xxviii
BAB II LANDASAN TEORI
A. Bank Perkreditan Rakyat Syariah
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Bank Perkreditan Rakyat menurut Undang-Undang Perbankan No. 7
tahun 1992, adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan danatau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Sedangkan pengertian BPRS terangkum pada UU Perbankan No. 10 tahun
1998, disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah.
6
Artinya di sini kegiatan BPRS jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan bank umum. Kegiatan BPRS hanya meliputi kegiatan penghimpunan
dan penyaluran saja, bahkan dalam menghimpun dana, BPRs dilarang untuk menerima simpanan dalam bentuk Giro. Begitu juga dalam hal jangkauan
wilayah operasi, BPRS hanya dibatasi dalam wilayah-wilayah operasi tertentu saja. Lebih lanjut dalam hal pendiriannya. BPRS membutuhkan modal awal
yang relatif lebh kecil dibandingkan dengan modal awal pendirian Bank
6
UU No. 10 tahun 1998
xxix Umum Syariah.
7
Larangan lainnya bagi BPRS adalah tidak diperkenankannya ikut kliring serta transaksi valuta asing.
Berdirinya BPRS dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi Indonesia yang
tengah mengalami
restrukturisasi ekonomi.
Restrukturisasi perekonomian di Indonesia itu terwujud dalam berbagai kebijakan, baik di
bidang keuangan, moneter, termasuk dalam bidang perbankan.
8
Selain itu, berdirinya BPRS situ dilatarbelakangi pula oleh adanya peluang bagi
pengembangan Bank Islam dalam undang-undang perbankan, yang membolehkan menggunakan prinsip bagi hasil.
2. Tujuan Pendirian BPRS a. Meningkatkan kesejahteraan ekonom umat Islam terutama masyarakat
golongan ekonomi lemah. b. Meningkatkan pendapatan perkapita.
c. Menambah lapangan kerja terutama di Kecamatan-kecamatan. d. Mengurangi urbanisasi.
e. Membina semangat Ukhuwah Islamiah melalui kegiatan ekonomi.
9
7
PBI. No: 617PBI2004, Pasal 4 tentang Pendirian BPRs
8
Prof. H. A. Djazuli dan Drs. Yadi Janwari, M.Ag. “Lembaga-lembaga Perekonomian Umat Sebuah Pengenalan”
. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2002 hal. 108
9
Drs. H. Karnaen Perwataatmadja dan H. M. Syafi’I Antonio. “Apa dan bagaimana Bank Islam”. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992 hal.96
xxx 3. Produk-Produk dan Kegiatan Usaha BPRS
Pada dasarnya, sebagai lembaga keuangan syariah. BPRS dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum
syariah. Dalam usaha pengerahan dana masyarakat, BPRS dapat memberikan jasa-jasa keuangan dalam berbagai bentuk, antara lain:
10
a. Tabungan Wadiah Dalam tabungan ini bank menerima tabungan saving account
dari nasabah dalam bentuk tabungan bebas. Sedangkan akad yang diikat oleh bank dengan nasabah dalam bentuk wadiah. Titipan nasabah tersebut
tidak menaggung risiko kerugian, dan bank memberikan bonus kepada nasabah. Bonus itu diperoleh bank dari bagi hasil dan kegiatan
pembiayaan kredit kepada nasabah lainnya. Bonus tabungan wadiah itu dapat diperhitungkan secara harian dan dibayarkan kepada nasabah pada
setiap bulannya. b. Deposito Wadiah Mudharabah
Dalam produk ini bank menerima deposito berjangka time and investment account
dari nasabahnya. Akad yang dilakukan dapat berbentuk wadi’ah dan dapat pula berbentuk mudharabah. Lazimnya
jangka waktu deposito adalah 1, 2, 6, 12 bulan dan seterusnya sebagai bentuk penyertaan modal sementara. Maka nasabahdeposan mendapat
10
Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta; Ekonisia, 2003 hal. 85.
xxxi keuntungan dari bagi hasil yang diperoleh bank dari pembiayaankredit
yang dilakukannya kepada nasabah-nasabah lainnya.
11
Sementara dalam menyalurkan dana masyarakat BPRS dapat memberikan jasa-jasa keuangan seperti:
12
1. Pembiayaan Mudharabah Dalam pembiayaan mudharabah ini bank mengadakan akad
dengan nasabah pengusaha. Bank menyediakan pembiayaan modal usaha bagi proyek yang dikelola oleh pengusaha. Keuntungan yang
diperoleh akan dibagi perjanjian bagi hasil sesuai dengan kesepakatan yang telah diikat oleh bank dan pengusaha tersebut.
2. Pembiayaan Musyarakah Dalam pembiayaan musyarakah ini bank dengan pengusaha
mengadakan perjanjian. Bank dan pengusaha berjanji bersama-sama membiayai suatu proyek yang juga dikelola secara bersama-sama.
Keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut akan dibagi sesuai dengan penyertaan masing-masing pihak.
3. Pembiayaan Bai’ Bithaman Ajil Dalam bentuk pembiayaan ini, bank mengikat perjanjian dengan
nasabah. Bank menyediakan dana untuk pembelian sesuatu barangasset
11
Ibid, hal 86
12
Ibid, hal.87
xxxii yang dibutuhkan oleh nasabah guna mendukung usaha atau proyek yang
sedang diusahakan.
13
Sedangkan menurut Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, kegiatan- kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh suatu BPRS menurut Pasal 27 SK
DIR BI 32361999 tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi:
a. Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah; b. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah;
c. Bentuk lain berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah. 2. Melakukan penyaluran dana melalui:
a. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip: 1
Murabahah; 2
Isthisna; 3
Ijarah; 4
Salam; 5
Jual beli lainnya. b. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip;
1 Mudharabah; 2 Musyarakah;
3 Bagi hasil lainnya. c. Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip:
13
Ibid, hal. 88
xxxiii 1 Rahn;
2 Qardh. 3. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank sepanjang disetujui
oleh Dewan Syariah Nasional.
14
B. Landasan Hukum Mudharabah