serta kelompok umur ≤15 tahun 9 oran g 7,1, 16-30 tahun 71 orang 56,3,
31-45 tahun 24 orang 19,1, dan ≥46 tahun 22 orang 17,5.
23
Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 tercatat 174 penderita appendicitis
yang dirawat inap dengan rincian 38 orang tahun 2005, 26 orang tahun 2006, 49 orang tahun 2007, 34 orang tahun 2008, dan 27 orang tahun 2009. Berdasarkan
latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP
Nusantara II Medan tahun 2005-2009.
1.2. Perumusan Masalah
Belum diketahui karakteristik penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui trend penderita appendicitis rawat inap berdasarkan data
tahun 2005-2009. b.
Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan sosiodemografi umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, dan
pekerjaan. c.
Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan keluhan.
d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan lama
rawatan rata-rata. e.
Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan jenis appendicitis.
f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan
status komplikasi. g.
Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan penatalaksanaan medis.
h. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita appendicitis berdasarkan
keadaan sewaktu pulang. i.
Untuk mengetahui proporsi umur berdasarkan jenis appendicitis. j.
Untuk mengetahui proporsi umur berdasarkan status komplikasi. k.
Untuk mengetahui proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan jenis appendicitis.
Universitas Sumatera Utara
l. Untuk mengetahui proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan status
komplikasi. m.
Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata berdasarkan status komplikasi. n.
Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis. o.
Untuk mengetahui proporsi status komplikasi berdasarkan keadaan sewaktu pulang.
p. Untuk mengetahui proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan
sewaktu pulang.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan untuk meningkatkan pelayanan, penyediaan fasilitas
perawatan, dan pengobatan terhadap pasien yang menderita appe ndicitis.
1.4.2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Appendiks 2.1.1. Anatomi
19, 24
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat
perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih
akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit
kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens appendicitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada
bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik appendicitis
ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal di belakang sekum 65,28, pelvic panggul 31,01, subcaecal di bawah sekum 2,26,
preileal di depan usus halus 1, dan postileal di belakang usus halus 0,4, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.1. Appendiks pada saluran pencernaan
24
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Anatomi appendiks
24
Gambar 3.3. Posisi Appendiks
24
Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua minggu
setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya berjumlah sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa. Setelah itu,
mengalami atropi dan menghilang pada usia 60 tahun. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti
arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis
bermula di sekitar umbilikus. Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang
merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka appendiks mengalami
ganggren.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Fisiologi
25
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid
Tissue GALT yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A Ig-A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit
sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
2.2. Definisi Appendicitis
Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith batu feces, hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan
Enterobius vermikularis.
26
Penelitian Collin 1990 di Amerika Serikat pada 3.400 kasus, 50 ditemukan adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan
limfoid submukosa 60, fekalith 35, benda asing 4, dan sebab lainnya 1.
27
Universitas Sumatera Utara
2.3. Patofisiologi Appendicitis
Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi
lumen dan ulserasi mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendicitis.
28
Obstruksi intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi mukosa dan menimbulkan
distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada dinding appendiks akan terganggu. Adanya kongesti vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding appendiks.
Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel
meskipun faktor obstruksi telah dihilangkan. Appendicitis dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub mukosa,
dan muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi sel radang neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerah-merahan dan ditutupi
granular membran. Pada perkembangan selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal disebut appendicitis akut supuratif. Edema
dinding appendiks menimbulkan gangguan sirkulasi darah sehingga terjadi ganggren, warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua dinding
appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan pembuluh darah kongesti.
9
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya
perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.
24
2.4. Epidemiologi Appendicitis 2.4.1. Distribusi Appendicitis