sangat dekat dengan controller Belanda sehingga mereka akan segan untuk menangkap Rakutta Sembiring Brahmana. Di samping itu juga pada masa
pendudukan Belanda di Tanah Karo, rakyat yang mengikuti organisasi politik tidak akan ditangkap jika dianggap tidak akan mengancam kedudukan Belanda tersebut.
Rakutta Sembiring Brahman juga mempunyai keuntungan yaitu mempunyai hubungan kekeluargaan dengan para sibayak sehingga ia bisa bebas mengikuti
kegiatan-kegiatan politik. Tahun 1930 Rakutta Sembiring Brahmana menjadi oprichter pendiri
23
dan anggota pengurus Indonesia Muda cabang Medan. Rakutta Sembiring Brahmana
memasuki Partindo karena kemudian Partai Nasional Indonesia dibubarkan. Partai Nasional Indonesia dibubarkan dalam konperensi luar biasa di Jakarta tanggal 25
April 1931. Bubarnya Partai Nasional Indonesia ini tidak terlepas dari ditangkapnya pimpinan PNI di berbagai daerah. Sehari setelah pembubaran PNI, beberapa tokoh
PNI seperti Mr Sartono, Sukemi dan Munadi kemudian membentuk partai baru. Pada tanggal 29 April 1931 dibentuklah Partai Indonesia Partindo.
24
23
S. Wojowasito, op,cit., hal. 467.
24
Ibid, hal. 354 .
Partindo merupakan wajah baru dari PNI dan merupakan wadah baru bagi kaum nasionalis sebagai alat
perjuangan seperti Rakutta Sembiring Brahmana.
3.2 Kegiatan Politik Rakutta Sembiring Brahmana Pada Masa Pendudukan Jepang di Indonesia
.
Universitas Sumatera Utara
Tanpa adanya perlawanan yang berarti dari militer Belanda, Jepang berhasil menduduki Tanah Karo. Satu-satunya perlawanan yang ada hanya perlawanan di
Buahsiuram-uram dekat Sarinembah. Setelah pertempuran di Buahsiuram-uram, pada tanggal 24 Maret Tiga Binanga jatuh ke tangan Jepang. Kedatangan Jepang ke Tanah
Karo disambut hangat oleh masyarakat. Jepang dianggap telah membantu rakyat Karo ke luar dari cengkraman penjajahan Belanda. Untuk menyampaikan rasa terimakasih
kepada Jepang yang telah mengusir Belanda dari Tanah Karo, sekitar 3000 orang rakyat mengadakan demonstrasi berjalan kaki sejauh 12 km dari Berastagi ke
Kabanjahe.
25
Pada akhirnya rakyat Tanah Karo merasa dibohongi oleh pemerintah Jepang. Sikap manis Jepang ternyata hanya berlangsung sangat singkat. Pada akhir 1942
Jepang memerintahkan untuk membubarkan partai-partai, dan memberlakukan berbagai larangan termasuk larangan mengibarkan Sang Merah Putih. Jepang juga
melakukan penyitaan terhadap toko-toko kelontong, kain-kain yang dijual, dan radio. Bagi masyarakat yang kedapatan menyembunyikan radio akan disiksa dan ditahan.
Sambutan hangat masyarakat Karo terhadap tentara Jepang disebabkan beberapa hal seperti pertama, perasaan benci terhadap penjajahan Belanda yang telah
banyak menyulitkan masyarakat termasuk dalam hal penyebab kemiskinan, kedua yaitu telah ada kesadaran dari sebahagian masyarakat terutama masyarakat yang
mengikuti organisasi-organisasi politik akan kebebasan dan kemerdekaan, dan ketiga adalah keberhasilan Jepang dalam melakukan propaganda melalui radio yang
menyatakan bahwa Jepang akan membantu rakyat Indonesia dalam mengusir bangsa Barat dari tanah airnya.
25
A. R. Surbakti, Karo Area, Medan: Ulih Saber, hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
Tindakan brutal dari tentara Jepang semakin sering terlihat di mana-mana sehingga menjadi pemandangan yang sudah biasa bagi masyarakat Tanah Karo.
Perjuangan Rakutta Sembiring Brahman untuk membebaskan negeri ini dari cengkeraman penjajah terwujud pada masa pendudukan Jepang di Indonesia
khususnya di Tanah Karo. Rakutta Sembiring Brahmana melihat bahwa kondisi negeri ini jauh lebih memperihatinkan di tangan Jepang, dan beliau tidak ingin
kondisi ini berlangsung lama. Kondisi masyarakat Tanah Karo yang amat menyedihkan akibat ulah pemerintah Jepang ini menyebabkan darah muda Rakutta
Sembiring Brahmana tergerak. Rakutta Sembiring Brahmana kemudian mencari orang-orang yang sepaham dengannya untuk bersama-sama berjuang. Ada beberapa
tokoh yang akhirnya ditemukan Rakutta Sembiring Brahmana dan kemudian bersama-sama menggalang kekuatan untuk mematahkan kekuasaan pemerintah
Jepang yakni Selamat Ginting dan Keterangan Sebayang. Tidak diketahui dengan pasti bagaimana awalnya pertemuan antara ketiga tokoh pergerakan Tanah Karo ini,
namun yang jelas ketiga tokoh ini mempunyai pandangan yang sama mengenai pendudukan Jepang di Tanah Karo. Ketiga tokoh ini berpikir bahwa masyarakat
Tanah Karo berada pada dua pilihan yaitu berpihak pada feodal raja, sultan atau berada di barisan rakyat yang berjuang untuk kebebasan. Menurut keterangan
Selamat Ginting dalam biografinya yang berjudul Kilap Sumagan, pada saat pertemuan pertama mereka membahas keadaan zaman Pemerintahan Jepang. Ketiga
tokoh tersebut sepakat untuk berjuang bersama rakyat dan setelah perbincangan
Universitas Sumatera Utara
mereka saling merangkul dan bersalaman hangat.
26
Setelah pertemuan Rakutta Sembiring Brahmana dengan Selamat Ginting dan Keterangen Sebayang, kemudian mereka menjalin kontak dengan tokoh-tokoh
perjuangan lainnya seperti Nerus Ginting dan Nolong Ginting. Ketiga tokoh ini mempunyai
kesamaan paham langkah-langkah yang ditempuh menghadapi penguasa baru Jepang.
27
Rakutta Sembiring Brahmana, Selamat Ginting, Keterangen Sebayang, Nolong Ginting dan Nerus
Ginting sepakat untuk membentuk Komite Indonesia cabang Karo. Pembentukan Komite Indonesia cabang Karo ini tidak terlepas dari terbentuknya Komite Indonesia
di Medan yang dipimpin oleh Sugondo Kartoprodjo dari Taman Siswa.
28
Kegiatan pertama dari Komite Indonesia cabang Tanah Karo adalah membuat resolusi untuk dibacakan dihadapan para pembesar-pembesar Jepang yang berada di
Kabanjahe. Pembuatan resolusi ini dimaksudkan untuk dapat lebih leluasa bergerak, artinya tidak dicurigai oleh Jepang dan kaki tangannnya yang mulai berkeliaran.
Untuk membacakan resolusi tersebut maka berangkatlah ke Kabanjahe Rakutta Sembiring Brahmana, Selamat Ginting, Keterangen Sebayang, Nolong Ginting dan
Nerus Ginting. Sebagai juru bicara resolusi ini dihunjuklah Rumpia Bukit. Menurut Selamat Ginting dalam biografinya yang berjudul Kilap Sumagan, beliau menuturkan
ada kejadian lucu yang terjadi pada saat kegiatan pembacaan resolusi tersebut. Pada saat itu rombongan tiba di depan kantor pembesar Jepang yang dijaga ketat oleh para
serdadu-serdadu Jepang, kemudian Rakutta Sembiring Brahmana karena terlalu
26
Tridah Bangun dan Hendri Chairudin, op,cit., hal. 46.
