Pembuatan larutan induk baku BPFI Penyiapan alat KCKT Penentuan kuantitatif .1 Pembuatan linieritas kurva kalibrasi

Primadex PT. Dexa Medica, suspensi Cotrimoksazole PT. Phyto Kemo Agung Farma. 3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan satu tempat dengan tempat yang lain karena tempat pengambilan sampel dianggap homogen. Dari hasil sampling diperoleh suspensi Trimoxul PT. Interbat, Sanprima PT. Sanbe Farma, Primadex PT. Dexa Medica dan Cotrimoxazole PT. Phyto Kemo Agung Farma. 3.4.2 Pembuatan Fase Gerak Dicampurkan 1400 ml air, 400 ml asetonitril, dan 2,0 ml trietilamina dalam labu tentukur 2000 ml, biarkan hingga suhu kamar dan atur pH hingga 5,9 ± 0,1 dengan larutan asam asetat glasial dalam air 1 dalam 100. Encerkan dengan air sampai garis tanda, saring melalui membran 0,45 μm. Sebelum digunakan, fase gerak diawaudarakan selama lebih kurang 15 menit.

3.4.3 Pembuatan larutan induk baku BPFI

Ditimbang seksama sejumlah 50,0 mg sulfametoksazol BPFI dan trimetoprim BPFI, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan metanol hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 mcgml, disaring, filtratnya digunakan sebagai larutan induk. Universitas Sumatera Utara

3.4.4 Penyiapan alat KCKT

Kolom yang digunakan Shimpac VP-ODS 4.6 mm x 25 cm, detektor UV-Vis pada panjang gelombang 254 nm. Pompa yang digunakan metode aliran tetap dengan laju aliran flow rate 2 mlmenit, sensitivitas 1,000 AUFS. Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir beberapa lama sampai diperoleh garis alas yang datar yang menandakan sistem tersebut telah stabil. 3.4.5 Uji kualitatif Sulfametoksazol dan Trimetoprim menggunakan KCKT 3.4.5.1 Menentukan waktu tambat Sulfametoksazol dan Trimetoprim BPFI Larutan Sulfametoksazol BPFI disuntikkan ke sistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µl pada kondisi KCKT yang sama. Larutan trimetoprim BPFI disonikasi selama 10 menit dan disuntikkan ke sistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µl pada kondisi KCKT yang sama, diperoleh kromatogram dan dicatat waktu tambat masing-masing Hasil dapat dilihat pada gambar 4.4 dan 4.5 di halaman 34 3.4.6 Penentuan kuantitatif 3.4.6.1 Pembuatan linieritas kurva kalibrasi

3.4.6.1.1 Kurva kalibrasi sulfametoksazol BPFI

Dipipet larutan induk baku sulfametoksazol sebanyak 0,5; 1,0; 1,6; 2,0; dan 2,5 ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan fase gerak hingga garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 50, 100, 160, 200 dan 250 mcgml, disaring, kemudian filtratnya masing-masing diinjeksikan ke sistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µl dengan laju aliran flow rate 2 mlmenit, deteksi dilakukan pada panjang gelombang 254 nm. Selanjutnya dari Universitas Sumatera Utara luas area kromatogram yang diperoleh dibuat kurva kalibrasi lalu hitung persamaan regresinya. Hasil dapat dilihat pada gambar 4.12 dan lampiran 7 di halaman 38 dan 54-55.

3.4.6.1.2 Kurva kalibrasi trimetoprim BPFI

Dipipet larutan induk baku trimetoprim sebanyak 0,1; 0,2; 0,32; 0,4; dan 0,5 ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan fase gerak hingga garis tanda sehingga diperoleh konsentrasi 10, 20, 32, 40 dan 50 mcgml, disaring, kemudian filtratnya masing-masing diinjeksikan ke sistem KCKT dengan volume penyuntikan 20 µl dengan laju aliran flow rate 2 mlmenit, deteksi dilakukan pada panjang gelombang 254 nm. Selanjutnya dari luas area kromatogram yang diperoleh dibuat kurva kalibrasi lalu hitung persamaan regresinya Hasil dapat dilihat pada gambar 4.13 dan lampiran 7 halaman 39 dan 55-56.

3.4.7 Perlakuan Sampel