Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Sektor Pertanian Di Sumatera Utara

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

REHULINA BANGUN

087018015/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

REHULINA BANGUN

087018015/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Rehulina Bangun Nomor Pokok : 087018015

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir, Rahmanta , M.Si) (Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji` pada

Tanggal : 12 Februari 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Rahmanta, M.Si

Anggota : 1. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si 2. Dr. Murni Daulay, M.Si

4. Drs. Iskandar Syarief, MA 4. Drs. Rujiman, MA


(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh Investasi sektor pertanian satu tahun sebelumnya, Indeks harga produk pertanian, Suku bunga pinjaman sektor pertanian dan krisis ekonomi terhadap investasi sektor pertanian di Sumatera Utara.

Pengumpulan data diperoleh dari data skunder yaitu data Investasi, Indeks harga produk pertanian, dan suku bunga pinjaman sektor pertanian dari tahun 1982 sampai dengan tahun 2007.. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Autoregressive.

Dari hasil analisa data diketahui model yang digunakan dalam mengestimasi faktor- faktor yang mempengaruhi investasi sektor pertanian sudah baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik, juga karena variasi kemampuan variabel- variabel penjelas dalam menjelaskan Investasi sektor pertanian tergolong tinggi, dengan tingkat R2 = 0.849 dapat disimpulkan bahwa dari segi uji kesesuaian

(Test of goodness of fit) cukup baik, dan hanya 15.1 persen dari determinan yang mempengaruhi Investasi sektor pertanian dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. Secara serempak (simultan) variabel- variabel eksplanatori yang digunakan sangat signifikan pada α = 5% terhadap Investasi sektor pertanian. Dari hasil analisis data diketahui bahwa secara parsial setiap variabel independen (investasi sektor pertanian satu tahun sebelumnya, indeks harga produk pertanian, suku bunga pinjaman sektor pertanian dan krisis ekonomi) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap investasi sektor pertanian di Sumatera Utara..Variabel yang signifikan tersebut sebagai modal utama yang mengindikasikan adanya peningkatan investasi sektor pertanian di Sumatera Utara.

Kata kunci : Investasi sektor pertanian, Indeks harga Produk Pertanian, Suku Bunga Sektor Pertanian, Krisis Ekonomi.


(6)

ABSTRACT

This research is aiming at analyzing the influence of previous year Agriculture

sector investment, Agricultural products price index, Agriculture sector loan interest rate and economic crisis on investment in agricultural sector in Sumatera Utara. Secondary data on investment, Agriculture products price index, Agricultural sector loan interest rate, on 1982 up to 2007 are used in this research. Econometrica model using autoregressive method is used in analyzing the data.

Based on the data analysis, it is found that the model used to estimate factors influencing investment on agricultural sectors is good the reasons are this model is not against the classical assumption. The high varied ability of the independent variables to clarify the investment in agricultural sector, using R2= 0,849 it is concluded that from test of goodness of fit point of view it is good, only 15,1 % of the determiners influences the investment that clarified by other variables not involvedin the research model. Simultaneonsly the independent variables is significant on investment in agricultural sector by α = 5% from the data analysis it is found that partially every independent variable (previous year investment on agricultural sctor, agricultural products price index, agricultural sector loan interet rate, and economic crisis) significantly influence the agricultural sector invesment in Sumatera Utara. This significant variables is a crucial asset that indicates investment progress in agricultural sector in Sumatera Utara.

Keywords : Agricultural sector investment, Agricultural products price index, Agricultural sector interest rate, Economic crisis.


(7)

KATA PENGANTAR

Segalah puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa , yang telah memberikan hikmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul “Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Sektor Pertanian di Sumatera Utara” sebagai tugas akhir pada Program Studi Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucakan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian Tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr Ir. Rahmanta, M.Si, sebagai Pembimbing I, yang banyak memberikan

arahan, bimbingan dan dorongan pemikiran hingga Tesis ini dapat selesai.

2. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si, sebagai pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan dan arahan untuk penyelesaian Tesis ini.

3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar, khususnya pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.

5. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 14 yang telah sama-sama


(8)

berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.

6. Suamiku Rustam H Simatupang dan seluruh keluarga besarku yang selama ini turut memberikan dorongan moril dan materil hingga penulis mampu menyelesaikan Tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Tuhan Yang maha Esa memberikan limpahan rahmat dan hidayahnya kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.

Medan, Februari 2010 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Rehulina Bangun

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 19 Januari 1963

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Sttus Perkawinan : Menikah Nama Orang Tua

Ayah : Djawali Bangun

Ibu : Ngota br Sembiring

Alamat Rumah : Jl. Cengkeh Raya No.16

Kel. mangga, Medan Tuntungan.

Pendidikan

1. Tahun 1970-1976 : SD Perg. Sutomo Medan 2. Tahun 1976-1979 : SMP Perg. Sutomo Medan 3. Tahun 1979-1982 : SMA Tunas Kartika Medan

4. Tahun 1982-1987 : Fak. Ekonomi Univ. Sumatera Utara Medan 5. Tahun 2008-2010 : Sekolah Pascasarjana Program Studi Ekonomi


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... .. 1

1.1. Latar Belakang ... .. 1

1.2. Perumusan Masalah ... .. 9

1.3. Tujuan Penelitian ... .. 9

1.4. Manfaat Penelitian ... .. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... .. 11

2.1. Ruang Lingkup dan Ciri-Ciri Umum Pertanian ... .. 11

2.2. Pengertian Investasi ... ... 18

2.3. Teori-Teori Investasi... ... 19

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi ... ... 24

2.5 Tingkat Indeks Harga Barang-Barang Produk Pertanian... ... 29

2.6 Tingkat Suku Bunga ... ... 30

2.7. Penelitian Terdahulu ... ... 31

2.8. Kerangka Pemikiran ... ... 35


(11)

BAB III METODE PENELITIAN ... .... 37

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... .... 37

3.2. Sumber Data ... .... 37

3.3. Metode Analisis ... .... 38

3.4. Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) ... .... 39

3.5. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... .... 40

3.6. Definisi Operasional... .... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... .... 43

4.1. Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara... 43

4.2. Pengembangan Wilayah Sumatera Utara... .... 47

4.3. Kondisi Perekonomian Sumatera Utara ... .... 48

4.4 Perkembangan Indeks Harga Produk Pertanian... .... 54

4.5. Perkembangan Suku Bunga Sektor Pertanian... ... 57

4.6. Krisis Ekonomi ... ... 60

4.7. Perkembangan Investasi Sektor Pertanian ... ... 62

4.8. Hasil Analisis Data dan Pembahasan... ... 64

4.8.1 Deskripsi data ... ... 64

4.8.2 Uji Statistik Hasil Estimasi Model Penelitian ... ... 65

4.8.3. Uji Asumsi Klasik ... ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 74

5.1.Kesimpulan ... 74

5.2.Saran ... 75


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Kontribusi Sektor Pertanian dan Sektor Industri Terhadap

PDRB Sumatera Utara Tahun 1987-2007 ... 5

1.2 Ekspor Pertanian di Sumateta Utara Tahun 1987-2007 …..………….. 6

1.3 Investasi pada Sektor Pertanian di Sumatera Utara ... 8

4.1 PDRB Sumatera Utara Tahun 1987 – 2007 ... 49

4.2 Indeks Harga Produk Pertanian Tahun 1982-2007 ………..………….. 55

4.3 Suku Bunga Sektor Pertanian Tahun 1982 – Tahun 2007 ... 58

4.4 Investasi Sektor Pertanian Sumatera Utara Tahun 1982-2007 ... 62

4.5 Rangkuman Statistik Deskriptif ... 65

4.6 Uji LM Test ... 72


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kurva Investasi Otonom ... 21

2.2 Kurva Investasi terpengaruh ... 22

2.3 Kurva Fungsi Investasi... 25

4.1 PDRB Sumatera Utara Tahun 1987 - 2007... 50

4.2 Indeks Harga Produk Pertanian Tahun 1982 - 2007 ... 56

4.3 Suku Bunga Pinjaman Sektor pertanian Tahun 1982 - 2007 ... 59


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Tabulasi Data Variabel... 79

2. Rangkuman Statistik Deskriptif ... 80

3. Hasil regresi ... 81

4. Uji Multikolinearitas ... 82


(15)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh Investasi sektor pertanian satu tahun sebelumnya, Indeks harga produk pertanian, Suku bunga pinjaman sektor pertanian dan krisis ekonomi terhadap investasi sektor pertanian di Sumatera Utara.

Pengumpulan data diperoleh dari data skunder yaitu data Investasi, Indeks harga produk pertanian, dan suku bunga pinjaman sektor pertanian dari tahun 1982 sampai dengan tahun 2007.. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Autoregressive.

Dari hasil analisa data diketahui model yang digunakan dalam mengestimasi faktor- faktor yang mempengaruhi investasi sektor pertanian sudah baik, karena model terbebas dari pelanggaran asumsi klasik, juga karena variasi kemampuan variabel- variabel penjelas dalam menjelaskan Investasi sektor pertanian tergolong tinggi, dengan tingkat R2 = 0.849 dapat disimpulkan bahwa dari segi uji kesesuaian

(Test of goodness of fit) cukup baik, dan hanya 15.1 persen dari determinan yang mempengaruhi Investasi sektor pertanian dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. Secara serempak (simultan) variabel- variabel eksplanatori yang digunakan sangat signifikan pada α = 5% terhadap Investasi sektor pertanian. Dari hasil analisis data diketahui bahwa secara parsial setiap variabel independen (investasi sektor pertanian satu tahun sebelumnya, indeks harga produk pertanian, suku bunga pinjaman sektor pertanian dan krisis ekonomi) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap investasi sektor pertanian di Sumatera Utara..Variabel yang signifikan tersebut sebagai modal utama yang mengindikasikan adanya peningkatan investasi sektor pertanian di Sumatera Utara.

Kata kunci : Investasi sektor pertanian, Indeks harga Produk Pertanian, Suku Bunga Sektor Pertanian, Krisis Ekonomi.


(16)

ABSTRACT

This research is aiming at analyzing the influence of previous year Agriculture

sector investment, Agricultural products price index, Agriculture sector loan interest rate and economic crisis on investment in agricultural sector in Sumatera Utara. Secondary data on investment, Agriculture products price index, Agricultural sector loan interest rate, on 1982 up to 2007 are used in this research. Econometrica model using autoregressive method is used in analyzing the data.

