Analisis PEMBAGIAN HARTA WARIS BAGI PENDERITA CACAT MENTAL

Cara yang pertama dinamakan mewarisi “ menurut undang-undang “atau”ab intestato.” Cara yang kedua dinamakan secara “testamentair”. 3 Pasal 830-832 KUHPerdata mendefinisikan: Pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Apabila beberapa orang antara mana yang satu adalah untuk menjadi pewaris yang lain karena satu malapetaka yang sama, atau pada suatu hari, telah menemui ajalnya, dengan tak dapat diketahui siapakah kiranya yang mati terlebih dahulu maka dianggaplah mereka telah meninggal dunia pada detik saat yang sama, dan perpindahan warisan dari yang satu kepada yang lain taklah berlangsung karenanya. Menurut Undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah, para keluarga sedarah baik sah, maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera di bawah ini. Dalam hal, bilamana baik keluarga sedarah, maupun yang hidup terlama diantara suami istri, tidak ada, maka segala harta peninggalan si yang meninggal, menjadi milik negara, yang mana berwajib akan melunasi segala utangnya, sekadar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu. 4 Dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain hanyalah hak-hak dan kewajiban- kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Oleh karena itu hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekeluargaan atau pada umumnya hak dan kewajiban kepribadian, misalnya hak dan kewajiban seorang suami atau sebagai seorang ayah tidak dapat diwariskan, begitu pula hak dan kewajiban seseorang sebagai anggota suatu perkumpulan. Menurut Pasal 834 B.W. seorang ahli waris berhak untuk menuntut segala yang termasuk harta peninggalan si meninggal agar diserahkan padanya berdasarkan haknya sebagai ahli waris. Hak penuntutan ini 3 Ibid,.hal. 2. 4 Ibid,.hal. 15. menyerupai hak penuntutan seorang pemilik suatu benda, dan menurut maksudnya penuntutan ituharus ditujukan pada orang yang menguasai suatu benda warisan dengan maksud untuk memilikinya. Penuntutan tersebut tidak dapat ditujukan pada seorang executeur-testamentair atau seorang curator atas suatu harta peninggalan yang tidak terurus. 5 Pada dasarnya setiap orang, meskipun seorang bayi yang baru lahir adalah cakap untuk mewarisi. Hanya oleh Undang-undang telah ditetapkan ada orang-orang yang ada oleh karena perbuatannya, tidak patut onwaardig menerima warisan Pasal 838. Dalam hal mewarisi menurut undang-undang ab intestato kita dapat membedakan antara orang- orang yang mewarisi “uit eigen hoofde” dan mereka yang mewarisi “bij plaatsvervulling”. Seseorang dikatakan mewarisi jika ia mendapat warisan itu berdasarkan kedudukannya sendiri terhadap si meninggal. Ia dikatakan mewarisi jika sebenarnya seorang lain yang berhak atas suatu bagian warisan, tetapi orang itu meninggalkan warisan.

3. Penggolongan Ahli Waris

Dengan memperhatikan keutamaan mewaris para kerabat di dalam hukum waris Islam, maka dapat dibagi kedalam tujuh kelompok, yaitu: a Leluhur perempuan adalah leluhur perempuan dari pihak ibu dalam satu garis lurus keatas tidak terhalang oleh pihak laki- laki, seberapa pun tingginya, dan ibu kandung dari leluhur laki- 5 Ibid,.hal. 15 laki. Itu adalah ibu, nenek sahihah dari pihak ibu, dan nenek sahihah dari pihak bapak; b Leluhur laki-laki adalah leluhur laki-laki dari pihak bapa dalam satu garis lurus ke atas tidak terhalang oleh pihak perempuan, seberapa pun tingginya. Itu adalah bapak dan kakek sahihah dari pihak bapak. c Keturunan perempuan adalah anak perempuan pewaris dan anak perempuan keturunan laki-laki. Itu adalah anak perempuan dan cucu anak pancar laki-laki; d Keturunan laki-laki adalah keturunan laki-laki dari anak laki- laki dalam satu garis kebawah tidak terhalang oleh pihak perempuan, seberapa pun rendahnya. Itu adalah anak laki-laki dan cucu laki-laki pancar laki-laki; e Saudara seibu adalah saudara perempuan dan saudara laki-laki yang hanya satu ibu dengan pewaris. Itu adalah saudara perempuan seibu dan saudara laki-laki seibu; f Saudara sekandung, sebapak adalah keturunan laki-laki dari leluhur laki-laki dalam satu garis lurus kebawah tidak terhalang oleh pihak perempuan, seberapa pun rendahnyadan anak perempuan dari bapak. Itu adalah saudara laki-laki sekandungsebapak dan saudara perempuan sekandung, sebapak. g Kerabat lainnya yaitu kerabat lain yang tidak termasuk kedalam keenam kelompok diatas.

B. Cacat Mental

Manusia diciptakan Allah SWT sesuai dengan fitrahnya. Semua ciptanNya adalah sempurna, karena tidak ada satu mahlukpun mampu menciptakan mahluk lainnya. Namun, meskipun terdapat beberapa kekurangan baik dalam hal fisik maupun non fisik dalam penciptanNya,akan tetapi hal tersebut tidak mengurangi hak dan kewajibannya sebagai mahluk terhadap mahluk lainnya dan penciptanya.

1. Pengertian cacat mental

Banyak pengertian dan definisi yang diberikan oleh para ahli tentang kesehatan mental dan cacat mental. Menurut kamus ilmu jiwa dan pendidikan, mental memiliki dua pengertian. Pertama adalah non fisik, kecerdasan. Kedua adalah kepribadian yang merupakan kebulatan yang dinamik seseorang yang tercermin dalam cita-cita, sikap dan perbuatannya. 6 Cacat mental atau Tuna Grahita adalah kata lain dari retardasi mental yang secara istilah dapat diartikan sebagai; tuna artinya merugi dan grahita artinya pikiran. Menurut American on Mental DeficiencyAMD mendefinisikan cacat mental sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum dibawah rata-rata sub average, yaitu IQ dibawah 84 berdasarkan tes yang dilakukan sebelum usia 16 tahun yang menunjukkan hambatan perilaku adaptif. 7 6 Mursal H.M Taher, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan, cet.1, Bandung: PT Al- Ma’arif, CV Majasari Indah, 1977, hal. 86 7 http:annesdecha.blogspot.com201003pengertian-tunagrahita.html Cacat mental disebabkan oleh adanya penyakit jiwa psychose. Sakit jiwa didefinisikan sebagai akibat dari tidak mampunya seseorang menghadapi kesukaran-kesukaran yang wajar, atau tidak sanggup ia menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya. 8 Sedangkan menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 tentang penyandang cacat pasal 1 menyebutkan : 9 Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik danatau mental, yang dapat menggangu atau merupakan rintangan dan hambatan baginyauntuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari : a Penyandang cacat fisik; b Penyandang cacat mental c Penyandang cacat fisik dan mental.

2. Jenis-jenis Cacat Mental

Dari berbagai pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa sakit jiwa atau cacat mental adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental.Penyebab keabnormalan itu terbagi atas dua jenis yaitu : 10 a. Gangguan jiwa neurose Ada perbedaan antara neurose dan psychose. Orang terkena neurose masih dapat mengetahui dan merasakan kesukaran, sedangkan psychose tidak. Orang neurose kepribadiannya jauh dari realitas dan masih hidupdalam alam kenyataan pada umumnya. 8 J.P. Cahplin, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2004, hal.298 9 http:www.dinsos.pemdadiy.go.id , Andesgraf, Jakarta, 20 Juni 2011 10 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental,cet ke-1 Jakarta: PT. TokoGunung Agung, 1995, hal.28 Sedangkan psychose kepribadiannya dari segi tanggapan, perasaanatau emosi, dan dorongan-dorongannyasangat terganggu, tidak ada integritas dan ia hidup dari alam kenyataan. b. Sakit jiwa psychose Sakit jwa itu ada dua macam, yaitu : 1 Yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada anggota tubuh, misalnyaotak, sentral saraf, atau hilangnya kemampuan beberapa kelenjar, saraf-saraf atau anggota fisik lainnya untuk menjalankan tugasnya.hal ini mungkin diakibatkan oleh karena keracunan akibat minuman keras, obat-obat perangsang, atau narkotik, akibat penyakit kotor dan sebagainya. 2 Disebabkanoleh ganguan jiwa yang telah berlarut-larut sehingga mencapai puncaknya tanpa suatu penyelesaian secara wajar. Atau dengan kata lain disebabkan hilangnya keseimbangan mental secara menyeluruh, akibat suasana lingkungan yang sangat menekan, ketegangan batin dan sebagainya. Penyandang cacat mental sakit jiwa terdiri dari : 11 a. Cacat mental eks psikotik 1 Eks penderita penyakit gila 2 Kadang masih mengalami kelainan tingkah laku 11 http:www.dinsos.pemdadiy.go.id 3 Sering mengganggu orang lain b. Cacat mental retardasi 1 Idiot:kemampuan mental dan tingkah laku setingkat dengan anaknormal usia 2 tahun, wajahnya terlihat seperti wajah dungu 2 Embisil:kemampuan mental dan tingkah lakunya setingkat dengan anak normal usia 3-7 tahun. 3 Debil:kemampuan mental dan tingkah lakunya setingkat dengan anak normal usia 8-12 tahun. Jenis penyakit gangguan jiwa lainnya adalah : a Schizophrenia Penyakit jiwa skizofrenia merupakan penyakit jiwa yang benar dan gawatyang dapat dialami manusia sejak muda dan berlanjut menjadi kronisdan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia lansia karena menyangkut segi fisik, psikologis dan sosial-budaya.Gangguan skizofrenia berawal dengan dengan keluhan halusinasi yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri di ucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri sipenderita sehingga ia merasa menjadi orang ketiga. 12 12 http:www.e-psikologi.comusia140 Drs. H. Zainuddin Sri Kuntjoro, M.Psi. Mengenal Gangguan Jiwa pada Lansia b Paranoia Paranoia adalah “gila menuduh orang”. Ciri khas penyakit ini adalah munculnya delusi yaitu satu pikiran salah yang menguasai orang yang diserangnya. Delusi ini tidak bisa hilang. Penderita paranoia biasanya orang yang cerdas, kuat ingatannya, emosinya seimbang, hanya saja ia mempunyai salah persepsi atas dirinya sendiri karena segala perhatian dan perkatannya dalam hidup dikendalikan oleh pikiran yang salah tersebut. 13

3. Hak-hak Orang Penderita Cacat Mental

Pasal 5 Undang-undang No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat menyebutkan bahwa: “setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam segala aspek kehi dupan dan penghidupan”. Hal tersebut diperjelas melalui Pasal 6 yang berisi: 1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; 2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya; 3. Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; 4. Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; 5. Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteran sosial; 6. Dan hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. 13 http:www.refleksitherapy.com Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Sakit Jiwa. Pasal 7 yang berisi: 1. Setiap penyandang cacat mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pelaksanaannya disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya. 14 14 http:www.dinsos.pemdadiy.go.id 24

