Strategi Untuk Memaksimalkan Kinerja Pemeliharaan di PT Inalum

(1)

STRATEGI UNTUK MEMAKSIMALKAN

KINERJA PEMELIHARAAN DI PT INALUM

GELADIKARYA

Oleh:

JEVI AMRI


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : STRATEGI UNTUK MEMAKSIMALKAN

KINERJA PEMELIHARAAN DI PT INALUM

NAMA : Jevi Amri

NIM : 087007065

PROGRAM STUDI : Magister Manajemen

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Anggota


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Geladikarya yang berjudul:

Strategi Untuk Memaksimalkan Kinerja Pemeliharaan di PT Inalum

adalah benar hasil karya sendiri dan sepanjang pengetahuan, judul yang dimaksud belum pernah dimuat atau dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang dipergunakan telah dinyatakan secara jelas.

Medan, Maret 2012

(Jevi Amri)


(4)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Industri aluminium primer adalah capital intensive. Pada industri aluminium primer, kinerja maintenance terbaik menjadi salah satu isu strategis di dalam organisasi karena berdampak potensial terhadap bottom line melalui perbaikan produktivitas dan profitabilitas secara keseluruhan perusahaan. Produktivitas dan profitabilitas tercapai apabila didukung kinerja maintenance maksimal yang ditunjukkan oleh availability peralatan yang tinggi disertai dengan biaya maintenance optimum.

Availability equipment PT Inalum dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan namun masih dibawah benchmarking availability equipment industri aluminium sebesar 95%. Biaya maintenance menunjukkan penurunan, namun masih di atas benchmarking biaya maintenance industri manufaktur 3%. Untuk itu dilakukan penelitian untuk memperbaiki kinerja maintenance PT Inalum sehingga mampu meningkatkan kinerja produksi.

Penelitian dilakukan dengan membandingkan level penerapan sistem manajemen maintenance di PT Inalum dengan sistem manajemen maintenance kelas dunia. Diagnosis sistem management dilakukan melalui kuesioner terhadap


(5)

dan perputaran persediaan (inventory turn over) dibandingkan dengan best practice dunia.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, penulis berkesimpulan bahwa level maintenance PT Inalum pada level kompeten yang mengacu kepada manajemen maintenance kelas dunia.

Hasil taktikal strategi yang direkomendasikan berdasarkan analisa gap yaitu meningkatkan sistem manajemen maintenance PT Inalum dari level kompeten menjadi level excellent .


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pabatu, Kecamatan Tebing Tinggi Kota Madya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara, pada 8 Agustus 1972, sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Alm. Azwir NT dan Syafrida Siregar.

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1985 tamat dari Sekolah Dasar Negeri 102083 Kebun Pabatu, Kecamatan Tebing Tinggi Kota Madya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara.

2. Tahun 1988 tamat dari Sekolah Menengah Pertama SMP Yapendak PTPN-4 Pabatu, Kecamatan Tebing Tinggi, Kota Madya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara.

3. Tahun 1991 tamat dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tebing Tinggi Kota Madya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara.

4. Tahun 2000 tamat dari Program S1 Jurusan Mesin Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Propinsi Sumatera Utara.


(7)

Riwayat Pekerjaan

1. Tahun 1997~1999 Mengikuti Pelatihan Kerja Teknik Pengelasan diprakarsai Departemen Sosial di Prefecture Nagano, Jepang.

2. Tahun 2000~2001 sebagai Site Engineer Mitsubishi Cable Co. Ltd untuk Proyek Penggantian 275 KV Power Cable Tangga Power, PT Inalum, Paritohan, Sumatera Utara.

3. Tahun 2002~2003 sebagai Site Manajer CV. Jaka Purwa, Tebing Tiinggi, Sumatera Utara.

4. Tahun 2003~2010 sebagai Staff PT Indonesia Asahan aluminium, Kuala Tanjung, Batu Bara, Sumatera Utara.

5. Tahun 2010~sekarang sebagai Junior Manager PT Indonesia Asahan Aluminium, Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadhirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nya akhirnya Geladikarya ini dapat diselesaikan dengan judul :

STRATEGI UNTUK MEMAKSIMALKAN KINERJA PEMELIHARAAN DI PT INALUM

Geladikarya ini dibuat dalam rangka penyelesaian tugas akhir program Magister S-2 Magister Manajemen, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara.

Di dalam penulisan Geladikarya ini, penulis banyak mendapat arahan, bimbingan, saran maupun petunjuk dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), SpA (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku dosen pembimbing dan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Darwin Sitompul, M.Eng selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Ir. Nazaruddin Matondang, MT selaku dosen pembimbing dan Sekretaris Program Studi Magister Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(9)

7. Kedua orang tua, mertua, istri tercinta dan anak-anakku tersayang Zidan, Royyan dan Yasmin yang selalu menghibur dan memberikan inspirasi kepada penulis.

8. Rekan-rekan Mahasiswa Program Magister Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara khususnya Executive Class angkatan XIII dan XIV terutama Bambang Irianto, Ismadi YS dan Muhammad Ridwan yang tak henti-hentinya mendukung penulis.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas segala koreksi, kritik dan saran serta bantuan yang diberikan sehingga Geladikarya ini dapat diselesaikan dengan baik.

Medan, Maret 2012

(Jevi Amri)


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ...ii

RINGKASAN EKSEKUTIF ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II. LANDASAN TEORI 2.1 Perawatan (Maintenance)... 6


(11)

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 28

4.2 Sumber dan Jenis Data ... 28

4.3 Teknik Pengumpulan Data ... 29

4.4 Analisis Data ... 31

BAB V. DESKRIPSI PERUSAHAAN 5.1 Deskripsi PT. Inalum... 32

5.2 Visi, Misi dan Nilai PT. Inalum ... 36

5.3 Struktur Organisasi Maintenance PT. Inalum ... 38

5.4 Sistem Maintenance PT. Inalum ... 39

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil Pengumpulan Data ... 41

6.2 Diagnosis Sistem ... 41

6.3 Benchmarking ... 45

6.4 Perumusan Taktikal Strategi ... 51

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 53

7.2 Saran ... 54


(12)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Tabel 4.1 Jadwal Penelitian 27

2. Tabel 4.2 Populasi Berdasarkan Bagian dan Level Manajemen 29 3. Tabel 4.3 Quota Sampel Berdasarkan Bagian dan Level Manajemen 30

4. Tabel 6.1 Tabulasi Hasil Kuisioner 42

5. Tabel 6.2 Kondisi PT Inalum saat ini 44 6. Tabel 6.3 Sumber Data Benchmark/Best Practice 45 7. Tabel 6.4 Kandungan Biaya Material di dalam Kontrak Jasa 47 8. Tabel 6.5 Gap Analysis Sistem Manajemen Maintenance PT Inalum 51


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Gambar 1.1 Availability dan Maintenance Cost PT Inalum 2

2. Gambar 2.1 Klasifikasi Perawatan 7

3. Gambar 2.2 Maintenance Viscous Circle 13

4. Gambar 2.3 World Class Maintenance 14

5. Gambar 2.4 Langkah-langkah Plan & Scheduling 16 6. Gambar 2.5 Langkah-langkah Menuju World Class Maintenance 17 7. Gambar 2.6 Langkah-langkah Fundamental RCM 21 8. Gambar 2.7 Proses Redesign dan Continuous Improvement 24

9. Gambar 3.1 Kerangka Konseptual 26

10. Gambar 5.1 Struktur Organisasi Maintenance di PT Inalum 38 11. Gambar 5.2 Flowchart Proses Perawatan Asset 39 12. Gambar 6.1 Bell Mason Spider Type Hasil Kuisioner 43 13. Gambar 6.2 Hasil Benchmarking untuk Maintenance Cost 46 14. Gambar 6.3 Hasil Benchmarking untuk Availability 47 15. Gambar 6.4 Hasil Benchmarking untuk PM Schedule Compliance 48 16. Gambar 6.5 Hasil Benchmarking untuk Inventory Turn Over 49 17. Gambar 6.6 Hasil Benchmarking untuk Service Level 50


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman


(15)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Industri aluminium primer adalah capital intensive. Pada industri aluminium primer, kinerja maintenance terbaik menjadi salah satu isu strategis di dalam organisasi karena berdampak potensial terhadap bottom line melalui perbaikan produktivitas dan profitabilitas secara keseluruhan perusahaan. Produktivitas dan profitabilitas tercapai apabila didukung kinerja maintenance maksimal yang ditunjukkan oleh availability peralatan yang tinggi disertai dengan biaya maintenance optimum.

Availability equipment PT Inalum dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan namun masih dibawah benchmarking availability equipment industri aluminium sebesar 95%. Biaya maintenance menunjukkan penurunan, namun masih di atas benchmarking biaya maintenance industri manufaktur 3%. Untuk itu dilakukan penelitian untuk memperbaiki kinerja maintenance PT Inalum sehingga mampu meningkatkan kinerja produksi.

Penelitian dilakukan dengan membandingkan level penerapan sistem manajemen maintenance di PT Inalum dengan sistem manajemen maintenance kelas dunia. Diagnosis sistem management dilakukan melalui kuesioner terhadap superintendent dan manajerial yang ada di PT Inalum yang terlibat dengan


(16)

dan perputaran persediaan (inventory turn over) dibandingkan dengan best practice dunia.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, penulis berkesimpulan bahwa level maintenance PT Inalum pada level kompeten yang mengacu kepada manajemen maintenance kelas dunia.

Hasil taktikal strategi yang direkomendasikan berdasarkan analisa gap yaitu meningkatkan sistem manajemen maintenance PT Inalum dari level kompeten menjadi level excellent .


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri aluminium adalah industri logam dasar yang mulai dikembangkan di Indonesia pada awal tahun 1982. Hal ini ditandai dengan beroperasinya Pabrik Peleburan Aluminium, PT Indonesia Asahan Aluminium (PT Inalum) di Sumatera Utara. PT Inalum didirikan dengan dana investasi sebesar 411 Miliar Yen atau 950 juta USD. Investasi ini adalah investasi terbesar di Indonesia untuk satu proyek sampai sekarang. (http://www.otorita-asahan).

Industri aluminium primer adalah industri padat modal. Di dalam struktur industri aluminium biaya modal mencapai 24 % (CRU, 2010). Besarnya kontribusi biaya modal tersebut akan mempengaruhi biaya produksi aluminium secara total. Biaya modal diperlukan untuk membangun fasilitas produksi (pabrik peleburan aluminium) yang terdiri dari: tungku reduksi, pabrik anoda, pabrik pencetakan aluminium, pergudangan, pelabuhan, workshop dan fasilitas pendukung lainnya.