27
Nerus Ginting dan Nolong Ginting merupakan saudara kandung. Mereka pernah dibuang ke Tanah Merah, Digul, Irian pada tahun 1920-an.
28
Tridah Bangun dan Hendri Chairudin, op,cit., hal. 46-47.
Universitas Sumatera Utara
bersemangat ingin langsung membacakan resolusi tersebut tanpa melihat bahwa yang dihadapinya bukanlah pembesar Jepang tetapi hanya serdadu-serdadunya. Melihat
tingkah Rakutta Sembiring Brahmana tersebut para serdadu-serdadu Jepang merasa heran. Pembacaan resolusi itu akhirnya tidak jadi dilanjutkan oleh Rakutta Sembiring
Brahmana karena Rumpia Bukit mengatakan bahwa pembacaan resolusi tersebut akan menjadi sia-sia karena yang mendengarkannya hanyalah serdadu-serdadu
Jepang saja, sedangkan para pembesar Jepang berada di dalam kantor. Untuk itu kemudian rombongan Rakutta Sembiring Brahmana ini langsung menuju ke kamar
kerja pembesar Jepang, dan setelah Rumpia Bukit menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan mereka ke kantor tersebut maka kemudian rombongan tersebut
diperkenankan masuk. Setelah masuk ke ruangan kerja pembesar Jepang kemudian Rakutta Sembiring Brahmana membacakan resolusi yang sudah dipersiapkan. Inti
dari resolusi tersebut adalah bahwa rakyat Indonesia mengucapkan terimakasih kepada Jepang yang telah membebaskan Indonesia dari cengkeraman penjajahan
Belanda dan mengharapkan supaya kemerdekaan Indonesia dipercepat untuk bersama-sama membina Asia Timur Raya. Para pembesar Jepang hanya dapat diam
dan terpaku mendengarkan isi resolusi yang dibacakan oleh Rakutta Sembiring Brahmana.
29
Pada tahun 1943 Rakutta Sembiring Brahmana tidak lagi menjadi anggota Partindo karena pada saat itu Partindo tidak aktif lagi dalam bentuk organisasi yang
nyata. Rakutta Sembiring Brahmana kemudian masuk menjadi anggota Pendidikan Nasional Indonesia PNI. Tokoh pendiri Pendidikan Nasional Indonesia antara lain
29
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Tama Ginting, Rakutta Sembiring Brahmana, Selamat Ginting, Keras Surbakti, Kendal Keliat dan Bosar Sianipar. Pendidikan Nasional Indonesia ini dipimpin oleh
Tama Ginting yang berkedudukan di Berastagi. Kegiatan dari Pendidikan Nasional Indonesia ini antara lain memberi ceramah dan kursus-kursus kepada para anggota
masyarakat mengenai perkembangan zaman dan taktik serta siasat yang dijalankan di bawah kekuasaan Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang di Tanah Karo, Rakutta Sembiring Brahmana beserta Selamat Ginting dan kawan-kawan membentuk sebuah koperasi yang
diharapkan dapat tersebar di seluruh wilayah Tanah Karo. Rakutta Sembiring Brahmana serta kawan-kawannya mengharapkan agar koperasi ini dapat dijadikan
sebagai sarana propaganda kepada masyarakat Karo untuk kesadaran politik di samping kegiatan jual beli barang di pasar-pasar atau di kantor-kantor koperasi.
Koperasi yang dibentuk atas kesepakatan bersama ini diberi nama Pusat Ekonomi Rakyat disingkat Pusera. Pusera dibentuk atas dasar kekejaman-kekejaman
pemerintah militer Jepang yang semakin merajalela sehingga menyentuh hati para pendiri organisasi ini. Organisasi ini banyak diminati oleh masyarakat termasuk
kaum-kaum yang pernah tergabung dalam Pendidikan Nasional Indonesia, Gerindo dan sebagainya. Oleh karena itu tidak mengherankan dalam waktu singkat anggota
dari Pusera ini kurang lebih 8000 orang dengan saham koperasi setiap anggotanya 5 rupiah uang Jepang. Sebagai pimpinan pusat koperasi yang merupakan dewan
pimpinan terdiri dari Tama Ginting, Selamat Ginting, Rakutta Sembiring Brahmana. Sekertaris dari Pusera ini adalah Basar Sianipar, dan bidang perdagangan dipegang
oleh Mantas Tarigan.