Based on the data analysis, it is found that the model used to estimate factors influencing investment on agricultural sectors is good the reasons are this model is not against the classical assumption. The high varied ability of the independent variables to clarify the investment in agricultural sector, using R2= 0,849 it is concluded that from test of goodness of fit point of view it is good, only 15,1 % of the determiners influences the investment that clarified by other variables not involvedin the research model. Simultaneonsly the independent variables is significant on investment in agricultural sector by α = 5% from the data analysis it is found that partially every independent variable (previous year investment on agricultural sctor, agricultural products price index, agricultural sector loan interet rate, and economic crisis) significantly influence the agricultural sector invesment in Sumatera Utara. This significant variables is a crucial asset that indicates investment progress in agricultural sector in Sumatera Utara.

Keywords : Agricultural sector investment, Agricultural products price index, Agricultural sector interest rate, Economic crisis.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor pertanian menjadi tumpuan hidup (pekerjaan primer) bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Sekurang-kurangnya 44% dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2002 yang bekerja disektor pertanian. Sektor pertanian juga menjadi sumber pangan publik. Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan masalah yang sangat serius karena jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar (lebih dari 200 juta jiwa) kebutuhan pasokan pangan menjadi sangat besar pula. Ketergantungan Negara kita kepada impor bahan pangan masih cukup tinggi. Sebagai contoh, pada tahun 1998 indonesia masih mengimpor beras sebesar Rp 7,518 triliun (BPS, 1999). Produksi kacang kedelai pada tahun 2003 sebesar 672,37 ton, sedangkan kebutuhannya sebesar 1951 ton, hal ini berarti sebesar 1278 ton harus diimpor. Fenomena ini menunjukkan Indonesia sebagai negara agraris tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat dari hasil pertaniannya. Sejarah pembangunan Indonesia menunjukkan bahwa masalah keamanan pangan sangat erat kaitannya dengan stabilitas ekonomi (khususnya inflasi), biaya hidup dan stabilitas sosial politik nasional.


(18)

Sektor pertanian juga menempati posisi penting sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto dan penyumbang devisa yang relatif besar dan cukup lentur dalam menghadapi gejolak moneter dan krisis ekonomi, oleh karena produksinya berbasis pada sumber daya domestik maka ekspor produk pertanian relatif lebih tangguh dan relatif stabil dengan penerimaan ekspor yang meningkat pada saat terjadi krisis ekonomi. Lebih dari itu sektor pertanian memiliki keunggulan khas dari sektor- sektor lain dalam perekonomian, antara lain, produksi pertanian berbasis pada sumber daya domestik, kandungan impornya rendah dan relatif lebih tangguh menghadapi gejolak perekonomian eksternal, dengan demikian upaya mempertahankan dan meningkatkan peranan sektor pertanian merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan ketahanan ekonomi. Hal ini terbukti dari fakta empiris, disaat Indonesia menghadapi krisis dan secara nasional mengalami laju pertumbuhan ekonomi negatif yaitu berkisar -13,6% menurut perhitungan BPS pada tahun 1998 , hanya sektor pertanian yang tumbuh positif yaitu 5,32% pada triwulan I tahun 1998. (Solahuddin, 2009).

Selain pertimbangan di atas sektor pertanian perlu mendapat prioritas utama karena sektor ini merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri Namun dalam pelaksanaannya ada persepsi yang salah bahwa kemajuan suatu bangsa tidak mungkin dicapai melalui pemberdayaan sektor pertanian, oleh karena itu strategi industrialisasi sering digunakan untuk mencapai kesejahteraan. Pada masa orde baru proses industrialisasi dilakukan dengan gencar dalam rangka transformasi struktural perekonomian Indonesia Tetapi proses industrialisasi tersebut belum dapat mengkait


(19)

kebelakang (backward linkage) kesektor pertanian. Dengan kata lain sektor pertanian tidak mendapat perhatian yang cukup seimbang dibandingkan sektor industri. Ini berakibat pada tertinggalnya sektor pertanian dari sektor industri, terutama dalam struktur masyarakatnya, dimana sampai saat ini masyarakat yang hidup disektor pertanian (petani) kurang sejahtera dibandingkan dengan masyarakat yang hidup disektor industri. Misalnya pada tahun 1998 jumlah penduduk miskin yang tersebar dipedesan sebesar 56,8 juta dan diperkotaan 22,6 juta. (Solahuddin,2009). Transformasi struktural akan kurang berarti apabila ada ketimpangan atau ketertinggalan pembangunan antar sektor, karena proses pembangunan adalah proses yang saling terkait antara satu sektor dengan sektor lainnya. ketertinggalan satu sektor dalam pembangunan akan mengakibatkan pertumbuhan pembangunan yang tidak seimbang dan tidak kokoh. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia merupakan bukti kerapuhan ekonomi nasional akibat adanya ketimpangan pembangunan antar sektor. Industrialisasi yang berkembang pada masa pembangunan jangka panjang (PJP) I, lebih banyak bertumpu pada Foot loose industry dan digerakkan oleh kecenderungan industrialisasi dinegara-negara maju. Industri semacam ini sangat bergantung pada komponen impor, sehingga ketergantungan tersebut menjadi salah satu penyebab krisis ekonomi.

Ada beberapa faktor yang bisa diungkapkan bahwa sektor pertanian menjadi penting dalam proses pembangunan, yaitu :

1) sektor pertanian menghasilkan produk yang diperlukan sebagai input sektor lain, terutama sektor industri (Agroindustri).


(20)

2) Sebagai negara agraris populasi disektor pertanian (pedesaan) membentuk proporsi yang sangat besar. Hal ini menjadi pasar yang sangat besar bagi produk- produk dalam negeri terutama produk pangan. Sejalan dengan itu ketahanan pangan yang terjamin merupakan prasyarat kestabilan sosial dan politik.

3) Sektor pertanian merupakan sumber daya alam yang memiliki keunggulan komparatif dibanding negara lain. Proses pembangunan yang ideal mampu menghasilkan produk- produk pertanian yang memiliki keunggulan komperatif baik untuk kepentingan ekspor maupun substitusi impor. (Tambunan, 2001).

Propinsi Daerah Sumatera Utara yang terdiri dari 17 daerah dan kabupaten memiliki luas 71.680 Km2, dikenal sebagai daerah yang memiliki potensi yang

besar bagi pengembangan sektor pertanian, bahkan beberapa komoditi yang dihasilkan daerah ini adalah merupakan komoditi ekspor. Dataran rendah pantai timur merupakan daerah pertanian dan perkebunan yang luas dan memiliki kesuburan tanah yang lebih baik, jika dibandingkan dengan wilayah pantai barat, sementara wilayah dataran tinggi sebagian besar diusahakan untuk tanaman pangan seperti padi, palawija, holtikultura serta tanaman perkebunan rakyat.

Potensi yang besar dari sektor pertanian di Sumatera Utara patut mendapat perhatian Pemerintah dan masyarakat untuk pengembangannya, sehingga dapat menjadi sektor andalan yang menyumbang pada pertumbuhan ekonomi Sumatera


(21)

Utara. Keunggulan sektor pertanian di Sumatera Utara dapat dilihat dari perbandingan sumbangan sektor pertanian dengan sektor industri terhadap PDRB Sumatera Utara,seperti ditunjukkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.1 Kontribusi Sektor Pertanian dan Sektor Industri Terhadap PDRB Sumatera Utara Tahun 1987-2007

Tahun Sektor Pertanian (%) Sektor Industri (%) Sektor Lain (%)

1987 39.5 21.4 39.1

1988 38.7 22.6 38.7

1989 37.9 23.3 38.8 1990 36.3 24.5 39.2 1991 35.73 24.32 39.95

1992 35.88 44.58 19.54

1993 30.21 30.13 39.66

1994 29.06 29.51 41.43

1995 28.88 29.70 41.42

1996 26.14 24.29 49.57

1997 26.95 23.86 49.19

1998 30.88 22.34 46.78

1999 31.81 21.76 46.43

2000 31.79 21.49 46.72

2001 31.06 26.65 42.29

2002 30.57 21.85 47.58 2003 30.17 21.68 48.15 2004 29.65 21.52 48.83 2005 25.25 24.24 50.51 2006 24.34 24.07 51.59 2007 23.91 23.66 52.43 Sumber : BPS Sumatera Utara

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Sumatera Utara sangat besar yaitu rata-rata setiap tahunnya sebesar 28,54% dibandingkan dengan kontribusi sektor industri yang rata-rata sebesar


(22)

23,12% pertahun. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendapatan dari sektor pertanian bisa digunakan untuk pembangunan dan pengembangan sektor pertanian terutama yang berbasis komoditi ekspor. Dimana perkembangan ekspor pertanian Sumatera Utara dalam beberapa tahun terakhir cukup tinggi. Pertumbuhan dan perkembangan ekspor sektor pertanian di Sumatera Utara ditunjukkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.2 Ekspor Pertanian di Sumatera Utara Tahun 1987-2007

Ekspor Pertanian Tahun

Nilai (juta Rp) Pertumbuhan

(%)

1987 463.323 -

1988 545.290 17.69

1989 702.403 28.81

1990 723.503 2.98

1991 843.002 16.52

1992 728.725 -13.55

1993 828.164 13.64

1994 903.392 9.13

1995 1.182.023 30.84

1996 938.492 -20.60

1997 885.801 5.61

1998 1.088.026 26.22

1999 981.148 -9.82

2000 824.352 15.98

2001 1.035.362 25.6

2002 885.245 14.5

2003 838.057 -5.33

2004 1.024.946 22.3

2005 1.044.992 3.57

2006 1.077.964 7.33

2007 1.563.208 22.4


(23)

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa nilai ekspor pertanian mengalami fluktuasi, dan selama krisis moneter dari tahun 1997 ketahun 1998 ekspor pertanian mengalami peningkatan cukup signifikan sebesar 26.22%, dari 885 juta rupiah menjadi hampir 1 milyar rupiah. Kenaikan ekspor pertanian ini tersebut disebabkan terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika.

Investasi melalui pembentukan modal akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi suatu bangsa. Investasi baik yang berasal dari dalam negeri maupun asing sangat diperlukan untuk meningkatkan kegiatan proses produksi termasuk produktivitasnya maupun distribusi input dan output sektor tertentu. Melalui investasi kapasitas produksi dapat ditingkatkan dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Investasi disektor pertanian selama ini dianggap kurang memberikan keuntungan baik bagi target pendapatan pemerintah maupun swasta domestik dan asing, sehingga investasi untuk sektor pertanian setiap tahun mengalami penurunan. Padahal investasi sektor pertanian sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi, memacu pertumbuhan sektor pertanian dalam meningkatkan pendapatan masyarakat yang sebagian besar hidup dari sektor ini, menyediakan lapangan kerja dan bahan baku bagi industri.