Dalam menjalankan kegiatan produksi terdapat dua hal yang perlu diperhatikan guna menjamin produktivitas dan efisiensi yang tinggi yaitu ketersediaan dan kehandalan. Ketersediaan dan kehandalan yang tinggi diperoleh melalui perawatan seluruh fasilitas produksi dan pendukungnya dengan baik. Agar perawatan dapat terlaksana dengan baik maka harus dibangun suatu sistem perawatan pabrik dan dikelola melalui pendekatan manajemen maintenance. Proses manajemen maintenance dimulai dari perencanaan, pengadaan suku cadang, pekerjaan preventive, corrective dan predictive maintenance.


(18)

Untuk menjalankan kegiatan maintenance diperlukan biaya yang disebut maintenance cost. Maintenance cost harus efisien agar biaya produksi secara keseluruhan menjadi rendah. Maintenance cost efisien bila biaya tenaga kerja, material (spare part) dan over head rendah dengan tetap menjaga availability dan reliability peralatan yang tinggi untuk memuaskan pemakai, pemilik dan pelanggan sejalan dengan peningkatan produktivitas.

Oleh sebab itu maintenance adalah merupakan proses bisnis yang kritis dan berdampak potensial terhadap bottom line yaitu return on asset, profit margin dan asset turnover. Pada industri aluminium primer, kinerja maintenance terbaik menjadi salah satu isu strategis di dalam organisasi. Maintenance berperan dalam menurunkan produk cacat, meningkatkan kapasitas produksi dan memperbaiki produktifitas serta profitabilitas secara keseluruhan perusahaan.

Kinerja maintenance PT Inalum dari data beberapa tahun terakhir dibandingkan best praktis terhadap ketersediaan (availability) dan biaya maintenance (dibagi biaya investasi) untuk industri dapat dilihat pada Gambar 1.1

1. AVAILABILITY 60 65 70 75 80 85 90 95 100

2006 2007 2008 2009 2010

Fiscal Year P e rc e n t ( % )

2. MAINTENANCE COST

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2006 2007 2008 2009 2010

Fiscal Year P e rc e n t (% ) Best  practise  >95% Best  practise  <3%


(19)

Walaupun availability equipment PT Inalum dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan namun masih dibawah benchmarking availability equipment industri aluminium sebesar 95% (Campbell JD, 1995). Begitu juga dengan biaya maintenance yang juga menunjukkan penurunan, namun masih di atas benchmarking biaya maintenance industri manufaktur 3% (Frampton C, 2001).

Bila biaya maintenance PT Inalum dibandingkan dengan industri manufaktur diperoleh posisi PT Inalum berada pada posisi tinggi. Namun perbandingan ini tidak bisa dijadikan acuan fair untuk menilai posisi biaya maintenance karena jenis industri yang berbeda. Sementara itu biaya maintenance PT Inalum dibanding industri aluminium sejenis belum diketahui.

Untuk melihat posisi biaya maintenance PT Inalum relatif terhadap industri sejenis dilakukan dengan cara membandingkan biaya maintenance rata-rata industri aluminium dunia. Posisi biaya maintenance yang diperoleh bisa dijadikan acuan dalam menyusun program maintenance untuk mendukung strategi perusahaan.

Dari pembahasan di atas maka kinerja maintenance PT Inalum belum bisa dinilai apakah sudah berada pada kondisi terbaik. Karena satu variabel yaitu posisi biaya maintenance terhadap industri sejenis belum diketahui. Karena kinerja maintenance belum dapat dinilai, maka strategi maintenance yang dilaksanakan juga belum bisa dinilai. Apabila posisi kinerja maintenance diketahui maka kita dapat menyusun strategi maintenance yang sesuai untuk mendapatkan kinerja maintenance yang maksimal.


(20)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana posisi sistem manajemen maintenance PT Inalum dibandingkan dengan sistem manajemen maintenance kelas dunia dan bagaimana kinerja maintenance dibandingkan dengan benchmarking.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui posisi sistem manajemen maintenance dan kinerja manajemen maintenance PT Inalum dibandingkan industri aluminium dunia.

2 Menyusun strategi yang diperlukan untuk memaksimalkan kinerja manajemen maintenance guna mendukung strategi perusahaan untuk bersaing di pasar global.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Perusahaan

Sebagai dokumen yang dapat digunakan untuk memperkaya kajian strategi fungsional maintenance di PT Inalum.

2. Bagi Peneliti

Untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan manajemen yang diterima pada sekolah Pascasarjana, Program Magister Manajemen dan aplikasinya di Perusahaan.

3. Bagi Masyarakat

Memahami secara strategis PT Inalum di dalam manajemen maintenance.


(21)

1.5 Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

Dibatasi untuk pekerjaan maintenance semua peralatan (asset) di Smelter Site, Kuala Tanjung yang meliputi penggunaan spare part dan pekerjaan contracted work dan tidak termasuk aktivitas investasi. Sementara untuk biaya maintenance dibatasi tidak termasuk biaya tidak langsung.


(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perawatan (Maintenance)

Perawatan (maintenance) adalah semua tindakan yang dibutuhkan untuk memelihara suatu unit mesin atau alat di dalamnya atau memperbaiki sampai pada kondisi tertentu yang bisa diterima. Perawatan (maintenance) merupakan suatu kombinasi dari setiap tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu mesin atau untuk memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima (Corder, 1992)

2.1.1 Tujuan Perawatan

Tujuan utama dari perawatan (maintenance) adalah (Corder, 1992):

1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya). Hal ini paling penting di negara berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk pergantian.

2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi (atau jasa) dan mendapatkan laba investasi (return on investment) maksimum yang mungkin.

3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya.


(23)

2.1.2 Pengklasifikasian Perawatan

Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu Planned dan Unplanned. Klasifikasi dari pendekatan sistem perawatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

 

Gambar 2.1. Klasifikasi Perawatan (Corder, 1992)

Adapun Klasifikasi dari Perawatan Mesin (Corder, 1992) adalah:

1. Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang pelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. Planned maintenance terbagi atas 2, yaitu:

a. Preventive Maintenance, suatu sistem perawatan yang terjadwal dari suatu peralatan/komponen yang didesain untuk meningkatkan keandalan suatu mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak direncanakan sebelumnya.


(24)

Preventive maintenance terbagi atas: 1) Time based maintenance

Kegiatan perawatan ini berdasarkan periode waktu, meliputi inspeksi harian, service, pembersihan harian dan lain sebagainya.

2) Condition based maintenance

Kegiatan perawatan ini menggunakan peralatan untuk mendiagnosa perubahan kondisi dari peralatan/asset, dengan tujuan untuk memprediksi awal penetapan interval waktu perawatan.

b. Predictive maintenance didefinisikan sebagai pengukuran yang dapat mendeteksi degradasi sistem, sehingga penyebabnya dapat dieliminasi atau dikendalikan tergantung pada kondisi fisik komponen. Hasilnya menjadi indikasi kapabilitas fungsi sekarang dan masa depan.

2. Unplanned maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang pelaksanaannya tidak direncanakan. Unplanned maintenance terbagi atas 2, yaitu:

a. Corrective maintenance, suatu kegiatan perawatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi mesin sehingga mencapai standar yang telah ditetapkan pada mesin tersebut.

b. Breakdown maintenance, yaitu suatu kegiatan perawatan yang pelaksanaannya menunggu sampai dengan peralatan tersebut rusak lalu dilakukan perbaikan. Cara ini dilakukan apabila efek failure tidak bersifat signifikan terhadap operasi ataupun produksi.


(25)

2.1.2.1 Preventive Maintenance

Preventive maintenance adalah suatu sistem perawatan yang terjadual dari suatu peralatan/komponen yang didesain untuk meningkatkan kehandalan mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak direncanakan sebelumnya (Worsham, 2002).

Kegiatan preventive maintenance dilakukan erat kaitannya dalam hal menghindari suatu sistem atau peralatan mengalami kerusakan. Pada kenyatannya, kerusakan masih mungkin saja terjadi meskipun telah dilakukan preventive maintenance. Ada tiga alasan mengapa dilakukan tindakan preventive maintenance yaitu:

1. Menghindari terjadinya kerusakan. 2. Mendeteksi awal terjadinya kerusakan. 3. Menemukan kerusakan yang tersembunyi.

Sedangkan keuntungan dari penerapan preventive maintenance antara lain adalah sebagai berikut (Worsham, 2002):

1. Mengurangi terjadinya perbaikan (repairs) dan downtime. 2. Meningkatkan umur penggunaan dari peralatan.

3. Meningkatkan kualitas dari produk. 4. Meningkatkan availibilitas dari peralatan.

5. Meningkatan kemampuan dari operator, bagian mekanik dan keselamatan. 6. Mengurangi waktu untuk merespon terjadinya kerusakan yang parah. 7. Menjamin peralatan dapat digunakan sesuai dengan fungsinya. 8. Meningkatkan kontrol dari peralatan dan mengurangi inventorylevel. 9. Memperbaiki sistem informasi terhadap peralatan/komponen.


(26)

2.1.2.2 Corrective Maintenance

Corrective maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan untuk mengatasi kegagalan atau kerusakan yang ditemukan selama masa waktu preventive maintenance. Pada umumnya, corrective maintenance bukanlah aktivitas perawatan yang terjadwal, karena dilakukan setelah sebuah komponen mengalami kerusakan dan bertujuan untuk mengembalikan kehandalan sebuah komponen atau sistem ke kondisi semula (Worsham, 2002):

Corrective maintenance di dalam buku “Maintanability, Maintenance and Realibility for Engineers”, diasumsikan bahwa corrective maintenance dapat dilaksanakan dengan lima langkah berikut (Dhillon, 2006):

1. Mengetahui penyebab kegagalan (failure recognition). 2. Lokasi kegagalan (failure location).

3. Mendiagnosa peralatan atau unit-unit yang gagal (dianogsis within the equipment or item).

4. Mengganti atau memperbaiki bagian yang gagal (failed part replacement or repair).

5. Mengembalikan sistem ke kondisi menjalankan tugasnya kembali (system to service).

2.2 Praktek Manajemen Maintenance Terbaik

Tekanan untuk merespon pelanggan dan meningkatkan keuntungan perusahaan telah mengubah peran pemeliharaan. Tujuan pemeliharaan pabrik adalah pada kemampuan pabrik untuk memenuhi tujuan strategis perusahaan diluar penghematan biaya belaka, seperti peningkatan output pabrik, prediktabilitas,


(27)

kualitas, layanan pelanggan, keselamatan dan pengendalian lingkungan. Lingkungan industri persaingan global telah mengarah pada penciptaan optimalisasi pemeliharaan untuk mencapai kinerja kelas dunia.