Universitas Sumatera Utara
Dewan pimpinan Pusera bertugas untuk menjalani seluruh pelosok Tanah Karo untuk mempropogandakan pembentukan koperasi. Namun di balik missi
tersebut, dewan perdagangan juga harus bisa menjalankan missi terselubung yakni memepropogandakan tujuan pergerakan kemerdekaan Indonesia dan mengembalikan
kesadaran rakyat atas haknya sebagai bangsa yang ditindas di negaranya sendiri. Pusera ini mampu membuat pemerintah Jepang kewalahan dalam menangani masalah
pangan karena Pusera ini telah mengajak rakyat untuk bersama-sama melakukan boikot hasil-hasil bumi.
Untuk menyatukan dan menyalurkan segala potensi yang ada pada masyarakat agar dapat membantu Jepang, maka dibentuklah Badan Oentoek Membatoe
Pertahanan Asia yang disingkat dengan BOMPA. Bompa ini berdiri pada 28 Nopember 1942 di Medan. Pada saat awal berdirinya Bompa ini dipmpin oleh
Mangaraja Soangkupon. Kemudian berikutnya pimpinan Bompa digantikan oleh Mr Mohammad Yusuf dan akhirnya dipegang oleh Abdul Karim MS. Abdul Karim MS
merupakan seorang tokoh pergerakan rakyat di zaman penjajahan Belanda dan pernah masuk penjara di Digul. Bompa yang berada di Medan kemudian membuka cabang-
cabang baru di berbagai daerah termasuk di Tanah Karo. Bompa di Tanah Karo dipimpin oleh Raja Oekum Sembiring seorang pengusaha otobis yang terkenal di
Tanah Karo dengan bis bermerek Cap Nenas dan Rakutta Sembiring Brahmana sebagai wakilnya. Bompa cabang Karo kemudian membuka ranting dan anak ranting
sampai ke kampung-kampung yang ada di Tanah Karo. Dengan adanya kegiatan Bompa kemudian banyak pemuda-pemuda Karo yang akhirnya memasuki Heiho
tentera sukarela dan Gyu Gun pembela tanah air. Ada beberapa tokoh Bompa di
Universitas Sumatera Utara
Tanah Karo seperti Matang Sitepu, Rakutta Sembiring Brahmana, Kendal Keliat, Raja Oekum Sembiring, Nerus Ginting Suka, Djema Bangun dan lain-lain. Raja
Oekum Sembiring meminta kepada Rakutta Sembiring Brahmana agar organisasi Bompa ini dapat memasyarakat. Melalui musyawarah diputuskan untuk
menggunakan Bompa sebagai sarana untuk melanjutkan pergerakan kebangsaan Indonesia. Pada saat itu Jepang berjanji akan membantu Indonesia untuk memperoleh
kemerdekaan oleh karena itu Bompa ini sangat giat untuk memepersiapkan kemerdekaan dari penguasa Jepang. Rakutta Sembiring Brahmana ditugaskan dewan
pimpinan Pusera mendampingi Raja Oekum Sembiring dan anggota Bompa yang lain untuk mengunjungi seluruh Kerajaan Urung di Tanah Karo.