Target pembangunan perekonomian Indonesia didasarkan pada Triple Track Srtategy yang dicanangkan Presiden RI periode tahun 2004-2009, yaitu :

1) Pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada peningkatan ekspor dan peningkatan investasi baik dalam negeri maupun luar negeri,


(24)

2) Penciptaan lapangan kerja dengan memacu sektor riil,

3) Revitalisasi pertanian dan pedesaan untuk mengurangi kemiskinan Investasi pada sektor pertanian memegang peranan sangat penting dalam

pencapaian target pembangunan tersebut. Perkembangan investasi pada sektor pertanian di Sumatera Utara disajikan pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.3 Investasi pada sektor pertanian di Sumatera Utara

Tahun Investasi Sektor Pertanian

1987 26.979

1988 28.665

1989 31.975

1990 32.982

1991 36.461

1992 57.845

1993 66.782

1994 78.802

1995 144.838 1996 227.395 1997 34.736 1998 361.830 1999 278.608 2000 121.792 2001 44.765 2002 530.956 2003 658.385 2004 794.012 2005 611.389 2006 706.154 2007 759.115 Sumber : BPS Sumatera Utara

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa investasi pada sektor pertanian berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Penurunan terjadi


(25)

disebabkan adanya berbagai kendala yang ada di Sumatera Utara dalam meningkatkan investasinya, kendala yang ada diantaranya adalah belum maksimalnya peran pemerintah melalui berbagai kebijakan untuk mendorong investasi, masih sulitnya akses sarana dan prasarana ke daerah yang akan diinvestasikan, kurangnya promosi dan dukungan penelitian yang membuktikan bahwa pengembangan investai di daerah tersebut sangat potensial.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan masalah diatas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Apakah Investasi sektor pertanian satu tahun sebelumnya mempunyai pengaruh terhadap investasi sektor pertanian di Sumatera Utara?.

2. Apakah Indeks harga produk pertanian mempunyai pengaruh terhadap investasi sektor pertanian di Sumatera Utara?.

3. Apakah suku bunga pinjaman sektor pertanian mempunyai pengaruh terhadap investasi sektor pertanian di Sumatera Utara?

4. Apakah krisis ekonomi mempunyai pengaruh terhadap investasi sektor pertanian di Sumatera Utara ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk menganalisis pengaruh investasi sektor pertanian satu tahun sebelumnya terhadap investasi sektor pertanian di Sumatera Utara.


(26)

2. Untuk menganalisis pengaruh Indeks harga produk pertanian terhadap investasi sektor pertanian di Sumatera Utara.

3. Untuk menganalisis pengaruh suku bunga pinjaman sektor pertanian terhadap investasi sektor pertanian di Sumatera Utara.

4. Untuk menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap investasi sektor pertanian di Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan pelatihan intelektual (intellectual

exercise) yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir ilmiah serta meningkatkan kompetensi keilmuan dalam disiplin yang digeluti.

2. Sebagai bahan tambahan dan informasi bagi masyarakat dan mahasiswa yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam penentuan kebijakan pembangunan ekonomi khususnya mengenai kaitan faktor-faktor ekonomi makro terhadap besarnya investasi pada sektor pertanian.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ruang Lingkup dan Ciri-Ciri Umum Pertanian

Sektor pertanian adalah meliputi kegiatan pengusaha dan pemanfaatan benda-benda biologis (hidup) yang diperoleh dari alam dengan tujuan untuk konsumsi. Berdasarkan defenisi ini, sektor pertanian dapat diperinci lagi atas beberapa sub sektor. Hal ini dapat diuraikan satu-persatu, yaitu :

1. Sektor tanaman bahan makanan (Farm Food Cores)

Mencakup segala jenis makanan yang dihasilkan dan dipergunakan sebagai bahan makanan seperti, padi, jagung, ketela pohon, kentang dan umbi-umbian lainya, kacang tanah, kedelai, dan kacang lainya, sayur dan buah-buahan.

2. Tanaman perkebunan.

Mencakup segalah jenis tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat maupun oleh perusahaan perkebunan seperti karet, kopi, the kina, coklat, kelapa sawit, tebu, serat manila, kelapa, kapuk, cengkeh, pala,lada, pinang dan lainya. 3. Peternakan.

Mencakup kegiatan pemeliharaan ternak besar, ternak kecil, dan ungggas yang bersifat komersial dengan tujuan untuk dikembang biakan, dipotong dan diambil hasilnya seperti; sapi, kerbau, kuda , babi, kambing, domba, ayam, itik, burung, ulat sutra dan sebagainya.


(28)

4. Kehutanan.

Mencakup kegiatan yang dilakukan di areal hutan oleh perorangan atau badan usaha, yang mencakup usaha penanaman, pemeliharaan, penanaman kembali, dan penebangan hutan serta pengambilan getah-getahan dan akar-akaran, produksi yang dihasilkan menckup kayu glondongan, kayu belahan (pertukangan), kayu bakar, bambu, rotan dan damar.

5. Perikanan.

Mencakup kegiatan penangkapan, pengambilan dan pemeliharaan/ pembiayakan segalah jenis binatang dan tumbuhan air baik air tawar maupun air asin, seperti : udang, ikan, mkepiting, rumput laut, mutiara dan lainya. Menurut tempat penangkapannya subsektor perikanan dibagi menjadi perikanan laut dan perikanan darat. Perikanan darat terdiri dari perikanan air tawar (kolam, sawah, danau dan sungai) dan perikanan air tambak/paya.

Agar berhasilnya suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat atau pra kondisi yang untuk tiap-tiap negara atau daerah berbeda-beda. Pra kondisi ini meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, sosial budaya dan lainya. AT Mosher (2002) “Telah menggolongkan syarat agar berhasilnya pembangunan pertanian menjadi syarat mutlak dan syarat pelancar”.

Syarat mutlak antara lain adalah : 1. Adanya pasar untuk hasil usaha tani. 2. Teknologi yang senantiasa berkembang.


(29)

4. Adanya perangsang produksi bagi petani.

5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontiniu. Syarat pelancar adalah Syarat :

1. Pendidikan pembangunan. 2. Kredit produksi.

3. Kegotong -royongan petani.

4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian.

5. Perencanaan nasional dri pada pembangunan pertanian.

Dari kesepuluh syarat-syarat yang telah dikemukakian diatas, berdasarkan pengalaman pembangunan pertanian di negara kita, membawa kita pada kesimpulan bahwa sebenarnya iklim pembangunan yang merangsang adalah kunci utama. Iklim yang merangsang bagi pembangunan pertanian telah dapat tercipta dimana dengan penekanan terhadap sektor pertanian pada Repelita pertama menghasilkan swasembada pangan yang utamanya adalah beras.pada era 80-an.

Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor pertanian yang antara lain:

(a) Sub Sektor Tanaman Pangan

Semenjak kemerdekaan, pemerintah Indonesia telah berusaha untuk mencapai swasembada beras. Dengan dimulainya arencana kemakmuran Kasino tahun 1952-1956, dan kemudian dilanjutkan dengan Padi Sentra tahun 1963-1964, dilanjutkan dengan program Bimas (Bimbingan massal) sejak tahun 1964, selanjutnya program Inmas (Intensifikasi Massal) tahun 1969 dan Insus (Intensifikasi Khusus) tahun 1980 dan program Supra Insus tahun 1987. Dari kesemuaan itu dapat


(30)

dilihat bahwa usaha-usaha itu baru berhasil mencapai swasembada beras di tangan pemerintah orde baru sejak tahun 1984, setelah bertarung selama 32 tahun. Keberhasilan swasembada beras itu antara lain disebabkan adanya perhatian pemerintah pada sektor pertanian untuk meningkatkan pembangunan irigasi seperti pembangunan irigasi teknis, irigasi non teknis dan irigasi sedang. Pembangunan irigasi sangat diperlukan guna mengairi areal persawaan. Dengan adanya pengaturan pembagian air yang menggunakan teknologi, semakin luas areal cakupanya dan lebih efektif hasilnya terhadap peningkatan produktifitas.

Untuk menerapkan teknologi pada proyek supra insus banyak dihadapi kendala-kendala yang antara lain adalah :

1. Adanya persoalan perkreditan, input dari teknologi supra insus yang memang relatif mahal dibandingkan dengan teknologi yang selama ini telah dilaksanakan dan juga bersifat lebih masal.

2. Selama ini sudah ada kredit untuk usaha insifikasi yaitu Kredit Usaha Tani (KUT), tapi masih terbentur pada kenyataan karena petani masih banyak menunggak kreditnya dan juga KUD sebagai penyalur KUT harus banyak dibina dan ditatar agar KUT bisa berjalan dengan baik sebagaimana yang diharapkan.

3. Masalah Benih bersertifikat yang harus disediakan dalam jumlah banyak. 4. Menyangkut suplay input beberapa sarana produksi yang meliputi pupuk,


(31)

(b) Sub Sektor Perkebunan

Dari perkembangan sejarah semenjak kehadiran stelsel perekbunan sampai sekarang ini, perkebunan memainkan peranan penting dari dalam segi politik, sosial, ekonomi dan dalam aspek pertahanan dan keamanan.

Untuk dapat mempertahankan yang telah dicapai disamping peranan dari sub sektor perkebunan yang telah dicapai disamping dari sub sektor perkebunan dalam pembangunan, maka berbagai upaya pengembangan perkebunan telah dilakukanya antara lain adalah:

1) Pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR)

Pola PIR adalah suatu pola pelaksanaan pengembangan perkebunan untuk mewujudkan suatu perpaduan usaha dengan sarana perbaikan keadaan sosial ekonomi peserta yang didukung oleh suatu sistem pengelolaan usaha dengan memadukan dengan berbagai kegiatan produksi pengelolaan dan pemasaran dengan menggunakan perusahaan besar sebagai inti dalam suatu sistem kerja sama yang saling menguntungkan serta utuh dan berkesinambungan.

