Bentuk-bentuk dari Pemidaan atas Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan

dengan Pasal 480 KUHPidana sebagai tindak pidana penadahan biasa. 23 2. Penadahan ringan Jenis tidak pidana ini diatur dalam Pasal 482 KUHPidana yang menyatakan : Diancam karena penadahan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah, jika kejahatan dari mana benda diperoleh adalah satu kejahatan yang diterangakan dalam Pasal 364, 373 dan 379. Berdasarkan ketentuan Pasal 482 KUHPidana di atas tersimpul bahwa penadahan yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana itu akan menjadi penadahan ringan, apabila perbuatan yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana itu dilakukan terhadap barang-barang hasil dari tindak pidana pencurian ringan, berasal dari tindak pidana penggelapan ringan atau dari penipuan ringan.

B. Bentuk-bentuk dari Pemidaan atas Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan

Masalah pokok dalam hukum pidana adalah pemidanaan, disamping tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Pemidanaan dapat dilihat sebagai rangkaian proses dan kebijakan yang konkretisasinya sengaja direncanakan melalui tahapan-tahapan berikut, 23 Ibid, hal.106. yaitu tahap legislatif kebijakan formulatif, tahap yudikatif kebijakan aplikatif dan tahap eksekutif kebijakan administratif. Pemidanaan merupakan sarana yang dipakai dalam penegakan hukum pidana, dan dengan mengacu pada tahapan-tahapan tersbut, maka dikatakan, bahwa penegakan hukum pidana bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab aparat yudikatif sebagai pemegang kebijakan aplikatif, tetapi juga menjadi tugas dan tanggung jawab aparat pemegang kebijakan pembuat undang-undang. Satjipto Rahardjo dalam kaitan ini menyatakan, bahwa proses penegakan hukum itu menjangkau pula sampai kepada tahapan pembuatan undang-undang. Perumusan pikiran pembuat undang-undang yang dituangkan dalam peraturan perundang- undangan akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu nanti dijalankan. 24 Menurut Sudarto, pemidanaan itu kerap kali sinonim dengan kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang Hal ini berarti, garis-garis kebijakan sistem pidana dan pemidanaan yang diformulasikan oleh aparat pembuat undang-undang merupakan landasan legalitas bagi aparat yudikatif. Hal ini juga berarti, apabila pada tahan pembuatan undang-undang ini terdapat kelemahan pada formulasi sistem pemidanaannya, maka eksesnya akan berimbas pada aplikasinya oleh aparat yudikatif. 24 Satjipto Rahadjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, BPHN Departemen Kehakiman RI, Jakarta, 1983, hal 24. hukum berechten. Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna sama dengan sentence atau voorwadelijk veroordeeld yang sama artinya dengan dihukum bersyarat atau pidana bersyarat. 25 Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan pidana dan tahap pemberian pidana. Sudarto menyatakan bahwa pemberian pidana itu mempunyai dua arti, yaitu : 26 1. Dalam arti umum ialah yang menyangkut pembentuk undang- undang, ialah yang menetapkan stelsel sanksi hukum pidana pemberian pidana in abstracto 2. Dalam arti konkrit, ialah yang menyangkut berbagai badan atau jawatan yang kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum pidana itu pemberian pidana in concreto. Menurut Jan Remmelink, pemidanaan adalah pengenaan secara sadar dan matang suatu azab oleh instansi penguasa yang berwenang kepada pelaku yang bersalah melanggar suatu aturan hukum. 27 Jerome Hall dalam M. Sholehuddin membuat deskripsi yang terperinci mengenai pemidanaan, yaitu sebagai berikut : 28 a. Pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diperlukan dalam hidup b. Ia memaksa dengan kekerasan c. Ia diberikan atas nama Negara, ia “diotorisasikan” 25 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hal.71-71 26 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hal.42 27 Jan Remmelink, Hukum Pidana, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal.7 28 M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, hal.55 d. Pemidanaan mensyaratkan adanya peraturan-peraturan, pelanggarannya, dan penentunnya, yang diekspresikan didalam putusan e. Ia diberikan kepada pelanggar yang telah melakukan kejahatan, dan ini mensyaratkan adanya sekumpulan nilai-nilai yang dengan beracuan kepadanya, kejahatan dan pemidanaan itu signifikan dalam etika f. Tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan perbuatan kejahatan, dan diperberat atau diperingan dengan melihat personalitas kepribadian si pelanggar, motif dan dorongannya Terhadap pelaku tindak pidana pencurian maupun penadahan, penerapan sanksi pidananya mengacu kepada ketentuan Hukum Pidana Indonesia yang hanya mengenal dua jenis pidana, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Dalam Pasal 10 KUHPidana terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, disebutkan : Pidana terdiri atas : a. Pidana Pokok : 1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan b. Pidana Tambahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim Berdasarkan ketentuan Pasal 69 KUHPidana, maka urutan pidana pokok sebagimana disebutkan di dalam Pasal 10 KUHPidana menunjukkan perbandingan berat atau ringannya pidana pokok yang tidak sejenis, dengan demikian pidana pokok yang terberat adalah pidana mati. Bahwa akan tetapi terhadap tindak pidana pencurian maupun penadahan, terhadap pelakunya secara umum selalu dijatuhkan salah satu jenis pidana pokok yakni pidana penjara, sesuai dengan yang diancam terhadap tindak pidana yang dianggap terbukti, sedangkan terhadap lamanya masa hukuman yang dijatuhkan tergantung penilaian hakim berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, maupun terhadap hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan atas perbuatan terdakwa tersebut. Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok ini adalah merupakan suatu keharusan, artinya impertif, sedangkan penjatuhan jenis pidana tambahan berifat fakultatif, artinya bukan merupakan suatu keharusan, artinya hakim boleh tidak menjatuhkan pidana tambahan tersebut. P.A.F. Lamintang menyebutkan, bahwa mengenai keputusan apakah perlu atau tidaknya dijatuhkan suatu pidana tambahan, selain dari menjatuhkan suatu tindak pidana pokok kepada seorang terdakwa, hal ini sepenuhnya diserahkan kepada pertimbangan hakim. 29 C. Pola Hukuman yang diberikan kepada Pelaku Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan Kendaraan Bermotor Sehingga terhadap tindak pidana pencurian maupun penadahan jarang sekali dan bahkan hampir tidak pernah dijatuhkan pidana tambahan oleh hakim terhadap terdakwa. 29 P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung, Armico, 1984, hal.34. Istilah “pola” menunjukkan sesuatu yang dapat digunakan sebagai model, acuan, pegangan atau pedoman untuk membuat atau menyusun sesuatu. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan, bahwa “pola hukuman pemidanaan” yang dimaksud dalam skripsi ini ialah acuan, pegangan atau pedoman untuk membuat, menyusun sistem sanksi hukum pidana. Bertitik tolak dari pengertian tersebut di atas, dapatlah dinyatakan, bahwa sebenarnya “pola pemidaan” yang bersifat umum dan ideal harus ada lebih dahulu sebelum perundang-undangan pidana dibuat, bahkan sebelum KUHP dibuat. 30 a. Pidana Pokok : Jenis saksi pidana yang berlaku sekarang ini telah diatur dalam Pasal 10 KUHPidana terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, disebutkan : Pidana terdiri atas : 1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan b. Pidana Tambahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim 30 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 169. Sedangkan jenis sanksi yang digunakan dalam Konsep Rancangan KUHPidana, terdiri dari jenis “pidana” dan “tindakan”. Masing-masing jenis sanksi ini terdiri dari : 31 a. Pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 RKUHP, terdiri dari : a.1. Pidana Pokok 1. Pidana penjara 2. Pidana tutupan 3. Pidana pengawasan 4. Pidana denda 5. Pidana kerja sosial a.2. Pidana Tambahan 1. Pencabutan hak tertentu 2. perampasan barang tertentu dan tagihan 3. pengumuman putusan hakim 4. Pembayaran ganti kerugian 5. pemenuhan kewajiban adat dan atau kewajiban menurut ketentuan hukum yang hidup b. Tindakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 dan 41 RKUHP, terdiri dari : b.1. Untuk orang tidak atau kurang mampu bertanggung jawab “tindakan” dijatuhkan tanpa pidana 1. Perawatan di rumah sakit jiwa 2. Penyerahan kepada pemerintah, atau 3. Penyerahan kepada seseorang b.2. Untuk orang pada umumnya yang mampu bertanggung jawab dijatuhkan bersama-sama dengan pidana pokok 1. Pencabutan surat izin mengemudi 2. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana 3. Perbaikan akibat tindak pidana 4. latihan kerja 5. Rehabilitasi, dan atau 6. Perawatan di lembaga 31 http:www.prakarsarakyat.orgdownloadPerundangundanganPositionPaper Elsam RUUKUHP 203.pdf, diakses pada tanggal 28 Mei 2011, pada pukul 18.30 Wib Bahwa pola jenis yang berhubungan dengan pola pembagian jenis tindak pidana untuk “kejahatan” pada umumnya diancam dengan pidana penjara atau denda, sedangkan untuk “pelanggaran” pada umumnya diancam dengan pidana kurungan atau denda. Konsep RKUHP ini tidak lagi membedakan jenis tindak pidana berupa “kejahatan” dan “pelanggaran”. 32 Namun demikian, di dalam “pola kerja” Tim Penyusun Konsep ada pula pengklasifikasian tindak pidana yang sifatnya bobotnya dipandang “sangat ringan”, “berat” dan “sangat serius”. Untuk delik yang “sangat ringan” hanya diancam dengan pidana denda, untuk delik yang dipandang “berat” diancam dengan pidana penjara atau denda alternatif, dan untuk delik yang “sangat serius” diancam dengan pidana penjara saja perumusan tunggal atau dalam hal-hal khusus sangat pula diancam dengan pidana mati yang dialternatifkan dengan penjara seumur hidup atau penjara dalam waktu tertentu. Secara kasar polanya dapat digambarkan dalam skema berikut : 33 Bobot Delik Jenis Pidana Keterangan 1. Sangat ringan Denda Perumusan tunggal Denda ringan kategori I atau II 2. Berat Penjara atau denda Perumusan alternatif Penjara berkisar 1 s.d. 7 tahun Denda lebih berat kategori III-IV 3. Sangat serius Penjara saja Mati penjara Perumusan tunggal atau alternatif Dapat dikumulasikan 32 Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hal.171 33 Ibid, hal.171-172 dengan denda Dengan pola diatas, secara kasar menurut konsep hanya akan ada tiga kategori pengelompokan tindak pidana, yaitu : a. Yang hanya diancam pidana denda untuk delik yang bobotnya dinilai kurang dari 1 tahun penjara b. Yang diancam pidana penjara atau denda secara alternatif untuk delik yang diancam dengan pidana penjara 1-7 tahun c. Yang hanya diancam dengan pidana penjara untuk delik yang diancam dengan pidana penjara dari 7 tahun Terhadap pola perumusan pidana menurut KUHPidana yang berlaku sekarang ini, jenis pidana yang pada umumnya dicantumkan dalam perumusan delik ialah pidana pokok, dengan menggunakan 9 sembilan bentuk perumusan, yaitu : 34 a. diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu b. diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu c. diancam dengan pidana penjara tertentu d. diancam dengan pidana penjara atau kurungan e. diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda f. diancam dengan pidana penjara atau denda g. diancam dengan pidana kurungan h. diancam dengan pidana kurungan atau denda i. diancam dengan pidana denda Dari sembilan bentuk perumusan diatas, dapat diidentifikasikan hal-hal sebagai berikut : 34 Ibid, hal.179 a. KUHP hanya menganut 2 dua sistem perumusan, yaitu : a.1. perumusan tunggal hanya diancam satu pidana pokok a.2. perumusan alternatif b. Pidana pokok yang diancam dirumuskan secara tunggal, hanya pidana penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal. c. Perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang paling ringan. Untuk pidana tambahan bersifat fakultatif, namun pada dasarnya untuk dapat dijatuhkan harus tercantum dalam perumusan delik. Sedangkan menurut Konsep Rancangan KUHPidana, jenis pidana yang dicantumkan dalam perumusan delik hanya pidana mati, penjara dan denda. Pidana pokok berupa pidana tutupan, pidana pengawasan dan pidana kerja sosial tidak dicantumkan. Bentuk perumusannya tidak berbeda dengan pola KUHPidana sekarang, hanya dengan catatan bahwa di dalam konsep : 35 a. Pidana penjara dan denda ada yang dirumuskan ancaman minimumnya b. Pidana denda dirumuskan dengan sistem kategori c. Ada pedoman untuk menerapkan pidana yang dirumuskan secara tunggal dan secara alternatif yang member kemungkinan 35 Ibid, hal.180 perumusan tunggal diterapkan secara alternatif dan perumusan alternatif diterapkan secara kumulatif. BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang