Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor Hasil Pencurian Dan Upaya Penerapan / Penegakan Hukumnya (Studi Kasus Di Kepolisian Resort Kota Medan)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Barda Nawawi Arief (1996), Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti.

BPHN, Hasil Tim Penerjemah, Departemen Kehakiman, KUHP, Jakarta, Sinar Harapan.

Paper Elsam RUUKUHP 2003.

Jan Rammelink (2003), Hukum Pidana, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

M. Sholehuddin (2003), Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Majalah Hukum Trisakti, Nomor 29, Tahun XXIII, Oktober 1998.

Mahmud Mulyadi (2008), Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan, Pustaka Bangsa.

P.A.F. Lamintang (1997), Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Citra Aditya.

--- (1981), Delik-delik Khusus, Bandung, Tarsito.

--- (2009), Delik-delik Khusus Kejahatan Tentang Harta Kekayaan, Jakarta, Sinar Grafika.

--- (1984), Hukum Penitensier, Bandung, Armico. R. Soesilo (1996), Pokok-pokok Hukum Pidana, Bogor, Politea.


(2)

--- (1994), Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politea.

Peter Salim & Yenni Salim (2002), Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta, Modern English Press.

Satjipto Rahardjo (1983), Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Jakarta, BPHN Departemen Kehakiman RI

Soerjono Soekanto, Hatono Widodo dan Chalimah Sutanto (1988),

Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor Suatu Tinjauan Kriminologi, Jakarta, Aksara.

S.R. Sianturi (1986), Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perananya, Jakarta, Alumni AHM-PTHM.

--- (1993), Tindak Pidana di KUP Berikut Uraiannya, Jakarta, Alumni AHMPTHM.

Sudarto (1986), Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung Alumni. --- (1986), Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni. Tongat (2003), Hukum Pidana Materiil, Malang, UMM Press.

Wirjono Prodjodikoro (1986), Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung, Eresco.


(3)

BAB III

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN TERHADAP

KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA MEDAN

A. Modus Operandi yang dilakukan oleh Pelaku Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor

Kejahatan merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihilangkan dimanapun dan dalam waktu kapanpun. Usia kejahatan sering dipersepsikan seumur peradaban manusia, bahkan ada yang menyatakan setua keberadaan manusia. Akibatnya sukar menetukan secara pasti kapan kejahatan mulai ada didunia, sama sulitnya dengan menentukan batasan yang setepat-tepatnya tentang kejahatan.

Kota Medan yang merupakan ibukota Sumatera Utara sangat potensial bagi peningkatan kejahatan, Kota Medan merupakan daerah yang utama bagi semua sector kegiatan. Adapun batas-batas wilayah Kota Medan tersebut adalah :

a. Sebelah Utara berbatas dengan Selat Malaka

b. Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu Kabupaten Deli serdang

c. Sebelah Barat berbatas dengan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang


(4)

d. Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Percut Sei Tuan dan Tanjung Morawa Kabupaten Deli serdang

Kota Medan ini mempunyai luas wilayah 265 km² (26.510 Ha) dengan jumlah penduduk sebanyak ± 2.500.000 jiwa dan mempunyai 11 Kecamatan dan 144 Kelurahan.

Kota Medan terletak di bawah wilayah hukum Kepolisian Resort Kota (selanjutnya ditulis Polresta) Medan mempunyai 12 (dua belas) Kepolisian Sektor Kota (selanjutnya ditulis Polsekta). Keseluruhan dari Kepolisian wilayah yang da dijajaran Polresta Medan ini adalah sebagai berikut : (1) Polsekta Deli Tua, (2) Polsekta Kutalimbaru, (3) Polsekta

Medan Area, (4) Polsekta Medan Barat, (5) Polsekta Medan Baru, (6) Polsekta Medan Helvetia, (7) Polsekta Medan Kota, (8) Polsekta

Medan Timur, (9) Polsekta Pancur Batu, (10) Polsekta Patumbak, (11) Polsekta Percut Sei Tuan dan (12) Polsekta Sunggal.

Salah satu gejala sosial yang akhir-akhir ini meningkat di Kota Medan adalah terjadinya tidak pidana pencurian dan penadahan. Kejahatan pencurian kenderaan bermotor di Kota Medan selama 5 tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup meresahkan masyarakat. Dan di wilayah hukum Kota Medan sasaran kejahatan pencurian kendaraan bermotor ini adalah kebanyakan kendaraan bermotor yang beroda dua, sedangkan untuk kendaraan bermotor yang beroda empat tidak banyak terjadi.


(5)

Untuk lebih jelas perbandingan angka kejahatan pencurian kendaraan motor yang terjadi di Wilayah Hukum Polresta Medan, mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1.

Statistik Jumlah Kejahatan Pencurian Kendaraan Bermotor di Medan Dari Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2010

No. Tahun Jumlah Kasus

1. 2. 3. 4. 5. 6. 2005 2006 2007 2008 2009 2010 8 10 12 9 15 22 Sumber Data: Kepolisian Resort Kota (Polresta) Medan Reskrim Unit Ranmor

Melihat data-data pencurian kenderaan bermotor yang terus mengalami peningkatan pada tahun 2006 sampai tahun 2007 dan mengalami penurunan pada tahun 2008 kemudian kembali mengalami peningkatan kembali sejak tahun 2009 hingga 2010. Dalam pemeriksaan kasus yang terjadi, Polresta Medan mencatat bahwa waktu dan tempat yang rawan terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor di Kota Medan pada waktu siang hari hingga menjelang malam hari.

Terhadap hasil pencurian kendaraan bermotor ini selanjutnya oleh pelaku dijual kembali kepada seorang penadah yang telah terbiasa menerima hasil pencurian maupun kepada pemeilik bengkel-bengkel kenderaan bermotor yang telah memiliki kerjasama sebelumnya.


(6)

Dari data yang penulis lihat di Pengadilan Negeri Klas I – A Medan, terhadap perkara penadahan yang disidangkan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1.

Jenis Perkara Penadahan di Pengadilan Negeri Medan Pada Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2010

No. Tahun Pelaku Jumlah

Perkara Laki-laki Perempuan Anak-anak

1. 2. 3. 4. 5. 2006 2007 2008 2009 2010 54 62 52 46 61 4 7 4 2 2 3 - 2 2 3 61 69 58 50 66 Sumber Data : Pengadilan Negeri Klas I-A Medan

Melihat dari data table 3.2. tersebut, maka terhadap kasus penadahan yang terjadi sepanjang tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, kasus penadahan yang paling meningkat adalah pada tahun 2007 sebanyak 69 kasus dan kemudian terjadi pada tahun 2010 sebanyak 66 kasus. Terhadap kasus penadahan ini disamping telah terjadi peningkatan kuantitatif juga telah terjadi peningkatan kualitatif, dimana dilihat dari data tersebut ternyata dapat diketahui bahwa pelaku penadahan tersebut tidak saja didominasi oleh pria dewasa saja akan tetapi juga dilakukan oleh perempuan dewasa maupun anak-anak.

Para pelaku kejahatan menggunakan berbagai cara dalam melakukan aksi kejahatannya agar kejahatan tersebut berhasil. Cara-cara pelaku kejahatan melakukan aksinya tersebut dinamakan dengan modus operandi.


(7)

Seiring dengan berkembangnya zaman, modus operandi pelaku kejahatan pun imut mengalami perkembangan, dari modus opreandi yang bersifat tradisional / sederhana menjadi modus operandi yang moerdn. Tidak dapat dipungkiri kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi salah satu hal yang mendorong semakin berkembangnya modus operandi para pelaku kejahatan.

Berkembangnya modus operandi dalam melakukan kejahatan tersebut juga terjadi terhadap pencurian kendaraan bermotor ikut mnegalami perkembangan. Dari cara yang tradisional seperti merusak kunci, menggunakan kunci palsu, merusak sarang kunci kontak atau menghidupkan mesin hingga cara-cara lain yang cara kerjanya lebih rapi, dan bahkan sekarang ini pencurian tersebut banyak dilakukan dengan beralasan meminjam kenderaan secara rental kemudian menggelapkannya dengan menjualnya kepada para penadah tersebut.

Untuk daerah kota Medan selain dengan cara-cara tersebut di atas kini muncul modus operandi baru yang banyak dilakukan oleh pelaku kejahatan pencurian kendaraan bermotor, yakni :

1. Pelaku terlebih dahulu melihat kondisi kenderaan yang akan dijadikan sasaran dan apabila cocok langsung mereka menyetop / memberhentikan pengendara sepeda motor dan untuk mendukung atau memudahkan hal tersebut si pelaku terkadang menyamar sebagai anggota TNI (TNI Gadungan) ataupun sebagai Anggota POLRI (Polisi Gadungan).


(8)

2. Pelaku terlebih dahulu melihat jenis kenderaan yang ada di parkiran, kemudian pelaku membawa jenis kendaraan yang sama dengan calon sasaran dan memarkirkannya disamping kendaraan yang akan dicuri tersebut. Dan pelaku pura-pura untuk beberapa saat meninggalkan lokasi tersebut. Setelah beberapa menit pelaku kembali dan langsung membawa sasarannya. Untuk kendaraan pelaku yang ditinggalkan kemudian akan diambil oleh teman pelaku. Dan alat yang dipakai oleh pelaku adalah kunci palsu berbentuk “T”.

Soerjono Soekanto dalam bukunya “Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor Suatu Tinjauan Kriminologi” telah menguraikan bagaimana rangkaian perbuatan pencurian kendaraan bermotor, baik itu dilaksanakan melalui suatu jaringan organisasi ataupun oleh pelaku perorangan, yakni sebagai berikut :

a. Perbuatan di tempat perkara : meliputi pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pemberatan, perampasan, penipuan dan pemberatan.

b. Menghilangkan identitas kenderaan : kegiatan ini biasanya dilaksanakan setelah kenderaan bermotor hasil kejahatan sudah berada di tangan pelaku, baru kemudian diubah identitasnya dengan jalan :

1. Mengganti plat nomor

2. Mengubah warna kenderaan


(9)

4. modifikasi

c. Melindungi kenderaan dengan surat-surat palsu, agar kenderaan tersebut dapat meyakinkan pembeli, dengan cara-cara : 1. STNK dipalsukan

2. STNK asli tetapi dokumen persyaratan untuk mendapatkan STNK tersebut adalah palsu (faktur dan KTP)

3. STNK asli tetapi bukan untuk kenderaan yang dimaksud

4. Surat keterangan yang dipalsukan, antara lain surat tilang yang dipalsukan seolah-olah surat tersebut ditahan untuk pengadilan tilang, atau memalsukan surat penyitaan barang bukti yang seakan-akan kenderaan tersebut disita.36

Bahwa demikian juga terhadap tindak pidana penadahan juga mengalami perkembangan modus operandi. Yang menjadi pihak penadah biasanya pemilik bengkel-bengkel kenderaan bermotor yang telah mempunyai hubungan / mitra dengan para pelaku pencurian kenderaan bermotor.

Setelah pelaku pencurian kenderaan bermotor menguasai barang yang dicurinya, selanjutnya mereka menjual hasil curiannya dengan harga yang relatif rendah.

Dan selanjutnya oleh pelaku penadahan ini memisahkan komponen-komponen kenderaan ini yang biasa disebut dengan “di sate” dan kemudian dijual secara satu persatu setiap komponen dengan harga

36


(10)

yang relatif lebih murah dari harga pasar yang sebenarnya. Sehingga perbuatan mereka ini tidak diketahui dan cenderung bertujuan untuk mengelabui pihak berwajib ataupun orang merasa kehilangan kenderaan bemotor.

B. Faktor-faktor yang Melatar belakangi Tindak Pidana Penadahan kenderaan Bermotor Hasil Pencurian

Di dalam kehidupan masyarakat, setiap harinya terdapat penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidup terutama terhadap norma-norma hukum. Penyimpangan norma hukum ini dalam masyarakat disebut dengan kejahatan. Sebagai salah satu penyimpangan dari norma pergaulan hidup manusia, kejahatan merupakan masalah sosial yaitu masalah yang timbul ditengah-tengah masyarakat dimana pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat itu sendiri.

Kejahatan dimana-mana pada berbagai dunia turut mengalami perkembangan yang sangat cepat sejalan dengan cepatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian pemeo lama yang menyatakan bahwa kejahatan hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang miskin, tidak sepenuhnya lagi dapat diterima, sebab kejahatan bukan lagi dilakukan untuk memenuhi rasa lapar, akibat luapan emosi, penyimpangan jiwa, sifat bawaan (genetik). Kejahatan merupakan fenomena sosial yang harus dicermati dan dipikirkan secara seksama


(11)

penanganannya, tidak hanya ditanggulangi melalui jalur hukum (terutama hukum pidana), ia tidak hanya berhenti pada saat telah dipidananya si pelaku. Ia harus dikaji secara kritis bagaimana proses-proses yang melatar belakangi terjadinya, apa faktor kondusif yang menjadikannya demikian, siapa yang turut berperan memberikan cap terhadap seorang itu sebagai penjahat, bagaimana suatu peraturan perundang-undangan merupakan alat yang ampuh di tangan penguasa atau kelompok kaya yang menjamin keshahihan (validity) tindaknnya dan mempermasalahkan kelompok powerless, dan berbagai pertanyaan senada harus diajukan sebagai telaah kritis agar terhindar dari sikap picik yang semata-mata mendasarkan terjadinya kejahatan dalam perspektif klasik atau positivis.37

Demikian halnya bila kita membicarakan/membahas mengapa seseorang menjadi pencuri, yang berarti bahwa penelitian akan memotivasi seseorang melakukan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor, perlu dilihat atau ditelaah secara umum. Dalam hal ini tidaklah

Pada hakekatnya sesorang melakukan suatu tindakan, baik itu perbuatan yang baik maupun yang jahat adalah karena sesuatu yang mendorong untuk bertindak. Entah itu atas gerakan hati, atau karena bujukan/rayuan orang lain, atau karena situasi-situasi tertentu yang memaksanya. Dengan perkataan lain, motivasilah yang sering kali menyebabkan seseorang melakukan tindakan atau disertai dengan tujuan tertentu pula.

37

Mompang L. Panggabean, Membangun Paradigma Kriminologi di Indonesia, Majalah Hukum Trisakti, Nomor 29, Tahun XXIII, Oktober, 1998.


(12)

berarti bahwa mencari faktor mana yang kiranya akan mungkin dapat merupakan faktor-faktor sebab-akibat yang pasti. Akan tetapi disini hanya sekedar menerangkan bahwa suatu faktor tertentu akan membawa resiko yang lebih besar atau lebih kecil dalam menyebabkan orang tertentu dalam melakukan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor.

Sebelum penulis uraikan faktor-faktor yang mendorong terjadinya (penyebab) pencurian kendaraan bermotor, maka terlebih dahulu akan dituliskan beberapa faktor yang dapat dipandang sebagai penyebab orang melakukan kejahatan pencurian kendaraan, oleh karena kaitannya dengan faktor-faktor terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermtor (curanmor) maupun tindak pidana penadahan

Dari hasil penelitian penulis, dapat diketahui bahwa faktor- faktor pendorong terjadinya tindak pidana pencurian dan penadahan adalah sebagai berikut :

1. Faktor Intern a. Faktor Individu

Setiap orang memiliki kepribadian dan karakteristik tingkah laku yang berbeda satu dengan lainnya. Kepribadian seseorang ini dapat dilihat dari tingkah lagi seseorang itu dalam pergaulannya ditengah masyarakat. Seseorang yang tingkah lakunya baik akan mengakibatkan seseorang tersebut mendapatkan penghargaan dari masyarakat, akan tetapi sebaliknya jika seseorang bertingkah laku tidak baik maka orang itu akan menimbulkan kekacauan dalam masyarakat.


(13)

Tingkah laku ini juga erat hubungannya dengan kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan yang tidak seimbang dengan keinginan seseorang itu akan mengakibatkan orang tersebut mudah melakukan perbuatan jahat.

Di dalam pribadi manusia terdapat bakat dan kegemaran yang berbeda-beda. Bakat telah ada sejak seseorang itu lahir dan menjadi ukuran bagi masyarakat dalam menentukan mampu tidaknya seseorang itu menguasai sesuatu bidang. Jika seorang itu mempunyai bakat atas suatu bidang maka orang itu lebih mudah menguasai suatu bidang itu. Bakat itu baik jika menyangkut hal-hal yang positif. Pembawaan atau bakay yang negative serta sukar untuk diarahkan atau dikendalikan secara wajar, akan menimbulkan perlakuan jahat pada diri orang tersebut yang cenderung melakukan kejahatan yang meresahkan masyarakat. Demikian juga orang yang tidak mempunyai kegemaran yang sehat (hobby) yang sehat sehingga orang tersebut sangat mudah dipengaruhi hal-hal yang negative serta mudahnya dipengaruhi perbuatan bersifat negative dan inilah yang menjadi salah satu faktor yng mendorong orang melakukan kejahatan di Kota Medan.


(14)

Hidup manusia tidak lepas dari ekonomi, baik yang tinggal di perdesaan maupun diperkotaan, karena tekanan ekonomi dan minimnya pendidikan, seseorang tanpa pekerjaan tetap sulit untuk memperoleh penghasilan yang layak guna menyambung hidupnya, maka cara yang paling mudah adalah melakukan pencurian atau mencuri.

Ditambah dengan sifat konsumerisme manusia dalam membelanjakan uangnya, daya tarik kota yang menampilkan beragam mode, menarik seseorang untuk mengikuti mode yang ada, tanpa terlebih dahulu mengukur kemampuan ekonomi orang tuannya/dirinya. Adanya perbedaan yang mencolok antara yang kaya dengan yang miskin, juga merupakan faktor pendorong terjadinya pencurian. Keadaan ini terdapat di kota- kota besar di Indonesia, termasuk Kota Medan.

Dari hasil wawancara penulis dengan Bripka B. Manulang (Petugas Unit Ranmor Satuan Reskrim POLRESTA Medan) menyatakan bahwa akibat ulitnya keadaan ekonomi yang terjadi di Indonesia khususnya di Kota Medan sekarang ini, sehingga mengakibatkan minimnya lapangan pekerjaan yang baik bagi orang-orang yang sudah seharusnya menjadi tenaga kerja, sehingga untuk memenuhi kebutuhannya sangat sulit sekali, hal ini yang mengakibatkan seseorang itu mengambil jalan pintas dengan melakukan tindak pidana pencurian terhadap kenderaan bermotor, demikian juga halnya terjadi terhadap orang-orang yang melakukan penadahan, demi untuk mencari untung yang besar sehingga melakukan tindakan-tindakan secara melawan hukum.


(15)

Demikian juga faktor kepadatan penduduk dapat mendorong terjadinya tindak pidana pencurian, misalnya : karena kesengsaraan hidup di desa, disertai sikap frustasi dari kaum pemuda, membawa mereka berurbanisasi ke kota secara besar-besaran. Akibatnya kota menjadi padat penduduk dan sesame penduduk terjadi persaingan yang keras. Bagi mereka yang tidak mempunyai bekal pendididkan dan keterampilan yang baik, sulit untuk bersaing dalam mendapatkan pekerjaan yang layak. Sehingga akhirnya mereka menjadi pengangguran. Dan untuk bertahan hidup di kota tanpa uang dan pekerjaan, maka cara yang paling mudah dilakukan adalah mencuri dan selanjutnya menjualnya kepada orang yang telah bersedia untuk menadah barang-barang hasil curian.

c. Faktor Pendidikan

Salah satu faktor penyebab terjadinya kejahatan dalah faktor pendidikan dari pelaku itu sendiri. Peranan pendidikan akan snagat berpengaruh menumbuhkan perilaku yang rasional dan menurunkan atau mengurangi bertindak secara irasional (emosional).