2) Pola Unit Pelaksanaan Proyek (UPP)

Pola UPP adalah suatu pola pelaksanaan pengembangan perkebunan yang merupakan suatu perangkap pelaksanaan proyek ditingkat lokasi yang membantu petani. Perkebunan rakyat dan membimbingnya dalam membangun usaha tani dengan menerapkan teknologi maju. Di dalam pengembangan sub sektor perkebunan terdapat berbagai masalah yang


(32)

mengganjal antara lain, pemasaran dari hasil-hasil produksi, kekurangan tenaga terampil (skill) serta hambatan di dalam perijinan yang disebabkan oleh prosedur yang terlalu ruwet dan banyaknya lembaga yang menangani perijinan sehingga menjadi duplikasai yang menunjukan kurangnya koordinasi dan sebagainya.

(c) Sub Sektor Perikanan

Kebijaksanaan pemerintah dalam pembangunan di sub sektor perikanan yang sedang dijalankan dewasa ini adalah dititik beratkan pada pembinaan dan pengembangan perikanan rakyat (nelayan) diseluruh Indonesia. Ditinjau dari sudut kehidupan, kehidupan para nelayan kita kurrang memadai pada saat sekarang ini. Sebagai nelayan yang hidupnya tergantung dari hasil laut, masih merupakan usaha bersifat tradisionil yang sangat lemah dalam permodalan, sehingga hasil dari penangkapan ikan relatif kecil. Sehinggga penghasilan yang relatif kecil ini akan berpengaruh langsung pada tingkat kehidupan mereka. Nelayan kita pada umumnya masih mempergunakan alatt-alat penangkapan ikan tradisional atau secara sedrhana, demikian juga jangkauan pelayaran yang dipergunakan hanya mampu mencapai beberapa mil saja dari pantai.

Dalam bidang usaha perikanan darat belum begitu banyak berkembang dan kenaikan produksinya pun belum begitu meningkat sesuai yang diharapkan. Walaupun selama ini telah ada perluasan tambak-tambak serta dimana dimanfaatkan sawah-sawah untuk memelihara ikan tawar, namun dilain pihak tambak ikan tersebut


(33)

dibeberapa daerah telah digusur untuk kepentingan budidaya tambak udang sebagai kooditi ekspor.

(d) Sub Sektor Peternakan

Pembangunan pada sub sektor peternakan dipelita IV bertujuan untuk meningkatkan produksi hasil perternakan guna memenuhi kebutuhan dan meningkatkan gizi masyarakat dan juga membangkitkan nilai tambah pendapatan petani ternak, pada kususnya peternakan kecil dan penganekaragaman menu masyarakat. Usaha-usaha peternakan kecil umumnya dikelolah secara tradisionil dan turun temurun, yang pada umumnya dilaksanakan petani sebagai penghasilan tambahan serta dapt membantu pekerjaan disawah dan diladang.

(e) Sub Sektor Kehutanan

Hutan sebagai sumber kekayaan alam yang penting perlu dikelolah dengan sebaik-baiknya agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat dengan tetap menjaga kelangsungan fungsi dan kemampuan dalam melestarikan lingkungan hidup. Dalam upaya melestarikan lingkungan hidup, dengan tidak mengabaikan peranan hutan sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja bagi penduduk. Sekitarnya, pemerintah berusaha mengadakan perlindungan penertiban dan pengamanan hutan, penanaman kembali konversi sebagian hutan alam menjadi hutan buatan, dan penyuluhan.


(34)

2.2. Pengertian Investasi

Investasi sebagai indikator dari tumbuh kembangnya ekonomi di suatu wilayah/daerah. Investasi merupakan faktor yang mempengaruhi pembangunan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi . Besarnya investasi di suatu negara/daerah menggambarkan besarnya aktivitas perekonomian dan produktivitas dan hal ini akan terlihat jelas dalam tingkat pertumbuhan ekonomi.

Investasi yang lajim disebut dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal menurut Sukimo (2000) adalah, "Merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat".

Menurut Tambunan (2001) : Didalam neraca nasional atau struktur PDB menurut penggunaannya, investasi didefenisikan sebagai pembentukan modal/kapital tetap domestik (domestic fixed capital formation). Investasi dapat dibedakan antara investasi bruto (pembentukan modal tetap domestik bruto) dan investasi netto (pembentukan modal tetap domestik netto).

Menurut defenisi dari Badan Pusat Statistik (BPS,2007), pembentukan modal tetap adalah pengeluaran untuk pengadaan, pembuatan, atau pembelian barang-barang modal baru (bukan barang-barang-barang-barang konsumsi) baik dari dalam negeri maupun import, termasuk barang modal bekas dari luar negeri. Pembentukan modal tetap yang dicakup hanyalah yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi di dalam negeri (domestik). Nafirin (2000) “Invesatsi merupakan salah satu komponen yang penting dalam PDB”.


(35)

2.3. Teori-Teori Investasi

Para ekonom mempelajari investasi untuk memahami fluktuasi dalam output barang dan jasa perekonomian dengan lebih baik.

Model pertumbuhan Harrod- Domar (Harrod –Domar growth model)

menjelaskan bahwa untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi perlu mengandalkan investasi dalam mekanisme perekonomian. Setiap perekonomian pada dasarnya harus mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasional untuk menambah atau mengganti barang- barang modal yang telah mengalami penyusutan (depresiasi) atau rusak. Namun untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan netto terhadap cadangan atau stok modal

(capital stock). Persamaan dari teori pertumbuhan ekonomi Harrod- Domar adalah sebagai berikut :

Y Y Δ =

k s

Y Y

Δ adalah tingkat pertumbuhan GDP ditentukan secara bersama- sama oleh rasio tabungan nasional (s) dan ratio modal- output (k). Rasio tabungan nasional (s) adalah persentase atau bagian dari dari output nasional yang ditabung, sedangkan ratio modal- output atau capital output ratio (k) adalah tambahan netto terhadap stok modal yang akan menghasilkan kenaikan output nasional atau GDP.


(36)

Secara lebih spesifik persamaan dari teori pertumbuhan ekonomi itu menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan secara langsung atau secara positif berbanding lurus dengan rasio tabungan (yakni semakin banyak bagian GDP yang ditabung dan diinvestasikan maka akan lebih besar lagi pertumbuhan GDP yang dihasilkan), dan ssecara negatif akan berbanding terbalik terhadap rasio modal –output dari suatu perekonomian (yakni semakin besar rasio modal- output nasional atau k maka tingkat pertumbuhan GDP akan semakin rendah). Jadi agar perekonomian bisa tumbuh lebih pesat, maka setiap perekonomian harus menabung dan menginvestasikan sebagian dari GDP nya. Semakin banyak yang ditabung dan kemudian diinvestasikan, maka laju pertumbuhan ekonomi akan semakin cepat. Akan tetapi tingkat pertumbuhan aktual yang dapat dijangkau pada setiap tingkat tabungan dan investasi – banyaknya tambahan output yang didapat dari tambahan satu unit investasi – dapat diukur dari rasio output modal atau raso output investasi (1/k).Rasio output modal (1/k) adalah banyaknya output yang dihasilkan dari setiap tambahan investasi baru ( tingkat produktifitas), maka semakin besar rasio output- modal (1/k) maka pendapatan nasional atau GDP akan naik.

Dalam jangka panjang pengeluaran investasi tidak hanya mempengaruhi permintaan agregat tetapi juga terhadap penawaran agragat. Dalam perspektif waktu jangka panjang investasi akan menambah stok kapital misalnya pembangunan pabrik, pembangunan jalan dsb. Jadi pertambahan stok modal berarti peningkatan kapasitas produksi dan selanjutnya penawaran agregat akan bertambah.


(37)

Menurut Sukirno (2002) Investasi dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu :

a. Investasi otonom adalah investasi atau pembentukan modal yang tidak dipengaruhi pendapatan nasional. Berdasarkan kepada pandangan ini maka kurva investasi berbentuk sejajar dengan sumbu datar, yaitu seperti yang digambarkan oleh kurva I0 , I1 dan I2 dibawah ini

Gambar 2.1 Kurva Investasi otonom

2. Investasi terpengaruh adalah investasi yang dipngaruhi oleh tingkat pendapatan nasional.Pendapatan Nasional yang tinggi akan meningkatkan daya beli masyarakat, hal ini berrati menambah permintaan masyarakat

akan barang dan jasa, selanjutnya akan mendorong perusahaan melakukan lebih banyak investasi lagi..Berdasarkan teori ini kurva investasi akan bergerak dari kiri bawah kekanan atas ( slope positif) seperti ditunjukka oleh gambar dibawah ini.

Pendapatan nasional

I2

I0

I1

0

Inve

st

as


(38)

Gambar 2.2 Kurva Investasi terpengaruh

Menurut Mankiw (2003) ada 3 jenis pengeluaran investasi :

(1) Business fixed invesment ( investasi tetap bisnis) mencakup peralatan dan sarana yang digunakan perusahaan dalam proses produksinya. istilah ”bisnis” berarti barang- barang investasi yang dibeli perusahaan digunakan dalam produksi. Istilah ”tetap” berarti pengeluaran investasi adalah untuk modal yang akan menetap untuk sementara. Model investasi tetap bisnis standar disebut model investasi neoklasik (Neoclassical model of investment). Model neoklasik mengkaji manfaat dan biaya bagi perusahaan untuk memiliki barang- barang modal.

(2) Residential invesment ( investasi residensial) adalah investasi yang meliputi pembelian gedung baru.

(3) Inventory invesment (investasi persediaan) mencakup barang yang disimpan oleh perusahaan digudang meliputi bahan baku, persediaan, bahan setengah jadi dan

Pendapatan Nasional (Y)

Investasi (I) I


(39)

barang jadi. Salah satu kegunaan persediaan adalah untuk meratakan tingkat produksi sepanjang waktu. Ketika penjualan rendah, perusahaan memproduksi lebih banyak dari yang dijual dan menyimpan kelebihan barang itu sebagai persediaan. ketika penjualan tinggi, perusahaan memproduksi lebih sedikit dari yang dijual dan menjual persediaannya. motif ini disebut pemerataan produksi

(production smoothing).Alasan kedua untuk menyimpan persediaan adalah persediaan membuat perusahaan beroperasi secara lebih efisien Dalam beberapa cara kita dapat memandang persediaan sebagai faktor produksi (inventories as a factor of production). Semakin besar persediaan yang disimpan perusahaan, semakin besar output yang dapat diproduksi.Alasan ketiga menyimpan persediaan adalah menghindari kehabisan barang ketika penjualan melonjak. Sebuah model sederhana yang digunakan untuk menjelaskan investasi persediaan adalah model percepatan (accelerator model) yang mengasumsikan bahwa perusahaan menyimpan persediaan yang proporsional terhadap tingkat output perusahaan. jika N adalah persediaan perekonomian dan y adalah output, maka : N = βY, dimana β adalah parameter yang menunjukkan berapa banyak persediaan yang akan disimpan perusahaan sebagai proporsi output. Investasi persediaan I adalah perubahan dalam persediaan ΔN, karena itu : I =

Δ

N = β

Δ

Y.

Modek percepatan memprediksi bahwa investasi persediaan adalah proporsional terhadap perubahan output. ketika output naik, perusahaan ingin menyimpan


(40)

lebih banyak persediaan, sehingga investasi persediaan tinggi. Ketika output turun, perusahaan ingin menyimpan lebih sedikit persediaan, sehingga investasi persediaan turun. Jadi model percepatan menyatakan bahwa investasi persediaan bergantung pada apakah perekonomian tumbuh dengan cepat atau melambat.

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi

Uraian yang berikut akan menerapkan beberapa faktor penting yang menentukan investasi. Investasi terutama ditentukan oleh tingkat bunga. Apabila tingkat bunga tinggi, jumlah investasi akan berkurang, sebaliknya tingkat bunga yang rendah akan mendorong lebih banyak investasi. Akibat dari perubahan tingkat bunga kepada investasi digambarkan pada gambar 2.3 dibawah ini. Misalkan apabila tingkat bunga adalah r0 jumlah investasi adalah I0. seterusnya misalkan tingkat bunga turun ke r2, ini akan menyebabkan pertambahan investasi, menjadi I2. sebaliknya apabila tingkat bunga naik menjadi r1 akan terjadi kemerosotan investasi, yaitu menjadi I1


(41)

Tkt bunga (r)

Investasi (I)

Gambar 2.3 Kurva Fungsi Investasi

Investasi yang berupa investasi tetap bisnis (businesss fixed invesment)

disebut juga model investasi neo klasik. Model neoklasik mengkaji manfaat dan biaya perusahaan untuk memiliki barang-barang modal. Model tersebut menunjukkan bagaimana tingkat investasi atau tambahan persediaan modal dipengaruhi oleh (1) produk marginal modal (MPK), (2) biaya modal dan (3) aturan perpajakan yang mempengaruhi perusahaan (Mankiw,2003).

Produk marjinal modal (MPK) adalah output tambahan yang diproduksi dengan satu unit modal tambahan. Untuk menjelaskan bagaimana perekonomian aktual mengubah modal dan tenaga kerja menjadi barang dan jasa (output) dapat digunakan pendakatan fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut :

r0

r1 r2

I0 I1 I2


(42)

Y = AKα L1−α

dimana Y adalah output, K modal, L tenaga kerja, parameter A adalah tingkat teknologi, dan α adalah parameter antara nol dan satu yang mengukur bagian modal atas out put.

Produk marjinal modal adalah : MPK = αA K α−1L1−α

Dari persamaan ini, dengan mengetahuii bahwa α berada antara nol dan satu, kita bisa melihat bahwa kenaikan dalam jumlah modal akan mengurangi MPK. Semakin banyak modal yang dimiliki perusahaan, semakin kecil unit modal tambahan atas output.

Biaya Modal bergantung pada harga modal, tingkat bunga riil, dan tingkat penyusutan.

Biaya Modal = PK( r+δ)

Perubahan dalam persediaan modal, yang disebut investasi netto (net investment)

bergantung pada perbedaan antara Produk marginal modal dan Biaya modal. Jika produk marginal modal melebihi biaya modal, perusahaan akan menganggap menguntungkan untuk menambah persediaan modal. Jika produk marginal modal kurang dari biaya modal, mereka membiarkan persediaan modal mengecil. Jadi dapat dirumuskan sbb :

ΔK =In

[

MPK- (PK/P)(r+δ )

]

, dimana


(43)

insentif untuk investasi. Bila kita menderivasi fungsi investasi maka pengeluaran total atas investasi tetap bisnis adalah jumlah investasi netto dan penggantian dari modal yang disusutkan. Fungsi Investasi adalah :

I = In

[

MPK –(PK/P)(r+δ)

]

+ δK

Dari rumusan diatas dapat diketahui bahwa Investasi tetap bisnis bergantung pada produk marginal modal, biaya modal dan jumlah penyusutan atau depresiasi.

Aturan perpajakan juga dapat mempengaruhi tingkat investasi. Ada dua jenis perpajakan yang penting yang akan mempengaruhi tingkat investasi yaitu :

1) pajak pendapatan perusahaan atau yang lazim disebut “PPH Badan” adalah pajak atas laba perusahaan. Semakin besar persentase pajak pendapatan yang dikenakan pada laba perusahaan maka investasi akan berkurang, dengan demikian pajak pendapatan perusahaan menghambat investasi.

2) kredit pajak investasi (investment credit tax) adalah provisi pajak yang mendorong akumulasi modal. Kredit pajak investasi mengurangi pajak perusahaan dalam jumlah tertentu untuk setiap dolar yang dikeluarkan atas barang- barang modal. karena perusahaan memperoleh kembali sebagian dari pengeluarannya atas modal baru dalam pajak yang lebih rendah, kredit tersebut menurunkan harga beli efektif dari unit modal. jadi kredit pajak investasi menurunkan biaya modal dan meningkatkan investasi.

Menurut Nopirin (2000) :”Faktor yang mempengaruhi investasi adalah tingkat bunga, penyusutan, kebijakan perpajakan serta perkiraan tentang penjualan dan


(44)

kebijakan ekonomi”.

Tingkat bunga dapat mempengaruhi para pengusaha dalam memutuskan apakah harus melaksanakan investasi yang direncanakan atau membatalkannya. Maka tingkat bunga dapatlah digolongkan sebagai salah satu faktor penting yang akan menentukan besarnya investasi yang akan dilakukan para pengusaha dalam suatu tahun tertentu.

Kegiatan para pengusaha untuk menggunakan teknologi yang baru dikembangkan di dalam kegiatan produksi atau usaha-usaha lain mereka dinamakan mengadakan pembaharuan atau inovasi. Pada umumnya makin banyak perkembangan teknologi yang dibuat, makin banyak pula kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan oleh para pengusaha. Untuk melaksanakan perubahan-perubahan, para pengusaha harus membeli barang-barang modal yang baru, dan ada kalanya juga harus mendirikan bangunan-bangunan pabrik/industri yang baru. Maka makin banyak perubahan atau pembaharuan yang dilakukan, makin tinggi tingkat investasi yang akan dicapai.

Disamping oleh tingkat pendapatan nasional yang dicapai, besarnya investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha ditentukan pula oleh tingkat perubahan perubahan pendapatan nasional dari tahun ke tahun. Para pengusaha melakukan investasi bukan untuk memenuhi kebutuhan mereka tetapi untuh memenuhi permintaan atas barang-barang yang mereka produksi. Makin cepat perkembangan permintaan atas barang-barang yang mereka produksi, makin banyak pertambahan produksi yang mereka lakukan.


(45)

Keuntungan menimbulkan suatu pengaruh lain atas investasi. Keuntungan yang tinggi merupakan suatu petunjuk bahwa perusahaan itu sedang menghadapi perkembangan dalam permintaan atas barang yang diproduksinya. Agar permintaan yang berkembang ini dapat dipenuhi di masa-masa yang akan datang, maka investasi baru harus segera dilakukan.

2.5 Tingkat Indeks Harga Barang-Barang Produk Pertanian

Indeks harga suatu produk seringkali didasarkan pada nilai indeks harga diterima produsen (IHP). IHP dapat diartikan sebagai kualitas harga yang diterima oleh produsen dalam kaitannya dengan perkembangan yang berlangsung pada suatu perekonomian negara. Variabel ini setidaknya dapat memberikan pertimbangan rasional bagi produsen dalam mempertahankan dan mengembangkan usahanya pada sebuah sektor tertentu.

Perkembangan yang berlangsung pada nilai IHP setidaknya mewakili penilaian pertimbangan potensi keuntungan dari suatu produk lewat sisi mikro. Artinya variabel harga secara ekonomi mendapatkan porsi yang besar dalam menilai suatu produk yang dapat memberikan kesejahteraan baik bagi para produsen maupun konsumen. Oleh karena itu, unsur harga tidak dapat diabaikan dalam pertimbangan dalam menilai apakah sebuah produk dapat memberikan keuntungan atau tidak. Dengan demikian unsur / variabel mikro yang krusial dan dapat menjadi ‘jembatan’ dalam analisis yang bersifat makro seperti yang diteliti dalam studi ini adalah variabel harga. Dalam kaitannya dengan investasi pertanian, variabel harga yang menjadi


(46)

perhatian dan pertimbangan langsung adalah ‘kualitas’ harga-harga yang diterima oleh pelaku sektor pertanian, baik petani kecil, menengah maupun petani besar.

Menurut Dornbusch et all., (2005), beberapa penelitian mengenai investasi didapati baik tingkat harga penjualan maupun laba total merupakan faktor-faktor yang menjelaskan tingkat investasi. Tingkat harga penjualan tersebut dapat mencerminkan suatu harapan-harapan mengenai output dimasa depan yang selanjutnya dapat mempengaruhi apakah proyek tersebut memerlukan perluasan usaha atau bahkan investasi-investasi baru.

2.6 Tingkat Suku Bunga

Tingkat bunga mempunyai pengaruh yang signifikan pada dorongan untuk berinvestasi. Pada kegiatan produksi, pengolahan barang-barang modal atau bahan baku produksi memerlukan modal (input) lain untuk menghasilkan output / barang final. Pada sektor pertanian keperluan akan modal menjadi bagian penting didalamnya. Usaha-usaha yang dijalankan disektor pertanian ini sangat bergantung pada kebutuhan modal usaha, terutama para petani kecil yang terbatas pada luas lahan dan modal usaha yang pas-pasan sangat memerlukan uluran pemerintah dalam menopang struktur permodalan yang dimilikinya. Modal usaha yang kuat dapat membantu petani kecil dalam mengembangkan sistem pertaniannya terutama dalam mengimplementasikan sejumlah kemajuan teknologi pertanian yang berkembang. Dasar pertimbangan teoritis tingkat suku bunga pada pertimbangan investasi adalah gejala yang berlangsung apabila penurunan tingkat suku bunga akan meningkatkan


(47)

pembelian barang-barang modal tahan lama dimasa yang akan datang dan sebaliknya apabila tingkat suku bunga meningkat, seseorang lebih memilih untuk menabung untuk mendapati resiko usaha yang paling kecil daripada bergumul dengan resiko yang cenderung lebih besar pada dunia usaha (investasi).

Tingkat suku bunga yang cenderung tinggi sangat tidak menguntungkan baik petani kecil, menengah maupun petani besar. Usaha pertanian dengan tingkat resiko yang besar sangat membebani para petani, khususnya para petani kecil-menengah yang mendapatkan margin / keuntungan usaha kecil dengan hasil panen yang bersifat musiman. Oleh karena itu kondisi riil yang terjadi kredit modal kerja pertanian harus diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan pengemabalian / angsuran kembali para petani dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah dari tingkat bunga kredit secara umum.

2.7 Penelitian Terdahulu

Setyari (2008) menganalis Determinan Investasi di Indonesia periode tahun 1989 sampai dengan tahun 2005. Penelitian ini menganalisi determinan investasi swasta dengan memasukkan berbagai variabel yang secara teoritis berpengaruh kuat yaitu suku bunga, pengeluaran investasi pemerintah,Produk Domestik Bruto,Kurs dan inflasi. Dengan menggunakan model Error Correction Methode (ECM).Dari hasil analisis data diperoleh Nilai probabilitas (F-stat) 0.000042<5% hal ini berati secara bersama- sama tingkat bunga, investasi pemerintah, Produk Domestik bruto, Kurs dan inflasi berpengaruh nyata terhadap investasi swasta pada tingkat kepercayaan


(48)

95%. Secara parsial tingkat bunga kredit, investasi pemerintah, kurs dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap investasi di Indonesia sedangkan Produk Domestik Bruto berpengaruh tidak signifikan terhadap investasi di Indonesia dengan nilai t-statistik 1.411677< t-tabel 1.833.

Salim (2006) menganalisis Faktor-Faktor Ekonomi Makro Yang Mempengaruhi Investasi Pada Sektor Pertanian di Indonesia Periode Tahun 1984-2004. Berbagai faktor ekonomi makro diduga mempengaruhi investasi pada sektor industri pertanian. Selain suku bunga, faktor-faktor ekonomi makro lainnya baik secara individual maupun kolektif juga siknifikan mempengaruhi investasi yang ditanam baik masyarakat (PMDN) maupun investor asing (PMA), seperti tingkat pertumbuhan ekonomi, indek harga produk-produk pertanian,tingkat suku bunga serta tingkat inflasi yang kaitannya dengan penjualan produk pertanian keluar negeri, nilai tukar mata uang asing menjadi faktor penting dalam menentukan tingkat investasi tersebut. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh Pertumbuhan produksi domestik bruto, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Indeks Harga produk pertanian, Tingkat suku bunga dan Inflasi secara simultan mempengaruhi besarnya investasi pada sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari Nilai F hitung (5,662) yang lebih besar dari F tabelnya (2,901).

Setyowati. (2007), menganalisis faktor-Faktor yang mempengaruhi investasi dalam negeri di Jawa Tengah Tahun 1980-2002. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji pengaruh variabel sukubunga, inflasi, PDRB dan tenaga kerja terhadap investasi dalam negeri. Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah model koreksi


(49)

kesalahan Engle-Granger (EG-ECM). Dari hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Dengan melihat nilai statistik dari Error Correction Term (ECT) sebesar –0.9993718 dan secara statistik signifikan pada derajat keyakinan sebesar 5%, hal ini berarti bahwa spesifikasi model koreksi kesalahan E-G yang digunakan menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan merupakan himpunan variabel yang berkointegrasi dan jugabisa menjelaskan hubungan kausalitas dari variabel yang sedang diuji baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hasil estimasi OLS dengan model koreksi kesalahan E-G menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh dan signifikan secara statistik dalam jangka pendek adalah investasi dalam negeri tahun sebelumnya mepunyai pengaruh yang negatif terhadap investasi dalam negeri. Hasil estimasi jangka panjang menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh dan signifikan secara statistik adalah variabel suku bunga mempunyai pengaruh yang negatif terhadap investasi dalam negeri.

Firmansyah (2008). Menganalisis Faktor- faktor yang mempengaruhi Investasi di Indonesia periode tahun 1985 sampai dengan tahun 2004. Penelitian ini menganilis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), Jumlah tenaga kerja yang bekerja, infrastruktur dan krisis ekonomi terhadap penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Indonesia. Dengan menggunakan alat uji regresi log linier diperoleh kesimpulan bahwa variabel Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh tidak signifikan terhadap PMDN dengan nilai t-hitung 0,912447< 1,753. Variabel tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap PMDN dengan nilai t-hitung 2,050543>1,753.


(50)

Variabel infrastruktur berpengaruh tidak signifikan terhadap PMDN dengan nilai t-hitung 1,523555<1,753 sedangkan krisis ekonomi berpengaruh signifikan dengan niali t-hitung -3,339502 < -1,753.

Konsep Pengembangan Investasi Pertanian Realisasi, (Anonim, 2005): Investasi PMA untuk Sektor Pertanian (Tanaman Pangan dan Hortikultura dan perkebunan), Perikanan dan Industri Makanan pada periode tahun 1995–1999 cenderung berfluktuasi. Realisasi investasi terendah terjadi pada tahun 1998 Dengan nilai sebesar 63,7 milyar, menurun hampir sebesar 87,4 % bila dibandingkan dengan nilai realisasi pada tahun 1997 yang mencapai 505 milyar. Hal ini terjadi karena dampak krisis ekonomi dan keadaan politik Indonesia yang belum stabil hingga belum ada jaminan keamanan untuk berinvestasi.


(51)

2.8 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teoritis dan hasil penelitian terdahulu, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.4. Kerangka Berfikir

2.9 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian empiris sebelumnya, maka hipotesis yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut.

1. Investasi sektor pertanian satu tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap investasi sektor pertanian tahun berikutnya. Ceteris paribus

Indeks harga produk pertanian

Suku Bunga Sektor Pertanian

Investasi sektor pertanian Investasi sektor pertanian satu

tahun sebelumnya


(52)

2. Indeks harga produk pertanian berpengaruh positif terhadap investasi sektor pertanian. Ceteris paribus.

3. Suku bunga pinjaman sektor pertanian berpengaruh negatif terhadap investasi sektor pertanian. Ceteris paribus

4. Krisis Ekonomi berpengaruh negatif terhadap investasi sektor pertanian.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sumatera Utara dengan ruang lingkup penelitian pada faktor-faktor yang mempengaruhi investasi sektor pertanian yang ada di Sumatera Utara. Penelitian dimulai pada April 2009.

3.2. Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data time series (runtut waktu) yang merupakan data sekunder. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah dan disajikan ke dalam tabel dan bentuk lain (Husein Umar,2008). Sedangkan data data time series merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam interval waktu tertentu misalnya minggu, bulan dan tahun (Muhidin,2008).

Data investasi berbentuk tahunan dari Tahun 1982 - 2007. Data data ini didapatkan dari Bank Indonesia (BI) dan BPS Sumatera Utara, baik dalam bentuk publikasi bulanan maupun tahunan dan data yang berasal dari ‘Indikator Ekonomi’ bulanan dan statistik Indonesia yang dikeluarkan dalam tahunan dan juga data industri menjadi bagian besar pada investasi sektor pertanian yang bersumber pada Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia yang terbit dalam tahunan dan dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) Tahun 1982-2007.


(54)

3.3. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Autoregressive ( Autoregressive models). Model autoregressive digunakan apabila salah satu dari variabel bebas (independen) merupakan variabel terikat (dependen) yang diperlamban (lagged) (Sarwoko,2009). Alat analisis untuk mengolah data adalah dengan menggunakan program Eviews versi 4,1. Metode ini banyak digunakan karena ;

1. Pengestimasian parameter dengan menggunakan metode ini akan menghasilkan parameter yang bersifat optimum.

2. Perhitungan dengan menggunakan metode ini cukup mudah jika dibandingkan dengan metode ekonometrika yang lain. Metode Kuadrat Terkecil ini banyak digunakan secara luas dalam hubungan ekonomi dan banyak menghasilkan keputusan ekonomi yang baik. Dengan demikian metode ini banyak digunakan pada waktu mengestimasi hubungan dalam metode Ekonometrika.

3. Teknik-teknik dalam metode kuadrat terkecil sangat mudah dipahami. 4. Metode kuadrat Terkecil adalah komponen yang penting dalam

ekonometrika.

Untuk mengidentifikasi variabel bebas dan variabel terikat digunakan fungsi persamaan sebagai berikut :


(55)

Selanjutnya fungsi tersebut dispesifikasikan ke dalam model linier sebagai berikut :

INVpt =

α

0+α1INVPt-1+

α

2IHP

+

+α3SBSP +α4KE +

µ ... .... (2)

Dimana:

INVP = Investasi sektor pertanian ( Rp Juta)

INVPt-1 = Investasi sektor pertanian satu tahun sebelumnya ( Rp Juta) IHP = Tingkat indeks harga umum produk pertanian (%)

SBSP = Tingkat suku bunga pinjaman sektor pertanian (%) KE = Krisis ekonomi (variabel Dummy)

µ = Kesalahan Pengganggu

α

0,

...α

4 = Koefisien Regresi

3.4. Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit)

Estimasi terhadap model dilakukan dengan mengguanakan metode yang tersedia pada program statistik Eviews versi 4.1. Koefisien yang dihasilkan dapat dilihat pada out put regresi berdasarkan data yang di analisis untuk kemudian diinterpretasikan serta dilihat siginifikansi tiap-tiap variabel yang diteliti

a. R² ( koefisien determinasi ) bertujuan untuk mengetahui kekuatan variabel bebas (independent variable) menjelaskan variabel terikat (dependent variabel)


(56)

b. Uji serempak (F-test), dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara serempak. Jika Fhit > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

c. Uji parsial (z-test), dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara parsial.Jika z statistic > z tabel, atau z statistik < -z table maka H0 ditolak dan H1 diterima. Signifikansi koefisien regresi secara parsial dapat juga diamati dari nilai probabilitas (p- value). Apabila Nilai probabilitas lebih kecil dari α , maka Ho ditolak dan sebaliknya apabila nilai probabilitas lebih besar dari α, maka Ho diterima. (Santosa, 2004).