Model pemeliharaan DuPont untuk mencapai keunggulan diringkas dalam enam poin (Espinoza, 2005):

1. Hilangkan cacat.

2. Meningkatkan presisi semua pekerjaan.

3. Merancang ulang peralatan sehingga cocok untuk tujuan bisnis saat ini.

4. Lebih berfokus pada nilai jangka panjang dan kesinambungan, bukan pada biaya jangka pendek.

5. Memiliki disiplin dalam seluruh organisasi, dalam mengejar hal yang benar serta proaktif dalam setiap keputusan.

6. Jangan hanya memperbaiki, tetapi melakukan perbaikan sebagai aktivitas harian.

2.3 Maintenance pada Industri Aluminium dan Tantangannya

Strategi manufaktur yang digunakan ditambah dengan teknologi baru, telah menempatkan efektivitas pemeliharaan suatu bagian yang penting bagi bisnis manufaktur aluminium. Pemeliharaan dalam industri aluminium terlibat dalam kemitraan strategis dengan fungsi lain dari organisasi. Untuk mengidentifikasi dan mendukung pabrik cara-cara tertentu difokuskan pada keandalan proses pemeliharaan sehingga dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan bisnis yang telah ditetapkan.

Dalam upaya untuk mendapatkan keuntungan kompetitif atas pesaing utama, industri menggunakan sejumlah indikator kinerja pemeliharaan dengan cara yang efektif dan dapat terus dipantau (yaitu reliability dan availability peralatan). Tujuan


(28)

pemeliharaan yang efektif untuk memindahkan rasio aktivitas dari tidak terencana menjadi terencana. Selain itu, tekanan anggaran pemeliharaan dan persaingan sengit dalam industri yang mendorong organisasi untuk pindah ke pendekatan yang lebih proaktif yaitu pendekatan pemeliharaan berbasis kondisi. Manfaat dari kehandalan organisasi bersifat strategis yang bertujuan meningkatkan pendapatan dan output, meningkatkan kepuasan pelanggan, keamanan dan integritas lingkungan.

2.3.1 Tantangan Pemeliharaan

Pemeliharaan merupakan fungsi bisnis yang kritis dan berdampak pada risiko komersial, output pabrik, kualitas produk, biaya produksi, keselamatan dan kinerja lingkungan. Pemeliharaan dalam praktek organisasi terbaik tidak hanya sebagai biaya yang harus dihindari, tapi bersama-sama dengan keandalan rekayasa, sebagai fungsi pengungkit bisnis yang tinggi. Hal ini dianggap sebagai mitra bisnis yang berharga, yang berkontribusi dengan kemampuan dan perbaikan kinerja aset secara terus-menerus.

Dilema yang dihadapi oleh supervisor maintenance dalam organisasi adalah bahwa mereka nyaris tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menjaga pabrik bekerja, apalagi menemukan cara-cara untuk meningkatkan kehandalan kinerja. Bila perusahaan melakukan praktik pemeliharaan darurat, perawatan dengan sumber daya yang terbatas akan gagal . Dalam kasus ini preventive maintenace gagal dan pasti menghasilkan lebih banyak kerusakan secara terus menerus. Selain kehilangan produktifitas, pemeliharaan yang tidak terencana sering memperburuk situasi. Perbaikan sementara membutuhkan tambahan tenaga kerja, atau dalam kasus terburuk, gagal sebelum diperbaiki. Seringkali dalam usaha untuk mengontrol biaya, melakukan pengurangan jumlah karyawan sehingga menurunkan semangat kerja


(29)

karena lebih sedikit karyawan yang tersisa, hampir menyerah dan putus asa. Hal ini ditunjukkan seperti gambar berikut:

Gambar 2.2 Maintenance Viscous Circle (Champbell, 1995)

2.4 Struktur Biaya Maintenance

Struktur biaya maintenance dibagi dua, yaitu biaya maintenance langsung dan biaya maintenance tidak langsung (Frampton, 2001). Biaya maintenance langsung terdiri dari:

1. Biaya tenaga kerja. 2. Biaya material. 3. Biaya overhead.

Sedangkan biaya maintenance tidak langsung terdiri dari: 1. Availabilty peralatan.

2. Kapasitas yang tidak digunakan. 3. Biaya umur peralatan.


(30)

5. Karyawan produksi yang berlebih. 6. Bahan terbuang dan kerja ulang. 7. Pengiriman yang terlambat. 8. Kehilangan pelanggan.

2.5 World ClassMaintenance

World class maintenance digambarkan oleh Campbell adalah perusahaan yang menerapkan continous improvement melalui tools RCM & TPM. Tahapan yang harus dilalui adalah melalui "basic fundamental" seperti yang digambarkan oleh ‘Campbell trian' (Campbell, 95)

Gambar 2.3 World Class Maintenance (Campbell, 1995)

1. Membangun organisasi yang mendukung terjaminnya aktivitas analisa perawatan melalui RCM agar terlaksana dengan kondusif.

Apapun bentuk organisasinya apakah dilekatkan di organisasi existing ataukah sebagai organisasi independen harus dimunculkan formal. Ada koordinator puncak sebagai chief fasilitator, unsur fasilitator sebagai motor jalannya


(31)

aktivitas analisa RCM, pelaksana (mekanik, elektrik, instrument-computer), planner, produksi, nara sumber/expert, serta steering committee.

2. Strategies adalah kebijakan-kebijakan struktural corporate yang memberikan payung hukum sebagai jaminan kontrol menuju world class maintenance. Format kongkritnya bisa berupa instruksi tertulis manajemen puncak & menengah, dijabarkan sebagai salah satu bagian dari business blue print perusahaan, serta di tataran pelaksanaan melalui penetapan KPI (Key Performance Indicator) yang menetapkan angka-angka pencapaian RCM dilevel pelaksana analisa RCM.

3. Information System adalah jaringan informasi yang mendukung aplikasi penerapan RCM dimana diharapkan pemilihan IT dapat mengakomodir/memudahkan upload hasil analisa RCM ke jaringan IT (contohnya: SAP R3, Avantis) sehingga memungkinkan monitoring aplikasi analisanya. Sebaliknya sistem IT yang dipilih bisa memberikan input/masukan yang optimal dalam memberikan bahan-bahan analisa RCM yang diperlukan seperti metoda maintenance, time scheduling (frekuensi, durasi), work center, spare part & tools.

4. Planning & Scheduling

Planning & scheduling adalah bagian dari maintenance work management seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4, yang merupakan sistem yang harus tersedia untuk memutar roda hasil analisa RCM yang telah dihasilkan oleh tim analisa. Planning adalah sistem perencanaan yang lebih mengarah ke


(32)

perencanaan jangka panjang dan scheduling adalah sistem perencanaan yang mengarahkan ke operasional jangka pendek (harian, mingguan, bulanan) dan mengkoordinasikan pelaksanaan perawatan rutin maupun yang tidak terencana dengan kondisi plant yang up to date.

Gambar 2.4 Langkah-langkah Plan & Scheduling (Campbell, 1995)

5. Pro Active Maintenance

Ini merupakan icon yang mengarahkan jenis perawatan Tradisional ke jenis perawatan modern (Continous Improvement) yang real aplikasinya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5, yang mengakomodir pengukuran-pengukuran baik secara manual ataupun menggunakan tools, dapat dituangkan kedalam format tertentu, sehingga dapat dianalisa dengan mudah trend atau kecenderungan mesin. Lebih lanjut dapat dijadikan input balik (feed-back) yang mengarahkan ke Performance Perawatan yang Optimal.


(33)

 

Gambar 2.5 Langkah-langkah Menuju World Class Maintenance (www.nccer.org)

6. TPM (Total Produktive Maintenance)

Adalah format maintenance yang secara penuh mampu mendukung World Class Manufacturing. Dasar dari TPM adalah pelaksanaan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin).

• TPM adalah strategi maintenance pada tingkat dasar yang memiliki 3 prinsip yaitu: Maintenance Engineering, Total Quality Management (TQM), dan Just-in-Time Operation.


(34)

Tujuan utama dari TPM yaitu:

- Memaksimalkan keefektifan dan produktivitas peralatan dan mengurangi kerugian-kerugian dari peralatan.

- Menciptakan rasa memiliki dari operator yang menjalankan peralatan melalui program pelatihan dan keterlibatan karyawan.

- Mempromosikan perbaikan terus-menerus melalui kegiatan-kegiatan grup kecil di produksi, engineering dan personel maintenance.

7. RCM (Reliability Centered Maintenance)

Yaitu sistem perawatan yang berbasiskan kehandalan. Kehandalan yang dimaksud disini adalah kemampuan mempertahankan fungsi dari mesin/peralatan pabrik pada prestasi yang diharapkan dan pada kondisi yang ditentukan.

Reliability Centered Maintenance (RCM) merupakan sebuah proses teknik logika untuk menentukan tugas-tugas pemeliharaan yang akan menjamin sebuah perancangan sistem keandalan dengan kondisi pengoperasian yang spesifik pada sebuah lingkungan pengoperasian yang khusus. Penekanan terbesar pada Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah menyadari bahwa konsekuensi atau resiko dari kegagalan adalah jauh lebih penting dari pada karakteristik teknik itu sendiri. RCM dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk menjamin bahwa beberapa asset fisik dapat berjalan secara normal melakukan fungsi yang diinginkan penggunaanya dalam konteks operasi sekarang (Dhillon, 2006).

Penelitian mengenai RCM pada dasarnya berusaha menjawab 7 pertanyaan utama tentang item/peralatan yang diteliti.


(35)

Ketujuh pertanyaan mendasar tersebut (Dhillon, 2006) adalah:

1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari item dalam konteks pada saat ini (system function)?

2. Bagaimana item/peralatan tersebut rusak dalam menjalankan fungsinya (functional failure)?

3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut (failure mode)? 4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan (failure effect)?

5. Bagaimana masing-masing kerusakan tersebut terjadi (failure consequence)? 6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau mencegah

masing-masing kegagalan tersebut (proactive task and task interval)?