Di dalam keluarga, seseorang itu belajar memegang peranan sebagai makhluk sosial yang memiliki norma-nomra dan kecakapan tertentu di dalam pergaulannya dengan masyarakat lingkungannya. Dari pengalaman-pengalaman yang didapatnya dalam keluarganya itu turut pula menentukan cara-cara bertingkah laku orang tersebut. Apabila hubungan seseorang dengan keluarga berlangsung secara tidak wajar


(16)

ataupun kurang baik, maka kemungkinan pada umumnya hubungan seseorang dengan masyarakat disekitarnya akan berlangsung secara tidak wajar pula.

Masalah pendidikan yang merupakan salah satu faktor terjadinya kejahatan juga dijelaskan oleh Bripka B. Manulang (Petugas Unit Ranmor Reskrim POLRESTA Medan) bahwa kurangnya pendidikan agama dan pendidikan budi pekerti bagi seseorang itu disamping pendidikan sekolah membuat orang tersebut mudah terpengaruh untuk melakukan kejahatan baik melakukan sendiri maupun bersama teman-temannya.

2. Faktor Ekstern a. Faktor lingkungan

Dalam melakukan kejahatan, seseorang banyak tergantung dalam hubungan sosialisnya dalam masyarakat yang bersangkutan, yakni dengan melihat kondisi-kondisi struktural yang terdapat dalam masyarakat. Walaupun ada kemungkinan manusia itu sendiri secara sadar memilih jalan yang menyimpang sebagai cara dia memecahkan masalah eksistensinya. Kendatipun seseorang semula berasal dari keturunan yang baik, jika lingkungan pergaulan dalam masyarakat tempat dia tinggal adalah lingkungan pencurian, maka diapun terbawa arus menjadi pencuri.

Hasil wawancara penulis dengan Bripka B. Manulang (Petugas Unit Ranmor Reskrim POLRESTA Medan) menyatakan bahwa salah satu penyebab seseorang itu melakukan kejahatan adalah keadaan lingkungan


(17)

dimana orang itu berada. Seseorang dapat menjadi pelaku kejahatan tidak hanya berasal dari lingkungan keluarga miskin tetapi ada juga berasal dari lingkungan keluarga kaya. Pada umumnya orang melakukan kejahatan itu berasal dari lingkungan yang tidak baik.

Dengan demikian, terjadinya kejahatan pencurian dan penadahan yang dilakukan oleh seseorang tersebut salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan atau pergaulan orang tersebut dengan masyarakat sekitarnya. Kejahatan merupakan suatu gejala sosial yang tidak berdiri sendiri melainkan adanya korelasi dengan berbagai perkembangan kehidupan sosial, ekonomi, hukum maupun teknologi serta perkembangan yang lain sebagai akibat sampingan yang negative dari setiap kemajuan atau perubahan sosial dalam masyarakat. Jadi faktor masyarakat dan lingkunganlah yang sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam hubungannya dengan kejahatan yang ia lakukan karena kejahatan itu bersumber dari masyarakat dan masyarakat itu sendiri yang akan menanggung akibatnya baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu untuk mencari sebab-sebab dari kejahatan adalah di dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan itu sendiri.


(18)

Kejahatan yang merupakan suatu bentuk dari gejala sosial yaitu suatu masalah yang terdapat ditengah-tengah masyarakat dimana pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat itu sendiri. Kejahatan ini juga ditimbulkan dari perkembangan-perkembangan lain sebagai akibat sampingan yang negatif dari setiap kemajuan atau perubahan yang ada di masyarakat.

Pada saat sekarang ini teknologi sebagai sarana pendukung pembangunan yang harus dikuasai oleh setiap orang. Jika tidak akan tertinggal, tetapi kenyataannya sekarang ini banyak terjadi penyalahgunaan teknologi tersebut sehingga menyebabkan terjadinya kejahatan yang akan merugikan masyarakat itu sendiri.

Hasil pengamatan penulis di lapangan bahwa perkembangan teknologi begitu pesatnya terutama perkembangan jenis dan merk kendaraan bermotor dapat mendorong angka kejahatan pencurian maupun penadahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat.

Dengan semakin majunya peradaban manusia di dunia ini, segala peralatan canggih tersedia. Hal ini tidak saja berdampak positif bagi manusia, namun juga berdampak negatif yang sulit untuk dihindarkan keberadaannya dan akhirnya dapat pula menyebabkan munculnya perubahan-perubahan nilai dalam masyarakat.

Misalnya masuknya film-film asing yang memutarkan kecakapan seseorang yang melakukan kejahatan pencurian, maka orang yang menonton film tersebut tergoda ingin meniru apa yang telah dilihatnya itu.


(19)

Demikian secara langsung maupun tidak langsung pemberitaan di media massa yang memberitakan terjadinya kasus-kasus pencurian maupun penadahan ikut mempengaruhi angka kejahatan tersebut, dimana terkadang berita tersebut menguraikan bagaimana pelaku kejahatan itu melakukan kejahatannya.

Dari hasil pengamatan dan penelitian penulis terhadap faktor-faktor yang mendorong (penyebab) terjadinya pencurian dan penadahan kenderaan bermotor ini disebabkan oleh :

a. Jumlah pemilikan kenderaan bermotor yang terus menerus meningkat disertai menurunya efektifitas pengawasan dan pengenalan identitas kenderaan

b. Pencurian kenderaan bermotor mudah dilaksanakan daripada bentuk kejahatan terhadap harta benda lainnya

c. Lebih cepat diuangkan dan hasilnya sengat menguntungkan d. Penjualan / pemasaran kenderaan bermotor hasil kejatan ini

mudah dilaksanakan

e. Alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan curanmor ini sangat sederhana dan mudah didapat antara lain : kunci palsu, obeng, kawat.


(20)

BAB IV

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENADAHAN TERHADAP KENDARAAN BERMOTOR DARI HASIL PENCURIAN

DI KOTA MEDAN

D. Upaya Penanggulangan

Melihat banyaknya kasus-kasus penadahan kenderaan bermotor hasil pencurian yang terjadi di Kota Medan, seperti yang disebutkan pada bab sebelumnya, maka perlu kiranya diambil langkah-langkah dalam upaya penanggulangannya, karena apabila dibiarkan akan terus berkembang dan akan merupakan gangguan Kamtibmas yang sangat meresahkan masyarakat.

Salah satu kemungkinan yang akan terjadi atau operasi penindakan terhadap pelaku-pelaku kejahatan penadahan maupun pencurian kendaraan bermotor belum juga terlaksanakan, adalah bahwa posisi sindikat pencurian dan penadahan kendaraan bermotor ini akan semakin luas dan semakin sulit diberantas. Anggota sindikat pencurian akan bertambah banyak dan bekerja sama dengan oknum tertentu untuk memperkokoh kegiatannya, sehingga dalam kurun waktu tertentu aparat keamanan dimata masyarakat kurang berarti karena tidak dapat memberantas kejahatan ini.

Pengungkapan perkara dalam kejahatan curanmor dan penadahan tersebut, bukan berarti bahwa penyelesaian pekara sampai ke


(21)

pengadilan. Oleh karena penemuan kenderaan bermotor hasil kejahatan atau terbongkarnya sindikat curanmor baru merupakan pengungkapan perkara.

Berpedoman pada apa yang telah penulis uraikan di atas, bahwa upaya penanggulangan masalah tindak pidana penadahan kenderaan bermotor hasil pencurian dapat dibedakan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu :

3. Upaya Penerapan Hukum Pidana Dalam Penangulangan Tindak Pidana Penadahan Terhadap Kendaraan Bermotor Dari Hasil Pencurian di kota Medan

4. Upaya Non Penal Dalam Penangulangan Tindak Pidana Penadahan Terhadap Kendaraan Bermotor Dari Hasil Pencurian di kota Medan

1. Upaya Penerapan Hukum Pidana Dalam Penangulangan Tindak Pidana Penadahan Terhadap Kendaraan Bermotor Dari Hasil Pencurian di kota Medan

Penegakan hukum pidana merupakan tugas komponen-komponen apara penegak hukum yang tergabung dalam sistem peradilan pidana. Menurut Purpura38

38

Mahmud Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, sebagaimana dikutip dari Philip P. Purpura, Criminal Justice an Introduction,hal.83, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2008, hal.152.

sistem peradilan pidana (criminal justice system) merupakan suatu sistem yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Tujuan sistem peradilan


(22)

pidana ini untuk melindungi dan menjaga ketertiban masyarakat, mengendalikan kejahatan, melakukan penangkapan dan penahanan terhadap pelaku dan memidana pelaku yang bersalah. Kinerja komponen sistem secara keseluruhan diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak terdakwa.

Penerapan hukum pidana sebagai salah satu kebijakan penanggulangan kejahatan penadahan terhadap kenderaan bermotor hasil pencurian di Kota Medan dapat dilakukan mulai dari tahap proses penyidikan dan penuntutan (tahap pra adjudikasi) sebelum perkara tersebut diperiksa dan diadili pada proses peradilan.

Penanggulangan kejahatan penadahan terhadap kenderaan hasil pencurian di Kota Medan selama ini dilakukan oleh polisi dengan melakukan pemberkasan perkara mulai proses penyelidikan dan penyidikan serta melanjutkannya ketingkat selanjutnya yakni penuntutan. Penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana agar bisa menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Sedangkan penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut bisa membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.39

39


(23)

Pada tahap proses penyidikan ini, terhap pelaku penadahan maupun pencurian, yang terkadang adanya suatu kerjasama diantara pelaku pencurian dan pelaku penadahan, pada umumnya pihak penyidik dapat melakukan penahanan. Kewenangan kepolisian melakukan penahanan untuk kepentingan penyidikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Dari hasil wawancara penulis dengan Bripka B. Manulang (Petugas Unit Ranmor Reskrim POLRESTA Medan) Kepolisian Resort Kota Medan selama ini melakukan penahanan terhadap pelaku kejahatan, hal ini dilakukan dengan alasan :

a. Sesuai dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP

b. Dikhawatirkan para pelaku kejahatan ini akan melarikan diri maupun menyulitkan proses pemeriksaan

c. Memberikan rasa aman dan tentram bagi masyarakat

d. Adanya keinginan untuk melakukan mengajaran bagi pelaku kejahatan agar nantinya tidak akan mengulangi lagi perbuatannya setelah menjalani masa penahanan

Setelah proses penyidikan ini selesai dilakukan dan dinyatakan telah lengkap dan sempurna, maka proses selanjutnya beralih menjadi tanggung jawab penuntut umum mulai dari pengajuan surat dakwaan hingga melakukan tuntutan berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan.

Dan selanjutnya, setelah melalui rangkaian proses pemeriksaan di sidang pengadilan sampai dijatuhkannya vonis oleh hakim yang


(24)

memeriksa perkara tersebut. Pemberian hukuman kepada pelaku kejahatan penadahan kenderaan bermotor hasil pencurian ini oleh hakim di Pengadilan Negeri Medan merupakan suatu penjeraan dan sekaligus sebagai bentuk pembinaan bagi pelaku agar pelaku tersebut tidak mengulangi kembali perbuatannya setelah pelaku tersebut kembali ketengah-tengah masyarakat. Akan tetapi terhadap para pelaku yang selalu mengulangi perbuatannya (residivis) akan selalu diperberat hukumannya.

Sebelum menjatuhkan hukuman bagi terdakwa, hakim Pengadilan Negeri Medan harus memberikan pertimbangan yang menjadi unsur pemberat dan peringan, yaitu :

1. Sikap sopan santun terdakwa selam proses persidangan

2. Kerjasama terdakwa dalam mengungkap kejadian yang sebenarnya

3. Cara tindak pidana dilakukan 4. Sikap batin terdakwa

5. Residivis

6. Motivasi dilakukannya kejahatan 7. Pendidikan terdakwa

8. Kerugian korban akibat kejahatan tersebut 9. Perdamaian

Setelah pelaksanaan pemidanaan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap setelah hakim menjatuhkan vonisnya terhadap terdakwa.


(25)

Dalam hal ini jaksa penuntut umum sebagai pihak eksekutor mempunyai tanggungjawab untuk melaksanakan putusan pidana, dan seterusnya tanggung jawab pembinaan berada ditangan petugas lembaga pemasyarakatan untuk dilakukan pembinaan dan bimbingan hingga terpidana tersebut selesai menjalani hukuman

2. Upaya Penerapan Hukum Pidana Dalam Penangulangan Tindak Pidana Penadahan Terhadap Kendaraan Bermotor Dari Hasil Pencurian di kota Medan

Aparat penegak hukum yang tergabung dalam sistem peradilan pidana (polisi, kejaksaan dan pengadilan) dapat melakukan berbagai kebijakan non penal yang mendukung upaya penanggulangan kejahatan penadahan kenderaan bermotor hasil pencurian. Strategi pihak kepolisian Kota Medan dalam pendekatan non penal merupakan upaya kepolisian untuk melakukan pencegahan sebelum kejahatan pencurian dan penadahan tersebut terjadi. Tugas dan peranan polisi sangat besar sekali karena polisi menjadi ujung tombak penegakan hukum dan sangat menentukan keberhasilan penanggulangan kejahatan penadahan kenderaan bermotor hasil pencurian di Kota Medan. Pendekat non penal oleh kepolisian ini biasanya terbagi menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan preventif dan pendekatan pre-emtif.

Pendekatan preventif yang dilakukan oleh Polresta Medan dengan melakukan patrol dan razia di jalan-jalan umum di wilayah-wilayah yang


(26)

dianggap rawan, melakukan pemeriksaan kelengkapan surat-surat kenderaan secara cermat guna menghindari pemalsuan surat-surat (SIM, STNK, BPKB) yang meluas, melakukan pengawasan terhadap bengkel-bengkel kenderaan bermotor yang dicugai sebagai tempat penadahan, melakukan penangkapan terhadap pelaku, penadah dan pemalsu surat-surat kenderaan, kemudian meneruskan para tersangka penadah maupun pencuri kenderaan bermotor ke pengadilan agar mendapatkan hukuman atas perbuatannya.

E. Putusan Yang Dijatuhkan Untuk Tindak Pidana Penadahan Terhadap Kendaraan Bermotor Dari Hasil Pencurian di kota Medan

Akhir dari suatu proses penyelesaian (pemeriksaan) perkara di pengadilan ialah apabila hakim telah menjatuhkan putusannya, baik yang berupa putusan (vonis), penetapan (beschiking), atau akta perdamaian (acte van vergelijk) sesuai dengan jenis perkara, proses dan hasil penyelesaian akhir menurut hukum acara.

Pada saat hakim memeriksa perkara, maka ia harus terus berusaha agar putusannya nanti sedapat mungkin diterima oleh masyarakat luas, atau setidak-tidaknya oleh lingkungan orang-orang yang akan menerima putusannya itu.

Putusan hakim harus dapat memberi kepastian hukum tanpa meninggalkan aspek rasa kadilan dan manfaat. Terlalu mementingkan


(27)

kepastian hukum akan mengorbankan rasa keadilan. Tetapi jika terlalu mementingkan rasa keadilan akan mengorbankan kepastian hukum. Kepastian hukum cenderung bersifat missal, general dan universal. Sedangkan rasa keadilan cenderung bersifat individual, keseimbangan antara keduanya akan banyak memberikan kemanfaatan.40

Putusan hakim juga harus dapat member perlindungan hukum kepada para pihak, karena pada hakikatnya proses litigasi itu adalah untuk melindungi dan menjamin hak-hak asasi manusia dan sekaligus melindungi yang lain dari berbuat zalim dan melanggar hukum.41

Putusan hakim juga harus memenuhi rasa keadilan, yakni keadilan yang dirasakan oleh para pihak yang berperkara. Keadilan yang dicari ialah keadilan substansial dan bukan hanya keadilan formal. Keadilan substansial ialah keadilan yang secara riil diterima dan dirasakan oleh para pihak. Sedangkan keadilan formal ialah keadilan yang berdasarkan hukum semata-mata yang belum tentu dapat diterima dan dirasakan adil oleh para pihak. Di sini hakim harus menggali dan menerapkan hukum yang sosiologis, yakni yang sesuai dengan budaya hukum para pihak.42

Di dalam memberikan keputusan oleh hakim pidana tampak menggunakan pola pemikiran secara syllogism. Dalam perkara pidana ditetapkan lebih dahulu fakta-fakta atau perbuatan yang dilakukan oleh

40

A. Mukti Arto, Putusan Yang Berkualitas Mahkota Bagi Hakim Mutiara Bagi Pencari Keadilan, Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXV Nomor. 299 Juli 2010, hal.30.

41

Ibid.hal.30.

42


(28)

terdakwa, kemudian ditetapkan hukumannya yang cocok untuk fakta-fakta itu sehingga dengan jalan penafsiran dapat fakta itu ditetapkan, apakah perbuatan terdakwa sendiri dapat dipidana, dan selanjutnya menyusul dictum keputusan.

Untuk dapat menerapkan sesuatu ketentuan pidana harus ditetapkan pula apakah perbuatan dari terdakwa memenuhi segala unsur yang terdapat dalam ketentuan yang dimaksud.

Dari hasil wawancara penulis terhadap 3 (tiga) orang hakim Pengadilan Negeri Medan menyatakan bahwa terhadap pelaku tindak pidana penadahan terhadap kenderaan bermotor hasil dari pencurian yang terjadi di Kota Medan ini, hakim Pengadilan Negeri Medan cenderung memberikan putusan dengan hukum penjara dengan lamanya hukuman rata-rata selama 1 (satu) tahun. Sedangkan terhadap pelaku pencurian kenderaan bermotor diberikan putusan dengan hukuman penjara dengan masa hukuman rata-rata antara 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan hingga 3 (tiga) tahun, dan terhadap pelaku yang residivis cenderung dilakukan pemberatan hukuman.

Dalam hal pemberian pidana tersebut hakim Pengadilan Negeri Medan juga melihat faktor perkembangan masyarakat yang sudah semestinya menjadi pertimbangan dari hakim, karena hakim dalam menjatuhkan pidana harus dan berkewajiban mempertimbangkan segala sesuatu yang dapat memberatkan atau meringankan pidana.


(29)

F. Kasus dan Analisa Kasus

Salah satu kasus tindak pidana penadahan yang penulis peroleh dari Pengadilan Negeri Medan dan yang akan penulis bahas adalah Putusan Pengadilan Nomor 1577 / Pid.B / 2008 / PN.Medan

Tanggal dan waktu kejadian : Minggu, 23 Maret 2008 sekitar jam 01.00 Wib

Tempat kejadian : di Warnet Polinet Jalan Jamin Ginting Padang Bulan Medan

Pelaku : Lion Tampubolon

Korban : Hamzah

A. Kasus

Pada hari tanggal 23 Maret 2008 sekitar pukul 01.00 Wib, Firman Aritonang (berkas perkara terpisah) sedang berada di Warnet Polinet Jalan Jamin Ginting Padang Bulan Medan untuk bermain internet, dan Firman Aritonang menemukan kunci sepeda motor milik saksi korban yang tertinggal di ruangan bermain internet, lalu kunci tersebut dikantongi oleh Firman Aritonang dan dia berpura-pura pergi keluar untuk mencoba kunci tersebut ke sepeda motor yang diparkir di halaman warnet tersebut lalu setelah bias dicoba Firman Aritonang kembali masuk kedalam warnet tersebut untuk menitipkan sepedanya kepada penjaga warnet, lalu Firman Aritonang membawa sepeda motor tersebut dari Padang Bulan menuju


(30)

Jalan Pondok Kelapa Pasar V Rel Kelurahan Cinta Damai Kecamatan Medan Helvetia, dan menjumpai Terdakwa di rumah Terdakwa sekira pukul 02.30 Wib dan sekaligus menitipkan sepeda motor tersebut dirumah Terdakwa. Setelah itu Firman Aritonang pulang kerumahnya untuk tidur, dan sekira pukul 08.30 Wib Firman Aritonang datang kembali kerumah Terdakwa llu Firman Aritonang dan Terdakwa berangkat untuk menjual sepeda motor tersebut, dan ditengah perjalanan untuk menjual sepeda motor tersebut Terdakwa dan Firman Aritonang berhenti di gallon minyak untuk mengisi minyak, lalu tiba-tiba polisi datang dan menangkap Terdakwa dan Firman Aritonang yang sedang mengendarai sepeda motor hasil kejahatan Firman Aritonang tersebut, selanjutnya Terdakwa bersama Firman Aritonang dan barang bukti diserahkan ke Poltabes Medan untuk proses selanjutnya.

Selama proses pemeriksaan di Poltabes Medan, Tersangka ini telah menjalani masa penahanan dalam proses penyidikan yaitu sejak tanggal 24 Maret 2008 sampai dengan tanggal 12 April 2008, perpnjangan penahanan oleh penuntut umum sejak tanggal 13 April 2008 sampai dengan tanggal 22 Mei 2008, penuntut umum sejak tanggal 13 Mei 2008 sampai dengan tanggal 01 Juni 2008, hakimPengadilan Negeri Medan sejak tanggal 23 Mei 2008 sampai dengan tanggal 21 Juni 2008, perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Medan sejak tanggal 22 Juni 2008 sampai dengan tanggal 20 Agustus 2008.


(31)

Dan atas tindak pidana yang dilakuakn, Pengadilan Negeri Medan telah menjatuhkan putusan dengan hukuman penjara selama 1 (satu) tahun. Dengan pertimbangan perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, terdakwa berlaku sopan di persidangan, terdakwa belum menikmati hasil kejatan dan terdakwa belum pernah di hukum.

B. Analisa Kasus

Setelah penulis membaca dan menganalisa Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1577 / Pid.b / 2008 / PN.Medan, maka dari kasus tersebut dapat penulis analisa sebagai berikut :

Bahwa Terdakwa Lion Tampubolon telah sengaja membeli, menyewa, mnerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang yang diketahuinya atau yang patut disangkanya diperoleh kerena kejahatan, sebagaimana yang telah diatur di dalam Pasal 480 ayat (1) KUHPidana.

Bahwa adapun unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 480 ayat (1) KUHPidana yang bersifat alternatif, yakni apabila salah satu unsur telah terbukti maka dianggap unsur tersebut telah terbukti. Unsur-unsur tersebut adalah :


(32)

1. Unsur barang siapa

Dalam kasus diatas pelakunya yaitu Lion Tampubolon, yang dalam persidangan ternyata mempunyai pikiran yang sehat, jasmani dan rohani dan mampu bertanggung jawab atas perbuatannya.

2. Unsur karena sebagai sekongkol, membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan, atau menyembunyikan sesuatu barang

3. Unsur yang diketahuinya atau yang patut harus di sangkanya barang itu diperoleh karena kejahatan

Bahwa penulis menilai hukuman yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang menjatuhkan terdakwa dengan hukuman penjara selama 1 (satu) tahun adalah sudah tepat. Menurut penulis hukuman tersebut sudah setimpal dengan perbuatannya yang telah dilakukan terdakwa dan juga terdakwa ini belum sempat menikamti hasil kejahatannya.

Bahwa disamping masalah hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim, penulis juga mengkritisi selalunya dipergunakan batas jangka waktu penahanan maksimal yang dilakukan oleh pihak penyidik. Walaupun penggunaan batas waktu penahanan maksimal ini dibenarkan undang-undang, tetapi sebaiknya demi kepentingan terdakwa dan agar proses pemeriksaan perkara dapat berjalan sederhana dan cepat serta


(33)

hak terdakwa untuk memperoleh prioritas penangan perkara yang dihadapinya, sebaiknya jangan selalu menggunakan batas jangka waktu penahanan maksimal, apalagi mengingat perkara ini bukan merupakan perkara yang sulit dalam hal pemeriksaan dan pembuktiannya.


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapatlah ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Tindak pidana pencurian diatur mulai Pasal 362 sampai Pasal 367 KUHPidana, sehingga terdapat bentuk dari tindak pidana pencurian yaitu pencurian biasa, pencurian dengan pemberatan dan pencurian ringan. Demikian juga tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pasal 480 sampai dengan Pasal 482 KUHPidana juga terdapat bentuk dari tindak pidana penadahan tersebut yakni, penadahan sebagai kebiasaan dan penadahan ringan. Sedangkan bentuk pemidanaan yang dapat diberikan terhadap pelaku berupa hukuman penjara dengan berpedoman kepada ketentuan Pasal 10 KUHPidana.

2. Meningkatnya tindak pidana penadahan kenderaan bermotor hasil pencurian ini disebabkan oleh berbagai faktor, yakni faktor intern yang terdiri dari faktor individu, faktor ekonomi dan faktor pendidikan. Sedangkan faktor ekstern yang dapat mempengaruhinya yakni faktor lingkungan dan faktor pekembangan teknologi dan budaya.

3. Untuk menanggulangi agar tindak pidana penadahan dengan pencurian ini tidak terus meningkat, maka perlu diupayakan


(35)

penanggulangannya. Adapun upaya yang dapat dilakukan berupa upaya penerapan hukum pidana bagi pelaku tindak pidana penadahan tersebut maupun upaya non penal, sehingga nantinya baik aparat penegak hukum bersama-sama dengan masyarakat dapat menekan angka peningkatan tindak pidana penadahan maupun pencurian terhadap kendaraan bermotor tersebut.

B. Saran

1. Masyarakat sebagai pemilik kendaraan bermotor perlu melakukan peningkatan kewaspadaannya, menjaga keamanan kendaraan dengan mengunci kendaraan pada saat diparkirkan.

2. Bagi masyarakat yang ingin membeli kendaraan bermotor hendaknya terlebih dahulu melakukan pengecekan langsung ke bangian DITLANTAS POLDA setempat mengenai keaslian dan keabsahan surat-suratnya, agar tidak disebut sebagai penadah. 3. Dalam melakukan upaya penanggulangan agar tindak pidana

penadahan ini terus meningkat yakni aparat penegak hukum bersama-sama aparat pemerintah melakukan pengawasan dan pengecekan langsung terhadap bengkel-bengkel sepeda motor maupun toko-toko yang menjual spare part kenderaan, hal ini dikarenakan banyaknya bengkel kenderaan bermotor yang melakukan kerjasama dengan pelaku pencurian. Dan aparat kepolisian disarankan selalu melakukan razia ditempat-tempat yang


(36)

rawan terjadinya pencurian dan penadahan secara berkesinambungan dan demi terjaminnya rasa aman bagi masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor.


(37)

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA

A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana Penadahan

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur secara yuridis pasal-pasal yang menyangkut kejahatan atau tindak pidana pencurian mulai dari Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 pada Bab XXII Buku II KUHP. Tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang paling banyak terjadi dibandingkan dengan jenis tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain.

Jenis tindak pidana pencurian ini merupakan jenis tindak pidana yang terjadi hampir dalam setiap daerah di Indonesia. Oleh karenanya menjadi sangat logis apabila jenis tindak pidana pencurian ini menempati urutan teratas diantara tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya terdakwa / tertuduh dalam tindak pidana pencurian yang diajukan ke sidang pengadilan.

Tindak pidana pencurian yang diatur mulai Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu :


(38)

Pencurian biasa ini perumusannya diatur dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan :

“Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagaian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.18

a. Unsur objektif, yang meliputi unsur-unsur :

Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP diatas, maka unsur-unsur tindak pidana pencurian (biasa) adalah sebagai berikut :

1. Mengambil 2. Suatu barang

3. Yang seluruhnya atau sebagaian milik orang lain b. Unsur subjektif, yang meliputi unsur-unsur :

1. Dengan maksud

2. Untuk memiliki barang / benda tersebut untuk dirinya sendiri 3. Secara melawan hukum

Agar seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana pencurian, orang tersebut harus terbutki telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat di dalam rumusan Pasal 362 KUHPidana

Walaupun pembentuk undang-undang tidak menyatakan dengan tegas bahwa tindak pidana pencurian seperti yang dimaksud dalam Pasal 362 KUHPidana harus dilakukan dengan sengaja, tetapi tidak dapat

18

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politea, 1984.


(39)

disangkal lagi kebenarannya bahwa tindak pidana pencurian tersebut harus dilakukan dengan sengaja, yakni karena undang-undang pidana yang berlaku tidak mengenal lembaga tindak pidana pencurian yang dilakukan dengan tidak sengaja.19

2. Pencurian Dengan Pemberatan

Istilah “pencurian dengan pembertan” biasanya secara doctrinal disebut sebagai “pencurian yang dikualifikasikan”. Pencurian yang dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa.20

19

P.A.F.Lamintang, Theo Lamintang, Op.Cit, hal.2.

20

Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung, Eresco, 1986, hal. 19.

Pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang dikualifikasikan diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHPidana. Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk pokoknya.

Unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan dapat dipaparkan sebagai berikut :


(40)

1. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 KUHPidana

Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHPidana dirumuskan sebagai berikut :

(1)Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : Ke-1 pencurian ternak

Ke-2 pencurian ppada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang

Ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak

Ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama

Ke-5 pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan (seragam) palsu

(2)Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana paling lama Sembilan tahun.

2. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidana

Pencurian dengan pemberatan kedua adalah pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidana. Jenis pencurian ini lazim disebut dengan istilah “pencurian dengan kekerasan” atau popular dengan


(41)

istilah “curas”. Adapun yang menjadi unsur-unsur dalam Pasal 365 KUHPidana ini adalah sebagai berikut :

(1)Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya.

(2)Diancam dengan pidana paling lama dua belas tahun :

Ke-1 jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.

Ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama

Ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan dengan membongkar, merusak, atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu

Ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat

(3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun

(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan disertai oleh salah satu hal yang direngkan dalam ayat (2) ke-1 dan ke-3

3. Pencurian Ringan

Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidanaya menjadi diperingan.


(42)

Pencurian ringan di dalam KUHPidana diatur dalam ketentuan Pasal 364. Termasuk dalam pengertian pencurian ringan ini dalah pencurian dalam keluarga.

Rasio dimasukkannya pencurian keluarga ke dalam pencurian ringan adalah oleh karena jenis pencurian dalam keluarga ini merupakan delik aduan, dimana terhadap pelakunya hanya dapat ditunutut apabila ada pengaduan. Dengan demikian, berbeda dengan jenis pencurian biasa pada umumnya yang tidak membutuhkan adanya pengaduan untuk penuntutannya.

Dengan demikian terdapat dua bentuk pencurian yang diatur dalam Pasal 364 dan Pasal 367 KUHPidana.

a. Pencurian Ringan

Jenis pencurian ini diatur dalam ketentuan Pasal 364 KUHPidana, yang menyatakan :21

Perbuatan yng diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 ke-4, begitu juga perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 365 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh

21


(43)

lima rupiah, dikenai, karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah.

b. Pencurian Dalam Keluarga

Pencurian dalam keluarga diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHPidana yang menyatakan :

(1) Jika pelaku atau pembantu dalam salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami atau isteri dari orang yang terkena kejahatan, dan tidak terpisah meja dan tempat itdur atau terpisah harta kekayaaan, maka terhadap pelaku atau pembantu itu, tidak mungkin diadakan tuntutan pidana

(2) Jika dia adalah suami atau isteri yang terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia keluarga sedarah atau semeda, baik dalam garis lurus, maupun garis menyimpang sampai derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan, jika ada pengaduan dari yang terkena kejahatan

(3) Jika menuntut lembaga matriarlkhal, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari bapak kandungnya, maka aturan tersebut ayat diatas, berlaku juga bagi orang itu

Pencurian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHPIdana ini merupakan pencurian di kalangan keluarga. Artinya baik pelaku maupun korbannya masih dalam satu keluarga. Pencurian dalam Pasal 367 KUHPidana akan terjadi, apabila seorang suami atau isteri melakukan (sendiri) atau membantu (orang lain) pencurian terhadap harta benda isteri atau suaminya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 367 ayat (1) kUHPidana apabila suami isteri tersebut masih dalam iktan perkawinan yang utuh, tidak terpisah meja atau tempat tidur juga tidak terpisah harta kekayaannya,


(44)

maka pencurian atau membantu pencurian yang dilakukan oleh mereka mutlak tidak dapat dilakukan penuntutan.22

22

Tongat, Hukum Pidana Meteriil, Malang, UMM Press, 2003, hal.43.

Disamping pembagian bentuk-bentuk tindak pidana pencurian sebagaimana tersebut diatas, maka penulis dalam hal ini juga akan memaparkan tentang bentuk-bentuk tindak pidana penadahan.

Tindak pidana penadahan atau disebut juga tindak pidana pemudahan ini diatur dalam Bab XXX KUHPidana. Tindak pidana penadahan atau tindak pidana pemudahan ini merupakan tindak pidana yang erat kaitannya dengan tindak pidana terhadap harta kekayaan orang lain.

Tindak pidana penadahan diatur dalam ketentuan Pasal 480 KUHPidana yang menyatakan :

Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah karena penadahan.

Ke-1 barang siapa menjual, menawarkan, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan

Ke-2 barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan.

Bahwa apabila diperhatikan, maka tindak pidana yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana ini meliputi dua macam bentuk tindak pidana penadahan, yaitu :


(45)

a. Membeli, menyewa, menukar, menerima sebagai gadai dan menerima sebagai hadiah sesuatu benda yang berasal dari kejahatan.

b. Karena ingin menarik keuntungan telah menjual, menyewakan, menukarkan, memberikan sebagai gadai, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda yang berasal dari kejahatan. Adapun jenis tindak pidana penadahan ini dapat dibgi kedalam dua bentuk, yaitu :

1. Penadahan sebagai kebiasaan

Tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 481 KUHPidana yang menyatakan :

(1) Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukarkan, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang, yang diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(2) Yang bersalah dapat dicabut hanya tersebut dalam Pasal 35 Nomor 1 dan haknya untuk melakukan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

Hal yang paling penting dikemukakan berkaitan dengan penerapan Pasal 481 KUHPidana ini adalah bahwa perbuatan penadahan tersebut haruslah menjadi kebiasaan. Artinya harus paling tidak telah dilakukan lebih dari satu kali atau minimal dua kali. Sebab, apabila perbuatan tersebut hanya dilakukan sekali, maka perbuatan tersebut tidak dikenai dengan Pasal 481 KUHPidana tetapi dikenai


(46)

dengan Pasal 480 KUHPidana sebagai tindak pidana penadahan biasa.23

2. Penadahan ringan

Jenis tidak pidana ini diatur dalam Pasal 482 KUHPidana yang menyatakan :

Diancam karena penadahan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah, jika kejahatan dari mana benda diperoleh adalah satu kejahatan yang diterangakan dalam Pasal 364, 373 dan 379.

Berdasarkan ketentuan Pasal 482 KUHPidana di atas tersimpul bahwa penadahan yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana itu akan menjadi penadahan ringan, apabila perbuatan yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana itu dilakukan terhadap barang-barang hasil dari tindak pidana pencurian ringan, berasal dari tindak pidana penggelapan ringan atau dari penipuan ringan.

B. Bentuk-bentuk dari Pemidaan atas Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan

Masalah pokok dalam hukum pidana adalah pemidanaan, disamping tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Pemidanaan dapat dilihat sebagai rangkaian proses dan kebijakan yang konkretisasinya sengaja direncanakan melalui tahapan-tahapan berikut,

23


(47)

yaitu tahap legislatif (kebijakan formulatif), tahap yudikatif (kebijakan aplikatif) dan tahap eksekutif (kebijakan administratif).

Pemidanaan merupakan sarana yang dipakai dalam penegakan hukum pidana, dan dengan mengacu pada tahapan-tahapan tersbut, maka dikatakan, bahwa penegakan hukum pidana bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab aparat yudikatif sebagai pemegang kebijakan aplikatif, tetapi juga menjadi tugas dan tanggung jawab aparat pemegang kebijakan pembuat undang-undang. Satjipto Rahardjo dalam kaitan ini menyatakan, bahwa proses penegakan hukum itu menjangkau pula sampai kepada tahapan pembuatan undang-undang. Perumusan pikiran pembuat undang-undang yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu nanti dijalankan.24

Menurut Sudarto, pemidanaan itu kerap kali sinonim dengan kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang Hal ini berarti, garis-garis kebijakan sistem pidana dan pemidanaan yang diformulasikan oleh aparat pembuat undang-undang merupakan landasan legalitas bagi aparat yudikatif. Hal ini juga berarti, apabila pada tahan pembuatan undang-undang ini terdapat kelemahan pada formulasi sistem pemidanaannya, maka eksesnya akan berimbas pada aplikasinya oleh aparat yudikatif.

24

Satjipto Rahadjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, BPHN Departemen Kehakiman RI, Jakarta, 1983, hal 24.


(48)

hukum (berechten). Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna sama dengan sentence

atau voorwadelijk veroordeeld yang sama artinya dengan dihukum bersyarat atau pidana bersyarat. 25

Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan pidana dan tahap pemberian pidana. Sudarto menyatakan bahwa pemberian pidana itu mempunyai dua arti, yaitu :26

1. Dalam arti umum ialah yang menyangkut pembentuk undang-undang, ialah yang menetapkan stelsel sanksi hukum pidana (pemberian pidana in abstracto)

2. Dalam arti konkrit, ialah yang menyangkut berbagai badan atau jawatan yang kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum pidana itu (pemberian pidana in concreto). Menurut Jan Remmelink, pemidanaan adalah pengenaan secara sadar dan matang suatu azab oleh instansi penguasa yang berwenang kepada pelaku yang bersalah melanggar suatu aturan hukum.27 Jerome Hall dalam M. Sholehuddin membuat deskripsi yang terperinci mengenai pemidanaan, yaitu sebagai berikut :28

a. Pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diperlukan dalam hidup

b. Ia memaksa dengan kekerasan

c. Ia diberikan atas nama Negara, ia “diotorisasikan”

25

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hal.71-71

26

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hal.42

27

Jan Remmelink, Hukum Pidana, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal.7

28

M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, hal.55


(49)

d. Pemidanaan mensyaratkan adanya peraturan-peraturan, pelanggarannya, dan penentunnya, yang diekspresikan didalam putusan

e. Ia diberikan kepada pelanggar yang telah melakukan kejahatan, dan ini mensyaratkan adanya sekumpulan nilai-nilai yang dengan beracuan kepadanya, kejahatan dan pemidanaan itu signifikan dalam etika

f. Tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan perbuatan kejahatan, dan diperberat atau diperingan dengan melihat personalitas (kepribadian) si pelanggar, motif dan dorongannya Terhadap pelaku tindak pidana pencurian maupun penadahan, penerapan sanksi pidananya mengacu kepada ketentuan Hukum Pidana Indonesia yang hanya mengenal dua jenis pidana, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Dalam Pasal 10 KUHPidana terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, disebutkan :

Pidana terdiri atas : a. Pidana Pokok :

1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan b. Pidana Tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim

Berdasarkan ketentuan Pasal 69 KUHPidana, maka urutan pidana pokok sebagimana disebutkan di dalam Pasal 10 KUHPidana menunjukkan perbandingan berat atau ringannya pidana pokok yang tidak sejenis, dengan demikian pidana pokok yang terberat adalah pidana mati.


(50)

Bahwa akan tetapi terhadap tindak pidana pencurian maupun penadahan, terhadap pelakunya secara umum selalu dijatuhkan salah satu jenis pidana pokok yakni pidana penjara, sesuai dengan yang diancam terhadap tindak pidana yang dianggap terbukti, sedangkan terhadap lamanya masa hukuman yang dijatuhkan tergantung penilaian hakim berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, maupun terhadap hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan atas perbuatan terdakwa tersebut.

Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok ini adalah merupakan suatu keharusan, artinya impertif, sedangkan penjatuhan jenis pidana tambahan berifat fakultatif, artinya bukan merupakan suatu keharusan, artinya hakim boleh tidak menjatuhkan pidana tambahan tersebut.

P.A.F. Lamintang menyebutkan, bahwa mengenai keputusan apakah perlu atau tidaknya dijatuhkan suatu pidana tambahan, selain dari menjatuhkan suatu tindak pidana pokok kepada seorang terdakwa, hal ini sepenuhnya diserahkan kepada pertimbangan hakim.29

C. Pola Hukuman yang diberikan kepada Pelaku Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan Kendaraan Bermotor

Sehingga terhadap tindak pidana pencurian maupun penadahan jarang sekali dan bahkan hampir tidak pernah dijatuhkan pidana tambahan oleh hakim terhadap terdakwa.

29

P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung, Armico, 1984, hal.34.


(51)

Istilah “pola” menunjukkan sesuatu yang dapat digunakan sebagai model, acuan, pegangan atau pedoman untuk membuat atau menyusun sesuatu. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan, bahwa “pola hukuman / pemidanaan” yang dimaksud dalam skripsi ini ialah acuan, pegangan atau pedoman untuk membuat, menyusun sistem sanksi (hukum) pidana.

Bertitik tolak dari pengertian tersebut di atas, dapatlah dinyatakan, bahwa sebenarnya “pola pemidaan” yang bersifat umum dan ideal harus ada lebih dahulu sebelum perundang-undangan pidana dibuat, bahkan sebelum KUHP dibuat.30

a. Pidana Pokok :

Jenis saksi pidana yang berlaku sekarang ini telah diatur dalam Pasal 10 KUHPidana terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, disebutkan :

Pidana terdiri atas : 1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan b. Pidana Tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim

30

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 169.


(52)

Sedangkan jenis sanksi yang digunakan dalam Konsep / Rancangan KUHPidana, terdiri dari jenis “pidana” dan “tindakan”. Masing-masing jenis sanksi ini terdiri dari :31

a. Pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 RKUHP, terdiri dari :

a.1. Pidana Pokok 1. Pidana penjara 2. Pidana tutupan 3. Pidana pengawasan 4. Pidana denda

5. Pidana kerja sosial a.2. Pidana Tambahan

1. Pencabutan hak tertentu

2. perampasan barang tertentu dan tagihan 3. pengumuman putusan hakim

4. Pembayaran ganti kerugian

5. pemenuhan kewajiban adat dan / atau kewajiban menurut ketentuan hukum yang hidup

b. Tindakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 dan 41 RKUHP, terdiri dari :

b.1. Untuk orang tidak atau kurang mampu bertanggung jawab (“tindakan” dijatuhkan tanpa pidana)

1. Perawatan di rumah sakit jiwa

2. Penyerahan kepada pemerintah, atau 3. Penyerahan kepada seseorang

b.2. Untuk orang pada umumnya yang mampu bertanggung jawab (dijatuhkan bersama-sama dengan pidana pokok) 1. Pencabutan surat izin mengemudi

2. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana

3. Perbaikan akibat tindak pidana 4. latihan kerja

5. Rehabilitasi, dan / atau 6. Perawatan di lembaga


(53)

Bahwa pola jenis yang berhubungan dengan pola pembagian jenis tindak pidana untuk “kejahatan” pada umumnya diancam dengan pidana penjara atau denda, sedangkan untuk “pelanggaran” pada umumnya diancam dengan pidana kurungan atau denda. Konsep RKUHP ini tidak lagi membedakan jenis tindak pidana berupa “kejahatan” dan “pelanggaran”.32 Namun demikian, di dalam “pola kerja” Tim Penyusun Konsep ada pula pengklasifikasian tindak pidana yang sifatnya / bobotnya dipandang “sangat ringan”, “berat” dan “sangat serius”. Untuk delik yang “sangat ringan” hanya diancam dengan pidana denda, untuk delik yang dipandang “berat” diancam dengan pidana penjara atau denda (alternatif), dan untuk delik yang “sangat serius” diancam dengan pidana penjara saja (perumusan tunggal) atau dalam hal-hal khusus sangat pula diancam dengan pidana mati yang dialternatifkan dengan penjara seumur hidup atau penjara dalam waktu tertentu. Secara kasar polanya dapat digambarkan dalam skema berikut :33

Bobot Delik Jenis Pidana Keterangan 1. Sangat ringan Denda Perumusan tunggal

Denda ringan (kategori I atau II

2. Berat Penjara atau denda Perumusan alternatif Penjara berkisar 1 s.d. 7 tahun

Denda lebih berat (kategori III-IV

3. Sangat serius Penjara saja Mati / penjara

Perumusan tunggal atau alternatif

Dapat dikumulasikan

32

Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hal.171

33


(54)

dengan denda

Dengan pola diatas, secara kasar menurut konsep hanya akan ada tiga kategori pengelompokan tindak pidana, yaitu :

a. Yang hanya diancam pidana denda (untuk delik yang bobotnya dinilai kurang dari 1 tahun penjara)

b. Yang diancam pidana penjara atau denda secara alternatif (untuk delik yang diancam dengan pidana penjara 1-7 tahun)

c. Yang hanya diancam dengan pidana penjara (untuk delik yang diancam dengan pidana penjara dari 7 tahun)

Terhadap pola perumusan pidana menurut KUHPidana yang berlaku sekarang ini, jenis pidana yang pada umumnya dicantumkan dalam perumusan delik ialah pidana pokok, dengan menggunakan 9 (sembilan) bentuk perumusan, yaitu :34

a. diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu

b. diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu

c. diancam dengan pidana penjara (tertentu) d. diancam dengan pidana penjara atau kurungan

e. diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda f. diancam dengan pidana penjara atau denda

g. diancam dengan pidana kurungan

h. diancam dengan pidana kurungan atau denda i. diancam dengan pidana denda

Dari sembilan bentuk perumusan diatas, dapat diidentifikasikan hal-hal sebagai berikut :

34


(55)

a. KUHP hanya menganut 2 (dua) sistem perumusan, yaitu : a.1. perumusan tunggal (hanya diancam satu pidana pokok) a.2. perumusan alternatif

b. Pidana pokok yang diancam / dirumuskan secara tunggal, hanya pidana penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal.

c. Perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang paling ringan.

Untuk pidana tambahan bersifat fakultatif, namun pada dasarnya untuk dapat dijatuhkan harus tercantum dalam perumusan delik.

Sedangkan menurut Konsep / Rancangan KUHPidana, jenis pidana yang dicantumkan dalam perumusan delik hanya pidana mati, penjara dan denda. Pidana pokok berupa pidana tutupan, pidana pengawasan dan pidana kerja sosial tidak dicantumkan.

Bentuk perumusannya tidak berbeda dengan pola KUHPidana sekarang, hanya dengan catatan bahwa di dalam konsep :35

a. Pidana penjara dan denda ada yang dirumuskan ancaman minimumnya

b. Pidana denda dirumuskan dengan sistem kategori

c. Ada pedoman untuk menerapkan pidana yang dirumuskan secara tunggal dan secara alternatif yang member kemungkinan

35


(56)

perumusan tunggal diterapkan secara alternatif dan perumusan alternatif diterapkan secara kumulatif.


(57)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang melakukan pembangunan di segala bidang. Usaha yang dilakukan oleh negara ini meliputi pembangunan ekonomi, perbaikan sistem publik, melakukan usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak kalah pentingnya adalah pembangunan di bidang hukum dari tahun ke tahun yang diusahakan pembaharuan hukum sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Seperti yang termuat dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat), sebagai negara hukum maka Indonesia mempunyai serangkaian peraturan atau hukum supaya kepentingan masyarakat dapat terlindungi. Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan landasan konstitusional negara ini memuat bahwa tujuan negara salah satunya adalah menciptakan kesejahteraan umum.

Jadi semua usaha dan pembangunan yang dilakukan negara ini harus mengarah pada tujuan ini sehingga tercipta kesejahteraan rakyat. Di


(58)

dalam pergaulan masyarakat terdapat beraneka ragam hubungan antara anggota masyarakat, yaitu hubungan yang timbul oleh kepentingan anggota masyarakat itu. Adanya keanekaragaman hubungan tersebut, para anggota masyarakat memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan dalam hubungan tersebut agar tidak terjadi kekacauan.

Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib untuk ditaati karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya kesadaran hukum dalam masyarakat menyebabkan terjadinya ketidakpercayaan antara anggota masyarakat itu sendiri maupun ketidakpercayaan dengan aparat penegak hukum dan pemerintah. Terlebih dengan kondisi perekonomian negara kita yang sulit saat ini, mengakibatkan timbulnya kasus kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat yang dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang mendesak.

Kondisi yang terjadi setiap hari dan dialami oleh masyarakat sebagai contohnya, penjambretan, penodongan, pencurian, perampokan, penganiayaan, perkosaan, pembunuhan, tawuran remaja, atau lebih dikenal dengan “kejahatan jalanan” atau street crime” menjadi tantangan bagi proses penegakan hukum.

Kejahatan tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus kejahatan semakin sering terjadi dan yang paling dominan adalah


(59)

jenis kejahatan terhadap harta kekayaan, khususnya yang termasuk di dalamnya adalah tindak pidana penadahan.

Bahwa kejahatan terhadap harta benda akan tampak meningkat di negara-negara sedang berkembang. Kenaikan ini sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Di setiap negara tidak terkecuali negara yang paling maju sekalipun, pasti akan menghadapi masalah kejahatan yang mengancam dan mengganggu ketentraman dan kesejahteraan penduduknya. Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan tidak hanya tumbuh subur dinegara miskin dan berkembang, tetapi juga dinegara-negara yang sudah maju.

Seiring dengan adanya perkembangan kejahatan seperti diuraikan di atas, maka hukum menempati posisi yang penting untuk mengatasi adanya persoalan kejahatan ini. Perangkat hukum diperlukan untuk menyelesaikan konflik atau kejahatan yang ada dalam masyarakat. Salah satu usaha pencegahannya dan pengendalian kejahatan itu ialah dengan menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.

Kejahatan dapat diartikan secara kriminologis dan yuridis. Kejahatan dalam arti kriminologis yaitu perbuatan manusia yang menodai norma-norma dasar dari masyarakat. Hal ini dimaksudkan sebagai perbuatan unsur yang menyalahi aturan-aturan yang hidup dan berkembang di masyarakat. Kejahatan secara yuridis yaitu perilaku jahat atau perbuatan jahat dalam arti hukum pidana maksudnya bahwa kejahatan itu dirumuskan di dalam peraturan-peraturan pidana. Masalah


(60)

pidana yang paling sering terjadi di dalam masyarakat adalah tindak pidana terhadap harta kekayaan (tindak pidana materiil), seperti pencurian, pemerasan, penggelapan, penipuan, pengrusakan, dan penadahan. Salah satu tindak pidana terhadap harta kekayaan yang masih sering menimbulkan perdebatan adalah tindak pidana penadahan kendaraan bermotor yang berasal dari hasil pencurian.

Pencurian kendaraan bermotor semakin marak di Kota Medan, berbagai macam modus operandi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor pada saat ini. Kalau hal ini tidak dapat diatasi tentu perbuatan tersebut sangat meresahkan masyarakat.

Kejahatan pencurian kendaraan bermotor merupakan kejahatan terhadap harta benda yang tidak lajim terjadi di negara-negara berkembang……. selanjutnya dikatakan bahwa kejahatan pencurian kendaraan bermotor beserta isi-isinya merupakan sifat kejahatan yang menyertai pembangunan.1

1

Soerjono Soekanto, Hartono Widodo dan Chalimah Sutanto, Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor Suatu Tinjauan Kriminologi Jakarta,,Penerbit Aksara 1988, hal. 20.

Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu penyebab semakin maraknya terjadi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor adalah diantaranya semakin marak juga tindak pidana penadahan kendaraan bermotor hasil curian tersebut. Sehingga para pelaku pencurian kendaraan bermotor (curanmor) tidak merasa kesulitan untuk memasarkan kendaraan bermotor hasil curiannya.


(61)

Selain itu juga semakin maraknya penjualan bagian-bagian (onderdil) kendaraan bermotor bekas oleh para pedagang kaki lima, yang tidak menutup kemungkinan onderdil kendaraan tersebut didapatkan oleh pedagang dari para pelaku curanmor, untuk itu perlu dilakukan penyelidikan terhadap para pedagang kaki lima yang memperdagangkan onderdil kendaraan bermotor bekas tersebut.

Namun hingga kini para pedagang kaki lima yang memperdagangkan onderdil kendaraan tidak pernah dilakukan pemeriksaan oleh aparat kepolisian, sehingga memungkinkan tindak penadahan terus berlangsung dan aparat juga belum pernah mengadakan koordinasi dengan aparat Pemda Kota Medan untuk melakukan penertiban para pedagang kaki lima yang memperdagangkan onderdil kendaraan bermotor.

Tindak pidana penadahan sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 480 KUHP, dimana salah satu unsur penadahan yang sering dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam praktik persidangan sehari-hari adalah unsur culpa, yang berarti bahwa si pelaku penadahan dapat dianggap patut harus dapat menyangka asalnya barang dari kejahatan dan jarang dapat dibuktikan bahwa si penadah tahu benar hal itu (asal-usul barang). Dalam hal ini, “maksud untuk mendapatkan untung” merupakan unsur dari semua penadahan. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji masalah tindak pidana penadahan dengan mengambil judul : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN


(62)

KENDARAAN BERMOTOR HASIL PENCURIAN DAN UPAYA PENERAPAN / PENEGAKAN HUKUMNYA (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESORT KOTA MEDAN).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian dan penadahan dalam hukum positif di Indonesia.

2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian dan penadahan terhadap kenderaan bermotor di Kota Medan.

3. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dan penadahan terhadap kendaraan bermotor di Kota Medan.

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang ingin penulis capai dalam penulisan skripsi ini adalah :


(63)

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian dan penadahan dalam hukum positif di Indonesia.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian dan penadahan terhadap kendaraan bermotor.

3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa yang dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana pencurian dan penadahan terhadap kendaraan bermotor.

D. Manfaat Penulisan

Seperti pada umumnya dalam setiap penulisan skripsi pasti ada manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi tersebut. Manfaat penelitian secara umum yang dapat diambil dalam penulisan skripsi ini terdiri dari manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya dalam disiplin ilmu hukum pidana mengenai tindak pidana pencurian dan penadahan kendaraan bermotor.


(64)

Dari segi praktis diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan atau diterapkan oleh pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum di bidang hukum pidana khususnya mengenai tindak pidana pencurian dan penadahan terhadap kenderaan bermotor. Dengan mengetahui faktor-faktor pendorong dari dilakukannya tindak pidana pencurian dan penadahan terhadap kenderaaan bermotor, maka penegak hukum an masyarakat dapat mengambil langkah penanggungan yang tepat untuk menangani apabila timbul suatu tindak pidana.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “ Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor Hasil Pencurian (Studi Kasus Di Kepolisian Resort Kota Medan). Sehubungan dengan keaslian judul skripsi, penulis telah melakukan pengecekan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebelumnya penulis telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada Bapak Ketua Departemen Hukum Pidana dan Pembimbing skripsi mengenai judul yang penulis sajikan.

Dan berdasarkan hal tersebut diatas penulis memberanikan diri untuk mengerjakan skripsi ini.


(65)

1. Pengertian Tindak Pidana

Untuk memberikan pengertian tindak pidana, pembentuk undang-undang telah mempergunakan perkataan “strafbaar feit” untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Perkataan “feit” itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “een gedeelte van de werkelijkheid”2, sedangkan “strafbaar” berarti “dapat dihukum”, sehingga secara harfian perkataan perkataan “strafbaar feit” itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan diketahui bahwa yang yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan.3

Menurut Hazewinkel-Suringa, telah membuat suatu rumusan yang bersifat umum dari “strafbaar feit” sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya.4

Menurut Profesor Pompe, perkataan “strafbaar feit” itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma

2

P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, sebagaimana dikutip dari van Bemmelen, Ons Strafrecht I, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1997, hal.181.

3

Ibid, hal. 181.

4


(66)

(gangguanterhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.5

Demikian juga menurut Profesor Simon, telah merumuskan

“strafbaar feit” sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindaknnya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.6

a. Untuk adanya suatu strafbaar feit itu disyaratkan bahwa di situ harus terdapat sutau tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dimana pelanggraan terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

Alasan dari Profesor Simons apa sebabnya “strafbaar feit” itu harus dirumuskan adalah karena :

b. Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam undang-undang.

c. Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakikatnya merupakan

5

Ibid, sebagaimana dikutip dari Pompe,Handboek, hal. 182.

6


(1)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmad dan karunia-Nya berupa kesehatan, kekuatan dan kesabaran sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Sudah menjadi kewajiban bagi para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dalam menyelesaikan studi diwajibkan membuat karya ilmiah dibidang hukum guna untuk melengkapi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Dalam rangka untuk memenuhi kewajiban tersebut, penulis memberanikan diri untuk menulis dan membahas suatu karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN BERMOTOR HASIL PENCURIAN DAN UPAYA PENERAPAN / PENEGAKAN HUKUMNYA (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESORT KOTA MEDAN)”.

Dalam hal ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang penulis sampaikan dalam skripsi ini masih banyak kekurangannya. Hal ini karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan ilmiah penulis, sehingga dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaannya.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf-stafnya.


(2)

2. Bapak Dr. M. Hamdan, SH.MH, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Liza Erwina, SH.M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Edi Yunara, SH. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Nurmalawati, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan serta mengajarkan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Kombes.Pol. Tagam Sinaga, SH, selaku Kepala Kepolisian Resort Kota (POLRESTA) Medan, yang telah memberikan izin didalam melakukan penelitian di Polresta Medan.

8. Bapak Panusunan Harahap, SH.MH, selaku Ketua Pengadilan Negeri Klas I – A Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Klas I – A Medan.

9. Dalam hal ini penulis menghantirkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda


(3)

tercinta yang telah berjuang dan berkorban membesarkan dan mendidik penulis dengan segenap cinta dan kasih saying sehingga dapat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Akhir kata penulis memohon semoga bantuan yang diberikan memperoleh balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Mei 2011 Hormat saya

Penulis

Muhammad Andre Nasution

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ……….. i

Daftar Isi ……….. iv

Abstrak ……… vii


(4)

A. Latar Belakang ………. 1

B. Perumusan Masalah ……….. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……… 7

D. Keaslian Penulisan ……… 8

E. Tinjauan Kepustakaan ……….. 9

1. Pengertian Tindak Pidana ……… 9

2. Pengertian Tindak Pidana Pencurian ……… 10

3. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian …………. 13

4. PengertianTindak Pidana Penadahan ………….. 16

5. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penadahan ………. 17

6. Pengertian Kendaraan Bermotor ……… 19

F. Metode Penulisan ……….. 20

G. Sistematika Penulisan ……….. 23

BAB II : PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. 26 A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana Penadahan dalam KUHP ………. 26

B. Bentuk-bentuk dari Pemidanaan Atas Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan ………... 36 C. Pola Hukum yang diberikan Kepada pelaku


(5)

Tindak Pidana Penadahan Kendaraan Bermotor

dari Hasil Pencurian ………. 40

BAB III : FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TINDAK PIDANA PENADAHAN KENDARAAN

BERMOTOR DARI HASIL PENCURIAN DI KOTA MEDAN.46 A. Modus Operandi yang dilakukan oleh Pelaku

Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor ….. 46 B. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Tindak

Pidana Pencurian dan Penadahan ……….. 53

BAB IV : UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA

PENADAHAN TERHADAP KENDARAAN BERMOTOR DARI HASIL PENCURIAN DI KOTA MEDAN ………….. 63

A. Upaya Penanggulangan ……… 63 1. Upaya Penerapan Hukum Pidana Dalam

Penangulangan Tindak Pidana Penadahan Terhadap Kendaraan Bermotor Dari Hasil

Pencurian di kota Medan ………. 64 2. Upaya Non Penal Dalam Penangulangan

Tindak Pidana Penadahan Terhadap Kendaraan Bermotor Dari Hasil Pencurian

di kota Medan ……… 68 B. Putusan Yang Dijatuhkan Untuk Tindak Pidana


(6)

Penadahan Terhadap Kendaraan Bermotor

Dari Hasil Pencurian di kota Medan ………... 69

C. Kasus dan Analisa Kasus ………. 72

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 77

A. Kesimpulan ………. 77

B. Saran ……… 78