Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Investasi Provinsi Sumatera Utara

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERKEMBANGAN INVESTASI PROVINSI

SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

RO SINTONG JEITA. SM

097003011/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

S

E K O L

A

H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERKEMBANGAN INVESTASI DI PROVINSI

SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RO SINTONG JEITA SM

097003011/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2012


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN INVESTASI PROVINSI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Ro Sintong Jeita SM Nomor Pokok : 097003011

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D,Ak) (Dr. Drs. Rujiman, MA)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 26 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D,Ak Anggota : 1. Dr. Drs. Rujiman, MA

2. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 3. Ir. Supriadi, MS


(5)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN INVESTASI PROVINSI

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis klasifikasi pertumbuhan ekonomi kecamatan, ketimpangan antara kecamatan dan ketimpangan sektoral kecamatan di Kota Medan.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan dalam penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara adalah data sekunder dengan jenis data time series selama kurun waktu 25 tahun yaitu dari 1985 – 2009.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa. secara simultan PDRB, pengeluaran pemerintah, nilai ekspor dan suku bunga Bank berpengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara. Secara parsial PDRB, pengeluaran pemerintah dan nilai ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara, sedangkan suku bunga Bank tidak berpengaruh signifikan terhadap perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara. Kata Kunci : investasi, PDRB, pengeluaran pemerintah, nilai ekspor, suku bunga


(6)

THE ANALYSIS OF THE FACTORS INFLUENCING THE INVESTMENT DEVELOPMENT IN SUMATERA UTARA PROVINCE

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the classification of subdistrict-level economic growth, inter-subdistrict disparity and sectoral disparity of subdistricts in the City of Medan.

The data used to analyze the factors influencing the investment development in Sumatera Utara province in this study were secondary data with time series of 25 years from 1985 – 2009. The obtained were analyzed through multiple linear regression analysis.

The result of this study showed that simultaneously PDRB (Gross Regional Product), government’s expenditure, export rate and bank interest rate had positive and significant influence on the investment development in Sumatera Utara Province. Partially, PDRB (Gross Regional Product), government’s expenditure, export rate had positive and significant influence on the investment development in Sumatera Utara Province, while bank interest rate did not have any significant influence on the investment development in Sumatera Utara Province.

Keywords: Investment, Gross Regional Product, Government’s Expenditure, Export Rate, Interest rate


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul:

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Investasi Provinsi Sumatera Utara. Tesis ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada yang terhormat Ibu Prof. Erlina, SE.M.Si. Ph.D.Ak. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Drs. Rujiman, MA, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan untuk menyusun tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana USU Medan dan sekaligus Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan hingga selesainya tesis ini.

3. Bapak Ir. Supriadi, MS dan Drs. Rahmad Sumandjaya, M.Si selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan hingga selesainya tesis ini.

4. Seluruh dosen pengajar beserta staf administrasi yang telah banyak memberikan bantuan sejak awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.


(8)

5. Sembah sujud Ananda kepada Ayahnda M. Sagala. dan Ibunda D. br. Tarigan

yang telah mengasuh, membesarkan, mendidik dan mendo’akan dan selalu memberi motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

6. Special thanx to my beloved Vidya Asana Muhain, yang telah memberikan

bantuan dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini..

7. Kepada saudara-sauadraku tercinta Adinda Endang Sagala dan Putra Sopar Sagala, i always love u and miss u alls.

Akhirnya atas segala kekurangannya, kepada semua pihak dalam kaitan dengan proses penyusunan tesis ini serta selama dalam proses pendidikan saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Amiin.

Medan, Januari 2012 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Ro Sintong Jeita SM lahir di Medan, 16 Januari 1986, dari pasangan M. Sagala dengan D. br. Tarigan, dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Dasar tahun 1998 di SD ASISI Medan. Pada tahun 20031menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada SMP ASISI Medan dan tahun 2004 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Budi Murni 2 Medan. Kemudian pada tahun 2009 menyelesaikan pendidikan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

Sejak tahun 2009 sampai sekarang aktif bekerja sebagai PNS di Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai. Tahun 2009 mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana (S-2) Universitas Sumatera Utara dalam bidang studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD).


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pembangunan Ekonomi Daerah ... 8

2.2. Pengertian Investasi ... 14

2.3. Pengaruh Investasi Bagi Suatu Perekonomian ... 20

2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 22

2.5. Pengeluaran Pemerintah ... 27

2.6. Ekspor ... 30

2.7. Tingkat Suku Bunga SBI (BI Rate) ... 31

2.8. Penelitian Sebelumnya ... 34

2.9. Kerangka Pemikiran ... 36

2.10. Hipotesis ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 37

3.2. Lokasi Penelitian ... 37


(11)

3.4. Analisis Data ... 38

3.5. Definisi Variabel Operasional Penelitian ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1. Hasil Penelitian ... 44

4.2. Pengujian Asumsi Klasih ... 49

4.3. Uji Hipotesis ... 53

4.4. Pembahasan ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1. Kesimpulan ... 67

5.2. Keterbatan Penelitian ... 67

5.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Halaman

3.1. 4.1.

4.2.

4.3. 4.4. 4.5. 4.6.

Definisi dan Batasan Operasional Variabel ………... Data Nilai dan Pertumbuhan Investasi, PDRB, Pengeluaran Pemerintah Nilai Ekspor, dan Suku Bunga Tahun 1985-2009 …..

Deskriptif Statistik Data Nilai Investasi, PDRB, Pengeluaran Pemerintah (Milyar Rupiah) Nilai Ekspor (000 US$) dan Suku Bunga Bank (%) ………... Hasil Uji Multikolinieritas ………. Hasil Uji Koefisien Determinasi ……… Hasil Uji Simultan ………. Hasil Analisis Koefisien Regresi ………

45

47

49 54 55 56 57


(13)

Daftar Gambar

Nomor Judul Halaman

2.1. 4.1. 4.2. 4.3

Kerangka Pemikiran Penelitian ……….. HIstogram ...…... Normal P-Plot of Regression Standarized Residual…………... Grafik Scatterplots ……….

38 51 52 53


(14)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN INVESTASI PROVINSI

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis klasifikasi pertumbuhan ekonomi kecamatan, ketimpangan antara kecamatan dan ketimpangan sektoral kecamatan di Kota Medan.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan dalam penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara adalah data sekunder dengan jenis data time series selama kurun waktu 25 tahun yaitu dari 1985 – 2009.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa. secara simultan PDRB, pengeluaran pemerintah, nilai ekspor dan suku bunga Bank berpengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara. Secara parsial PDRB, pengeluaran pemerintah dan nilai ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara, sedangkan suku bunga Bank tidak berpengaruh signifikan terhadap perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara. Kata Kunci : investasi, PDRB, pengeluaran pemerintah, nilai ekspor, suku bunga


(15)

THE ANALYSIS OF THE FACTORS INFLUENCING THE INVESTMENT DEVELOPMENT IN SUMATERA UTARA PROVINCE

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the classification of subdistrict-level economic growth, inter-subdistrict disparity and sectoral disparity of subdistricts in the City of Medan.

The data used to analyze the factors influencing the investment development in Sumatera Utara province in this study were secondary data with time series of 25 years from 1985 – 2009. The obtained were analyzed through multiple linear regression analysis.

The result of this study showed that simultaneously PDRB (Gross Regional Product), government’s expenditure, export rate and bank interest rate had positive and significant influence on the investment development in Sumatera Utara Province. Partially, PDRB (Gross Regional Product), government’s expenditure, export rate had positive and significant influence on the investment development in Sumatera Utara Province, while bank interest rate did not have any significant influence on the investment development in Sumatera Utara Province.

Keywords: Investment, Gross Regional Product, Government’s Expenditure, Export Rate, Interest rate


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa.

Pertumbuhan ekonomi mencerminkan kegiatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat bernilai positif dan dapat pula bernilai negatif. Jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan positif, berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami peningkatan. Sedangkan jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan negatif, berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami penurunan.

Dalam mempercepat pembangunan nasional di segala bidang agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia, pemerintah memerlukan modal untuk keperluan mempercepat pembangunan terbatas. Oleh karena itu, sebagai salah satu aspek dalam kebijakan pemerintah perlu melakukan usaha-usaha agar memperoleh lebih banyak dana untuk pembangunan.


(17)

Adanya mekanisme penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi suatu negara. Begitu juga halnya dengan investasi yang merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tapi juga investasi asing.

Penerimaan investasi dalam negeri maupun investasi asing merupakan salah satu pos penerimaan Negara yang memberikan kontribusi cukup potensial dalam hal pembiayaan anggaran dan belanja negara. Laju pertumbuhan perekonomian yang didasarkan pada alur investasi positif menggambarkan gerak pacu positif dengan dukungan beberapa faktor penunjang lainnya. Pertumbuhan ekonomi dan hubungannya dengan keberlanjutan pembangunan diketahui bahwa peningkatan output sektor-sektor ekonomi riil dapat dibentuk melalui mekanisme pertambahan kapasitas produksi.

Dalam suatu pembangunan sudah pasti diharapkan terjadinya pertumbuhan. Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan sarana dan prasarana, terutama dukungan dana yang memadai. Disinilah peran serta investasi mempunyai cakupan yang cukup penting karena sesuai dengan fungsinya sebagai penyokong pembangunan dan pertumbuhan nasional melalui pos penerimaan negara sedangkan tujuannya adalah untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat.


(18)

Investasi merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Pada perekonomian tertutup, sumber dana investasi semata-mata berasal dari tabungan domestik. Sedangkan pada perekonomian terbuka sumber dana dapat diperoleh melalui dana dari luar wilayah. Pertumbuhan produksi pada dasarnya dipengaruhi oleh perkembangan faktor-faktor produksinya. Salah satu faktor produksi tersebut adalah modal (investasi). Banyak studi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah erat kaitannya dengan tingkat produktivitas penggunaan modal (investasi).

Usaha pengerahan modal untuk maksud tersebut dapat dibedakan dalam pengerahan modal dalam negeri dan pengerahan modal dari luar negeri. Dalam rangka pemanfaatan modal dalam negeri yakni bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia untuk diabadikan kepada pembangunan ekonomi nasional telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 (UU No.6/1968) tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN). Sedangkan dalam rangka pemanfaatan modal luar negeri untuk diabadikan pada pembangunan ekonomi nasional telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 (UU No.1/1967) tentang penanaman modal asing (PMA).

Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi semacam itu, investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan petumbuhan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi yang dapat mencerminkan marak lesunya pembangunan Oleh


(19)

karena itu, pembangunan nasional senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi.

Semenjak diberlakukannya UU No.1 tahun 1967 Jo No.11 tahun 1970 tentang penanaman modal asing (PMA) dan UU No.6 tahun 1968 Jo No.12 tahun 1970 tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN), investasi cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun demikian pada tahun-tahun tertentu sempat juga terjadi penurunan. Kecendrungan peningkatan bukan hanya berlangsung pada investasi oleh kalangan masyarakat atau sektor swasta baik PMDN atau PMA, namun juga penanaman modal oleh pemerintah.

Pengeluaran pemerintah merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai sektor sesuai dengan prioritas yang direncanakan dalam program pembangunan daerah.

Sementara itu prioritas penanaman modal yang berasal dari luar negeri diberikan pada pembiayaan yang berbentuk investasi asing langsung atau PMA. Penanaman modal asing (PMA) lebih didorong untuk kegiatan ekspor dan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh modal dan kemampuan teknologi dalam negeri. Pada dasarnya dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, akumulasi uang luar negeri merupakan suatu gejala yang wajar. Hal ini dikarenakan kondisi tabungan dalam negeri yang masih rendah sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukannya investasi secara memadai. Negara yang tidak mempunyai tabungan dalam negeri yang


(20)

cukup untuk membiayai pembangunan tersebut, pada umumnya menutup kesenjangan tersebut dengan mencari sumber dari luar negeri. Sehingga tidak mengherankan apabila begitu besarnya arus modal dari negara maju mengalir ke negara sedang berkembang termasuk di antaranya Indonesia. Untuk itu pemerintah harus berusaha untuk menarik dana pinjaman dari para donator yang berasal dari luar negeri.

Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari negara kesatuan Republik Indonesia juga melaksanakan pembangunan daerah seperti Provinsi lainnya di Indonesia. Untuk pembangunan daerah di Provinsi Sumatera Utara tentunya memerlukannya dana pembangunan yang tidak sedikit. Untuk itu pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam menyediakan modal untuk keperluan mempercepat proses pembangunan membuka diri bagi pihak swasta, baik swasta nasional maupun swasta asing untuk menanamkan modalnya di Provinsi Sumatera Utara.

Ditinjau dari sumber daya alam yang dimiliki daerah Provinsi Sumatera mempunyai peluang yang sangat besar untuk aktivitas penanaman modal baik penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman dalam negeri (PMDN), hal ini dikarenakan tersedianya berbagai bahan mentah dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan yang kesemuanya dapat dipergunakan untuk pengembangan sektor industri. Di samping itu terdapat pula potensi yang besar dari sektor-sektor lainnya seperti sektor pariwisata, sektor perindustrian dan lain sebagainya.

Adanya penanaman modal yang dilakukan pihak swasta baik yang datang dari luar negeri maupun dalam negeri, diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan akan menciptakan multiplier effect, dimana kegiatan tersebut akan merangsang


(21)

kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya dan pada akhirnya akan memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Melihat pentingnya peranan penanaman modal baik yang dilakukan pihak swasta maupun asing, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisis dalam tesis ini yang berjudul “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Investasi Provinsi Sumatera Utara”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah: Apakah PDRB, pengeluaran pemerintah, nilai ekspor, dan suku bunga berpengaruh terhadap perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh PDRB, pengeluaran pemerintah, nilai ekspor, dan suku bunga terhadap perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1. Sebagai penambahan wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara dan mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara.


(22)

2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan investasi sehingga dapat mengambil kebijakan yang tepat dalam menarik investor.

3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat untuk meneliti tentang perkembangan investasi dalam ruang lingkup dan kajian yang berbeda.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Ekonomi Daerah

Pengertian pembangunan ekonomi (economic development) dan pertumbuhan ekonomi (economic growth) adalah sebagai kenaikan dalam produk domestik bruto (PDB) yang dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 2000).

Chenery (dalam Arsyad, 1999) mengartikan pembangunan ekonomi sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses perubahan struktur yang ditandai dengan peningkatan sumbangan sektor industri, manufaktur dan jasa-jasa dalam pembentukan PDB di suatu pihak dan menurunnya pangsa (share) sektor pertanian dalam pembentukan PDB di pihak lain. Sedangkan Todaro (2000) menyebutkan bahwa pembangunan bukan hanya fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan keuangan dari kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan idealnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Sedangkan berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen non ekonomi.


(24)

Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perobahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional termasuk pula percepatan (akselerasi) pertumbuhan ekonomi, pengurangan, ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan absolut (Todaro, 2000).

Menurut Arsyad (1999) pembngunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang. Definisi ini menyimpulkan bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting, yaitu: a) Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus menerus, b) Usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita, dan c) Kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang.

Djoyohadikusumo (1994) pembangunan ekonomi adalah suatu usaha memperbesar pendapatan perkapita dan menekan produktivitas perkapita dengan jalan menambah peralatan modal dan menambah skill, atau pembangunan ekonomi adalah menambah skill agar satu sama lainnya membawa pendapatan perkapita yang lebih tinggi.

Menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan (2010) pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, pemerataan pembagian pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergesaran kegiatan ekonomi dari sektor pertanian ke sektor sekunder dan tersier. Dengan kata lain arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap dan tingkat pemerataannya semakin membaik sesuai


(25)

dengan yang digariskan dalam UUD 1945 yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur.

Sebagai suatu proses, pembangunan ekonomi berhubungan dengan perubahan dalam komposisi dari input dan output dari ekonomi. Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan perubahan dalam segala perbaikan pada kondisi masyarakat. Tujuan utama dari pembangunan adalah inkorporasi dalam produksi dan memuaskan segala aktifitas dari masyarakat yang berpartisipasi. Kegiatan produktif ini memiliki bermacam fungsi seperti kegiatan menghasilkan pendapatan, merubah bahan mentah menjadi barang dan jasa yang siap untuk dikonsumsi.

Krisnamurthi (1995) pembangunan ekonomi yang berhasil harus memiliki empat dimensi pokok, yaitu pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, perubahan atau transformasi struktur ekonomi dan kesinambungan pembangunan itu sendiri. Sedangkan menurut Jhingan (2010) pembangunan ekonomi tidak dapat dicapai semata-mata dengan menyingkirkan hambatan yang menghalangi kemajuan ekonomi. Syarat utama bagi pembangunan ekonomi ialah proses pertumbuhannya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri.

Analisis pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai suatu proses yang saling berkaitan dan berhubungan serta saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2000).

Sasaran utama dari pembangunan nasional adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan hasil-hasilnya demikian juga ditujukan bagi pemantapan stabilitas nasional. Hal tersebut sangat ditentukan keadaan pembangunan secara


(26)

kedaerahan. Dengan demikian para perencana pembangunan nasional harus mempertimbangkan aktifitas pembangunan dalam konteks kedaerahan tersebut sebab masyarakat secara keseluruhan adalah bisnis dan bahkan merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pembangunan nasional.

Sehubungan dengan keterangan di atas maka perlu diuraikan pengertian pembangunan daerah seperti dikemukakan oleh Sukirno (2000) yaitu:

1. Sebagai pembangunan negara ditinjau dari sudut ruang atau wilayahnya dan dalam konteks ini istilah yang paling tepat digunakan adalah pembangunan wilayah.

2. Strategi pembangunan daerah dimaksudkan sebagai suatu langkah untuk melengkapi strategi makro dan sektoral dari pembangunan nasional.