BAB III PEMBAGIAN HARTA WARIS BAGI PENDERITA CACAT MENTAL

MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Konsep pengampuan Di Indonesia, telah banyak terjadi kasus mengenai pengampuan. Di latar belakangi oleh sifat manusia yang selalu berusaha menjalin hubngan dengan manusia lainnya maka proses pengampu terwujud, karena bila dilihat dibalik tujuan pokok mengampu pastilah terjadi antar manusia didalamnya. Tentunya manusia sebagai subjek hukum selain badan hukum, karena proses pengampuan adalah peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang terjadi atas dasar hubungan-hubungan hukum yang terjadi antar manusia. Hubungan- hubungan hukum adalah hubungan antara seorang manusia dengan manusia lainnya atau apa apa yang dipersamakan dengan manusia yaitu badan hukum tadi, atau antara seorang manusia dan suatu harta benda yang ada aturan- aturannya dalam hukum dengan rangkaian kewajiban-kewajiban hukum dan hak perseorangan. Ada subjek hukum sudah pasti ada objek hukum. Yang menjadi objek dalam hubungan hukum adalah hak dan kewajiban seseorangsuatu pihak terhadap orangpihak lainnya.hak dan kewajiban ini yang nantinya harus dipenuhi. Subjek dalam hubungan hukum terkait dengan pengampuan adalah manusia. Manusia sudah barang tentuyang mempunyai hak dan kewajiban. Setiap terjadinya hubungan hukum pastilah mempunyai causa. Causa adalah alasan-alasan yang menyebabkan adanya hubungan hukum, yaitu rangkaian kepentingan yang harus dijaga dan diperhatkan sesuai yang termaktub dalam isi hubungan hukum itu. 1 Kembali kepersoalan awal dimana pengampuan adalah hubungan hukum, maka sebagai awal kita perlu melihat pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW sebagai acuan dalam penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan hukum perdata. Pada dasarnya seorang anak yang menderita cacat mental tidak serta merta kehilangan hak-haknya dalam mewarisi harta peninggalan. Hanya saja ia membutuhkan bantuan orang lain yang masih ada hubungan darah dengannya untuk megelola hartanya. Sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, bahwa orang dewasa yang menderita cacat mental, dungu, mata gelap atau bahkan pemboros maka ia mendapat pengampuan.

1. Pengampuan

a. Pengertian pengampuan

Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pengampuan dapat ditinjau dari ilmu pengetahuan yang dikhususkan dalam bidang Hukum Perdata. Dalam hukum perdata dikenal adanya pembagian-pembagian hukum menurut ilmu pengetahuan dan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 1 Ridwan Indra, Asas-asas Hukum Perdata di Indonesia, Cet. 1, Jakarta: CV Trisula, 1997, hlm.39 Hukum Perdata materiil menurut ilmu pengetahuan dibagi menjadi 4 bagian yang salah satu diantaranyaterdapat pengaturan mengenai pengampuan. Ke empat bagian tersebut adalah : 2 1 Hukum Perorangan Personenrecht 2 Hukum Keluarga Familirecht 3 Hukum Harta Kekayaan Vermogensrecht 4 Hukum Waris Erfrecht Pengaturan mengenai pengampuan terdapat dalam bagian Hukum Keluarga. Timbulnya pengampuan bersifat kekeluargaan dikarenakan antara orang yang diampu dan yang mengampubiasanya memiliki hubungan darah atau hubungan keluarga. Hukum keluarga diartikan sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai hubungan hukum yang bersangkutan dengan keluarga sedarah dan keluarga karena perkawinan. 3 Pengampuan atau dikenal juga dengan istilah curatele adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya lantas dianggap tidak cakap dalam berbagai hal untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenankan seseorang agar dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan 4 . 2 Kin’s Tatang S, Tanya jawab Hukum Perdata di Indonesia, Cet. 1,Jakarta: CV Trisula,1997, hlm. 39. 3 Sri Soesilowati Mahdi, dkk., Hukum Perdata suatu pengantar, Cet. 1, Jakarta: Gitamajaya Jakarta, 2005, hlm. 41. 4 http:advokatku.blogspot.com201003pengampuan-syarat-dan- prosedurnya.html Dengan kata lain, pengampuan adalah keadaan orang dewasa yang disebabkan sifat-sifat pribadinya maka ia dianggap tidak cakap mengurus kepentingannya sendiri atau kepentingan orang lain yang menjadi tanggungannya, sehingga pengurusan itu harus diserahkan kepada seseorang yang akan bertindak sebagai wakil menurut undang- undang dari orang yang tidak cakap hukum tersebut. Orang dewasa yang dianggap tidak cakap disebut kurandus, sedangkan orang yang bertindak sebagai wakil dari kurandus disebut pengampu kurator.

b. Pengampuan Menurut Hukum Islam

Mahjur berasal dari kata al-hajr-hujranan-hajarayang secara bahasa adalah mempunyai arti al- man’u yaitu terlarang, terdinding, tercegah atau terhalang. Sedangkan menurut syara’ artinya: 1 Menurut Muhammad as-Syarbini al-Khatib bahwa mahjur ialah al- man’u minat tasharrūfãtilmãliyyati cegahan untuk pengelolaan harta. 5 2 Menurut Idris Ahmad dalam bukunya fiqh al-Syafi’iyah mahjur adalah orang yang terlarang mengendalikan harta bendanya disebabkan oleh beberapa hal yang terdapat pada dirinya, yang mengeluarkan pengawasan. 5 http:www.warungghuroba.wordpress.com2010...bab-14-mahjur-terhalang 3 Menurut Sulaiman Rasyid bahwa mahjur al-Hajr ialah melarang atau menahan seseorangdari membelanjakan hartanya, yang berhak melarangnya ialah wali atau hakim qãdhi. Dari ta’rif di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan mahjur ialah cegahan bagi seseorang untuk mengelola hartanya karena adanya hal-hal tertentu yang mengharuskan terjadinya pencegahan.

c. Pengampuan Menurut Hukum Positif Burgelijk Wetboek

Pengampuan pada dasarnya ditujukan untuk melindungi pihak mereka yang tidak cakap, dengan melakukan pengurusan pribadi dan harta kekayaan pihak tersebut. Dasar hukum dari pengampuan adalah Kitab Undang-undang Hukum Perdata bab XVII Pasal 433 yang kemudian diturunkan dalam Pasal 431-461. Adapun Pasal 433 menyatakan: “Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu,gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan dibawah pengampuan karena keborosannya”. 6 Berdasarkan ketentuan Pasal 433 di atas jelas dan tegas, mengenai pengertian dari pengampuan.bahwa pengampuan adalah peletakan orang dewasa yang selalu dalam kondisi sakit jiwa, mata gelap pun jika kadang-kadang ia cakap mempergunakan pikirannya 6 Ibid,.hal. 4 dalam keadaan sama seperti anak yang belum dewasa dan diwakili oleh pengampu bila akan melakukan perbuatan hukum, permanen atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya- foya pun dapat dimintakan pengampuan karena keborosannya. Adapun pihak yang berwenang antara lain adalah balai harta peninggalan. Dalam pasal-pasal selanjutnya juga menjelaskan siapa yang berhak menjadi pengampu, bagaimana cara jadi mencari pengampu, syarat-syarat menjadi pengampu. Dalm pasal 434-436 KUHPerdata menerangkan tentang siapa dan bagaimana mendapat pengakuan yang sah menurut hukum dalam hal menjadi seorang pengampu. Syarat- syarat apa yang harus di penuhi bila ingin mengajukan permohonan untuk meletakan seseorang di bawah pengampuan dan menjadi pengampu bagi orang tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 438 KUHPerdata yang berbunyi: “Apabila Pengadilan Negeri berpendapat, bahwa peristiwa- peristiwa itu cukup pentingguna mendasarkan suatu pengampuan, maka haruslah didenagar para keluarga sedarah dan semendanya. ” 7 d. Orang yang Berhak Memintakan Pengampuan Menurut Subekti orang yang sudah dewasa, yang menderita sakit ingatan menurut undang-undang harus ditaruh di bawah pengampuan atau curatele. Dengan alasan bahwa ia tidak mampu mengelola hartanya dan dikhawatirkan akan menghamburkan kekayaannya. Kemudian 7 Ibid,.hal. 4 Kansil dalam bukunya yang berisi asas-asas hukum perdata yang dipelajari dan berlaku di Indonesia, mengemukakan penjelasannya tentang pengampuan dalam Pasal 433 KUHPerdata, pengampuan adalah orang dewasa akan tetapi: 1 Sakit ingatannya; 2 Seorang pemboros; 3 Lemah daya atau lemah jasmaninya; 4 Tidak sanggup mengurus kepentingan sendiri dengan semestinya, disebabkan kelakuan buruk diluar batas atau mengganggu kemanan, memerlukan pengampuan 8 . Pasal 434 KUHPerdata menjelaskan secara tegas bahwasanya Setiap keluarga sedarah berhak minta pengampuan keluarga sedarahnya berdasarkan keadaan dungu, gila atau mata gelap. Disebabkan karena pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh para keluarga sedarah dalam garis lurus , dan oleh mereka dalam garis samping sampai derajat keempat. Dan barang siapa lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingan sendiri dengan baik maka dapat dimintakan pengampuan bagi dirinya sendiri. Kesimpulannya, barang siapa yang lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingan sendiri dengan baik, maka 8 C.S.T Kansil, Modul Hukum Perdata I Termasuk Asas-asas Hukum Perdata, Cet.1, Jakarta: Pradnya Paramita, 1990, hlm. 56. ia dapat minta pengampuan bagi dirinya sendiri. Namun melalui proses peradilan yang berlaku di negara tersebut. e. Kedudukan Orang yang Dibawah Pengampuan Kedudukan orang yang diletakkan dibawah pengampuan adalah sama seperti seorang yang belum dewasa, seperti yang dijelaskan dalam KUHPerdata Bab ke 17 tentang Pengampuan ayat 452 yang berbunyi: 452. setiap orang yang ditaruh dibawah pengampuan, mempunyai kedudukan yang sama dengan seorang yang belum dewasa. Jika seorang yang karena keborosannya ditaruh dibawah pengampuan, hendak mengikat diri dalam perkawinan, maka ketentuan-ketentuan pasal 38 dan 151 berlaku terhadapnya. Ketentuan-ketentuan undang-undang mengenai perwalian atas anak-anak belum dewasa tercantum dalam pasal 331 sampai 344, dalam pasal 362, 367, 369 sampai 388,391, dan berikutnya dalam bagian ke sebelas,ke dua belas, dan ketiga belas bab ke lima belas, berlaku juga terhadap pengampuan. 9 Karena ia tak dapat lagi melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara sah. Akan tetapi, jika seorang diletakkan di bawah pengampuan atas alasan mengobralkan kekayaannya, menurut undang- undang masih dapat membuat pernyataan dan dapat melakukan perkawinan serta membuat perjanjian perkawinan, meskipun untuk perkawinan ini ia harus mendapatkan ijin dari kurator atau Weeskamer 10 . Lainhalnya jika seseorang yang ditaruh dibawah pengampuan atas alasan sakit ingatan, dan tidak dapat membuat suatu pernyataan dan 9 Ibid., hal, 4 10 Ibid,.hal. 15 tidak pula dapat melakukan perkawinan, maka tidaklah sah perbuatan- perbuatan hukum tersebut, karena untuk melakukan perbuatan- perbuatan hukum diperlukan akal yang sehat dan sadar. Tidak jauh berbeda dengan kedudukan kurandus menurut KUHPerdata dengan Hukum Islam, karena dalam Hukum Islam pun menetapkan hal yang sama tentang kedudukan anak yang ditaruh di bawah pengampuan. Yaitu berlandaskan pada Kompilasi Hukum Islam Bab XIV tentang Pemeliharaan Anak, Pasal 98 ayat 1-2 yang berbunyi: 1 Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan”. Kemudian dipertegas dengan ayat 2 Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hokum di dalam dan di luar Pengadilan. 11 Artinya, segala bentuk perbuatan hukum yang dilakukan oleh kurandus adalah tidak sah menurut hukum, karena ia dianggap tidak cakap untuk melakukan hal-hal tersebut. Maka dari itu, curator sebagai walinya berhak melakukan tindakan-tindakan hokum atas nama kurandus tersebut. 11 KHI Bab XIV, pemeliharaananak. Pasal 98, Ayat 1-2

