Kayu Jawa Lannea coromandelica

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Parameter yang mempengaruhi kualitas dari ekstrak adalah bagian dari tumbuhan yang digunakan, pelarut yang digunakan untuk ekstrak, dan prosedur ekstraksi Tiwari, et al., 2011. Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur yang telah ditetapkan Tiwari, et al., 2011. Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya Tiwari, et al., 2011. Dalam mengekstraksi suatu tumbuhan sebaiknya menggunakan jaringan tumbuhan yang masih segar, namun kadang-kadang tumbuhan yang akan dianalisis tidak tersedia di tempat sehingga untuk itu jaringan tumbuhan yang akan diekstraksi dapat dikeringkan terlebih dahulu Kristanti et al., 2008. Ekstraksi serbuk kering jaringan tumbuhan dapat dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi, refluks atau sokhletasi dengan menggunakan pelarut yang tingkat kepolarannya berbeda-beda. Teknik ekstraksi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik maserasi Kristanti et al., 2008. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar Ditjen POM, 2000. Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna. Dalam maserasi untuk ekstrak cairan, serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan pengadukan yang sering, sampai zat tertentu dapat terlarut. Metode ini cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil Tiwari, et al., 2011. Filtrat yang diperoleh dari proses tersebut diuapkan dengan alat penguap putar vakum vacuum rotary ecaporator hingga menghasilkan ekstrak pekat Kristanti et al., 2008.

2.3 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-senyawa metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas berbagai macam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari metabolit sekunder Harborne,1987. Adanya pengetahuan mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam suatu ekstrak, akan memudahkan dalam identifikasi kemungkinan aktivitas dari ekstrak tumbuhan yang digunakan, seperti flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, dan antrakuinon Putra, 2007.

2.3.1 Flavonoid

Flavanoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, menthanol, butanol, aseton, dan lain- lain. Markham,1988. Flavanoid dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavanoid, Gula yang terikat pada flavanoid mudah larut dalam air Harbone,1996. Flavanoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Flavanoid mempunyai bermacam-macam efek yaitu, efek antiinflamasi, anti tumor, anti HIV, immune stimulant, analgesik, antiradang, antifungal, antidiare, antihepatotoksik, antihiperglikemik dan sebagai vasolidator De Padua, et al., 1999 2.3.2 Alkaloid Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering bersifat racun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya berwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan misalnya nikotina pada suhu kamar Harbone,1987. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel