dapat melepaskan arus, maka semua arus input yaitu arus dioda dikirimkan melalui R
2
, akibatnya V
in
= I
in
R
1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.3 V
out
= - I
in
R
2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.4
Dengan R
1
adalah tahanan tetap yaitu tahanan dioda dan R
2
merupakan variabel resistor, sehingga dapat diatur tegangan keluarannya dengan mengatur R
2
. tanda minus terjadi karena inversi. Dengan mengambil rasio kedua persamaan di atas
diperoleh penguatan tegangan, sehingga rumus tegangan keluaran menjadi V
out
= - R
2
R
1
V
out . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.5
Dengan hasil analisa tadi didapatkan sejumlah cahaya yang ditangkap oleh dioda foto menghasilkan suatu tegangan listrik pada bagian receiver ini. Keluaran dari
receiver ini akan diberikan ke bagian pengolah sinyal untuk keperluan tertentu.
3.2.3. Alat Pengolah Sinyal
Pada bagian inilah sinyal dari receiver diterima untuk diolah sedemikian rupa untuk menghasilkan keluaran berupa tegangan listrik. Keluaran dari bagian
ini dapat dikirimkan ke bagian kontrol utama suatu proses industri baik yang bersifat konvensional yang menggunakan relay – relay mekanis ataupun yang
sudah canggih seperti Programmable Logic Controller PLC. Tegangan yang merupakan keluaran dari bagian ini akan menggerakkan relay- relay mekanis pada
sistem kontrol yang masih konvensional, sedangkan untuk pengiriman sinyal ke PLC keluaran bagian ini dihubungkan ke digital input suatu PLC sebagai sinyal
Universitas Sumatera Utara
masukan. Bagian – bagian dari alat pengolah sinyal ini dapat kita lihat secara blok diagram pada Gambar 3.5.
Penguat instrumentasi Input
Output
Gambar 3.5 Blok Diagram Alat Pengolah sinyal
Berdasarkan blok diagram Gambar 3.5 dapat kita jelaskan prinsip kerja dari alat pengolah sinyal ini. Sinyal berupa tegangan listrik yang berasal dari
receiver diterima pada bagian input dari alat pengolah sinyal ini. Sinyal tersebut yang berupa masih bernilai kecil sehingga harus dikuatkan oleh suatu penguat
insrumentasi untuk menghasilkan tegangan yang dapat digunakan oleh suatu sistem kendali utama pada proses industri. Suatu penguat instrumentasi yang
terdiri dari penguat mula dan penguat diferensial yang dioptimalkan kinerja dc- nya. Sebuah penguat instrumentasi memiliki perolehan tegangan yang besar,
Common Mode Rejection Ratio CMRR yang tinggi, offset masukan yang rendah, arus suhu yang rendah dan impedansi masukan yang tinggi.
Pada hasil studi lapangan keluaran dari alat pengolah sinyal ini digunakan untuk menggerakkan suatu relay atau kontaktor untuk mengendalikan suatu
gerakan motor listrik. Oleh karena itu, keluaran tegangan dari penguat instrumentasi ini diteruskan ke bagian komparator. Pada bagian komparator ini
tegangan masukan akan dibandingkan dengan tegangan referensi untuk menghasilkan tegangan keluaran dengan nilai maksimum misal 12 volt atau
Penguat mula
Penguat diferensial
komparator
Universitas Sumatera Utara
minimum misal 0 volt. Tegangan maksimum keluaran dari bagian komparator ini akan menghidupkan turn on suatu relay atau kontaktor, sementara tegangan
minimum akan menon-aktifkan turn off suatu relay atau kontaktor. Pada Gambar 3.6 dapat dilihat rangkaian dari suatu penguat instrumentasi.
Gambar 3.6 Rangkaian Penguat Instrumentasi
Gambar 3.6 menunjukkan rancangan klasik yang digunakan untuk kebanyakan penguat instrumentasi. Penguat operasional keluaran adalah penguat
diferensial dengan perolehan penguatan tegangan sebesar satu. Resistor yang digunakan pada tingkat keluaran biasanya disesuaikan dengan toleransi ± 0,1
atau yang lebih baik. Ini berarti bahwa CMRR tingkat keluaran paling tidak sebesar 54 desibel.
Tingkat pertama dari dua masukan penguat operasional yang bekerja seperti penguat awal. Ide rancangan tingkat pertama ini sangatlah cerdik. Yang
Universitas Sumatera Utara
menyebabkannya begitu cerdik adalah kerja titik A, sambungan antara kedua resistor R
1
. Titik A bertindak seperti ground virtual untuk sinyal masukan diferensial dan seperti titik mengambang bagi sinyal common-mode. Karena cara
kerja inilah, sinyal diferensial diperkuat, tetapi sinyal common-mode tidak. Kunci untuk mengerti cara kerja tingkat pertama adalah memahami apa
yang dikerjakan oleh titik A. Dengan teorema superposisi, kita dapat menghitung efek tiap masukan jika dengan yang lainnya dinolkan. Sebagai contoh, anggap
bahwa besar sinyal masukan diferensial adalah nol. Maka hanya sinyal common- mode yang aktif. Karena sinyal common-mode diterapkan pada tegangan positif
yang sama bagi tiap masukan non-pembalik, tegangan yang sama muncul pada keluaran penguat operasional. Karena inilah, tegangan yang sama muncul
dimana–mana sepanjang cabang yang mengandung R
1
dan R
2
. Karena itu, titik A menjadi mengambang dan tiap masukan penguat operasional bertindak seperti
pegikut tegangan. Sebagai akibatnya, tingkat pertama memperoleh common-mode sebesar :
A
CM
= 1
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.6
Tidak seperti tingkat kedua, ketika resistor R harus sesuai untuk meminimalkan perolehan common-mode, pada tingkat pertama toleransi resistor
tidak mempengaruhi perolehan common-mode. Ini disebabkan karena seluruh cabang yang mengandung resistor-resistor ini menjadi mengambang pada
tegangan V
inCM
diatas ground. Jadi, nilai resistor bukanlah merupakan masalah. Ini adalah salah satu keuntungan rangkaian dengan tiga penguat operasional.
Universitas Sumatera Utara
Langkah kedua dalam menerapkan teorema superposisi adalah untuk mengurangi masukan common-mode hingga nol dan untuk menghitung pengaruh
sinyal masukan diferensial. Karena sinyal masukan diferensial menggerakkan masukan nonpembalik dengan tegangan masukan yang sama tetapi berlawanan,
satu keluaran penguat operasional akan menjadi positif dan yang lainnya menjadi negatif. Dengan tegangan yang sama tetapi berlawanan pada cabang yang
mengandung resistor R
1
dan R
2,
titik A akan memiliki tegangan sebesar nol terhadap ground.
Dengan kata lain, titik A adalah ground virtual untuk sinyal diferensial. Untuk alasan ini, tiap penguat operasional masukan adalah penguat nonpembalik
dan tingkat pertama memiliki penguatan tegangan diferensial sebesar : A
v
= R
2
R
1
+1
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.7
Karena tingkat kedua memiliki penguatan tegangan sebesar satu, perolehan tegangan diferensial penguat instrumentasi ditentukan oleh persamaan diatas.
Karena tingkat pertama memiliki perolehan common-mode sebesar satu, perolehan common mode keseluruhan sama dengan perolehan common-mode
pada tingkat kedua : AC
M
= ±2ΔR R
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.8
Untuk memiliki CMRR yang tinggi dan offset yang rendah, harus digunakan penguat operasional yang presisi pada saat membuat penguat
instrumentasi. Penguat operasional yang biasa digunakan untuk pendekatan tiga
Universitas Sumatera Utara
penguat operasional adalah OP-70A. Penguat ini memiliki parameter minimum: Tegangan offset masukan sebesar 0,025 mV, arus bias masukan sebesar 2 nA,
arus offset masukkan 1nA, A
OL
sebesar 110 dB, CMRR sebesar 110 dB, dan alir
an suhu sebesar 0,6 μV C. Hal terakhir mengenai penjelasan rangkaian penguat instrumentasi adalah :
Karena titik A merupakan ground virtual daripada ground mekanik, resistor R
1
pada tingkat pertama tidak harus berupa resistor yang terpisah. Kita dapat menggunakan satu resistor R
G
yang sama dengan 2R
1
tanpa mengubah cara operasi tingkat pertama. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa perolehan
tegangan diferensial adalah sebesar : A
V
= 2R
1
R
G
+ 1. Sementara itu rangkaian sederhana dari sebuah comparator dapat dilihat
pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Rangkaian Sederhana Komparator
Universitas Sumatera Utara
Penguat operasional yang digunakan adalah jenis 741C. Suatu penguat operasional khusus seperti 741C dapat bekerja pada suatu pencatu positif tunggal
dengan menggroundkan pin –V
EE
, seperti ditunjukan gambar diatas. Tegangan keluaran hanya mempunyai satu polaritas, baik tegangan positif itu rendah atau
tinggi. Sebagai contoh, dengan Vcc sama dengan +15 V, simpangan keluaran kira-kira dari +1,5 V tingkat rendah sampai +13,5 V tingkat tinggi.
Ketika V
in
lebih besar dari V
ref
dalam hal ini adalah V
cc,
keluaran adalah tinggi, seperti ditunjukan dalam Gambar 3.8. Ketika V
in
lebih kecil daripada V
ref,
keluaran adalah rendah. Dalam kedua kasus, keluaran mempunyai suatu polaritas positif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Grafik Keluaran Sebuah Komparator
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 SISTEM INSTRUMENTASI DENGAN PHOTOELECTRIC SENSOR
UNTUK PENGAWASAN DISTRIBUSI ALUMINA
4.1 Umum