3.5. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Setelah dilakukan pengujian regresi, maka dilakukan evaluasi. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah penggunaan model Regresi Linier Berganda

dalam menganalisis telah memenuhi asumsi klasik yang dipersyaratkan. Asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut :

a. Uji Multikolinieritas

Multikolnieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linear diantara veriebel-veriabel dalam model regresi. Interprestasi dari persamaan regresi linier secara emplisit bergantung bahwa variabel-variabel bebas dalam perasamaan tidak saling berkorelasi. Bila antara variabel-variabel bebas berkorelasi, maka di sebut


(57)

terdapat multikolinieritas. Multikolineritas dapat dideteksi dengan besaran-besaran regresi yang didapat yaitu :

1. Korelasi antar variabel.

Bila nilai R2yang dihasilkan dari hasil estimasi model empiris sangat tinggi, tetapi tingkat signifikansi variabel bebas sangat rendah (tidak ada atau sangat sedikit variabel bebas yang signifikan, berarti terdapat multikolinieritas antar variabel- variabel.

2. Menggunakan korelasi parsial.

Apabila nilai R2dari masing- masing variabel independen lebih kecil dari

nilai R2model berarti tidak terdapat masalah multikolinieritas antar variabel-

variabel.

b. Uji Autokorelasi

Autolorelasi artinya adanya korelasi antar anggota sample yang diurutkan berdasarkan waktu. Penyimpangan asumsi muncul pada observasi yang menggunakan data time series. Konsekuensi dari adanya autokorelasi dalam suatu model regresi adalah varians sample tidak dapat menggambarkan varians populasi. Lebih jauh lagi model regresi yang dihasilkan tidak dapat digunakan menaksir nilai variabel dependen pada nilai variabel independen tertentu. Untuk menguji autokorelasi pada model yang memiliki varibel yang diperlamban (lagged) digunakan uji Lagrange Multiplier atau disebut juga LM Test. Uji LM Test bertujuan untuk menguji autokorelasi dengan keberadaan variabel dependen yang diperlamban


(58)

dengan menganalisis seberapa baik residu- residu yang diperlamban menjelaskan pada persamaan awal. Jika residu yang diperlamban signifikandalam menjelaskan residu- residu time series, maka Ho ditolak yang berarti tidak ada autoorelasi atau apabila nilai probabilitasnya lebih besar dari α maka hasil estimasi terbebas dari autokorelasi. (Sarwoko, 2009).

3.6 Definisi Operasional

Data yang digunakan dalam model penelitian ini akan disajikan pada lampiran. Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Investasi sektor pertanian (INVpt) merupakan penjumlahan nilai realisasi investasi swasta domestik dan penanaman modal asing pada masing-masing sub sektor pertanian, dihitung dalam Juta rupiah.

2. Indeks harga produk pertanian (IHP) adalah perkembangan harga yang diterima oleh para petani, dihitung dalam bentuk persen.

3. Suku Bunga Sektor Pertanian (SBSP) merupakan satuan nilai bunga yang diterima sektor pertanian terhadap pengambilan kredit, dihitung dalam bentuk persen.

4. Krisis Ekonomi adalah variabel dummy, menjelaskan pengaruh krisis ekonomi terhadap investasi sektor pertanian. Sebelum Krisis ekonomi nilai Dummy = 0, setelah krisis ekonomi nilai Dummy = 1.


(59)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara a. Lokasi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur. Sebelah uara berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darusalam, sebelah timur berbatasan dengan Negara Malaysia di Selat malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat dan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.Berdasarkan letak dan kondisi alamnya Sumatera Utara dibagi dalam 3 kelompok wilayah yaitu Pantai barat, Dataran tinggi dan Pantai timur. Secara keseluruhan Provinsi Sumatera Utara memiliki 18 Kabupaten dan 7 kota, dan terdiri dari 328 kecamatan, 5.086 desa dan 382 kelurahan. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km², Sumatera Utara tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. Sumatera Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan.

Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap


(60)

daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainya.

Di daerah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini ada beberapa dataran tinggi yang merupakan kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir juga menjadi tempat tinggal penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini.

Di pesisir barat relatif tertinggal dan merupakan titik berat pembangunan sejak pemerintahan Gubernur Raja Inal Siregar dengan program pembangunannya yang terkenal, Marsipature Hutana Be disingkat Martabe atau MHB. Pesisir barat biasa dikenal sebagai daerah Tapanuli.

Terdapat 419 pulau di propisi Sumatera Utara. Pulau-pulau terluar adalah pulau Simuk (kepulauan Nias), dan pulau Berhala di selat Malaka. Kepulauan Nias terdiri dari pulau Nias sebagai pulau utama dan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya. Kepulauan Nias terletak di lepas pantai pesisir barat di Samudera Hindia. Pusat pemerintahan terletak di Gunung Sitoli.

Kepulauan Batu terdiri dari 51 pulau dengan 4 pulau besar: Sibuasi, Pini, Tanahbala, Tanahmasa. Pusat pemerintahan di Pulautelo di pulau Sibuasi. Kepulauan Batu terletak di tenggara kepulauan Nias. Pulau-pulau lain di Sumatera Utara: Imanna, Pasu, Bawa, Hamutaia, Batumakalele, Lego, Masa, Bau, Simaleh, Makole, Jake, dan Sigata, Wunga.


(61)

b. Sumber daya alam

Sumatera Utara kaya akan sumber daya alam berupa gas alam di daerah Tandam, Binjai dan minyak bumi di Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat yang telah dieksplorasi sejak zaman Hindia Belanda. Selain itu di Kuala Tanjung, Kabupaten Asahan juga terdapat PT Inalum yang bergerak di bidang penambangan bijih dan peleburan aluminium yang merupakan satu-satunya di Asia Tenggara. Sungai-sungai yang berhulu di pegunungan sekitar Danau Toba juga merupakan sumber daya alam yang cukup berpotensi untuk dieksploitasi menjadi sumber daya pembangkit listrik tenaga air. PLTA Asahan yang merupakan PLTA terbesar di Sumatra terdapat di Kabupaten Toba Samosir. Selain itu, di kawasan pegunungan terdapat banyak sekali titik-titik panas geotermal yang sangat berpotensi dikembangkan sebagai sumber energi panas maupun uap yang selanjutnya dapat ditransformasikan menjadi energi listrik.

c. Sosial kemasyarakatan dan Suku bangsa

Suku Bangsa Sumatera Utara adalah provinsi multietnis dengan suku Melayu, Batak dan Nias sebagai penduduk asli daerah ini. Pendatang-pendatang terutama datang dari Pulau Jawa dan pendatang Tionghoa. Penyebaran suku-suku di Sumatra Utara : Suku Melayu Deli: Pesisir Timur; Suku Batak Karo: Langkat, Binjai, Medan, Deli Serdang, Dairi, dan Dataran Tinggi Karo; Suku Batak Toba: sekitar Danau Toba, Pulau Samosir, dan Pesisir Barat; Suku Batak Simalungun: daerah Kabupaten Simalungun; Suku Batak Pakpak: daerah Dairi dan Pakpak Barat; Suku Batak Mandailing: daerah Tapanuli Selatan dan Madina; Suku Aceh: Pesisir Timur; Suku


(62)

Nias: Kepulauan Nias; Suku Jawa: pesisir Timur; dan Suku Tionghoa: perkotaan di pesisir Timur.

d. Pendidikan

Pada tahun 2005 jumlah anak yang putus sekolah di Sumut mencapai 1.238.437 orang, sementara jumlah siswa miskin mencapai 8.452.054 orang. Dari total APBD 2006 yang berjumlah Rp 2.204.084.729.000, untuk pendidikan sebesar Rp 139.744.257.000, termasuk dalam pos ini anggaran untuk bidang kebudayaan. Jumlah total kelulusan siswa yang ikut Ujian Nasional pada tahun 2005 mencapai 87,65 persen atau 335.342 siswa dari 382.587 siswa tingkat SMP/SMA/SMK sederajat peserta UN . Sedangkan 12,35 persen siswa yang tidak lulus itu berjumlah 47.245 siswa.

e. Tenaga kerja

Angkatan Kerja. Pada tahun 2002 angkatan kerja di Sumut mencapai 5.276.102 orang. Jumlah itu naik 4,72% dari tahun sebelumnya. Kondisi angkatan kerja itu juga diikuti dengan naiknya orang yang mencari pekerjaan. Jumlah pencari kerja pada 2002 mencapai 355.467 orang. Mengalami kenaikan 57,82% dari tahun sebelumnya. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Jumlah TPT di Sumut naik dari 4,47% pada 2001 menjadi 6,74% pada 2002. TPT tertinggi terjadi di Kota Medan mencapai 13,28%, diikuti Kota Sibolga (11,71%), Kabupaten Langkat (11,06%), dan Kodya Tebing Tinggi (10,91%).


(63)

Angkatan Kerja. Penduduk yang tergolong angkatan kerja berjumlah 5,1 juta jiwa. Sekitar 34% berstatus sebagai majikan, bekerja sendiri (20%), dan pekerja keluarga (23%). Skala usaha tergambar pada komposisi yang didominasi oleh usaha kecil sekitar 99,8% dan hanya sekitar 0,2% yang tergolong usaha besar. Pendidikan Pekerja. Tingkat pendidikan sebagian besar tenaga kerja. Pekerja yang berpendidikan tidak tamat sekolah dasar (SD) atau sampai tamat SD mencapai 48,96%. Lulusan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) mencapai 23%. Sedangkan lulusan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) mencapai 24,08%. Sementara itu, lulusan perguruan tinggi hanya 3,95%.

4.2. Pengembangan Wilayah Sumatera Utara

Sumatera Utara merupakan provinsi yang keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Pada tahun 2002, jumlah penduduk Sumatera Utara adalah sebanyak 11,85 juta jiwa dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 12,83 juta jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 165 jiwa per km², sedangkan kadar peningkatan pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 2000-tahun 2007 adalah berkisar 1,56 %per tahun. Kadar Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumatera Utara setiap tahunnya tidak tetap. Pada tahun 2000 TPAK di daerah ini sebesar 57,34 persen, tahun 2001 naik menjadi 57,70 persen, tahun 2002 naik lagi menjadi 69,45 persen.


(64)

Areal perkebunan besar terletak di kabupaten Langkat, Deli Serdang, Simalungun Asahan, Labuhan Batu dan Tapanuli Selatan, Mandailing Natal dan Toba Samosir. Produksi perkebunan besar terdiri dari Karet, Kelapa Sawit, Tembakau,Tebu, Teh, dan Coklat.

Di bidang perdagangan, Sumatera Utara merupakan daerah perdagangan yang cukup spesial yang mempunyai ciri-ciri tersendiri bila ditinjau dari segi geograpinya maupun dari segi potensi ekonominya. Kedudukanya strategis, karena berada dalam alur perdagangan internasional yang berdekatan dengan pusat terminal perdgangan terbesar di Asia Tenggara yang sangat menguntungkan. Sumatera Utara sebagai kota terbesar ke tiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya, merupakan pntu gerbang Indonesia bagian barat dan sebagai pusat arus kegiatan ekonomi.

Di sektor industri pada umumnya berlokasi di daerah Medan serta Pematang Siantar, dimana jesis industri yang berkembang adalah industri hasil pertanian, bahan bangunan, tekstil, plywood, makanan, rokok, dan kebutuhan konsumsi lainya. Dengan adanya proyek Asahan diharapkan dengan mendorong pertumbuhan industri di Sumatera Utara sebab dengan adanya proyek tersebut maka kebutuhan akan tenaga listrik untuk industri-industri diharapkan dpat dipebuhi oleh proyek ini. Dengan demikian akan dapat memperluas kesempatan kerja.

4.3. Kondisi Perekonomian Sumatera Utara

Untuk menggambarkan struktur perekonomian suatu wilayah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang


(1)

Lampiran 1 Tabulasi Data Variabel

TAHUN

IHP

(%)

SBSP

(%)

KE

INVp

(Juta rupiah)

INVpt1

(Juta rupiah)

1982

113.1

13.00

0

24.825

17.845

1983

114.5

12.25

0

25.564

24.825

1984

118.2

12.00

0

26.360

25.564

1985

121.7

13.50

0

26.790

26.360

1986

127.4

13.75

0

26.900

26.790

1987

132.6

12.50

0

26.979

26.900

1988

143.3

13.00

0

28.665

26.979

1989

154.1

13.75

0

31.975

28.665

1990

162.5

14.50

0

32.982

31.975

1991

172.7

14.25

0

36.461

32.982

1992

205.2

13.00

0

57.845

36.461

1993

213.5

13.00

0

66.782

57.845

1994

275.2

13.25

0

78.802

66.782

1995

286.1

13.50

0

144.838

78.802

1996

292.3

14.00

0

227.395

144.838

1997

362.7

14.50

0

34.736

227.395

1998

422.1

18.50

1

361.830

34.736

1999

326.6

19.00

1

278.608

361.830

2000

351.7

15.25

1

121.792

278.608

2001

498.3

16.00

1

44.765

121.792

2002

510.4

16.50

1

530.956

44.765

2003

572.3

14.50

1

658.385

530.956

2004

631.8

13.00

1

794.012

658.385

2005

489.9

13.75

1

611.389

794.012

2006

565.4

13.25

1

706.154

611.389

2007

607.6

13.00

1

759.115

706.154

.


(2)

Lampiran 2 Rangkuman Statistik Deskriptif

IHP SBSP KE INVP INVPT1

Mean 306.5846 14.09615 0.384615 221727.1 193216.7 Median 280.6500 13.62500 0.000000 62313.50 51305.00 Maximum 631.8000 19.00000 1.000000 794012.0 794012.0 Minimum 113.1000 12.00000 0.000000 24825.00 17845.00 Std. Dev. 176.6722 1.729273 0.496139 271145.3 250570.8 Skewness 0.500970 1.551089 0.474342 1.094184 1.311755 Kurtosis 1.818570 4.885489 1.225000 2.560025 3.176217 Jarque-Bera 2.599631 14.27679 4.388177 5.397746 7.490017 Probability 0.272582 0.000794 0.111460 0.067281 0.023635 Sum 7971.200 366.5000 10.00000 5764905. 5023635. Sum Sq.

Dev.

780327.0 74.75962 6.153846 1.84E+12 1.57E+12


(3)

Lampiran 3 Hasil Regresi

Dependent Variable: INVP

Method: ML - ARCH (Marquardt) Date: 01/26/10 Time: 10:53 Sample: 1982 2007

Included observations: 26

Failure to improve Likelihood after 36 iterations Variance backcast: ON

Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. C 155398.8 132271.2 1.174850 0.2401 IHP 669.2863 144.8590 4.620262 0.0000 INVPT1 0.481025 0.070258 6.846499 0.0000 KE 100456.8 44948.00 2.234955 0.0254 SBSP -18616.58 6497.432 -2.865221 0.0042

Variance Equation

C 6.67E+09 7.75E+08 8.607338 0.0000 ARCH(1) 0.781529 0.672115 1.162791 0.2449 GARCH(1) -0.738203 0.426463 -1.730990 0.0835 R-squared 0.848983 Mean dependent var 221727.1 Adjusted R-squared 0.790254 S.D. dependent var 271145.3 S.E. of regression 124179.4 Akaike info criterion 25.42596 Sum squared resid 2.78E+11 Schwarz criterion 25.81306 Log likelihood -322.5375 F-statistic 14.45593 Durbin-Watson stat 2.267417 Prob(F-statistic) 0.000003


(4)

Lampiran 4 Uji Multikolinieritas

Dependent Variable: KE

Method: ML - ARCH (Marquardt) Date: 01/26/10 Time: 10:56 Sample: 1982 2007

Included observations: 26

Convergence achieved after 118 iterations Variance backcast: ON

Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. C -0.458205 0.180913 -2.532745 0.0113 IHP 0.001290 0.000169 7.648620 0.0000 INVPT1 6.26E-07 9.33E-08 6.716191 0.0000 SBSP 0.020823 0.014490 1.437046 0.1507

Variance Equation

C 0.000476 0.000672 0.708270 0.4788 ARCH(1) 0.872598 0.567402 1.537882 0.1241 GARCH(1) -0.034762 0.459873 -0.075591 0.9397 R-squared 0.755907 Mean dependent var 0.384615 Adjusted R-squared 0.678825 S.D. dependent var 0.496139 S.E. of regression 0.281173 Akaike info criterion -1.113044 Sum squared resid 1.502110 Schwarz criterion -0.774326 Log likelihood 21.46957 F-statistic 9.806536 Durbin-Watson stat 0.763272 Prob(F-statistic) 0.000056 Dependent Variable: SBSP

Method: ML - ARCH (Marquardt) Date: 01/26/10 Time: 10:58 Sample: 1982 2007

Included observations: 26

Convergence achieved after 21 iterations Variance backcast: ON

Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. C 13.77958 0.584996 23.55501 0.0000 IHP -0.002097 0.003286 -0.638081 0.5234 INVPT1 -3.92E-06 1.53E-06 -2.564260 0.0103 KE 3.691885 1.476140 2.501039 0.0124

Variance Equation

C 0.405754 0.316730 1.281071 0.2002 ARCH(1) 0.585553 0.393940 1.486399 0.1372 GARCH(1) -0.061917 0.125639 -0.492818 0.6221 R-squared 0.542483 Mean dependent var 14.09615 Adjusted R-squared 0.398003 S.D. dependent var 1.729273 S.E. of regression 1.341716 Akaike info criterion 3.010554 Sum squared resid 34.20383 Schwarz criterion 3.349272 Log likelihood -32.13720 F-statistic 3.754745 Durbin-Watson stat 0.910220 Prob(F-statistic) 0.012376


(5)

Dependent Variable: IHP

Method: ML - ARCH (Marquardt) Date: 01/26/10 Time: 11:00 Sample: 1982 2007

Included observations: 26

Convergence achieved after 66 iterations Variance backcast: ON

Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. C 246.6179 213.7822 1.153594 0.2487 SBSP -7.796392 15.54499 -0.501537 0.6160 INVPT1 0.000324 0.000148 2.198947 0.0279 KE 228.4678 91.90745 2.485847 0.0129

Variance Equation

C 3446.102 3780.898 0.911451 0.3621 ARCH(1) 0.984408 1.014044 0.970775 0.3317 GARCH(1) -0.166599 0.229976 -0.724418 0.4688 R-squared 0.794408 Mean dependent var 306.5846 Adjusted R-squared 0.729484 S.D. dependent var 176.6722 S.E. of regression 91.88933 Akaike info criterion 11.75278 Sum squared resid 160429.3 Schwarz criterion 12.09150 Log likelihood -145.7862 F-statistic 12.23597 Durbin-Watson stat 0.985390 Prob(F-statistic) 0.000012

Dependent Variable: INVPT1 Method: ML - ARCH (Marquardt) Date: 01/26/10 Time: 11:01 Sample: 1982 2007

Included observations: 26

Failure to improve Likelihood after 123 iterations Variance backcast: ON

Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. C 773045.4 299838.2 2.578209 0.0099 SBSP -61666.75 19022.25 -3.241822 0.0012 KE 382281.4 109766.4 3.482680 0.0005 IHP 520.5460 274.3527 1.897360 0.0578

Variance Equation

C 9.84E+09 5.22E+09 1.885396 0.0594 ARCH(1) 0.738875 0.757582 0.975307 0.3294 GARCH(1) -0.101516 0.234594 -0.432732 0.6652 R-squared 0.724841 Mean dependent var 193216.7 Adjusted R-squared 0.637949 S.D. dependent var 250570.8 S.E. of regression 150770.1 Akaike info criterion 26.50636 Sum squared resid 4.32E+11 Schwarz criterion 26.84508 Log likelihood -337.5827 F-statistic 8.341849 Durbin-Watson stat 1.684110 Prob(F-statistic) 0.000162


(6)

Lampiran 5 Uji LM Test

ARCH Test:

F-statistic 1.588522 Probability 0.220175 Obs*R-squared 1.615105 Probability 0.203776 Test Equation:

Dependent Variable: STD_RESID^2 Method: Least Squares

Date: 01/26/10 Time: 11:05 Sample(adjusted): 1983 2007

Included observations: 25 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.720544 0.384767 1.872677 0.0739 STD_RESID^2(-1) 0.253008 0.200741 1.260366 0.2202 R-squared 0.064604 Mean dependent var 0.951338 Adjusted R-squared 0.023935 S.D. dependent var 1.712614 S.E. of regression 1.691995 Akaike info criterion 3.966312 Sum squared resid 65.84545 Schwarz criterion 4.063822 Log likelihood -47.57890 F-statistic 1.588522 Durbin-Watson stat 1.982130 Prob(F-statistic) 0.220175