2. DasarHukumPengampuan

a. Dasar Hukum Pengampuan menurut Hukum Islam

Dasar hukum pengampuan dalam hukum Islam yang pertama adalah jelas dengan mengacu pada Al- Qur’an Surah An-Nisaa’ayat 5:                  Artinya: Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya, harta mereka yang ada dalam kekuasaanmu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan Pakaian dari hasil harta itu dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik . Q.S. An- Nisaa’ 5 Mereka yang di hijr ini ada beberapa macam, yaitu adakalanya karena usia orang yang bersangkutan masih sangat muda sebab perkataan seorang anak kecil tidak dianggap dalam mua ’mmalah. Adakalanya hijr disebabkan karena penyakit gila.Adakalanya karena buruk dalam ber- tasharr ūf, mengingat akalnya kurang sempurna atau agamanya kurang. Adakalanya karena pailit tafl īs,yakni bila hutang seseorang mampu menenggelamkan dirinya, dan semua hartanya tidak dapat menutup hutangnya. Untuk itu apabila para pemilik piutang menuntut kepada pihak hakim qadhi agar meng-hijr-nya maka ia terkena hijr tidak boleh men-tasharr ūf hartanya. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 282 :                                                              ……  “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan apa yang akan ditulis itu, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu …. . QS. Al Baqarah: 282 Dalam KHI Kompilasi Hukum Islam buku II hokum kewarisan Bab III tentang Besarnya Bagian pasal 184 : Bagi ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya, maka baginya diangkat wali berdasarkan keputusan hakim atas usul anggota keluarga. 12 12 KHI, Buku II, Hukum Kewarisan. Bab III. Besarnya Bagian. Pasal 184.

b. Dasar Hukum Pengampuan menurut Hukum Positif

Adapun dasar hokum pengampuan mengacu pada Kitab Undang- undang Hukum Perdata BurgelijkWetboek yang terbagi ke dalam pasal- pasal yang mengatur tentang pengampuan, yaitu pasal 433 sampai dengan pasal 462.Dalam pasal-pasal tersebut juga dijelaskan siapa saja yang berhak menjadi pengampu, bagaimana cara menjadi pengampu, dan syarat-syarat menjadi pengampu.

3. Tujuan Pengampuan

Terdapat kesamaan dalam hal tujuan dilakukannya curatele atau mahjur antara Hukum Islam maupun Hukum Positif, yaitu untuk menjaga hak-hak orang lain seperti pencegahan terhadap: a. Orang yang hutangnya lebih banyak daripada hartanya, maka orang tersebut dilarang mengelola harta guna menjaga hak-hak yang berpiutang. b. Orang yang sakit parah, dilarang berbelanja lebih dari sepertiga hartanya guna menjaga hak-hak ahli warisnya. c. Murtad orang yang keluar dari Islam dilarang mengedarkan hartanya guna menjaga hak muslimin. d. Mahjur dilakukan untuk menjaga hak-hak orang yang dimahjur itu sendiri, seperti: 1 Anak kecil, dilarang membelanjakan hartanya hingga beranjak dewasa dan sudah pandai mengelola dan mengendalikan harta. 2 Orang gila, dilarang mengelola hartanya sebelum dia sembuh, hal ini dilakukan guna menjaga hak-hak nya sendiri. 3 Pemboros, dilarang membelanjakan hartanya sebelum dia sadar, hal ini juga guna menjaga hak terhadap hartanya ketika ia membutuhkan pembelanjaannya.

4. Pengampu

a. Pengertian Pengampu

Orang yang diletakkan dibawah pengampuan dianggap tidak cakap untuk bertindak sendiri dalam ranah hukum karena sifat pribadinya. Atas dasar tersebut, orang tersebut melalui keputusan hakim lantas dimasukkan ke dalam golongan orang yang tidak cakap bertindak. Karenanya, orang tersebut diberi wakil menurut undang- undang, atau disebut dengan pengampu. Sebagai pengawas yangbertugas dalam mengelola, pengampu bertindak sebagai seorang pengampu-pengawas toeziende curator 13 . Penunjukan pengampu dibuat dalam bentuk penetapan yang dikeluarkan oleh pengadilan atas dasar keyakinan hakim setelah melalui prosedur pemeriksaan yang diberitahukan kepada si pengampu beserta permintaan surat atau laporan yang memuat tentang pendapat-pendapat keluarga sedarah tentang persetujuan dirinya untuk diangkat menjadi 13 H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Cet.1, Jakarta: Raja Grafindo Persada: 1983, hal.177. pengampu. Jika hakim telah memperoleh keyakinan akan hal tersebut, maka baru diangkatlah seorang pengampu atau curator, yang diletakkan dalam pengampuan serta urusan-urusan mengenai diri pribadi maupun harta kekayaan orang tersebut 14 . Biasanya yang berhak menjadi pengampu adalah keluarga sedarah atau orang yang ditunjuk oleh penetapan pengadilan guna melaksanakan pemeliharaan dan bimbingan terhadap seorang Kurandus 15 . Dapat disimpulkan bahwa pengampu adalah orang yang padanya diletakkan tanggungjawab kelanjutan hak-hak dan kewajiban si terampu dalam hukum selanjutnya.

b. Syarat-syarat Menjadi Pengampu

Untuk menjadi seorang pengampu bukanlah perkara mudah, karena si pengampu menanggung nasib terampu setelah dirinya tidak mampu bertindak sesuai hukum yang dibebankan padanya. Maka untuk menjadi seorang pengampu haruslah mampu bertanggungjawab untuk dirinya sendiri maupun atas semua hal yang berkaitan dengan orang yang diampunya. Maka, untuk menjadi pengampu harus memenuhi kriteria seperti yang ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari sifatnya, tidak adanya paksaan untuk menjadi pengampudan menunjuk pada satu jenis 14 Wahyono Darmabrata, Hukum Perdata Asas-asas Hukum Perdata Orang dan Keluarga cet.1 Jakarta: Gitamajaya Jakarta: 2004, hal.88. 15 C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata I Termasuk Asas-asas Hukum Perdata... hal. 139. anggota keluarga saja, artinya tidak hanya orang tua yang boleh mengampu, melainkan saudara-saudara adik atau kakak dari terampu diperbolehkan menjadi pengampu. Menarik kesimpulan dari pasal 343 KUHPerdata, bahwa yang boleh menjadi pengampu bagi orang yang terus menerus hidup dalam keadaan dungu, sakit otak, atau mata gelap adalah keluarga yang memiliki hubungan darah nasab dengan si kurandus dari garis lurus ke atas atau lurus ke bawah. Pengangkatan kurator harus diberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan BHP yang bertindak sebagai pengawas. Balai Peninggalan Harta bertindak sebagai Hakim Pengawas, yaitu tugasnya adalah mengawasi jalannya proses mengampu dan pengampu dalam melaksakan tugasnya.

c. Orang yang Berhak Menjadi Pengampu

Sesuai dengan ketentuan Pasal 434 KUHPerdata, tidak semua orang dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai pemegang hak pengampuan. Hukum mensyaratkan hanya orang yang memiliki hubungan darah saja yang dapat mengajukan dan ditetapkan sebagai pemegang hak pengampuan. Bahkan terhadap saudara semenda hubungan persaudaraan karena tali perkawinan pun hukum tetap mengutamakan orang yang memiliki hubungan darah sebagai pemegang hak pengampuan. Dalam menetapkan seseorang digaris pengampuan, Pengadilan Negeri harus tunduk pada ketentuan yang diterangkan secara rinci dalam KUHPerdata mulai pasal 438 sampai pasal 442.

d. Hak-hak Pengampu

Hak atau wewenang pengampu dalam bertugas sebagai kurator didapat setelah hakim membacakan putusannya dalam sidang terbuka, setelah mendengar saksi-saksi yang telah dipanggil secara sah untuk memberikan keterangan yang berkaitan dengan pengampuan 16 . Setelah mendengar putusan hakim tersebut, si pengampu mendapat wewenang hanya dari perintah pengadilan. Oleh karena itu, kurator harus dapat bertanggungjawab atas kesalahan atau kelalaian dirinya dalam melaksanakan kewajiban pengurusan atau penyelesaian urusan kurandus. Selain itu, hak-hak sebagai pengampu telah diatur dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, dan dapat ditarik kesimpulan mengenai hak kurator terhadap kurandus antara lain: 1 Pasal 453 KUHPerdata: Pengampu berhak memangku kekuasaan sebagai orang tua dari anak-anak si terampu yang belum dewasa, jika suami atau istri kurandus dipecat dari kekuasaannya sebagai orang tua. Pengampu berhak menjadi wali atas anak-anak sampai pengampuannya dihentikan. 2 pasal 452, 446 KUHPerdata: Setiap kurandus pasti berkedudukan sama seperti seorang yang belum dewasa, jadi pengampu berhak mendampingi dalam hal boros dan lemah daya, mewakili dalam hal sakit otak dan gangguan kejiwaan dalam melakukan tindakan-tindakan hukum. Tindakan hukum yang dilakukan oleh kurandus tanpa dibantu pengampunya adalah batal. 16 Wahyono Darmabrata, Hukum Perdata Asas-asas Hukum Perdata Orang dan Keluarga, …. Hal.90 3 Pasal 14 UU Perkawinan: Pengampu berhak mencegah berlakunya perkawinan atas kurandusnya guna menghindarkan kesengsaraan yang mungkin timbul bagi calon mempelai lain. 4 Pasal 38, 151, 452 KUHPerdata: Pengampu berhak melakukan pencegahan perkawinan atas kurandus yang boros jika ia hendak mengikatkan diri dalam perkawinan. 5 Pasal 454 KUHPerdata: Pengampu berhak mengurus semua pendapatan kurandus yang digunakan untuk kesembuhannya. Wewenang lain yang didapatnya antara lain; menjual harta milik kurandus, menjual harta warisan milik kurandus, dan sebagainya. Pada intinya kurator berhak melakukan suatu perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan untuk dan atas nama kurandus.

e. Pencabutan Hak Menjadi Pengampu

Pengadilan sebagai lembaga yang berwenang menetapkan pengampuan sesuai dengan undang-undang berupa penetapan atas pengampu tersebut. Pengampu yang berasal dari anggota keluarga mendapat hak untuk mengatur serta mengurus harta si terampu. Harta benda ini antara lain yang dapat digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari si terampu. Dan pengampu juga memiliki hak untuk ikut menikmati harta benda si terampu. Namun wewenang-wewenang tersebut bisa juga dicabut dan pengampu dibebaskan dari tugas mengampunya. Pengampu yang melakukan apa-apa yang termasuk dalam kriteria pasal 1365 KUHPerdata, yaitu perbuatan melawan hukum dapat mengakibatkan dirinya kehilangan hak sebagai kurator. Pada setiap pengampu dapat dikenakan pencabutan hak atasnya bila ia menyalahgunakan hak-haknya. Menyebabkan kerugian terus- menerus dan terlihat nyata oleh BHP maka dapat diusulkan untuk pencabutan hak menjadi pengampu. Melakukan pemindahan- pemindahan hak terhadap benda milik pengampu untuk tujuan memperkaya diri sendiri juga merupakan jenis pelanggaran nyata dan dapat menyebabkan kurator kehilangan haknya. Pencabutan perwalian ini berlandaskan hukum pada KUHPerdata pasal 380 tentang pengecualian, pembebasan, dan pemecatan dari perwalian diterangkan bahwa hak mengurus orang yang diwakili ini dapat dicabut karena nyata-nyata pengampu karena 17 : 1 Jika terbukti, mereka berkelakuan buruk; 2 Mereka yang dlaam menunaikan tugasnya mengampu menyalahgunakan, memperlihatkan ketidakcakapan bahkan mengabaikan kewajibannya; 3 Mereka dalam keadaan pailit; 4 Mengadakan perlawanan kepada si terampu baik terhadap dirinya sendiri, dan harta bendanya di pengadilan; 5 Mereka yang dijatuhi hukuman telah berkekuatan hukum tetap karena kejahatan atas orang yang diampunya; 6 Pengampu yang dihukum penjara selama dua tahun atau lebih. Menurut pasal 381 KUHPerdata, yang melakukan pemecatan terhadap si pengampu adalah Pengadilan Negeri setempat dimana 17 Ibid,.hal. 4 permohonan pengampuan diajukan atau tempat tinggal terakhir para pihak yang bersangkutan. Pemeriksaan perkara ini berlangsung dalam sidang tertutup dan harus dibacakan penetapannya. Jika terbukti sah maka pengadilan berhak secara langsung menghentikan dan memecat pengampu dalam menunaikan pengampuan tersebut pasal 382 KUHPerdata.

5. Berakhirnya Pengampuan

Pengampuan mulai berlaku terhitung sejak saat putusan atau penetapan pengadilan diucapkan. Artinya, pengampuan sudah berlaku walaupun putusan atau penetapan itu dimintakan banding. Pengampuan berjalan terus tanpa terputus-putus seumur hidup kurandus, kecuali dihentikan berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. Berakhirnya suatu pengampuan dibedakan antara berakhirnya pengampuan secara absolut dan secara relatif 18 . a. Secara absolut, yaitu berakhirnya yang disebabkan: 1 Meninggalnya kurandus; 2 Adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab dan alasan-alasan pengampuan telah hapus; b. Secara relatif, yaitu berakhirnya yang disebabkan: 1 Curator meninggal dunia; 2 Curator dipecat atau dibebastugaskan; 18 http:www.philipjusuf.com201104pengampuan-curatele-custodian 3 Suami diangkat sebagai kurator yang dahulunya berstatus sebagai kurandus; Sesuai dengan KUHPerdata pasal 460 menerangkan bahwa: ”pengampuan berakhir apabila sebab-sebab yang mengakibatkannya telah hilang; sementara itu, pembebasan dari pengampuan tak akan diberikan melainkan dengan memperhatikan acara yang ditentukan oleh undang-undang guna memperoleh pengampuan, dan karena itu seseorang yang ditaruh di bawah pengampuan tidak boleh menikmati kembali hak-haknya sebelum putusan tentang pembebasannya memperoleh kekuatan mutlak 19 . Dan pasal 461 menyatakan: “Pembebasan dari pengampuan harus diumumkan dengan cara sebagaimana teratur dalam pasal 444 menempatkannya dalam Berita Negara ”. Dalam hukum Islam, status pengampunan al-hajr berakhir apabila : a. Anak kecil sudah baligh berakal b. Orang bodohdungu sudah menjadi cerdassadar c. Pemboros sudah mulai hemat d. Orang gila sudah menjadi waras e. Orang yang sakit kritis sudah sembuh kembali f. Khusus bagi orang yang pailit, dia baru bebas dari status hokum pengampunan setelah dia lunasi hutang-hutangnya 20 . 19 Ibid,.hal. 4. 20 http:www.warungghuroba.wordpress.com2010...bab-14-mahjur-terhalang Hendaknya diingat bahwa apabila al-Hajr pengampunan ditentukan berdasarkan penetapan qadhi hakim maka pencabutannya juga harus demikian supaya mempunyai kekuatan hukum. Apabila pengampunan itu berada dibawah kekuasaan wali maka walilah yang dapat mempertimbangkannya. Seperti yang diterangkan juga dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 109: Pengadilan agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hokum dan hokum dan memindahkan kepada pihak lain diatas permohonan kerabatnya bila wali tersebut pemabuk, penjudi, pemboros, gila dan melalaikan atau menyalahgunakan hak wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang yang berada dibawah perwaliannya. 21 21 Ibid, hal. 35 45

BAB IV ANALISIS PENGAMPUAN DALAM KHI DAN PUTUSAN PERKARA

PENGADILAN NO.:94PDT.P2008PN.JKT.SEL. TENTANG PENGAMPUAN.