Dengan dilaksanakannya pembangunan wilayah bukanlah semata-mata terdorong oleh rendahnya tingkat hidup masyarakat melainkan merupakan keharusan dalam meletakkan dasar-dasar pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat, untuk masa yang akan datang. Dengan dilaksanakannya pembangunan daerah diharapkan dapat menaikkan taraf hidup masyarakat sekaligus merupakan landasan pembangunan nasional akan berhasil apabila pembangunan masyarakat berhasil dengan baik.

Pembangunan daerah merupakan pembangunan yang segala sesuatunya dipersiapkan dan dilaksanakan oleh daerah, mulai dari perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawabannya. Dalam kaitan ini daerah memiliki hak otonom. Sedangkan pembangunan wilayah merupakan kegiatan pembangunan yang perencanaan, pembiayaan, dan pertanggungjawabannya dilakukan


(27)

oleh pusat, sedangkan pelaksanaannya bisa melibatkan daerah di mana tempat kegiatan tersebut berlangsung (Munir, 2002).

Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan di setiap daerah akan berbeda pula. Peniruan mentah-mentah terhadap pola kebijaksanaan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberi manfaat yang sama bagi daerah yang lain (Munir, 2002).

Pada dasarnya pembangunan daerah dilakukan dengan usaha-usaha sendiri dan bantuan teknis serta bantuan lain-lain dari pemerintah. Dalam arti ekonomi pembangunan daerah adalah memajukan produksi pertanian dan usaha-usaha pertanian serta industri dan lain-lain yang sesuai dengan daerah tersebut dan berarti pula merupakan sumber penghasilan dan lapangan kerja bagi penduduk.

Dalam strategi pembangunan wilayah aspek-aspek pokok yang peting dipecahkan adalah: di daerah-daerah mana serangkaian pembangunan selayaknya dijalankan. Untuk beberapa proyek letak daerahnya sudah khusus dan tidak dapat lagi dipindahkan, seperti proyek bendungan untuk tenaga listrik dan irigasi, proyek pertambangan dan sebagainya.

Dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruhnya masayarakat Indonesia, pembangunan daerah perlu dipacu secara bertahap. Untuk menjamin agar pembangunan daerah dapat memberikan sumbangan yang maksimal dalam keseluruhan usaha pembangunan nasional haruslah dilakukan kordinasi yang baik antara keduanya. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah harus mempertimbangkan berbagai rencana pemerintah pusat maupun di daerah lain.


(28)

Sebelum suatu daerah menyusun berbagai langkah-langkah dalam pembangunan daerahnya dengan demikian suatu daerah mempunyai kekuasaan yang lebih terbatas dalam usaha mencapai tujuan pembangunannya sebab program pembangunan daerah yang akan dilaksanakan suatu daerah tidak dapat bertentangan dengan program pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Jadi pada hakekatnya perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh sesuatu daerah merupakan pelengkap perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat yaitu membuat suatu program untuk menyebarkan proyek-proyek ke berbagai daerah dengan tujuan agar penyebaran tersebut akan memberikan sumbangan yang optimal kepada usaha pemerintah untuk membangun.

Namun dalam prakteknya tujuan tersebut tidak selalau tercapai karena perencanaan yang jauh dari sempurna oleh sesuatu daerah, organisasi tidak efisien, kurangnya informasi mengenai potensi daerah dan berbagai faktor lain. Sebagai akibat banyaknya kekurangan dalam merumuskan dan melaksanakan penyebaran proyek-proyek ke berbagai daerah, pemerintah daerah dengan bantuan badan perencana daerah yang bersangkutan haruslah secara aktif membantu perumusan rencana pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat.

Dalam mewujudkan sasaran jangka panjang pembangunan, yakni menuju masyarakat yang adil dan makmur telah dilakukan berbagai upaya yang mengarah pada tercapainya cita-cita tersebut. Pembangunan daerah yang merupakan rangkaian yang utuh dari pembangunan nasional pada beberapa tahun terakhir telah mulai menunjukkan kemajuan yang berarti dalam meningkatkan kinerja dari daerah tersebut.


(29)

2.2. Pengertian Investasi

Investasi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat pendapatan nasional. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan taraf kemakmuran (Sukirno, 2000). Adanya investasi-investasi baru memungkinkan terciptanya barang modal baru sehingga akan menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan pekerjaan baru atau kesempatan kerja yang akan menyerap tenaga kerja yang pada gilirannya akan mengurangi pengangguran.

Dengan demikian akan menambah output dan pendapatan baru pada faktor produksi akan menambah output nasional sehingga akan terjadi pertumbuhan ekonomi. Melihat kondisi Indonesia yang sedimikian rupa maka peningkatan modal sangat berperan penting untuk meningkatkan perekonomian, oleh karena itu pemerintah dan swasta berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penghimpunan dana yang diarahkan pada kegiatan ekonomi produktif yaitu dengan menggenjot investasi, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal dalam negeri serta penimgkatan volume perdagangan luar negeri melalui ekspor guna menambah cadangan devisa.

Penanaman modal atau lebih sering disebut investasi mempunyai banyak pengertian yang berbeda di antara para pakar ekonomi. Deliarnov (1995) dalam bukunya mengemukakan bahwa investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara


(30)

mesin dan peralatan pabrik serta semua peralatan modal lain yang diperlukan dalam proses produksi. Pengeluaran untuk keperluan bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan konstruksi lainnya. Perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga.

Untuk membangun daya saing, suatu bangsa harus menerapkan kebijakan yang jelas dan terpadu bagi investasi asing langsung, industri dan perdagangan. Tidaklah mengherankan bahwa beberapa negara berkembang yang sebelumnya tidak menerima perusahaan asing sekarang mulai bersaing untuk investasi mereka yang bertujuan untuk penciptaan kesempatan kerja, alih tehnologi dan lain-lain (Kotler, dkk. 1998).

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal yang digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa dengan harapan dapat memberikan keuntungan pada masa yang akan datang (Bappeda Kota Medan, 2000). Menurut Sukirno (2000) investasi merupakan pengeluaran atau pengeluaran penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal atau perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dimasa yang akan datang.

Dornbusch and Fischer (1994) dalam Bappeda kota Medan (2000) mencatat bahwa investasi dalam perhitungan pendapatan nasional dan statistik, diartikan sebagai jumlah nilai pembelian para pengusaha terhadap barang-barang modal dan


(31)

pembelanjaan untuk mendirikan industri dan pertambahan dalam stock barang perusahaan (bahan mentah, bahan dalam proses produksi dan barang jadi).

Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah: 1. Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh.

2. Suku bunga.

3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa yang akan datang. 4. Kemajuan teknologi.

5. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya. 6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.

Ada tiga tipe pengeluaran investasi. Pertama, investasi dalam barang tetap (business fixed investment) yang melingkupi peralatan dan struktur di mana dunia usaha membelinya untuk dipergunakan dalam produksi. Kedua, investasi perumahan (residential investment) melingkupi perumahan baru di mana orang membeliya untuk ditempati atau pemilik modal membeli untuk disewakan. Ketiga, investasi inventori (inventory investment) meliputi bahan baku dan bahan penolong, barang setengah jadi dan barang jadi (Herlambang, 2001).

Peranan investasi terhadap kapasitas produksi nasional memang sangat besar, karena investasi merupakan penggerak perekonomian, baik untuk penabahan faktor produksi maupun berupa peningkatan kualitas faktor produksi, investasi ini nantinya akan memperbesar pengeluaran masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan bekerja multilier effect. Faktor produksi akan mengalami penyusutan, sehingga akan mengurangi produktivitas dari faktor-faktor produksi


(32)

tersebut. Supaya tidak terjadi penurunan produktivitas (kapasitas) nasional harus diimbangi dengan investasi baru yang lebih besar dari penyusutan faktor-faktor produksi. Akhirnya perekonomian masyarakat (nasional) akan berkembang secara dinamis dengan naiknya investasi yang lebih besar dari penyusutan faktor produksi tersebut. Bila penambahan investasi lebih kecil dari penyusutan faktor-faktor produksi, maka terjadi stagnasi perekonomian untuk dapat berkembang (Nasution,1996).

Todaro (2000), menyatakan bahwa sumber daya yang akan digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi di masa yang akan datang disebut sebagai investasi. Dengan demikian investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian sehingga investasi disebut juga dengan penanaman modal atau pembentukan modal.

Menurut Nurkse (Jhingan, 2010) pembentukan modal diartikan bahwa masyarakat tidak mempergunakan seluruh aktifitas produktifnya saat ini untuk kebutuhan dan keinginan konsumsi, tetapi menggunakan sebagian saja untuk pembuatan barang modal. Definisi Nurkse ini kemudian dilengkapi oleh Kuznets (Jhingan, 2010) yang mana pembentukan modal juga mencakup pembiayaan untuk pendidikan, rekreasi dan barang mewah yang memberikan kesejahteraan dan produktivitas lebih pada individu dan semua pengeluaran masyarakat yang berfungsi untuk meningkatkan moral penduduk yang bekerja.


(33)

Investasi merupakan unsur PDB yang paling sering berubah. Ketika pengeluaran atas barang dan jasa turun selama resesi, sebagian besar dari penurunan itu berkaitan dengan penurunan pengeluaran investasi (Mankiw, 2000). Investasi sebagai suatu kegiatan penggunaan uang untuk penyediaan barang-barang modal yang dipergunakan dalam suatu kegiatan ekonomi untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang (Sukirno, 2000).

Investasi tidak berarti pembelian saham, obligasi, atau asset keuangan lainnya. Investasi terdiri dari belanja untuk:

a. Pabrik dan peralatan baru b. Rumah baru

c. Kenaikan persediaan netto

Investasi usaha mencakup pembelian barang kapital saat ini atas ekspektasi adanya penerimaan di masa mendatang (McEachern, 2000). Ada 3 (tiga) bentuk pengeluaran investasi, yakni:

a. Investasi tetap bisnis (business fixed investment) mencakup peralatan dan struktur yang perusahaan beli untuk proses produksi.

b. Investasi residensial (residential investment) mencakup perumahan baru yang orang beli untuk ditinggali dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan.

c. Investasi persediaan (inventory investment) mencakup barang-barang yang perusahaan tempatkan di gudang termasuk bahan-bahan dan perlengkapan, barang setengah jadi dan barang jadi (Mankiw, 2000).


(34)

Pertumbuhan ekonomi suatu Negara erat kaitannya dengan tingkat produktivitas penggunaan modal. Dalam perencanaan makro, ICOR dapat digunakan untuk menaksir besarnya kebutuhan modal yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu (Susanti, 1995).

Cara menghitung besarnya ICOR adalah:

I/PDB x 100 % ICOR = ——————— ΔPDB (%)

Di mana:

ICOR = Menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi relatif akibat adanya investasi.

I/PDB x 100 % = Persentase investasi terhadap PDB

ΔPDB (%) = Laju pertumbuhan ekonomi (PDB)

Angka ICOR yang dianggap memiliki tingkat produktivitas investasi yang baik berada antara 3 – 4. Semakin tinggi ICOR memberikan indikasi kemungkinan terjadi inefisiensi dalam penggunaan investasi (Widodo, 1990).

Dari berbagai pendapat tentang definisi mengenai investasi, dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan suatu pengeluaran sejumlah dana dari investor atau pengusaha guna membiayai kegiatan produksi untuk mendapatkan profit di masa yang akan datang.


(35)

2.3. Pengaruh Investasi Bagi Suatu Perekonomian

Investasi dalam berbagai bentuknya akan memberikan banyak pengaruh kepada perekonomian suatu negara ataupun dalam cakupan yang lebih kecil, daerah. Karena dengan terciptanya investasi akan membawa suatu negara/daerah pada kegiatan ekonomi tertentu. Investasi yang akan berlanjut dengan suatu proses produksi akan menciptakan lapangan kerja, menciptakan barang-barang dan jasa untuk dipasarkan kepada konsumen dan interaksi antara produsen, dalam hal ini investor dan konsumen dalam menawarkan dan mengkonsumsikan barang-barang atau jasa pada gilirannya akan menciptakan kemajuan perekonomian dalam suatu negara/daerah.

Pengeluaran investasi merupakan hal yang sering dibahas dalam ekonomi makro karena pengeluaran investasi menentukan tingkat pertambahan stok capital dalam perekonomian, di mana stok kapital ini sangatlah menentukan tingkat pertumbuhan suatu negara dalam jangka panjang (Kelana,1996).

Investasi yang ditanamkan di dalam suatu perekonomian salah satunya ditentukan oleh adanya permintaan (demand) dari masyarakat, yaitu berupa konsumsi atas barang-barang konsumsi dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga merangsang tumbuhnya investasi-investasi baru. Seperti yang kita ketahui bahwa pendapatan yang diperoleh masyarakat akan digunakan untuk konsumsi dan mungkin sebagian lagi akan digunakan untuk ditabung. Sehingga apabila penggunaan pendapatan untuk konsumsi dilambangkan dengan C dan penggunaan pendapatan untuk ditabungkan dilambangkan dengan S, sedangkan pendapatan yang diterima


(36)

Khusus untuk kondisi di negara sedang berkembang, di mana pendapatan (income) masyarakat relatif rendah, hal ini disebabkan karena kemampuan dalam pemupukan modal juga relatif rendah yang disebabkan oleh lemahnya kemampuan menabung dari masyarakat yang tentu saja akan menciptakan kondisi yang diskondusif bagi terciptanya lembaga-lembaga keuangan. Padahal faktor-faktor tersebut sangat diperlukan di dalam proses pembangunan guna memacu pertumbuhan ekonomi.

Pembentukan modal merupakan faktor yang paling penting dan strategis di dalam proses pembangunan ekonomi. Pembentukan modal ini dapat juga disebut sebagai kunci utama menuju pembangunan ekonomi. Dalam proses pembentukan modal ini, ada tiga tingkatan proses yang dilewati, yaitu pertama, kenaikan tabungan nyata yang bergantung pada kemauan dan kemampuan untuk menabung dari masyarakat. Kedua, keberadaan lembaga kredit dan keuangan untuk menggalakkan dan menyalurkan tabungan agar dapat menjadi dana yang dapat diinvestasikan. Ketiga, penggunaan tabungan untuk tujuan investasi pada barang-barang modal di perusahaan. Pembentukan modal juga berarti pembentukan keahlian, karena keahlian kerap kali berkembang sebagai akibat pembentukan modal. Pembentukan keahlian jelas merupakan salah satu dampak dari adanya perkembangan investasi di mana investasi yang terus berkembang akan menuntut perkembangan teknologi yang ada (Jhingan, 1994).

Dalam konteks yang lain, penciptaan investasi juga membawa pengaruh kepada perkembangan suatu daerah. Dampak tersebut disebut dengan spread effect yaitu apabila suatu investasi yang ditanamkan di dalam suatu daerah membawa


(37)

perkembangan baik/positif bagi daerah lainnya, seperti tumbuhnya industri-industri pelengkap atau penunjang bagi industri utama di daerah pusat investasi.

2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto dapat diartikan sebagai estimasi total produk barang dan jasa yang diterima oleh masyarakat suatu daerah sebagai balas jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi yang dimilikinya. Dalam hal ini maka pendapatan yang dihasilkan atas penggunaan faktor-faktor tetapi berada di luar wilayah tersebut tidaklah diperhitungkan.

Mankiw (2006) dalam konsep dasar ekonomi makro indikator yang digunakan dalam mengukur pertumbuhan ekonomi, adalah produk domestik bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. Sedangkan menurut (Saggaf, 1999) dalam konsep regional Produk Domestik Bruto dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator ekonomi makro suatu daerah, yang menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan perekonomian daerah. Dengan menghitung PDRB secara teliti dan akurat baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai keberhasilan pembangunan di suatu daerah, yang memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi yang mewakili peningkatan produksi di berbagai sektor lapangan usaha yang ada Berdasarkan rumusan pengertian di atas, maka dalam konsep regional, pertumbuhan ekonomi daerah adalah angka yang ditunjukkan oleh besarnya tingkat pertumbuhan


(38)

Bagi suatu daerah provinsi, kabupaten/kota gambaran PDRB yang mencerminkan adanya laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dalam data sektor-sektor ekonomi yang meliputi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa lainnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari data konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal bruto, perubahan persediaan, ekspor dan impor. Sedangkan pertumbuhan ekonomi daearah dirumuskan sebagai berikut:

PDRBt - PDRBt-1

PED = x 100 %

PDRBt-1

Di mana: PED = Pertumbuhan Ekonomi Daerah

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto Periode Tertentu

PDRBt-1 = Produk Domestik Regional Bruto Periode Sebelumnya

Menurut Kusmadi dalam (Prihatin, 1999) produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan satu indikator ekonomi untuk mengukur kemajuan pembangunan di suatu wilayah. Sebagai nilai dari semua barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi, PDRB bermanfaat untuk mengetahui tingkat produk netto atau nilai tambah yang dihasilkan seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi, dan pola/struktur perekonomian pada satu tahun atau periode di suatu negara atau wilayah tertentu.

Berdasarkan lapangan usaha, PDRB dibagi dalam sembilan sektor, sedangkan secara makro ekonomi dibagi menjadi tiga kelompok besar yang disebut sebagai sektor


(39)

primer, sekunder dan tersier. Sektor primer apabila outputnya masih merupakan proses tingkat dasar dan sangat bergantung kepada alam, yang termasuk dalam sektor ini adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Untuk sektor ekonomi yang outputnya berasal dari sektor primer dikelompokkan ke dalam sektor sekunder, yang meliputi sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air minum serta sektor bangunan. Sedangkan sektor-sektor lainnya, yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor bank dan lembaga keuangan lainnya serta sektor jasa-jasa dikelompokkan ke dalam sektor tersier (Sitorus, dkk., dalam Prihatin, 1999).

Dalam perhitungan pendapatan nasional, terdapat 2 (dua) metode antara lain: 1. Metode langsung, yaitu perhitungan nilai tambah dari suatu lapangan usaha/sektor

atau sub sektor suatu region dengan cara mengalokasikan angka pendapatan nasional.

2. Metode tidak langsung, yaitu metode alokasi pendapatan nasional dengan memperhitungkan nilai tambah sektor/sub sektor suatu region dengan cara mengalokasikan angka pendapatan nasional dan sebagai dasar alokasi adalah jumlah produksi fisik, nilai produksi fisik, nilai produksi bruto/netto dan tenaga kerja, serta alokator tidak langsung.

Metode umum yang digunakan dalam kedua metode di atas adalah dengan metode langsung, seperti di Indonesia bahkan juga di Pemerintah Kota Medan (BPS Kota Medan, 2010).


(40)

Metode dimaksud dilaksanakan dengan beberapa pendekatan antara lain : 1. Pendekatan Produksi (Production Approach), yaitu menghitung nilai tambah dari

barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan biaya tiap-tiap sektor/sub sektor.

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach), yaitu menghitung nilai tambah setiap sektor kegiatan ekonomi dengan menjumlahkan semua balas jasa faktor-faktor produksi yaitu upah/gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung netto. 3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu menghitung nilai tambah suatu kegiatan ekonomi yang bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.

Pendekatan yang umum digunakan Negara Republik Indonesia adalah dari segi Pendekatan Produksi. Perlu diperhatikan bahwa dalam menjumlahkan hasil produksi barang dan jasa, haruslah dicegah perhitungan ganda (Double Countung/Multiple Counting). Hal tersebut penting sebab sering terjadi bahan mentah suatu sektor dihasilkan oleh sektor lain, sehingga nilai bahan mentah tersebut telah dihitung pada sektor yang menghasilkannya.

Produk Domestik Regional Bruto secara keseluruhan maupun sektoral umumnya disajikan dalam dua bentuk yaitu penyajian atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan dengan suatu tahun dasar .

Penyajian atas dasar harga berlaku menunjukkan besaran nilai tambah bruto masing-masing sektor, sesuai dengan keadaan pada tahun sedang berjalan. Dalam hal


(41)

ini penilaian terhadap produksi, biaya antara ataupun nilai tambahnya dilakukan dengan menggunakan harga berlaku pada masing-masing tahun.

Penyajian atas dasar harga konstan merupakan penyajian harga yang berlaku secara berkala, perkembangan pendapatan regional dapat diartikan sebagai perkembangan karena mengingkatnya produksi juga diikuti oleh meningkatnya harga-harga. Oleh kartena itu penyajian seperti ini masih dipengaruhi oleh adanya faktor perubahan harga (inflasi/deflasi).

Penyajian atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan harga tetap suatu tahun dasar. Dalam hal ini semua barang dan jasa yang dihasilkan, biaya antara yang digunakan ataupun nilai tambah masing-masing sektor dinilai berdasarkan harga-harga pada tahun dasar. Penyajian seperti ini akan memperlihatkan perkembangan produktivitas secara riil karena pengaruh perubahan harga (inflasi/deflasi) sudah dikeluarkan.

Angka PDRB secara absolut memberikan gambaran besarnya tingkat produksi suatu wilayah. Angka PDRB yang dinilai dengan harga konstan memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut yang diwakili oleh peningkatan produksi berbagai sektor.

Dari uraian-uraian tersebut akan diperlihatkan adanya kenaikan PDRB maupun pendapatan regional perkapita, perubahan dan pergeseran strukur ekonomi menurut sektor-sektor primer, sekunder maupun tertier. Pergeseran struktur pada masing-masing sektor yang bersangkutan seperti sektor pertanian, industri, perdagangan, pemerintahan dan sektor-sektor lainnya.


(42)

2.5. Pengeluaran Pemerintah

Dalam melaksanakan semua kegiatan, pemerintah membutuhkan sejumlah pembiayaan. Dalam hal ini didukung oleh penerimaan pemerintah baik yang berasal dari penerimaan daerah maupun penerimaan pembangunan. Kegiatan pemerintah yang berupa pengeluaran pemerintah dibagi dua yaitu: pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin adalah bagian yang biasanya dibelanjakan setiap tahun anggarannya secara teratur. Pengeluaran pembangunan adalah bagian dari pengeluaran yang khusus digunakan untuk pengeluaran pembangunan daerah.

Dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos utama yang dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa.

2. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai, perubahan gaji pegawai yang mempunyai proses makroekonomi di mana perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi tingkat permintaan secara tidak langsung.

3. Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment. Transfer payment adalah bukan pembelian barang/jasa oleh pemerintah di pasar barang, akan tetapi pos ini mencatat pembayaran atau pemberian pemerintah langsung kepada warganya, misalnya: pembayaran subsidi atau bantuan langsung tunai kepada berbagai golongan masyarakat. Pembayaran pensiun, pemabayaran pinjaman pemerintah kepada masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara administratif keduanya berbeda (Boediono, 2001).


(43)

Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemrintah itu, semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan.

Menurut Suparmoko (1996) sifat-sifat pengeluaran pemerintah:

1. Pengeluran yang self liquidating sebagian atau seluruhnya yaitu pengeluaran pemerintah yang berupa pemberian jasa kepada masyarakat yang pada akhirnya adanya pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa-jasa tersebut. 2. Pengeluaran pemerintah yang bersifat reproduktif, artinya mewujudkan

keuntungan-keuntungan ekonomi bagi masyarakat, dengan naiknya tingkatan penghasilan dan sasaran pajak yang lain yang akhirnya menaikkan penerimaan pemerintah.

3. Pengeluaran yang tidak self liquidating maupun yang tidak reproduktif yaitu pengeluaran yang langsung menambah kesejahteraan masyarakat.

4. Pengeluran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan. Misalnya: untuk pembiayaan pertahanan dan perang.

5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang

Keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah pada hakekatnya ditentukan oleh potensi sumber daya alam yang ada, prasarana dan sarana yang dibangun, modal yang tersedia serta kemampuan sumber daya manusia di masing-masing daerah. Keempat sumber daya tersebut harus cukup tersedia untuk menunjang pembangunan daerah (Sumodiningrat, 1996). Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi yang


(44)

diinginkan diperlukan mekanisme pembangunan yang lebih sistematis. Yang dimaksud dengan mekanisme pembangunan adalah gerak ke depan dari suatu sistem yang berdimensi pada produksi, pendapatan, tingkat hidup, sikap, kelembagaan serta kebijakan. Mekanisme pembangunan ini ditopang oleh sumber-sumber berupa modal fisik, modal manusia dan modal kelembagaan. Dalam usaha untuk meningkatkan pembangunan, ketiga-tiganya harus ditingkatkan kuantitasnya, diperbaiki kualitasnya dan dimanfaatkan secara lebih efisien. Jumlah penyediaan modal fisik ini dapat diukur dengan uang. Modal fisik dalam hal ini diasumsikan mewakili modal keseluruhan, sedangkan pendapatan nasional dianalogkan dengan produksi nasional, sehingga walaupun kurang tepat, suatu kenaikan pendapatan nasional dapat dipergunakan sebagai ukuran kemajuan ekonomi (Kunarjo, 1996).

Walaupun pengeluaran pemerintah secara keseluruhan sangat penting dalam sumbangannya terhadap pendapatan nasional, tetapi yang lebih penting lagi adalah penentuan komposisi dari pengeluaran pemerintah. Komposisi dari pengeluaran pemerintah merupakan strategi untuk mencapai sasaran dari pembangunan nasional. Dengan komposisi pengeluaran akan terjawab pertanyaan pengeluaran mana kiranya yang lebih diprioritaskan. Misalnya apakah pengeluaran rutin harus lebih besar dari biaya pembangunan ataukah sektor pertahanan diperbesar lebih dari anggaran untuk sektor-sektor lainnya (Kunarjo, 1996).

Anggaran belanja yang seimbang pada umumnya dititik beratkan pada perbaikan dan rehabilitasi prasarana. Di samping itu, anggaran belanja juga memegang peranan yang sangat penting dalam mendorong kredit investasi jangka menengah


(45)

melalui sistem perbankan. Dalam menyalurkan dana-dana kredit ke bidang-bidang produksi yang diprioritaskan, pemerintah mempergunakan suku bunga pinjaman yang berlainan tergantung sektor apa yang menjadi prioritas pembangunan, akan mendapata bunga pinjaman yang diprioritaskan.

2.6. Ekspor

Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu (Triyoso, 1984 dalam Jawas, 2008).

Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah out put dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat out put yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 1975 dalam Jawas, 2008)).

Ekspor maupun impor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekspor impor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai produk ekspor yang mana tanpa produk-produk tersebut, maka negara-negara miskin tidak akan mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian


(46)

usaha pembangunan mereka melalui promosi serta penguatan sektor-sektor ekonomi yang mengandung keunggulan komparatif, baik itu berupa ketersediaan faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah, atau keunggulan efisiensi alias produktifitas tenaga kerja. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam menganbil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki (Todaro dan Smith, 2004).

Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada umumnya, setiap negara perlu merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan internasional yang berorientasi ke luar. Dalam semua kasus, kemandirian yang didasarkan pada isolasi, baik yang penuh maupun yang hanya sebagian, tetap saja secara ekonomi akan lebih rendah nilainya daripada partisispasi ke dalam perdagangan dunia yang benar-benar bebas tanpa batasan atau hambatan apapun (Todaro dan Smith, 2004).

2.7. Tingkat Suku Bunga SBI (BI rate)

Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan system diskonto. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless), dan seluruh kepemilikan maupun transaksinya dicatat dalam sarana Bank Indonesia BI. Pihak-pihak yang dapat memiliki SBI adalah bank umum dan masyarakat. Bank dapat membeli SBI di pasar perdana sementara masyarakat hanya diperbolehkan membeli di pasar sekunder. (Wtjaksono, 2010)

Penerbitan SBI di pasar perdana dilakukan dengan mekanisme lelang pada setiap hari Rabu atau hari kerja berikutnya (dalam hal hari dimaksud adalah hari libur).


(47)

SBI diterbitkan dengan jangka waktu (tenor) 1 bulan sampai dengan 12 bulan dengan satuan unit terkecil sebesar Rp1 juta. Saat ini Bank Indonesia menerbitkan SBI dengan tenor 1 bulan dan 3 bulan. Penerbitan SBI tenor 1 bulan dilakukan secara mingguan sedangkan SBI tenor 3 bulan dilakukan secara triwulanan. Peserta lelang SBI terdiri dari bank umum dan pialang pasar uang Rupiah dan Valas(www.bi.go.id).

Metode lelang penerbitan SBI dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) cara yaitu melalui Variable Rate Tender (peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia) dan dengan Fixed Rate Tender (peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia).

Sejak awal Juli 2005, Bank Indonesia menggunakan mekanisme BI rate (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan oleh Bank Indonesia untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. Definisi BI rate sendiri menurut Bank Indonesia adalah suku bunga instrument sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada Rapat Dewan Gubernur triwulanan untuk berlaku selama triwulan berjalan, kecuali ditetapkan berbeda oleh Rapat Dewan Gubernur bulanan dalam triwulan yang sama (www.bi.go.id).

BI rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI 1 bulan hasil lelang operasi pasar terbuka berada di sekitar BI rate. Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga pasar uang antar bank dan suku bunga


(48)

jangka yang lebih panjang. Perubahan BI rate (SBI tenor 1 bulan) ditetapkan secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps).

BI rate ditetapkan oleh dewan gubernur dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1) Rekomendasi BI rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi

2) Berbagai informasi lainnya seperti indikator makro ekonomi, survey, pendapat ahli, hasil-hasil riset ekonomi, dll.

Saat ini Bank Indonesia menggunakan tingkat suku bunga SBI sebagai salah satu instrumen untuk mengedalikan inflasi. Apabila inflasi dirasakan cukup tinggi maka Bank Indonesia akan menaikkan tingkat suku bunga SBI untuk meredam kenaikan inflasi. Perubahan tingkat suku bunga SBI akan memberikan pengaruh bagi pasar modal dan pasar keuangan.

Apabila tingkat suku bunga naik maka secara langsung akan meningkatkan beban bunga. Perusahaan yang mempunyai leverage yang tinggi akan mendapatkan dampak yang sangat berat terhadap kenaikan tingkat bunga. Kenaikan tingkat bunga ini dapat mengurangi profitabilitas perusahaan sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap harga saham perusahaan yang bersangkutan.

Selain kenaikan beban bunga, tingkat suku bunga SBI yang tinggi dapat menyebabkan investor tertarik untuk memindahkan dananya ke deposito. Hal ini terjadi karena kenaikan tingkat suku bunga SBI akan diikuti oleh bank-bank komersial untuk menaikkan tingkat suku bunga simpanan. Apabila tingkat suku bunga deposito


(49)

lebih tinggi dari tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor, tentu investor akan mengalihkan dananya ke deposito. Terlebih lagi investasi di deposito sendiri merupakan salah satu jenis investasi yang bebas resiko. Pengalihan dana oleh investor dari pasar modal ke deposito tentu akan mengakibatkan penjualan saham besar-besaran sehingga akan menyebabkan penurunan indeks harga saham.

Bagi masyarakat sendiri, tingkat suku bunga yang tinggi berarti tingkat inflasi di negara tersebut cukup tinggi. Dengan adanya inflasi yang tinggi akan menyebabkan berkurangnya tingkat konsumsi riil masyarakat sebab nilai uang yang dipegang masyarakat berkurang. Ini akan menyebabkan konsumsi masyarakat atas barang yang dihasilkan perusahaan akan menurun pula. Hal ini tentu akan mengurangi tingkat pendapatan perusahaan sehingga akan mempengaruhi tingkat keuntungan perusahaan, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan tersebut (Sunariyah dalam Witjaksono, 2010).

2.8. Penelitian Sebelumnya

Adapun penelitian sebelumnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi investasi dapat dilihat pada Tabel 2.1.


(50)

Tabel 2.1. Reviw Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Variabel Hasil Penelitian

1 Prawatyo (1994) PDB, penegeluaran

pemerintah, suku bunga luar negeri, impor barang modal dan bahan baku sebagai faktor-faktor yang

mempengaruh investasi (PMA dan PMDN).

Produk domestik bruto (PDB), pengeluaran pemerintah dan suku bunga luar negeri memiliki pengaruh yang positif dan signifikan kecuali impor barang modal dan bahan baku yang tidak signifikan secara statistik terhadap investasi (PMA dan PMDN) di Indonesia. 2 Kerr and Peter

(2001)

Tingkat upah, nilai tukar, tingkat suku bunga, pajak yang dikenakan dan tingkat keterbukaan ekonominya (ekspor-impor) sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan FDI di China periode 1980-1998.

Hampir semua variabel yang diteliti memiliki pengaruh yang signifikan kecuali tingkat suku bunga.

3 Setiawan (2002) Pertumbuhan ekonomi (GDP), tingkat tabungan domestik (DSR), utang luar negeri (RFD), inflasi (INF) dan investasi asing langsung tahun sebelumnya (RFDI(-1)) sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi investasi asing langsung (FDI) di Indonesia.

Faktor yang mempengaruhi investasi asing langsung (FDI) di Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi (GDP), tingkat tabungan domestik (DSR), utang luar negeri (RFD), inflasi (INF) dan investasi asing langsung tahun sebelumnya (RFDI(-1)) memberikan pengaruh yang positif dan signifikan kecuali investasi asing langsung tahun sebelumnya tidak signifikan.

4 Sarwedi (2002) Variabel ekonomi (GDP, Growth,Wage dan Ekspor), variabel non ekonomi ( stabilitas politik (SP)) sebagai faktor yang mempengaruhinya investasi asing langsung di Indonesia (FDI).

Variabel ekonomi (GDP, Growth,Wage dan Ekspor) mempunyai hubungan positif dengan FDI, sedangkan variabel non ekonomi yaitu stabilitas politik (SP) mempunyai hubungan negatif.

5 Erdal and Tatoglu (2002)

Besarnya pangsa pasar, keterbukaan ekonomi untuk barang-barang dari luar negeri, infrastruktur yang memadai dan pasar dalam negeri yang menarik, nilai tukar yang tidak stabil, dampak dari tidak stabilnya ekonomi selama kurun waktu yang diteliti yakni 1980 – 1998 sebagai

faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

FDI di Turkey.

Besarnya pangsa pasar, keterbukaan ekonomi untuk barang-barang dari luar negeri, infrastruktur yang memadai dan pasar dalam negeri yang menarik memiliki dampak yang positif terhadap perkembangan arus modal asing (FDI) di Turkey. Sedangkan variabel nilai tukar yang tidak stabil memberikan pengaruh yang negatif terhadap perkembangan FDI selama kurun waktu yang diteliti yakni 1980 – 1998. Sedangkan dampak dari tidak stabilnya ekonomi adalah negatif dan tidak signifikan secara statistik terhadap perkembangan FDI di Turkey selama kurun waktu yang diteliti.


(51)

2.9. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian 2.10. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan dari beberapa kajian empiris yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: Ada pengaruh yang positif PDRB, pengeluaran pemerintah, nilai ekspor dan suku bunga terhadap perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara.

PDRB

Pengeluaran pemerintah Nilai Ekspor

Investasi Provinsi Sumatera Utara


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara. Faktor-faktor tersebut antara lain: PDRB, pengeluaran pemerintah, nilai ekspor dan suku bunga di Provinsi Sumatera Utara.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Provinsi Sumatera Utara.

3.3. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara adalah data sekunder dengan jenis data time series selama kurun waktu 25 tahun yaitu dari 1985 - 2009. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, Badan Investasi dan Promosi Provinsi Sumatera Utara, dan sumber-sumber lainnya, yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian yang terkait dalam penelitian ini. Adapun data yang diperlukan antara lain total investasi baik PMA dan PMDN di Provinsi Sumatera Utara dalam satuan milyar rupiah, PDRB dalam satuan milyar rupiah, pengeluaran pemerintah dalam satuan milyar rupiah, nilai ekspor dalam satuan jutaan dollar, dan suku bunga dalam satuan persen.


(53)

3.4. Analisis Data

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan investasi Provinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 1985 – 2009 dilakukan analisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Sebagai variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah total investasi (PMA dan PMDN) Provinsi Sumatera Utara dan sebagai variabel bebas (independent variable) adalah pendapatan regional, pengeluaran pemerintah, nilai ekspor dan suku bunga. Untuk itu fungsi persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

INV = f(PR, PP, NE, SB) ……….………(1)

Dari fungsi tersebut di atas, kemudian dispesifikasikan ke dalam model ekonometrika sebagai berikut (Sarwoko, 2005):

INV = b0 + b1PR+ b2PP+ b3NE+ b4

dimana :

SB µ

INV = Total Investasi (PMA dan PMDN) Provinsi Sumatera Utara (milyar rupiah)

PR = PDRB (milyar rupiah)

PP = Pengeluaran pemerintah (milyar rupiah) NE = Nilai ekspor (jutaan dollar)

SB = Suku Bunga (%) b0

b

= intercept

1,b2,b3

µ = Kesalahan penggangu = koefisien variabel


(54)

3.4.1. Uji Kesesuaian

Suatu masalah yang erat hubungannya dengan penaksiran koefisien regresi adalah kesesuaian (goodness of fit) regresi sampel secara keseluruhan. Kebaikan sesuai diukur dengan koefisien determinasi R2, yang mengatakan proporsi variasi variabel tidak bebas yang dijelaskan oleh variabel yang menjelaskan. R2

Pengujian satistik dilakukan dengan menggunakan uji-t (t-test) dan uji-F (F-test) serta perhitungan nilai koefisien determinasi R

ini mempunyai jangkauan antara 0 dan 1, semakin dekat ke 1 maka semakin baik kesesuiannya.

2

. Uji-t dimaksud untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara parsial. Sedangkan uji-F dimaksudkan untuk mengetahui signikasi statistik koefisien regresi secara bersama. Koefisien determinasi R2

3.4.2. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

bertujuan untuk melihat kekuatan variabel bebas menjelaskan variabel tidak bebas.

Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier, yang secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang terbentuk. Untuk itu perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik yang terdiri dari:

1. Uji Normalitas Data

Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi variable penggangu atau residual memiliki distribusi normal (Erlina, 2008). Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Untuk menguji apakah distribusi normal atau tidak dapat


(55)

dilihat melalui normal probability plot dengan membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Data normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Uji statistik dilakukan uji one sample Kolmogorov Smirnov Test, jika nilai Kolmogorov Smirnov signifikannya

di atas α = 0,05, maka Ho diterima yang berarti data residual berdistribusi normal

(Ghozali, 2005).

2. Uji Heterokedastsitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Dasar analisisnya dapat dilihat:

a) Jika titik-titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang, melebar kemudian memyempit) maka mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

b) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu y maka tidak terjadi heterokedastisitas.


(56)

3. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi di antara variabel independen (Erlina, 2008). Pengujian ini diperlukan untuk mengetahui apakah ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel indpenden lain dalam satu model. Jika terjadi korelasi, maka terdapat masalah multikolinieritas. Pada model regresi yang baik tidak terdapat korelasi di antara variabel independent. Pendeteksiannya dengan menggunakan tolerance value dan variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance value > 0,10 dan VIP < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas.

4 Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series. Sehingga terdapat saling ketergantungan antara faktor pengganggu yang berhubungan dengan observasi yang dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lainnya. Oleh sebab itu masalah autokorelasi biasanya muncul dalam data time series, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi dalam data cross sectional. Dalam konteks regresi, model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi atau penggunaan µi. Dengan menggunakan lambang Ε (µi, µj) = 0; i ≠ j. Secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Salah


(57)

satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah dengan memakai uji statistik Durbin Watson (DW test). Jika nilai Durbin Watson berbeda antara -2 sampai +2 berarti autokorelasi (Nugroho, 2005).

3.5. Definisi dan Batasan Operasional Penelitian

1. Total investasi (INV) adalah total investasi yang dilakukan baik PMA maupun PMDN Provinsi Sumatera dalam satu tahun selama periode tahun 1985-2009 (milyar rupiah).

2. Produk Domestik Regional Bruto (PR) adalah nilai output dari produksi barang-barang dan jasa-jasa di Provinsi Sumatera Utara dalam satu tahun. Data yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 selama periode tahun 1985-2009 (milyar rupiah).

3. Pengeluaran pemerintah (PP) adalah besarnya anggaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk membiayai kegiatan rutin dan pembangunan dalam satu tahun selama periode tahun 1985-2009 (milyar rupiah). 4. Nilai ekspor (NE) adalah nilai ekspor Provinsi Sumatera Utara dalam satu tahun

selama periode tahun 1985-2009 (milyar rupiah).

5. Suku bunga adalah tingkat suku bunga Bank di Provinsi Sumatera dalam satu tahun selama periode tahun 1985-2009 (%).


(58)

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Skala Ukur

Total Investasi (INV)

Total investasi yang dilakukan baik PMA maupun PMDN Provinsi Sumatera Utara dalam satu tahun selama periode tahun 1985-2009.

Rasio

PDRB (PR)

Nilai output dari produksi barang-barang dan jasa-jasa di Provinsi Sumatera Utara dalam satu tahun. Data yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 selama periode tahun 1985-2009 (milyar rupiah).

Rasio

Pengeluaran pemerintah (PP)

Besarnya anggaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk membiayai kegiatan rutin dan pembangunan dalam satu tahun selama periode tahun 1985-2009.

Rasio

Nilai Ekspor (NE)

Nilai ekspor Provinsi Sumatera Utara dalam satu tahun selama periode tahun 1985-2009

Rasio

Suku Bunga (SB)

Tingkat suku bunga Bank di Provinsi Sumatera Utara dalam satu tahun selama periode tahun 1985-2009.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Deskripsi Data Penelitian

Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus terlebih dahulu memperhatikan deskripsi data Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah ditentukan sebagai sampel.

Data kuantitatif yang dipergunakan pada penelitian ini adalah PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1985 sampai dengan 2009. Pengeluaran Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 1985 sampai dengan tahun 2009. Nilai ekspor Provinsi Sumatera tahun 1985 sampai dengan tahun 2009. Tingkat suku bunga Bank di Provinsi Sumatera Utara tahun 1985 sampai dengan tahun 2009. Nilai investasi Provinsi Sumatera tahun 1985 sampai dengan tahun 2009. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

4.1.2. Pertumbuhan Variabel Penelitian

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh selama 25 tahun pengamatan, maka diperoleh pertumbuhan data penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa selama periode pengamatan tahun 1985-2009 pertumbuhan variabel investasi, PDRB, pengeluaran pemerintah, nilai ekspor dan suku bunga Bank menunjukkan hasil yang berflkutuasi.


(60)

Tahun Investasi (Rp Milyar) PDFRB (Rp. Milyar) Pengeluaran Pemerintah (Rp. Milyar) Nilai Ekspor (000 US $

Suku Bunga (%)

N P N P N P N P N P

1985 276.18 8467.01 183.47 1332.42 8.45

1986 292.19 5.80 9049.40 6.88 196.72 7.22 1354.20 1.63 14.36 69.94 1987 213.89 -26.80 9872.33 9.09 218.07 10.85 1489.24 9.97 13.77 -4.11 1988 305.22 42.70 11451.68 16.00 302.83 38.87 1548.75 4.00 15.3 11.11 1989 351.55 15.18 13535.07 18.19 275.29 -9.09 1721.30 11.14 11.64 -23.92 1990 362.00 2.97 15942.46 17.79 318.66 15.75 1542.40 -10.39 17.87 53.52 1991 359.13 -0.79 13756.21 -13.71 313.90 -1.49 1792.00 16.18 18.03 0.90 1992 320.85 -10.66 15248.05 10.84 336.90 7.33 2012.50 12.30 13.73 -23.85 1993 349.28 8.86 18089.56 18.64 383.20 13.74 2228.40 10.73 9.09 -33.79 1994 484.04 38.58 19942.02 10.24 458.70 19.70 2689.40 20.69 11.59 27.50 1995 521.25 7.69 21753.81 9.09 515.60 12.40 3107.20 15.54 13.34 15.10 1996 590.24 13.24 23714.74 9.01 584.00 13.27 3102.40 -0.15 12.26 -8.10 1997 614.03 4.03 24842.86 4.76 660.80 13.15 3443.60 11.00 17.38 41.76 1998 664.19 8.17 22332.69 -10.10 771.00 16.68 2713.61 -21.20 37.84 117.72 1999 485.46 -26.91 22910.09 2.59 342.50 -55.58 2606.22 -3.96 12.39 -67.26 2000 883.60 82.01 69823.37 204.77 865.80 152.79 2437.76 -6.46 14.53 17.27 2001 821.98 -6.97 72699.35 4.12 916.20 5.82 2294.80 -5.86 17.62 21.27 2002 864.70 5.20 76454.82 5.17 1021.30 11.47 2892.00 26.02 12.99 -26.28 2003 1383.88 60.04 81189.62 6.19 1352.00 32.38 2687.88 -7.06 8.31 -36.03 2004 1231.70 -11.00 84982.47 4.67 1501.50 11.06 4239.41 57.72 7.43 -10.59 2005 1038.19 -15.71 89062.04 4.80 1830.60 21.92 4563.08 7.63 12.75 71.60 2006 2714.33 161.45 94067.72 5.62 2184.70 19.34 5523.90 21.06 9.75 -23.53 2007 2644.72 -2.56 100335.00 6.66 2560.70 17.21 7082.90 28.22 8.00 -17.95 2008 2687.92 1.63 106152.10 5.80 2967.30 15.88 9261.98 30.77 10.83 35.38 2009 588.30 -78.11 107303.10 1.08 3444.56 16.08 6460.12 -30.25 6.46 -40.35

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2010 Keterangan : N = Nilai (Rp)

P = Pertumbuhan (%)

Pertumbuhan investasi yang tertinggi pada tahun 2006 yaitu 161,45%, sedangkan pertumbuhan negatif terjadi pada tahun 1987, 1991. 1992. 1999, 2001, 2004. 2005, 2007 dan 2009. Pertumbuhan PDRB yang tertinggi pada tahun 2000 yaitu 204,77%, sedangkan pertumbuhan negatif terjadi pada tahun 1991 dan 1998.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sritua, 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. UI – Press. Jakarta. Arsyad, Lincolin. 1992. Ekonomi Pembangunan. STIE – YKPN. Yogyakarta.

---. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Pertama. Penerbit BPFE – UGM. Yogyakarta.

Azis, Iwan Jaya. 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia. LPFE – UI. Jakarta.

Deliarnov. 1995. Pengantar Ekonomi Makro. Penerbit UI – Press. Jakarta.

Djamin, Zulkarnain. 1995. Struktur Perekonomian dan Strategi Pembangunan Indonesia, UI – Press. Jakarta.

Dornbusch, Rudiger dan Stanley Fischer. 1994. Makro ekonomi. Alih bahasa Julius A. Mulyadi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Dumairy. 1995. Evaluasi Kebijakan Pemerintah Menanggulangi Masalah Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia. Aditya Media. Yogyakarta.

Erdal, Fuat and Ekrem Tatoglu. 2002. Locational Determinants of Foreign Direct Investment in An Emerging Market Economy: Evidence from Turkey. Multinational Business Review, Vol. 10, No.1.

Esmara, Hendra. 1986. Politik Perencanaan Pembangunan: Teori Kebijaksanaan dan Praktek. Gramedia. Jakarta.

Farrell, Roger, Noel Gaston and Jan-Egbert Sturm. 2000. Determinants of Japan’s Foreign Direct Investment: A Panel Study, 1984-1995. CJES Research Papers, No. 2001 – 1. Australia. Gujarati, Damodar.1995. Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa Sumarno Zain. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hasibuan, Nurimansjah.1993. Pemerataan dan Pembangunan Ekonomi: Teori dan Kebijaksanaan.

Penerbit Universitas Sriwijaya. Palembang.

Insukindro. 1993. Ekonomi Uang dan Bank: Teori dan Pengalaman di Indonesia. Edisi Pertama. BPFE – UGM. Yogyakarta.

---. 2000. Dasar-Dasar Ekonometrika. Kerjasama Bank Indonesia Dengan Program Studi MEP UGM. MEP – UGM. Yogyakarta.

Jhingan, M.L. 1994. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Diterjemahkan oleh D.Guritno. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(2)

Kerr, Ian A and Vasanthi Monsingh Peter, 2001. The Determinants of Foreign Direct Investment In China. Asia Pasific Journal of Economics and Business, 2001. Western Australia:

Kunarjo.1996. Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan. UI –Press. Jakarta. Mankiw, N.Gregory. 2000. Teori Makro Ekonomi. Erlangga. Jakarta.

Mc Eachern, William A. 2000. Ekonomi Makro Pendekatan Kontemporer. Salemba Empat. Jakarta. Prawatyo, Adhita. 1994. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi Swasta di Indonesia, 1969 – 1990.

Skripsi FE – UGM, Yogyakarta. Tidak Dipublikasikan.

Richardson, Harry W. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional. Terjemahan Paul Sitohang. LPFE – UI. Jakarta.

Samuelson, P.A dan William Nordhaus. 1997. Teori Ekonomi Makro. Penerbit Erlangga. Jakarta. Sarwedi. 2002. Investasi Asing Langsung di Indonesia dan Faktor yang Mempengaruhinya. Sarwoko. 2005. Dasar-Dasar Ekonometrika. Andi. Yogyakarta.

Setiawan, Gandy. 2002. The Impact of Foreign Direct Investment on Indonesia’s Economic Growth. KDI School of Public Policy and Management. Master Thesis.

Soetrisno, Lukman. 1990. Ketimpangan Pembangunan, Suatu Tinjauan Sosial Budaya. Agro Ekonomi, No. 2 Thn XI, Yayasan Agro Ekonomi. Yogyakarta.

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan. LPFE – UI dan Bima Grafika. Jakarta.

Sumodiningrat, Gunawan. 1996. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. Bina Rena Pariwara. Jakarta.

Susanti, Hera, M. Ikhsan dan Widyanti. 1995. Indikator-Indikator Makro Ekonomi. LPFE – UI. Jakarta. Thee, Kian Wee. 1981. Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan: Beberapa Pendekatan Alternatif.

LP3ES. Jakarta.

Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta.

Widodo, HG Suseno Triyanto. 1990. Indikator Ekonomi Dasar Perhitungan Perekonomian Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.


(3)

Lampiran 1. Deskripsi Statistik

Descriptives

Statistics

Investasi

Pendapatan Regional

Pengeluaran

Pemerintah Nilai Ekspor

Suku Bunga Bank

N Valid 25 25 25 25 25

Missing 0 0 0 0 0

Mean 841.9518 45319.1028 980.2520 3205.0979 13.4284

Median 588.3000 22910.0900 584.0000 2687.8770 12.7500

Mode 213.89(a) 8467.01(a) 183.47(a) 1332.42(a) 6.46(a)

Std. Deviation 756.70729 36938.46752 929.98064 1992.64153 6.08817

Variance 572605.929 1364450382.780 864863.982 3970620.285 37.066

Range 2500.44 98836.09 3261.09 7929.56 31.38

Minimum 213.89 8467.01 183.47 1332.42 6.46

Maximum 2714.33 107303.10 3444.56 9261.98 37.84


(4)

Lampiran 2. Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

-2-10123

Regression Standardized Residual

01234567

Frequency

Mean = -6.38E-16 Std. Dev. = 0.913 N = 25

Dependent Variable: Investasi Histogram

0.00.20.4Observed Cum Prob0.60.81.0 0.00.2

0.40.60.81.0

Expected Cum Prob

Dependent Variable: Investasi Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual


(5)

Uji Multikolinearitas

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -525.078 297.490 -1.765 .093

Pendapatan Regional .017 .005 .824 3.124 .005 .153 6.529

Pengeluaran

Pemerintah .813 .335 .999 2.424 .025 .263 8.955

Nilai Ekspor .418 .108 1.101 3.878 .001 .132 7.569

Suku Bunga Bank 4.404 13.785 .035 .319 .753 .866 1.155

a Dependent Variable: Investasi

Uji Autokorelasi

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 .887(a) .787 .744 382.60362 1.862

a Predictors: (Constant), Suku Bunga Bank, Nilai Ekspor, Pendapatan Regional, Pengeluaran Pemerintah

b Dependent Variable: Investasi

Uji Heteroskedastisitas

-2Regression Standardized Predicted Value-10123

-4-3-2-10123

Regression Studentized Residual

Dependent Variable: Investasi Scatterplot


(6)

Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Berganda

Variables Entered/Removed(b)

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1

Suku Bunga Bank, Nilai Ekspor, Pendapatan Regional, Pengeluaran Pemerintah(a)

. Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Investasi

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .887(a) .787 .744 382.60362

a Predictors: (Constant), Suku Bunga Bank, Nilai Ekspor, Pendapatan Regional, Pengeluaran Pemerintah

ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 10814831.630 4 2703707.907 18.470 .000(a)

Residual 2927710.673 20 146385.534

Total 13742542.303 24

a Predictors: (Constant), Suku Bunga Bank, Nilai Ekspor, Pendapatan Regional, Pengeluaran Pemerintah

b Dependent Variable: Investasi

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -525.078 297.490 -1.765 .093

Pendapatan Regional .017 .005 .824 3.124 .005

Pengeluaran Pemerintah .813 .335 .999 2.424 .025

Nilai Ekspor .418 .108 1.101 3.878 .001

Suku Bunga Bank 4.404 13.785 .035 .319 .753