Rakutta Sembiring Brahmana, Selamat Ginting serta teman-teman sepergerakan lainnya sangat tidak menginginkan pemerintah Jepang melakukan
tindakan yang semena-mena terhadap bangsanya. Mereka juga tidak menginginkan orang-orang di sekelilingnya ketakutan akibat penyiksaan yang kerap kali dilakukan
oleh tentara Jepang, dan kelaparan karena kemiskinan yang semakin merajalela. Untuk itu Rakutta Sembiring Brahman beserta teman-temannya tidak hanya
melakukan perlawanan secara diplomasi melalui organisasi-organisasi yang dibentuk. Mereka juga siap melakukan tindakan yang lebih anarkis jika sewaktu-waktu
diperlukan. Untuk itu segala sesuatu yang diperlukan untuk perjuangan tersebut harus dipikirkan dengan matang termasuk dalam hal persenjataan. Persenjataan yang
mereka butuhkan sangat terbantu ketika Selamat Ginting mendapatkan senjata. Menurut Selamat Ginting dalam buku yang berjudul Kilap Sumagan, ia awalnya
mendapatkan sepucuk senjata setelah berhasil membujuk tentara Jepang yang sedang
Universitas Sumatera Utara
bertugas mengantar senjata ke suatu tempat. Selamat Ginting beruntung karena beliau tidak hanya mendapatkan sepucuk senjata saja melainkan berpuluh-puluh senjata.
Mobil yang ditumpangi oleh tentara Jepang untuk mengantar senjata tersebut jatuh ke jurang sehingga penumpangnya tewas di tempat. Selamat Ginting yang memang
sudah mengetahui peristiwa itu kemudian segera mungkin untuk mengambil senjata tersebut dari tempat kejadian dan mengamankannya. Setelah kejadian itu, keesokan
harinya Selamat Ginting pergi ke Berastagi menemui Keras Surbakti, Tama Ginting, Kendal Keliat, dan Rakutta Sembiring Brahmana dan melaporkan tentang senjata
temuanya itu yang sudah di simpan pada suatu tempat. Setelah melakukan perbincangan yang panjang, mereka sepakat untuk memindahkan senjata tersebut.
Dalam pemindahan senjata tersebut disertakanlah Pasang Sinuhaji yang kebetulan mempunyai kendaraan pribadi, dan dengan kendaraan tersebutlah kemudian mereka
pergi menuju tempat persembunyian senjata itu. Senjata-senjata itu kemudian dipindahkan ke Kuta Bangun. Pemindahan senjata ini dilakukan dengan tertutup
sehingga tidak diketahui oleh orang lain kecuali isteri dari Selamat Ginting. Isteri Selamat Ginting, Piah beru Karo Manik sangat berperan dalam penyimpanan senjata
tersebut. Beliau bertugas untuk menyimpan senjata tersebut di ladang mereka tanpa diketahui oleh orang lain. Untuk itu Piah beru Karo Manik membawa senjata tersebut
ke ladang hanya sedikit-sedikit. Ladang tersebut terletak kira-kira 2 km dari Kuta Bangun. Senjata tersebut di simpan di dalam tanah kemudian dari atasnya ditanam
pohon tebu sehingga tidak diketahui.
30
30
Tridah Bangun dan Hendri Chairudin, op,cit., hal. 49-52.
Universitas Sumatera Utara
Ketika kabar mengenai menyerahnya Jepang kepada Sekutu sudah mulai tersiar di mana-mana, dua orang tentara Jepang mendatangi kantor Pusera di
Berastagi untuk menemui ketua umum Pusera ini. Namun kedua tentara ini tidak dapat bertemu dengan ketua umum Pusera karena pada saat itu ketua umum tidak
berada di Berastagi melainkan di Medan. Kedua tentara Jepang ini akhirnya berhasil menemui ketua umum Pusera di Jalan Pandu Medan. Dalam pertemuan ini dilakukan
perundingan rahasia. Kedua tentara Jepang ini bermaksud untuk memberikan sejumlah senjata kepada Tama Ginting, Selamat Ginting dan Rakutta Sembiring
Brahmana. Rakutta Sembiring Brahmana beserta kedua temannya diminta untuk mengambil senjata tersebut di Balandua km. 131 dekat daerah Tigabinanga. Senjata
ini kemudian disembunyikan di ladang Jumapali Kuta Bangun. Senjata-senjata yang diperoleh Pusera ini merupakan modal pertama berupa senjata dalam perjuangan
menegakkan proklamasi kemerdekaan di Sumatera Timur khususnya di Kota Medan.
3.3 Kegiatan Politik Rakutta Sembiring Brahmana pada masa Indonesia