Hasil Uji Stabilisasi Membran Eritrosit Ekstrak Etanol 96

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2 Pembahasan

4.2.1 Ekstraksi

Proses ekstraksi kulit batang Kayu Jawa dilakukan menggunakan metode maserasi. Proses ekstraksi dengan cara maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang menguntungkan karena sel simplisia yang direndam di dalam pelarut akan mengalami pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik. Pelarut dapat melarutkan komponen dalam sel dengan melintasi membran sel ke dalam bagian sel, dengan mengalirnya bahan pelarut kedalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak, dan bahan kandungan sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya. Bahan kandungan tersebut berpindah secara osmosis melalui ruang antar rongga sel, gaya yang bekerja adalah perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan pelarut yang mula-mula masih tanpa bahan aktif. Bahan kandungan sel akan mencapai kedalam cairan di sebelah luar selama osmosis melintasi membran sampai terbentuknya suatu keseimbangan konsentrasi antara larutan di sebelah dalam dan di sebelah luar sel Voight, 1994. Pelarut yang digunakan pada proses maserasi adalah etanol 96. Menurut Filho 2006, ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol sangat efektif dalam mengisolasi senyawa-senyawa metabolit sekunder. Maserasi dengan menggunakan pelarut etanol dilakukan karena sifatnya yang mampu melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar, semi polar, dan non polar serta kemampuannya untuk mengendapkan protein dan menghambat kerja enzim sehingga dapat terhindar dari proses hidrolisis dan oksidasi Harbone, 1987. Senyawa- senyawa yang dapat diikat oleh pelarut etanol antara lain fixed oils, lemak, lilin, alkaloid, flavonoid, polifenol, tanin, saponin, steroid, terpenoid, fenolik, aglikon, dan glikosida Filho, 2006. Etanol 96 memiliki kadar air yang sedikit yang dapat mengurangi pertumbuhan mikroba di dalam ekstrak, karena air UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan salah satu media yang dapat mempercepat pertumbuhan mikroba.

4.2.2 Stabilisasi Membran Sel Darah Merah

Stabilisasi membran sel darah merah telah digunakan sebagai metode untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi secara in vitro. Hal ini dikarenakan membran sel darah merah mirip dengan membran lisosom Shenoy et al., 2010 yang dapat mempengaruhi proses inflamasi, sehingga stabilisasi membran lisosom penting dalam membatasi respon inflamasi, dengan cara mencegah pelepasan enzim dari dalam lisosom selama proses inflamasi. Enzim di dalam lisosom yang terlepas selama inflamasi akibat teraktivasinya neutrofil akan menghasilkan berbagai gangguan yang dapat dihubungkan dengan terjadinya inflamasi akut atau kronis. Oleh sebab itu, kestabilan membran sel darah merah terhadap gangguan yang diinduksi larutan hipotonik, dapat juga digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui stabilisasi membran lisosom Kumar et al., 2012. Kestabilan sel darah merah manusia dapat dilihat ketika sel darah merah diinduksi larutan hipotonik. Hal tersebut menyebabkan terbentuknya stress oksidatif yang dapat menggangu kestabilan biomembrannya. Stress oksidatif dapat menyebabkan oksidasi lipid dan protein sehingga memicu kerusakan membran yang ditandai dengan terjadinya hemolisis. Besar kecilnya hemolisis yang terjadi pada membran sel darah merah yang diinduksi larutan hipotonik dijadikan sebagai ukuran untuk mengetahui aktivitas anti inflamasi dari ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa Kumar, 2011. Aktivitas antiinflamasi dari ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa dapat dilihat dari adanya penurunan absorbansi pada campuran larutan uji. Semakin kecil nilai absorbansi yang dihasilkan maka semakin kecil hemolisis yang terjadi, sehingga semakin besar aktivitas anti inflamasi yang dimiliki oleh sampel. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 560 nm. Natrium diklofenak digunakan sebagai