Peranan pendidikan kesehatan Perlunya pendidikan seks

e Rehabilitasi Rehabilitation Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihan- latihan tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak atau segan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Disamping itu orang yang cacat setelah sembuh dari penyakit, kadang-kadang malu untuk kembali ke masyarakat Notoatmodjo, 2007.

c. Peranan pendidikan kesehatan

Semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu pada H. L. Blum. Dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju Blum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan. Kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap status kesehatan Notoatmodjo, 2007.

2.2.2 Pendidikan Seks a. Defenisi

Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan seks. Khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit menular, depresi, dan perasaan berdosa Sarwono, 2010 Universitas Sumatera Utara Beberapa pihak tidak setuju dengan pendidikan seks, karena dikhawatirkan dengan pendidikan seks, anak-anak yang belum saatnya tahu tentang seks jadi mengetahuinya dan karena dorongan keingintahuan yang besar yang ada pada remaja, mereka jadi ingin mencobanya. Namun pandangan pro kontra pendidikan seks tersebut pada hakikatnya tergantung sekali pada bagaimana kita mendefenisikan pendidikan seks itu sendiri. Jika pendidikan seks diartikan sebagai pemberian informasi mengenai seluk beluk anatomi dan proses faal dari reproduksi manusia semata ditambah dengan teknik-teknik pencegahannya alat kontasepsi, maka kecemasan yang disebutkan diatas memang beralasan Sarwono, 2010.

b. Perlunya pendidikan seks

Sarwono 2010 berpendapat bahwa pendidikan seks bukanlah penerangan tentang seks semata-mata. Pendidikan seks, sebagaimana pendidikan lain pada umumnya seperti pendidikan agama, atau pendidikan Moral Pancasila, yang mengandung pengalihan nilai-nilai dari pendidik kesubjek-didik. Dengan demikian, informasi tentang seks diberikan secara kontekstual, yaitu dalam kaitannya dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Pendidikan seks yang konstektual ini jadinya mempunyai ruang lingkup yang luas. Tidak terbatas pada perilaku hubungan seks semata tetapi menyangkut pula hal-hal seperti peran pria dan wanita dalam masyarakat, hubungan pria-wanita dalam pergaulan, peran ayah ibu dan anak-anak dalam keluarga dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara Perbedaan pandangan tentang perlunya pendidikan seks bagi remaja nyata dari penelitian WHO World Health,1979 di 16 negara eropa yang hasilnya adalah sebagai berikut: a 5 negara mewajibkannya disetiap sekolah b 6 negara menerima dan mensahkannya denganundang-undang tetapi tidak mengharuskannya di sekolah c 2 negara secara umum menerima pendidikan seks, tetapi tidak mengukuhkannya dengan undang-undang. d 3 negara tidak melarang, tetapi juga tidak mengembangkannya Sarwono, 2010 Pandangan yang mendukung pendidikan seks antara lain diajukan oleh Zelnik dan Kim yang menyatakan bahwa remaja yang telah mendapatkan pendidikan seks tidak cenderung jarang melakukan hubungan seks, tetapi mereka yang belum pernah mendapatkan pendidikan seks, cenderung lebih banyak mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki Zelnik dan Kim, 1998 dalam Sarwono 2010. Pendidikan seks yang hanya berupa larangan atau berupa kata- kata “tidak boleh” tanpa adanya penjelasan lebih lanjut adalah sangat tidak efektif. Dikatakan tidak efektif karena pendidikan seperti ini tidak cukup untuk mempersiapkan remaja dalam menghadapi kehidupannya yang semakin sulit. Pengaruh minuman keras, obat-obatan terlarang, tekanan dari teman atau patah hati akibat hubungan cintanya, akan semakin menjerumuskan mereka pada aktivitas seksual lebih dini Dianawati, 2003 Universitas Sumatera Utara

c. Materi pendidikan seks