian etika berbicara
tidak begitu nampak parameter linguistik nya yaitu aturan linguistik untuk tuturan verbal nya. Yang tampak adalah konteks situasi non verbal, seperti etika berbicara
untuk tidak tergesa- gesa dalam berbicara, tidak memotong pembicaraan dan sebagainya, tidak akan di temukan unsur verbal nya, tetapi unsur non verbal nya
dapat di lihat pada saat acara debat tersebut. Dari hasil penelitian SKP yang paling menonjol untuk di cermati adalah
tentang perilaku bahasa atau pun gaya bahasa penutur, seperti seringnya melakukan perulangan kata. Untuk sebagian di kategorikan kesantunan berbahasa, tetapi juga
sebagian di kategorikan sebagai perilaku normal di dalam tuturan. Perilaku santun telah di bahas pada SKP-5, sementara perilaku normal seperti tuturan berikut.
Universitas Sumatera Utara
AA:
“ya saya pikir sangat menarik ya. Kita bisa lihat ya. Jadi biar tidak ada perbedaan….itu yang pertama ya. Dan itu di
kemukakan secara ya…”
Tuturan di atas dengan melakukan perulangan kata ‘ya’ yang banyak sekali. Bukan merupakan strategi santun bahasa, tetapi merupakan gaya bahasa seseorang
yang menjadi ciri berbicara seseorang. Ciri ini tidak di temui pada pelaku debat yang lain.
Universitas Sumatera Utara
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian di temukan beberapa simpulan sebagai berikut. 1
Strategi kesantunan berbahasa pelaku debat direpresentasikan melalui strategi kesantunan positif, yaitu: 1 mengintensifkan perhatian pendengar dengan
pendramatisiran peristiwa atau fakta; 2 penggunaan penanda identitas kelompok; 3 mencari persetujuan; 4 menghindari ketidaksetujuan dengan
berpura- pura setuju; 5 menunjukkan kesamaan; 6 menggunakan lelucon; 7 paham akan keinginan pendengar; 8 memberikan tawaran dan berjanji;
9 melibatkan penutur dan pendengar dalam aktifitas, sedangkan wujud strategi kesantunan negatif direpresentasikan melalui: 1 menggunakan
ujaran tidak langsung; 2 penggunaan kata berpagar; 3 meminimalkan tekanan; 4 memberikan penghormatan; 5 memakai bentuk impersonal; 6
menyatakan tindak pengancaman muka sebagai aturan umum; 7 nominalisasi.
2 Apabila di bandingkan antara strategi kesantunan positif dan strategi
kesantunan negatif di dalam temuan penelitian ini, tampak bahwa strategi meminimalkan jarak kesantunan positif lebih dominan di bandingkan
strategi menciptakan jarak kesantunan negatif. Dari kajian budaya, terdapat keselarasan bahwa strategi distancing memang lebih berakar pada budaya
Universitas Sumatera Utara