7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang sesuai tidak berhasil ditemukan?

RCM merupakan suatu teknik yang dipakai untuk mengembangkan Preventive Maintenance. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa keandalan dari peralatan dan stuktur dari kinerja yang akan dicapai adalah fungsi dari perencanaan dan kualitas pembentukan Preventive Maintenance yang efektif. Perencanaan tersebut juga meliputi komponen pengganti yang telah diprediksikan dan direkomendasikan. Reliability Centered Maintenance (RCM) didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan kebutuhan perawatan terhadap aset yang bersifat fisik dalam konteks operasinya. Secara mendasar, metodologi RCM menyadari bahwa semua peralatan pada sebuah fasilitas tidak memiliki tingkat prioritas yang sama. RCM menyadari bahwa disain dan operasi dari peralatan berbeda-beda sehingga memiliki peluang kegagalan yang berbeda-beda juga.


(36)

Pendekatan RCM terhadap program maintenance memandang bahwa suatu fasilitas tidak memiliki keterbatasan finansial dan sumber daya, sehingga perlu diprioritaskan dan dioptimalkan. Secara ringkas, RCM adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengevaluasi sebuah fasillitas dan sumber daya untuk menghasilkan reliability yang tinggi dan biaya yang efektif. RCM sangat bergantung pada predictive maintenance tetapi juga menyadari bahwa kegiatan maintenance pada peralatan yang tidak berbiaya mahal dan tidak penting terhadap reliability peralatan lebih baik dilakukan pendekatan reactive maintenance. Pendekatan RCM dalam melaksanakan program maintenance dominan bersifat predictive dengan pembagian sebagai berikut:

1. < 10% Reactive. 2. 25% - 35% Preventive. 3. 45% - 55% Predictive.

RCM memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pemeliharaan fungsi. Pemeliharaan fungsi merupakan ciri RCM yang penting dan juga sulit. Sasaran RCM adalah memelihara fungsi sistem (preserve system function).

2. Identifikasi kegagalan. Kegagalan dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan ukuran. Hal yang penting adalah mengidentifikasi bentuk kegagalan khusus ada komponen tertentu yang secara potensial menghasilkan kegagalan fungsi yang tidak diinginkan.

3. Prioritas kebutuhan fungsi. Usaha untuk dapat menentukan keputusan secara sistemik berdasar alokasi budget dan resources. Dengan kata lain semua fungsi


(37)

tidak diciptakan sama sehingga semua kegagalan fungsi dan komponen yang berhubungan dan bentuk kegagalan tidaklah sama. Sehingga kita ingin untuk memprioritaskan bentuk kegagalan yang penting.

4. Pemilihan preventive maintenance yang effective dan applicable. Dikatakan applicable bila tugas dapat dijalankan, maka akan melakukan satu dari tiga alasan untuk melakukan preventive maintenance yaitu mencegah kegagalan, mendeteksi kegagalan dan menemukan kegagalan tersembunyi. Dikatakan effective bila kita menginginkan sumber kita (fasilitas yang ada) melakukan tugas tersebut.

Langkah-langkah fundamental dari RCM di atas digambarkan pada Gambar 2.6


(38)

Prinsip-Prinsip RCM, antara lain:

1. RCM memelihara fungsional sistem, bukan sekedar memelihara suatu sitem/alat agar beroperasi tetapi memelihara agar fungsi sistem/alat tersebut sesuai dengan harapan.

2. RCM lebih fokus kepada fungsi sistem daripada suatu komponen tunggal, yaitu apakah sistem masih dapat menjalankan fungsi utama jika suatu komponen mengalami kegagalan.

3. RCM berbasiskan pada kehandalan yaitu kemampuan suatu sistem/equipment untuk terus beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan.

4. RCM bertujuan menjaga agar kehandalan fungsi sistem tetap sesuai dengan kemampuan yang didesain untuk sistem tersebut.

5. RCM mengutamakan keselamatan (safety) baru kemudian untuk masalah ekonomi.

6. RCM mendefinisikan kegagalan (failure) sebagai kondisi yang tidak memuaskan (unsatisfactory) atau tidak memenuhi harapan, sebagai ukurannya adalah berjalannya fungsi sesuai performance standard yang ditetapkan.

7. RCM harus memberikan hasil-hasil yang nyata/jelas, Tugas yang dikerjakan harus dapat menurunkan jumlah kegagalan (failure) atau paling tidak menurunkan tingkat kerusakan akibat kegagalan.

Tujuan dari RCM adalah:

1. Untuk membangun suatu prioritas disain untuk memfasilitasi kegiatan perawatan yang efektif.


(39)

2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang aman dan handal pada level-level tertentu dari sistem.

3. Untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan perbaikan item dengan berdasarkan bukti kehandalan yang tidak memuaskan.

4. Untuk mencapai ketiga tujuan di atas dengan biaya yang minimum.

Karena RCM sangat menitikberatkan pada penggunaan predictive maintenance maka keuntungan dan kerugiannya juga hampir sama. Adapun keuntungan RCM adalah sebagai berikut:

1. Dapat menjadi program perawatan yang paling efisien.

2. Biaya yang lebih rendah dengan mengeliminasi kegiatan perawatan yang tidak diperlukan.

3. Minimisasi frekuensi overhaul.

4. Minimisasi peluang kegagalan peralatan secara mendadak.

5. Dapat memfokuskan kegiatan perawatan pada komponen-komponen kritis. 6. Meningkatkan reliability komponen.

7. Menggabungkan root cause analysis.

Adapun kerugian RCM adalah dapat menimbulkan biaya awal yang tinggi untuk training, peralatan dan sebagainya.

8. Proses Redesign (or Reengineering)

Proses Redesign adalah analisa dan rekonstrukti proses bisnis kunci dengan tujuan perbaikan yang dramatis terhadap biaya, kualitas, pelayanan dan kecepatan. Proses redesign membutuhkan usaha yang lebih besar dibanding continuous improvement seperti digambarkan pada Gambar 2.7


(40)

Gambar 2.7. Proses Redesign dan Continuous Improvement (Campbell, 1995)

9. Indikator Maintenance

Beberapa definisi indikator kinerja maintenance diformulasikan sebagai berikut:

Availability : (Periode waktu - Jumlah jam Planned Maintenance - Jumlah jam Forced Maintenance) / Periode waktu Service Level (SL) : Spare parton time / Total spare part x 100%

Turn Over Ratio (TOR) : Consumption one year / Inventory value ending x 100% PM schedule compliance : PM schedule realisasi / Total PM schedule x 100%

2.6 Taktikal Strategi

Strategi mendeskripsikan arah umum yang akan dituju suatu organisasi untuk mencapai arah tujuannya (Anthony. R.N, 2005). Secara umum strategi terbagi 3 yaitu: Strategi Korporasi, Strategi Bisnis Unit dan Strategi Fungsional. Strategi di tingkat fungsional seperti fungsi maintenance sering juga disebut sebagai taktikal


(41)

strategi. Taktikal strategi merupakan serangkaian langkah dengan horizon waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana strategis maintenance (Campbell, 1995).


(42)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

Secara umum kinerja maintenance ditunjukkan oleh availabilitas peralatan yang tinggi disertai dengan biaya maintenance yang optimum. Kinerja maintenance ini dapat dicapai dengan penerapan strategi maintenance yang tepat. Misalnya melalui penerapan model strategi RCM (Reliability Center Maintenance), TPM (Total Productive Maintenance) ataupun model lainnya.

Geladikarya ini membahas penerapan strategi yang sesuai, diawali dengan membandingkan level penerapan sistem manajemen maintenance di PT Inalum dengan sistem manajemen maintenance kelas dunia menurut Campbell dengan 4 faktor yaitu: Leadership, metode, sistem, dan proses serta 9 segmen yaitu: strategi, manajemen SDM, pemberdayaan karyawan, maintenance taktik, analisa reliability, pengukuran performance, teknologi informasi, perencanaan & scheduling serta proses reengineering.

Kerangka konseptual disajikan dalam gambar 3.1 berikut:

 


(43)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian A. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT Inalum, Kuala Tanjung Kabupaten Batubara.

B. Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan selama 16 minggu dimulai pada bulan Desember 2011 seperti terlihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Jadwal Penelitian

Minggu ke-

No. Jenis Kegiatan

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1. Pengajuan topik/usulan geladikarya xx xx xx xx xx

2. Kolokium xx

3. Pengumpulan dan analisis data xx xx xx xx xx 4. Penyusunan draft laporan

geladikarya xx xx xx xx

5. Seminar perusahaan xx 6. Penyusunan laporan akhir xx xx

7. Sidang geladikarya xx

4.2 Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari PT Inalum dan beberapa sumber lainnya. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah merupakan hasil penelitian atau pengamatan langsung melalui kuesioner terhadap karyawan level manajemen PT Inalum yang terkait dan punya kepentingan dalam penelitian ini.


(44)

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil dari laporan-laporan kinerja tahunan PT Inalum, jurnal, buletin, maupun konferensi internasional tentang aluminium serta website lembaga konsultan tentang industri aluminium.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan cara sebagai berikut:

1. Daftar pertanyaan atau kuesioner (terlampir), yang diberikan kepada para responden. Dalam penelitian ini kuesioner dilakukan untuk mengetahui persepsi karyawan di level manajemen terhadap sistem manajemen maintenance PT Inalum saat ini.

2. Studi dokumentasi yang dilakukan terhadap hasil dari laporan-laporan kinerja tahunan PT Inalum, jurnal, buletin, maupun konferensi internasional tentang aluminium serta website lembaga konsultan tentang industri aluminium untuk mengukur kinerja maintenance PT Inalum.

4.3.1 Populasi dan Sampel

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian sangat ditentukan oleh keadaan dari populasi, jika populasi homogen atau sifat-sifat tertentu dari populasi hampir tidak ditemukan maka jumlah sampel tidak terlalu banyak dengan keadaan populasi yang heterogen. Besar kecilnya jumlah sampel dari suatu populasi tidak menjamin ketepatan suatu kesimpulan, akan tetapi ketepatan suatu kesimpulan sangat ditentukan oleh sampel yang benar-benar representatif. Dengan kata lain, sampel itu harus representatif dalam arti segala karakteristik populasi hendaknya tercerminkan dalam sampel yang diambil (Sudjana, 2005).


(45)

Obyek penelitian ini adalah sistem manajemen maintenance di PT Inalum. Ada beberapa departemen/bagian yang berhubungan dengan sistem manajemen maintenance tersebut yaitu bagian maintenance sebagai pelaksana kegiatan maintenance, bagian warehouse sebagai pengelola logistik material untuk mendukung kegiatan maintenance dan bagian produksi sebagai pengguna asset sekaligus konsumen dari bagian maintenance.

1. Populasi adalah semua karyawan level manajemen PT Inalum yang terlibat dengan sistem manajemen maintenance, yaitu bagian maintenance, produksi dan warehouse. Yang dimaksud dengan level manajemen yaitu level manajemen lini yaitu superintendent, level manajemen madya yaitu junior manager dan manager serta level manajemen puncak yaitu senior manager. Jumlah populasi dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Populasi Berdasarkan Bagian dan Level Manajemen

Maintenance Warehouse Produksi

Senior Manager 1 1 2 4

Manager 4 2 6 12

Junior manager 10 4 20 34

Superintendent 54 18 43 115

69 25 71 165

Total Bagian

Level Manajemen

Total

2. Sampel.

Sampel adalah sebuah subset dari populasi. Sebuah subset terdiri dari sejumlah elemen dari populasi ditarik sebagai sampel melalui mekanisme tertentu dengan tujuan tertentu. Elemen yang ditararik dari populasi disebut sebagai sebuah sampel apabila karakteristik yang dimiliki oleh gabungan


(46)

seluruh elemen-elemen yang ditarik tersebut merepresentasikan karakteristik dari populasi (Sinulingga S, 2011). Sampling dilakukan untuk mendapatkan data persepsi tentang sistem manajemen maintenance PT Inalum. Sampling dilakukan dengan alasan penghematan sumber daya waktu dan biaya dalam pengumpulan data. Metode sampling yang digunakan adalah simplerandom sampling. Dalam simple random sampling yang sering juga disebut unrestricted probability sampling, setiap elemen dari populasi memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel (Sinulingga S, 2011).

Jumlah sampel (n) dihitung dengan formula Slovin (Umar, 2004):

n = N/(1+Ne

2

)

dimana N = dengan jumlah populasi 165 orang

e = tingkat kelonggaran ketidaktelitian (error) 15% maka

n = 165/(1+165 x 0.152) n = 35

Sehingga diperoleh jumlah sampel 35 orang.

4.4 Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasikan dengan statistik deskriptif untuk mengetahui level manejemen maintenance merujuk kepada maintenance kelas dunia oleh Campbell dan digambarkan dengan radar map. Benchmark untuk biaya maintenance dilakukan terhadap biaya maintenance rata-rata industri aluminium dunia dan analisis posisi biaya maintenance dengan analisis kurva industri. Sedangkan indikator kinerja yang lain yaitu ketersediaan


(47)

(availability), PM schedule complieance, perputaran persediaan (inventory turnover) dan service level dibandingkan terhadap rata-rata industri manufaktur dengan kurva trend. Selanjutnya dilakukan perumusan strategi menggunakan analisis gap.


(48)

BAB V

DESKRIPSI PERUSAHAAN

5.1 Deskripsi PT Inalum

PT Inalum didirikan pada 6 Januari 1976. Jenis perusahaan adalah penanaman modal asing (PMA) dalam bentuk Joint Venture antara Permerintah Indonesia dan konsorsium perusahaan Jepang dengan PT Inalum memiliki 2 (dua) bisnis yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pabrik Peleburan Aluminium dengan kapasitas desain 225.000 Ton/tahun. Produk yang dihasilkan adalah aluminium ingot (batangan) dengan penjualan ekspor ke Jepang dan penjualan dalam negeri sesuai komposisi saham.

5.1.1 Riwayat Singkat

•Tahun 1908 : Gagasan untuk mengolah tenaga air sungai Asahan sebagai Pembangkit Tenaga Listrik.

•Tahun 1919 : Pemerintah Hindia Belanda mengadakan studi kelaikan proyek atas gagasan tersebut.

•Tahun 1939 : MEWA (Perusahaan Belanda) memulai pembangunan PLTA Sigura-gura, namun sehubungan dengan pecah Perang Dunia II, proyek ini tidak dapat diteruskan.

•Tahun 1962 : Pemerintah RI dan Rusia (USSR) menandatangani Perjanjian Kerjasama untuk mengadakan studi kelaikan tentang pembangunan Proyek Asahan.

•Tahun 1968 : Nippon Koei (Perusahaan Konsultan Jepang) menyerahkan laporan.


(49)

•Tahun 1970 : Penandatanganan perjanjian antara Departemen Pekerjaan Umum & Tenaga Listrik (PUTL), dengan Nippon Koei tentang perencanaan dan penelitian.

•7 Jul. 1975 : Pemerintah RI dan para Penanam Modal Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk membangun PLTA dan pabrik Peleburan Aluminium Asahan.

•6 Jan. 1976 : PT Inalum didirikan di Jakarta yang merupakan perusahaan patungan antara pemerintah RI dengan 12 perusahaan Penanaman Modal Jepang yaitu Nippon Asahan Aluminium (NAA Co. Ltd) untuk melaksanakan pembangunan dan pengoperasian PLTA dan Pabrik Peleburan Aluminium.

•20 Jan. 1982 : Presiden Suharto meresmikan operasi tahap pertama Pabrik Peleburan Aluminium PT Inalum Kuala Tanjung, dan menyebut proyek ini sebagai ImpianyangMenjadiKenyataan”.

•14 Okt. 1982 : Expor perdana produksi PT Inalum ke Jepang.

5.1.2 Jenis Usaha

1. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

•Lokasi: Paritohan, Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.

•Kapasitas: Sungai Asahan dengan panjang 150 km memiliki potensi debit pada musim kemarau 60 m3/detik dan pada musim hujan lebih dari 100 m3/detik. Potensi tersebut dimanfaatkan untuk menggerakkan 2 (dua) stasiun PLTA yaitu PLTA di Sigura-gura dan PLTA Tangga dengan kapasitas total:


(50)

- Kapasitas terpasang: 603 MW - Output tetap: 426 MW

- Output puncak: 513 MW

• PLTA Sigura-gura: berada 200 m di dalam perut bumi dengan 4 generator masing-masing berkapasitas 71,5 MW dan merupakan PLTA bawah tanah pertama di Indonesia.

• PLTA Tangga: dari bendungan Tangga, air disalurkan melalui sebuah terowongan bawah tanah yang panjangnya 3.150 m. Terpasang 4 unit generator masing-masing berkapasitas 79,2 MW dan berada di atas permukaan tanah.

• Jaringan transmisi: tenaga listrik yang dihasilkan PLTA Sigura-gura dan Tangga disalurkan melalui jaringan transmisi ke pabrik peleburan aluminium Kuala Tanjung Batubara.

- Panjang jaringan: 120 km - Jumlah menara: 271 unit - Tegangan: 275 KV

2. Pabrik Peleburan Aluminium

Pabrik peleburan aluminium merupakan bagian utama dari PT Inalum dibangun di atas areal seluas 200 ha berlokasi di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara, Propinsi Sumatera Utara sekitar 117 km dari kota Medan. Terdiri dari 3 (tiga) pabrik utama, yaitu:

a. Pabrik carbon (carbon plant): tempat memproduksi balok-balok anoda karbon yang akan digunakan pada tungku-tungku reduksi.


(51)

Pabrik carbon terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu: 1. Pabrik carbon mentah (green plant)

2. Pabrik pemanggangan (baking plant) 3. Pabrik penangkaian (rodding plant)

b. Pabrik reduksi (reduction plant): tempat peleburan alumina menjadi aluminium cair.

- Terdiri dari 3 (tiga) gedung utama, masing-masing gedung terpasang 170 unit tungku tipe anoda prapanggang dengan desain 170 KA dan telah dikembangkan menjadi 190 KA.

- Kapasitas produksi 225.000 ton/tahun dari 510 unit tungku reduksi. Kapasitas tersebut telah dikembangkan sampai 260.000 ton/tahun

Pada tungku reduksi bahan baku alumina (Al2O3) dilebur dengan proses

elektrolisa menjadi cairan aluminium.

c. Pabrik penuangan (casting plant): tempat pencetakan aluminium cair menjadi aluminium batangan.

Aluminium cair dari tungku reduksi diangkut ke bagian penuangan, setelah dimurnikan lebih lanjut dalam tungkui-tungku penampung dibentuk menjadi aluminium batangan (ingot) yang beratnya masing-masing 50 pon (± 22,7 kg) dan merupakan produk akhir PT Inalum. Di gedung ini terdapat 10 buah tungku penampung masing-masing berkapasitas 30 ton/jam dan 7 unit mesin cetak ingot.


(52)

5.2 Visi, Misi dan Nilai PT Inalum

Visi:

PT Inalum menjaga hubungan yang harmonis dengan masyarakat, dan dalam 10 (sepuluh) tahun ke depan setelah tahun 2009 akan menjadi perusahaan yang terkenal dalam produktifitas dan daya saing di industri aluminium dunia.

Misi:

1. Menciptakan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan melalui bisnis yang menguntungkan serta mampu bersaing di pasar global

2. Mendukung pengembangan ekonomi regional dan nasional dan selalu menjaga hubungan yang harmonis dengan masyarakat

Nilai:

Nilai dari Perusahaan adalah:

• Tanggap: kami menanggapi dengan segera terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan peningkatan produktifitas kami

• Integritas: kami memperlakukan diri kami untuk bertanggung jawab dalam menjalankan seluruh urusan bisnis kami dengan integritas

• Tanggung jawab: kami berusaha untuk bertanggung jawab secara terbuka dan bersedia untuk menyelaraskan kekuatan pengambilan keputusan dengan tanggung jawab pada semua tingkat perusahaan


(53)

Kepercayaan dan Keterbukaan:

Inti dari semua etika bisnis, harus ada kepercayaan. Kami harus terbuka dalam hal berkomunikasi dengan pihak-pihak lain, memberikan informasi yang akurat dan tepat waktu.

Komitmen kami terhadap kepedulian lingkungan, tanggung jawab sosial, kesehatan dan keselamatan tidak dapat ditawar.

5.2.1 Kebijakan dan Sasaran PT Inalum

Kebijakan: Top manajemen dan karyawan bertekad untuk meningkatkan kinerja dan mutu produk secara berkesinambungan dengan operasi yang aman, stabil dan ramah lingkungan serta mentaati peraturan dan perundang-undangan yang berlaku agar dapat memenuhi kepuasan pelanggan, karyawan, pemegang saham, pemerintah dan masyarakat.

Sasaran:

1. Memaksimalkan keuntungan perusahaan dengan memaksimalkan penerimaan kas melalui peningkatan produksi dan penjualan aluminium ingot serta pendapatan lainnya termasuk pendapatan bunga, meminimalkan pengeluaran kas dan mengoptimalkan biaya keuangan.

2. Meningkatkan kepuasan pelanggan melalui peningkatan pelayanan dengan memanfaatkan sistem jaringan bisnis serta mengurangi keluhan pelanggan, dan memperkuat reputasi atau citra perusahaan yang baik melalui pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan.


(54)

3. Menjaga operasi yang efektif, efisien, aman dan stabil tanpa kecelakaan, meningkatkan sistem perawatan, meningkatkan produktifitas, mutu produk, dan pelayanan jasa melalui peningkatan standar dan prosedur kerja serta meminimalkan limbah yang dihasilkan dan mengoptimalkan sistem penggunaan kembali atau daur ulang.

4. Meningkatkan kemampuan adaptasi perusahaan melalui peningkatan kompetensi karyawan dengan peningkatan sistem pelatihan, program regenerasi dan kepuasan karyawan serta dengan mengoptimalkan sistem informasi dan koordinasi.

5.3 Struktur Organisasi Maintenance PT Inalum

PT Inalum memiliki tujuh divisi. Bagian/Departemen Maintenance berada dibawah divisi Produksi. Departemen Maintenance terdiri atas 4 seksi yaitu: Seksi Service & Workshop bertugas mengelola proses outsorcing di departemen Maintenance, seksi Maintenance Plant 1 bertugas melakukan perawatan pabrik anoda dan Material Handling, seksi Maintenance Plant 2 bertugas melakukan perawatan gedung reduksi dan penuangan, serta seksi Electric Supply yang bertugas mendistribusikan energi listrik untuk proses produksi dan pendukung. Struktur Organisasi Maintenance PT Inalum dapat dilihat pada Gambar 5.1.


(55)

5.4 Sistem Maintenance PT Inalum

Proses perawatan membutuhkan sumber daya yang terdiri dari: 1. Tenaga kerja untuk pekerjaan repair, overhaul, replacement dan 2. Spare part / Consumable parts.

Untuk penyediaan sumber daya tersebut dilakukan secara internal maupun secara outsourcing. Sumber daya internal dalam bentuk SDM terutama untuk pekerjaan inspeksi dan minor repair serta supervisi pekerjaan outsourcing. Sumber daya internal dalam bentuk sparepart dan consumable parts dikelola oleh manajemen warehouse untuk menjamin ketersediaan spare parts sehingga pekerjaan maintenance dapat dilakukan tepat waktu. Sedangkan sumber daya untuk pekerjaan outsourcing dapat berupa jasa penyediaan tenaga kerja saja ataupun tenaga kerja sekaligus spare part.


(56)

Dari gambar di atas dapat dilihat sistem maintenance di PT Inalum dimulai dengan pembuatan hirarki peralatan yang ada dimana bagian perencanaan (planner) Departemen Maintenance seksi Service and Workshop menetapkan rencana maintenance dari setiap peralatan dalam bentuk jadual perawatan. Selanjutnya data tersebut sebagai trigger bagi departemen terkait seperti seksi Warehouse, seksi Pengadaan Barang/Jasa, seksi Perencanaan dan Budget untuk menyediakan spare part ataupun equipment sebelum waktu pelaksanaan pekerjaan perawatan. Proses pelaksanaan pekerjaan (eksekutor) dilakukan oleh seksi Maintenance Plant 1, seksi Maintenance Plant 2, seksi Electric Supply serta sub seksi Workshop.

Sumber data penyediaan spare part/jasa berasal dari 2 sumber yaitu: preventive maintenance (PM) schedule dan work request (corrective maintenance). Untuk penyediaan spare part untuk PM schedule ditrigger secara regular sesuai jadwal perawatan yang diterbitkan oleh bagian perencanaan (planner). Sedangkan penyediaan spare part untuk work request berdasarkan data history sebelumnya berupa stok spare part min/max.

Proses maintenance didukung dengan perangkat sistem informasi manajemen berupa Erterprise Resource Planning (ERP). Dengan bantuan perangkat ERP tersebut, selain sistem database, transaction process, juga menghasilkan executive report yang digunakan untuk melaporkan dan mengevaluasi kinerja maintenance dalam indikator seperti : frekuensi kerusakan, downtime, availability, planned maintenance, unplanned maintenance, schedule compliance, inventory turnover, MRO service level dan lain-lain.


(57)

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Hasil Pengumpulan Data

Pengumpulan data-data untuk analisis internal dilaksanakan di PT Inalum. Diagnosis manajemen PT Inalum dilakukan dengan pengambilan data terhadap 35 orang dibagian maintenance, gudang dan produksi. Pengambilan data persepsi responden tentang sistem manajemen maintenance PT Inalum saat ini. Kriteria pengukuran menggunakan model Maintenance Excellent Grid - Campbel. Faktor-faktor yang dinilai meliputi: leadership (strategi, manajemen SDM dan pemberdayaan karyawan), metode (maintenance taktik dan reliability analysis), sistem (performance measure dan informasi teknologi) dan proses (planning & scheduling dan process reengineering).

6.2 Diagnosis Sistem

Penilaian masing-masing level menurut Campbell dibagi menjadi 5 level yaitu: Innocence, Awareness, Understanding, Competence dan Excellence dimana dalam tabulasi hasil kuisioner dikonversikan dalam bentuk angka yaitu:

score 0-20 untuk Level Innocence

score 21-40 untuk Level Awareness

score 41-60 untuk Level Understanding

score 61-80 untuk Level Competence


(58)

Hasil kuisioner ditampilkan pada tabel 6.1 Tabel 6.1 Tabulasi hasil kuisioner

Respondance Perseption Score

Grid

Production Logistic &

Maintenance Total

Strategi 60 81 71

Manajemen SDM 71 81 76

Planning & Scheduling 73 82 78

Taktikal Maintenance 68 82 75

Penkuruan Kinerja 63 84 73

Teknologi Informasi 65 77 71

Keterlibatan 65 66 66

Analisa Proses 75 76 75

Analisa Reliability 71 83 77

Average 68 79 73

 

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa persepsi responden pada bagian produksi terhadap sistem maintenance PT Inalum berada pada posisi “competence” bila dibandingkan sistem manajemen kelas dunia. Persepsi responden pada bagian logistik dan maintenance terhadap sistem maintenance PT Inalum juga berada pada posisi “competence” dengan skor mendekati exellence bila dibandingkan sistem manajemen kelas dunia. Perbedaan skor antara 68 dan 79 ini terutama terlihat pada strategi, taktikal maintenance, pengukuran kinerja dan teknologi informasi. Penyebab perbedaan skor dapat disebabkan kurangnya informasi atau sosialisasi strategi maintenance kepada bagian produksi, ketidaktahuan/kurang memahami aktivitas yang dilakukan oleh pihak maintenance dan logistik serta keterbatasan waktu dan fasilitas dalam mengakses teknologi informasi yang berkaitan dengan maintenance.


(59)

Level sistem manajemen berdasarkan segmen juga dapat dilihat dalam bentuk Bell Mason Type Spider Diagram seperti berikut:

Gambar 6.1 Bell Mason Type Spider hasil kuisioner

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa faktor leadership dengan segmen keterlibatan karyawan memiliki skor paling rendah yaitu 66 dan level competence. Dari hasil kuisioner diperoleh informasi bahwa rendahnya faktor ini karena karyawan hanya dilibatkan pada perbaikan di lokasi kerja saja. Sedangkan untuk faktor lainnya berada pada level competence. Ini berarti bahwa untuk mencapai sistem manajemen kelas dunia PT Inalum hanya membutuhkan perbaikan sistem manajemen yang ada 1 level menjadi excellence.


(60)

Jika dianalisis level untuk masing-masing segmen disajikan dalam tabel 6.2 berikut:

Tabel 6.2 Kondisi PT Inalum saat ini

No Segman Level Kondisi PT Inalum saat ini

1 Strategi Kompeten

Untuk kegiatan manajemen asset telah memiliki pelaksanaan improvement jangka panjang

2 Manajemen SDM Kompeten Man power di bagian Maintenance sebagian telah memiliki multi-skilled

3 Keterlibatan

Karyawan Kompeten

Inalum memiliki tim continuous improvement yang diintegrasikan dalam performance aprisal untuk improvement formal di lokasi kerja

4 Taktikal

Maintenance Kompeten

Taktikal maintenance sebagian berdasarkan condition base, sebagian time base dan sebagian lagi breakdown

5 Analisa Reliability Kompeten

Sebagian peralatan kritikal telah menerapkan sistem FMECA (Failure Modes, Effects and Criticality Analysis)

6 Pengukuran Kinerja Kompeten

Pengukuran kinerja maintenance dimonitor secara regular diantaranya Availability, PM Schedule Complience, Maintenace Cost, dan lain-lain

7 Teknologi

Informasi Kompeten

Menerapkan CMS/ERP dengan Software Avantis, sangat berfungsi dan terhubung dengan bagian keuangan dan warehouse

8 Analisa Proses Kompeten

Beberapa kali melakukan peninjauan terhadap proses administrasi, engineering & ketrampilan bagian Maintenance

9 Planning &

Scheduling Kompeten

Planning dilakukan di bagian Planner dengan menggunakan software Avantis dan didukung maintenance engineering.


(61)

6.3 Benchmarking

Benchmarking dilakukan dengan indikator yang dibandingkan meliputi maintenance cost, availability, PM schedule compliance, inventory turn over dan service level. Pengumpulan data referensi sebagai pembanding dalam bentuk best praktis dan data industri. Khusus untuk maintenance cost diperoleh melalui studi literatur. Nilai dan sumber data disajikan pada tabel berikut:

Tabel 6.3 Sumber Data Benchmark/Best Practice

No Performance Indikator Benchmark/Best Practice Sumber Data 1 Maintenace Cost

Industri Aluminium

Kurva Maintenance Cost

industry Aluminium (2004) Espinoza, 2005 2 Availability > 95% Campbell, 1995

3 PM Schedule Compliance > 90% Frampton, 2001 4 Inventory Turn Over > 1.8 Campbell, 1995 5 Service Level > 91% Campbell, 1995

6.3.1 Maintenace Cost Industri Aluminium

Kurva maintenance cost industri diperoleh dari Espinoza (2005) yang merupakan hasil survey maintenance cost dari 30 smelter aluminium di dunia pada tahun 2004. Maintenance cost terdiri dari material cost dan labour cost. Material cost terdiri dari spare part, consumable part, termasuk material untuk kegiatan maintenance. Sedangkan labour cost terdiri dari kontrak kerja dan gaji karyawan di bagian maintenance.

Untuk biaya material PT Inalum bersumber dari data pembelian spare part, material untuk kegiatan maintenance dan consumable part pada tahun 2004. Biaya man power merupakan nilai kontrak outsourcing yang dibukukan dan gaji karyawan


(62)

PT Inalum bagian Maintenance tahun 2004. Data maintenance cost disajikan dalam satuan US$ per ton aluminium. Nilai tersebut diperoleh dari biaya maintenance dibagi produksi aluminium dalam satu tahun buku.

Hasil benchmarking untuk maintenance cost ditunjukkan pada Gambar 6.2

Gambar 6.2 Hasil Benchmarking untuk Maintenance Cost

Dari kurva tersebut diperoleh rata-rata labour cost sebesar 36 US$/t-Al, rata-rata repair material sebesar 70 US$/t-Al dan rata-rata total maintenance cost sebesar 106 US$/t-Al. Posisi PT Inalum berada pada sedikit di atas rata-rata dunia dengan total maintenance cost sebesar 108 US$/t-Al. Dilihat dari labour cost PT Inalum sebesar 39 US$/t-Al, sedikit di atas rata-rata dunia. Sedangkan rata-rata repair dan maintenance sebesar 69 US$/t-Al sedikit di bawah rata-rata dunia.

Untuk nilai man power cost yang diambil dari kontrak jasa perlu dilakukan koreksi karena kontrak jasa tersebut ada yang mengandung komponen biaya material seperti terlihat pada Tabel 6.4. Kandungan biaya material di dalam kontrak jasa antara 0 ~ 80 %.


(63)

Tabel 6.4 Kandungan biaya material di dalam kontrak jasa

No Out Sourcing Jumlah

Pekerjaan

Persentase Biaya Material

1 Pekerjaan Mekanikal 50 % 20 %

2 Pekerjaan Elektrikal 13 % 45 %

3 Pekerjaan Sipil 37% 60 %

4 Rata-rata 38,05 %

Dari data diatas maka koreksi untuk biaya man power adalah 30 USD per ton Aluminium dan biaya material menjadi 78 USD per ton Aluminium. Rata-rata biaya material PT Inalum lebih tinggi dibanding rata-rata dunia (78 dibanding 70 USD per ton aluminium).

6.3.2 Ketersediaan (Availability)

Ketersediaan mencerminkan ketersedian asset saat dibutuhkan untuk beroperasi. Semakin tinggi nilai ketersediaan semakin baik karena menunjang produktivitas.

Hasil Benchmarking untuk ketersediaan ditunjukkan pada Gambar 6.3


(64)

Berdasarkan best practice nilai ketersediaan > 95%. Ketersediaan PT Inalum dalam lima tahun terakhir masih lebih rendah dari best practice. Namun sejak tahun 2006 sampai tahun 2010 terus mengalami perbaikan dari 84% menjadi 91%.

6.3.3 PM Schedule Compliance

PM schedule complience mencerminkan realisasi pelaksanaan preventive maintenance yang dijadualkan sesuai dengan jadual yang direncanakan. Semakin tinggi PM schedule compliance semakin baik, berarti realisasi preventive maintenance tepat waktu.

Hasil benchmarking untuk PM schedule compliance seperti ditunjukkan pada Gambar 6.4

Gambar 6.4 Hasil benchmarking untuk PM schedule compliance

Berdasarkan best practice nilai PM schedule compliance > 90%. PM schedule compliance PT Inalum dalam lima tahun terakhir lebih tinggi dari best practice. Namun sejak tahun 2009 sampai tahun 2010 sedikit mengalami penurunan sehingga mendekati 90%. Hal ini disebabkan keterbatasan spare part dan pelaksanaan berbenturan dengan jadual operasi yang ketat.


(65)

6.3.4 Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)

Perputaran persediaan menggambarkan perputaran material spare part yang merupakan rasio konsumsi spare part dengan rata-rata stok. Tingkat perputaran yang tinggi berarti persediaan lebih efisien.

Hasil benchmarking untuk perputaran persediaan seperti ditunjukkan pada Gambar 6.5

Gambar 6.5 Hasil benchmarking untuk perputaran persediaan

Berdasarkan best practice nilai perputaran persediaan 1,8 kali. Perputaran persediaan PT Inalum dalam lima tahun terakhir masih lebih rendah dari best practice. Hal ini disebabkan manajemen sediaannyamasih belum efektif.


(66)

6.3.5 Service Level

Service level menunjukkan kemampuan pihak pengontrol sediaan memenuhi permintaan spare part sesuai jadual.

Hasil benchmarking untuk service level seperti ditunjukkan pada Gambar 6.6

Gambar 6.6 Hasil benchmarking untuk service level

Berdasarkan best practice nilai service level > 91%. Service level PT Inalum dalam lima tahun terakhir masih lebih rendah dari best practice yaitu sekitar 75%. Hal ini disebabkan karena manajemen sediaannya belum efektif. Walaupun perputaran persediaan rendah (jauh di bawah best practice) namun service level juga masih rendah.

Hal Ini disebabkan masih ada spare part yang disediakan tetapi belum dibutuhkan. Disamping itu Application Part List (APL) tidak dilengkapi sehingga pelaksanaan pekerjaan overhaul tidak bisa dikerjakan sesuai jadual. Dan spare parts yang tidak lengkap akan di simpan dan menjadi inaktif spare parts sehingga membebani sediaan.


(67)

6.4 Perumusan Taktikal Strategi 6.4.1 Gap Analysis

Untuk mengetahui kelemahan sistem manajemen maintenance PT Inalum dalam rangka meningkatkan level maintenance dari level kompeten ke level excellent maka dilakukan gap analisis. Tabulasi hasil analisa tersebut ditunjukkan pada Tabel 6.5.

Dari tabel tersebut dapat diketahui gap dari masing-masing segmen pada model maintenance kelas dunia untuk mencapai level excellent. Gap tersebut selanjutnya akan dipakai untuk menyusun taktikal strategi dalam memaksimalkan kinerja sistem maintenance PT Inalum.

Tabel 6.5 Gap Analisis Sistem Manajemen Maintenance PT Inalum

Gap Taktikal Strategi

1 Strategi Belum ada visi, misi, goal, target dan taktikal

maintenance di dalam asset management

Menyusun visi, misi, goal, target dan taktikal

maintenance di dalam asset management

2 Manajemen SDM Multi-skilled dengan kombinasi ketrampilan mekanik dan elektrik belum ada

Mewujudkan multi skill melalui proses pembelajaran, pelatihan dan pengembangan

3 Keterlibatan Karyawan

Continuous improvement belum membudaya pada setiap karyawan

Membudayakan continuous improvement melalui TPM

4 Taktikal Maintenance

Taktikal maintenance belum ditetapkan berdasarkan analisis

Melakukan analisis terhadap semua peralatan untuk menetapkan taktikal maintenance

5 Analisa Reliability

Analisa program biaya-resiko belum diterapkan untuk seluruh peralatan

Melakukan FMECA (Failure Modes, Effects and

Criticallity Analysis) untuk analisa program resiko biaya pada seluruh peralatan 6 Pengukuran

Kinerja

Jumlah / keefektifan peralatan, OEM dan biaya total belum ditinjau sebagai KPI

Menyempunakan KPI maintenance dengan

indikator: keefektifan kinerja peralatan, biaya maintenance per unit equipment

berdasarkan Plant area

7 Teknologi Informasi

Belum semua fungsi

(budgetting dan production) memanfaatkan penggunaan CMMS yang terintegrasi

Meningkatkan accessabilitas CMMS ke bagian produksi dan budgeting

8 Analisa Proses Proses, biaya, waktu dan kualitas maintenance belum ditinjau secara reguler

Menggalakkan re-engineering proses secara reguler yang terintegrasi dalam asset management

9 Planning & Scheduling

Belum ada perencanaan dan engineering pekerjaan perawatan sepanjang umur peralatan

Membuat perencanaan perawatan sepanjang umur peralatan

No Segmen


(68)

6.4.2 Taktikal Strategi yang Direkomendasikan

Berdasarkan taktikal strategi yang diperoleh dari analisa gap, maka disusun implementasi taktikal strategi yang direkomendasikan berdasarkan skala waktu sebagai berikut :

1. Jangka pendek (1 tahun)

-Perlu disusun visi, misi, goal, target dan taktikal maintenance di dalam aset manajemen sebagai arah atau panduan manajemen pemeliharaan yang mengacu kepada visi, misi perusahaaan.

-Menyempurnakan KPI pemeliharaan dengan indicator : keefektifan kinerja peralatan, biaya pemeliharaan per unit peralatan berdasarkan plant area. - Meningkatkan accessabilitas CMMS ke bagian produksi dan budgeting. 2. Jangka menengah (2~3 tahun)

- Membuat perencanaan perawatan sepanjang umur peralatan.

- Melakukan FMECA (Failure Modes, Effects and Criticallity Analysis) untuk analisa program resiko biaya pada seluruh peralatan.

- Melakukan analisis terhadap semua peralatan untuk menetapkan taktikal pemeliharaan.

3. Jangka panjang (>3 tahun)

- Mewujudkan multi skill melalui proses pembelajaran, pelatihan dan pengembangan terutama untuk alat analisa pemeliharaan seperti analisa vibrasi, analisa oil, dan analisa panas.

- Membudayakan perbaikan terus menerus melalui TPM.

- Menggalakkan proses reengineering secara reguler yang terintegrasi dalam aset manajemen.


(69)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Sistem manajemen maintenance PT Inalum berada pada level competance mengacu pada konsep maintenance kelas dunia. Dari sembilan faktor yang didiagnosis faktor leadership dengan segmen keterlibatan karyawan memiliki skor paling rendah.

2. Dari lima indikator kinerja dibandingkan dengan benchmark, PM schedule compliance kinerjanya sudah cukup baik, sementara biaya maintenance, ketersediaan, perputaran persediaan dan service level kinerjanya masih di bawah benchmark. Khusus untuk perputaran persediaandan service level perlu penanganan yang serius karena kinerjanya masih jauh di bawah benchmark. 3. Strategi yang diperlukan untuk memaksimalkan kinerja pemeliharaan dalam tiga

skala waktu yaitu:

a. Jangka pendek (1 tahun)

Menyusun visi, misi, goal, target dan taktikal maintenance di dalam asset management.

b. Jangka menengah (2~3 tahun)

Membuat perencanaan perawatan sepanjang umur peralatan dan melakukan FMECA (Failure Modes, Effects and Criticallity Analysis) untuk analisa program resiko biaya pada seluruh peralatan.

c. Jangka panjang (>3 tahun)

Mewujudkan multi skill melalui proses pembelajaran, pelatihan dan pengembangan.


(70)

7.2 Saran

1. Taktikal strategi yang direkomendasikan dengan didukung komitmen manajemen puncak disosialisasikan sehingga keterlibatan seluruh karyawan diharapkan mampu meningkatkan sistem manajemen maintenance PT Inalum.

2. Pengawasan terhadap kinerja maintenance khususnya biaya maintenance, perputaran persediaan dan service level melalui sistem CMMS perlu ditingkatkan oleh departemen terkait.


(71)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, R. N, Vijay Govindarajan, 2005, Management Contol System, Salemba Empat, Jakarta.

Campbell, J. D, 1995, Uptime, Strategies for Excellnce in Maintenance Management, Oregon, USA.

Corder, A, 1992, Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta : Erlangga.

CRU, Analysis, 2010, The Longterm Outlook for Aluminium, A forecast to 2035 using the CRU Compass Model, England.

Dhillon, B.S, 2006, Maintanability, Maintenance, and Realibility for Engineers. Taylor and Francis Group. New York: LLC.

Espinoza Michael, 2005, Strategy to Maximize Maintenance Operation, Professional Engineer, Simon Fraser University, Kanada.

Frampton, C, 2001, Benchmarking World-Class Maintenance, Charles Brooks Associates, Inc.

Otorita Asahan Website, http://www.otorita-asahan.go.id/data/prod-pen.htm#top Sinulingga, Sukaria, 2011, Metode Penelitian, Terbitan Pertama, USU Press,

Medan.

Sudjana, 2005, Metode Statistika, Edisi ke-enam, Tarsito, Bandung.

Umar, Husein, 2004, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Cetakan ke-6 PT Raja Grafindo Raja Grafinfo Persada, Jakarta.

Worsham William C, 2002, Is preventive maintenance necessary?, http://www,reliability.com/articles/article37.htm


(1)

6.3.5 Service Level

Service level menunjukkan kemampuan pihak pengontrol sediaan memenuhi permintaan spare part sesuai jadual.

Hasil benchmarking untuk service level seperti ditunjukkan pada Gambar 6.6

Gambar 6.6 Hasil benchmarking untuk service level

Berdasarkan best practice nilai service level > 91%. Service level PT Inalum dalam lima tahun terakhir masih lebih rendah dari best practice yaitu sekitar 75%. Hal ini disebabkan karena manajemen sediaannya belum efektif. Walaupun perputaran persediaan rendah (jauh di bawah best practice) namun service level juga masih rendah.

Hal Ini disebabkan masih ada spare part yang disediakan tetapi belum dibutuhkan. Disamping itu Application Part List (APL) tidak dilengkapi sehingga pelaksanaan pekerjaan overhaul tidak bisa dikerjakan sesuai jadual. Dan spare parts yang tidak lengkap akan di simpan dan menjadi inaktif spare parts sehingga membebani sediaan.


(2)

6.4 Perumusan Taktikal Strategi 6.4.1 Gap Analysis

Untuk mengetahui kelemahan sistem manajemen maintenance PT Inalum dalam rangka meningkatkan level maintenance dari level kompeten ke level

excellent maka dilakukan gap analisis. Tabulasi hasil analisa tersebut ditunjukkan pada Tabel 6.5.

Dari tabel tersebut dapat diketahui gap dari masing-masing segmen pada model maintenance kelas dunia untuk mencapai level excellent. Gap tersebut selanjutnya akan dipakai untuk menyusun taktikal strategi dalam memaksimalkan kinerja sistem maintenance PT Inalum.

Tabel 6.5 Gap Analisis Sistem Manajemen Maintenance PT Inalum

Gap Taktikal Strategi

1 Strategi Belum ada visi, misi, goal,

target dan taktikal

maintenance di dalam asset management

Menyusun visi, misi, goal, target dan taktikal

maintenance di dalam asset management

2 Manajemen SDM Multi-skilled dengan

kombinasi ketrampilan mekanik dan elektrik belum ada

Mewujudkan multi skill melalui proses pembelajaran, pelatihan dan pengembangan 3 Keterlibatan

Karyawan

Continuous improvement belum membudaya pada setiap karyawan

Membudayakan continuous improvement melalui TPM

4 Taktikal

Maintenance

Taktikal maintenance belum ditetapkan berdasarkan analisis

Melakukan analisis terhadap semua peralatan untuk menetapkan taktikal maintenance

5 Analisa

Reliability

Analisa program biaya-resiko belum diterapkan untuk seluruh peralatan

Melakukan FMECA (Failure Modes, Effects and

Criticallity Analysis) untuk analisa program resiko biaya pada seluruh peralatan

6 Pengukuran

Kinerja

Jumlah / keefektifan peralatan, OEM dan biaya total belum ditinjau sebagai KPI

Menyempunakan KPI maintenance dengan

indikator: keefektifan kinerja peralatan, biaya maintenance per unit equipment

berdasarkan Plant area

7 Teknologi

Informasi

Belum semua fungsi

(budgetting dan production) memanfaatkan penggunaan CMMS yang terintegrasi

Meningkatkan accessabilitas CMMS ke bagian produksi dan budgeting

8 Analisa Proses Proses, biaya, waktu dan

kualitas maintenance belum ditinjau secara reguler

Menggalakkan re-engineering proses secara reguler yang terintegrasi dalam asset management

9 Planning & Scheduling

Belum ada perencanaan dan engineering pekerjaan perawatan sepanjang umur

Membuat perencanaan perawatan sepanjang umur peralatan

No Segmen


(3)

6.4.2 Taktikal Strategi yang Direkomendasikan

Berdasarkan taktikal strategi yang diperoleh dari analisa gap, maka disusun implementasi taktikal strategi yang direkomendasikan berdasarkan skala waktu sebagai berikut :

1. Jangka pendek (1 tahun)

-Perlu disusun visi, misi, goal, target dan taktikal maintenance di dalam aset manajemen sebagai arah atau panduan manajemen pemeliharaan yang mengacu kepada visi, misi perusahaaan.

-Menyempurnakan KPI pemeliharaan dengan indicator : keefektifan kinerja peralatan, biaya pemeliharaan per unit peralatan berdasarkan plant area. - Meningkatkan accessabilitas CMMS ke bagian produksi dan budgeting. 2. Jangka menengah (2~3 tahun)

- Membuat perencanaan perawatan sepanjang umur peralatan.

- Melakukan FMECA (Failure Modes, Effects and Criticallity Analysis) untuk analisa program resiko biaya pada seluruh peralatan.

- Melakukan analisis terhadap semua peralatan untuk menetapkan taktikal pemeliharaan.

3. Jangka panjang (>3 tahun)

- Mewujudkan multi skill melalui proses pembelajaran, pelatihan dan pengembangan terutama untuk alat analisa pemeliharaan seperti analisa vibrasi, analisa oil, dan analisa panas.

- Membudayakan perbaikan terus menerus melalui TPM.

- Menggalakkan proses reengineering secara reguler yang terintegrasi dalam aset manajemen.


(4)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Sistem manajemen maintenance PT Inalum berada pada level competance mengacu pada konsep maintenance kelas dunia. Dari sembilan faktor yang didiagnosis faktor leadership dengan segmen keterlibatan karyawan memiliki skor paling rendah.

2. Dari lima indikator kinerja dibandingkan dengan benchmark, PM schedule compliance kinerjanya sudah cukup baik, sementara biaya maintenance, ketersediaan, perputaran persediaan dan service level kinerjanya masih di bawah

benchmark. Khusus untuk perputaran persediaandan service level perlu penanganan yang serius karena kinerjanya masih jauh di bawah benchmark. 3. Strategi yang diperlukan untuk memaksimalkan kinerja pemeliharaan dalam tiga

skala waktu yaitu:

a. Jangka pendek (1 tahun)

Menyusun visi, misi, goal, target dan taktikal maintenance di dalam asset management.

b. Jangka menengah (2~3 tahun)

Membuat perencanaan perawatan sepanjang umur peralatan dan melakukan FMECA (Failure Modes, Effects and Criticallity Analysis) untuk analisa program resiko biaya pada seluruh peralatan.

c. Jangka panjang (>3 tahun)

Mewujudkan multi skill melalui proses pembelajaran, pelatihan dan pengembangan.


(5)

7.2 Saran

1. Taktikal strategi yang direkomendasikan dengan didukung komitmen manajemen puncak disosialisasikan sehingga keterlibatan seluruh karyawan diharapkan mampu meningkatkan sistem manajemen maintenance PT Inalum.

2. Pengawasan terhadap kinerja maintenance khususnya biaya maintenance, perputaran persediaan dan service level melalui sistem CMMS perlu ditingkatkan oleh departemen terkait.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, R. N, Vijay Govindarajan, 2005, Management Contol System, Salemba Empat, Jakarta.

Campbell, J. D, 1995, Uptime, Strategies for Excellnce in Maintenance Management, Oregon, USA.

Corder, A, 1992, Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta : Erlangga.

CRU, Analysis, 2010, The Longterm Outlook for Aluminium, A forecast to 2035 using the CRU Compass Model, England.

Dhillon, B.S, 2006, Maintanability, Maintenance, and Realibility for Engineers. Taylor and Francis Group. New York: LLC.

Espinoza Michael, 2005, Strategy to Maximize Maintenance Operation, Professional Engineer, Simon Fraser University, Kanada.

Frampton, C, 2001, Benchmarking World-Class Maintenance, Charles Brooks Associates, Inc.

Otorita Asahan Website, http://www.otorita-asahan.go.id/data/prod-pen.htm#top

Sinulingga, Sukaria, 2011, Metode Penelitian, Terbitan Pertama, USU Press, Medan.

Sudjana, 2005, Metode Statistika, Edisi ke-enam, Tarsito, Bandung.

Umar, Husein, 2004, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Cetakan ke-6 PT Raja Grafindo Raja Grafinfo Persada, Jakarta.

Worsham William C, 2002, Is preventive maintenance necessary?,