A. Pengampuan dalam KHI

Sebagaimana Keputusan Menteri Agama RI No.154 tahun 1991 tentang pelaksanaan Instruksi Presiden RI No.1 tahun 1991 tanggal 10 juni 1991, yang berbunyi: Pertama: Seluruh instansi departemen agama dan instansi pemerintah lainnya yang terkait agar menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam di bidang Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan sebagaimana dimaksud dalam diktum pertama Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 untuk digunakan oleh Instansi Pemerintah dan masyarakat yang memerlukannya dalam menyelesaikan masalah-masalah di bidang tersebut Kedua: Seluruh lingkungan Instansi tersebut dalam diktum pertama, dalam menyelesaikan masalah-masalah di bidang hukum Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan sedapat mungkin menerapkan Kompilasi Hukum Islam tersebut samping peraturan perundang- undangan lainnya. Ketiga: Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tersebut dan urusan Haji mengkoordinasikan pelaksanaan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia ini dalam bidang tugas masing-masing. 1 Surat Keputusan tersebut merupakan ketetapan pelaksanaan Intruksi Presiden RI untuk menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam, sebagai acuan dalam hal-hal Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, dan Perwakafan, di 1 Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokus Media, 2005. dalamnya tertulis lengkap mengenai permasalahan yang berkaitan dengan ketiga hal tersebut, namun dalam hal pembagian harta warisan bagi penderita cacat mental, secara tersurat memang tidak tertulis dengan jelas, di sana hanya disebutkan pembagian harta warisan bagi yang tidak mampu melaksanakan hak dan kewajiban. 2 Penulis mengambil kesimpulan bahwa kata- kata “tidak mampu m elaksanakan hak dan kewajiban” dalam KHI pasal 184, termasuk di dalamnya penderita cacat mental, hal ini menepis wacana yang menyatakan bahwa pengampuan tidak tertulis dalam KHI. Jadi pembagian harta warisan bagi ahli waris penderita cacat mental secara tersirat termaktub dalam pasal tersebut.

B. Putusan Hakim PN Jakarta Selatan Mengenai Kasus Pengampuan Atas

Anak Cacat Mental 1. Deskripsi Kasus Pengampuan terhadap Anak Cacat Mental di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengampuan bagi anak anak yang sudah dewasa menurut pasal 330 KUHPerdata atas semua anggota keluarga yang menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk selanjutnya disebut KUHPerdata pasal 433 tergolong orang yang patut diampu atau dikenal dengan sebutan Kurandus, sakit otak, selalu dalam keadaan dungu atau mata gelap, maka anggota keluarga sedarah semendanya yang berhak 2 Ibid, hal. 35 mengajukan permohonan untuk itu. Anak yang sakit otak atau mengalami gangguan jiwa termasuk orang yang diampu dalam rangka memenuhi haknya. Maka yang pantas menjadi pengampunya adalah salah satu orang tuanya yang hidup pasal 434 KUHPerdata. Terkait hukum atas anak tersebut, maka kedudukannya sama dengan orang yang belum dewasa. Karena anak yang diampu adalah anak yang telah dewasa tapi tidak cakap mewakili dirinya sendiri untuk bertindak dalam lalu lintas hukum. Sehingga pengampu tadi bertugas dalam membantu melaksanakan, menggantikan ataupun mewakili Kurandus. Karena biasanya Pengampuan terkait dengan harta benda maka pengampu dalam melaksanakan tugasnya diawasi oleh Balai Harta Peninggalan BHP sebagai pengampu pengawas. Dari persetujuan pengampu pengawas inilah pengadilan mengeluarkan ijin untuk pemanfaatan harta benda milik ataupun hak waris Kurandus. Begitu juga dengan masalah apakah penetapan Nomor.94Pdt.P2008PN.Jkt.Sel dan Nomor 100Pdt.P2008PN.Jkt.Sel. telah sesuai dengan KUHPerdata. Peletakan seseorang dibawah pengampuan dan pengangkatan seorang pengampu harus melalui pengadilan, pasal 433-461 KUHPerdata mengenai pengampuan dan pasal-pasal tentang perwalian yang juga dipakai dalam pengampuan telah ditetapkan oleh hakim dalam penetapannya. Dengan demikian yang berhak memohon pengampuan atas kriteria yang ada dalam pasal 433 diatas hanyalah keluarganya. Karena kurandus ditempatkan dalam keadaan belum dewasa sehingga dalam tindakan yang mempunyai akibat hukum tertentu dibantu oleh pengampunya dan diawasi oleh pengampu pengawas baik sebelum atau sesudah pengadilan membacakan penetapan pengampuan.

2. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Perkara

NO.:94pdt.P2008PN.JKT.SEL. Pengampuan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata pada tingkat pertama, telah memberikan penetapan sebagai berikut dibawah ini atas permohonan dari : Ny. Dorkas Napitupulu dikenal juga dengan nama RUFINA DORCAS NAPITUPULU , bertempat tinggal dijakarta, Jl. Setiabudi Barat VII Nomor 1, RT.004, RW.004, Kelurahan Setiabudi, Jakarta Selatan, selanjutnya sebagai PEMOHON; Pengadilan Negeri Tersebut; Telah membaca surat-surat dalam berkas permohonan ; Telah mendengar keterangan pemohon dan saksi-saksi ; Telah mempelajari bukti-bukti yang tertulis ; TENTANG DUDUKNYA PERKARA Menimbang, bahwa pemohon dengan surat permohonannya tertanggal 28 maret 2008, yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada register No.94Pdt.P2008PN.Jak.Sel., telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut :