Pengaruh Narkoba terhadap Kesehatan Periodontal Tahanan Narkoba di Poltabes MS.

(1)

PENGARUH NARKOBA TERHADAP KESEHATAN

PERIODONTAL TAHANAN NARKOBA DI POLTABES MS

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi

Oleh :

BEBY AYU PRATIWI NIM : 050600105

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Periodonsia

Tahun 2009

Beby Ayu Pratiwi

Pengaruh Narkoba terhadap Kesehatan Periodontal Tahanan Narkoba di

Poltabes MS

xiii+ 70 halaman

Latar belakang : Penyalahgunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA) atau yang populer diistilahkan dengan narkoba di kalangan sekelompok masyarakat

kita menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. Pengguna narkoba juga

mempunyai resiko terkena penyakit periodontal. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa pengguna narkoba mempunyai kondisi kesehatan periodontal yang lebih buruk

dibandingkan kelompok yang tidak menggunakan narkoba terutama dalam hal

tingginya skor plak, perdarahan gingiva, meningkatnya prevalensi gingivitis serta

periodontitis, keparahan atrisi, serta kehilangan perlekatan. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba

di Poltabes MS, untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari jenis narkoba

terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS, untuk mengetahui

Metode penelitian : Penelitian ini diawali dengan wawancara terhadap tahanan lalu dilakukan pengukuran terhadap Indeks Perdarahan Papila yang Dimodifikasi pengaruh lamanya waktu pemakaian narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan


(3)

(IPPD),Indeks Higiena Oral (IHO), Level Kehilangan Perlekatan Klinis (KPK),

Indeks Periodontal dan Indeks Penggunaan Gigi (Atrisi).

Hasil : Shabu memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kondisi kesehatan periodontal tahanan narkoba Poltabes MS dibandingkan dengan ganja. Lama

menggunakan narkoba berpengaruh secara signifikan terhadap kesehatan periodontal

dalam hal level kebersihan mulut dan indeks periodontal. Namun memberikan

pengaruh yang tidak signifikan terhadap skor IPPD, level IHO, level perlekatan, dan

indeks penggunaan gigi. Kebiasaan buruk pengguna narkoba tahanan narkoba di

Poltabes MS yang meliputi kebiasaan dalam mengkonsumsi minuman berkarbonat

(soft drink) dan clenching berpengaruh terhadap kondisi kesehatan periodontal dalam

hal atrisi gigi.

Kesimpulan : Ada pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba Poltabes MS. Shabu memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap

kondisi kesehatan periodontal dibandingkan dengan ganja pada tahanan narkoba

Poltabes MS. Lama menggunakan narkoba berpengaruh secara signifikan terhadap

kesehatan periodontal dalam hal level kebersihan mulut dan indeks periodontal,

tetapi tidak signifikan terhadap skor IPPD, level IHO, level perlekatan, dan indeks

penggunaan gigi. Kebiasaan buruk yang meliputi kebiasaan dalam mengkonsumsi

minuman berkarbonat (soft drink) dan clenching berpengaruh terhadap kondisi

kesehatan periodontal dalam hal atrisi gigi.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 12 Agustus 2009

Pembimbing : Tanda tangan

1. Saidina Hamzah Dalimunthe,drg.,Sp.Perio(K) NIP. 131 126 696

...

2. Rini Octavia Nasution,drg.,SH

NIP. 132 306 068


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 12 Agustus 2009

TIM PENGUJI

KETUA : Saidina Hamzah Dalimunthe, drg., Sp.Perio(K)

ANGGOTA : 1. Saidina Hamzah Dalimunthe, drg., Sp.Perio(K)

2. Rini Octavia Nasution, drg., SH

3. Irma Ervina, drg., Sp.Perio

4. Aulia Yudha Prawira, drg.

Mengetahui :

KETUA DEPARTEMEN

Zulkarnain, drg., M.Kes ……….. NIP. 131 459 298


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat

dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana

mestinya untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memberikan penghormatan yang

teristimewa kepada ayahanda tercinta Sudiono, SH dan ibunda tercinta Mastuty S

yang selalu mendoakan, menyayangi, dan memberikan dukungan kepada penulis

dengan sepenuh hati sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik,

serta kakanda Andy Kurnia Rezeki, ST.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Ismet Daniel Nasution, drg., Sp.Pros(K).,PhD selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Zulkarnain, drg., M.Kes selaku ketua Departemen Periodonsia Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Saidina Hamzah Dalimunthe, drg., Sp.Perio(K) sebagai dosen pembimbing utama

dan penguji yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk

membimbing, membantu serta selalu memberi semangat kepada penulis dalam


(7)

4. Rini Octavia Nasution, drg.,SH selaku dosen pembimbing skripsi kedua yang

telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan,

pengarahan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Neviyanti, drg., M.Kes selaku dosen wali yang telah membimbing penulis dalam

menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Om Junaidi Matondang, Komisaris Besar Polisi Drs. Anjan Pramuka Putra, SH,

MH (Direktur Narkoba Polda Sumut) yang telah memberikan izin penelitian kepada

penulis serta Kasat Narkoba Poltabes MS dan anggota Sat Narkoba Poltabes MS yang

telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

7. M. Ade Nugraha yang tak pernah lelah mendengarkan keluh kesah penulis dan

senantiasa memberikan semangat, doa dan dukungan yang tiada henti-hentinya

kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Sahabatku tersayang tersayang D’Zero (Fany Wahyuni, Rara Syafara, Putri

Emilia, Arma Lidya, dan Maulina Juwita) + Aya yang selalu bersama penulis dan

selalu setia baik suka maupun duka dalam menjalani hari-hari di Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara.

9. Teman-teman yang selalu memberi dukungan kepada penulis: A Yao, Yento,

David ,Defrina, Pipit, Ririn, Nita, Riris, Thomas dan teman-teman stambuk 2005

FKG USU yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat


(8)

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna bagi nusa dan

bangsa.

Medan, 12 Agustus 2009

Penulis,

NIM: 050600105 (Beby Ayu Pratiwi)


(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis Penelitian ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Penggolongan Narkoba ... 7

2.1.1 Narkotika... 7

1. Narkotika Alam... . 8

a. Candu atau Opium……… 8

b. Morfin ……….. 9

c. Ganja……… 9

d. Kokain ……… 10

2. Narkotika Sintetis ... 11

2.1.2 Psikotropika….. ... 12

1. Depresan... 12


(10)

3. Halusinogen ... 14

2.1.3 Zat Adiktif. ... 14

2.2 Mekanisme Pengaruh Narkoba terhadap …... 15

2.3 Keadaan Periodontal Keadaan Pengguna Narkoba ... 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1 Rancangan penelitian ... 26

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

3.3 Populasi dan sampel ... 26

3.4 Besar Sampel ... 26

3.5 Kriteria Inklusi ... 27

3.6 Variabel Penelitian ... 28

3.7 Defenisi Operasional ... 29

3.8 Alat dan Bahan Penelitian ... 30

3.9 Prosedur Penelitian ... 30

3.10 Skema Penelitian ... 39

3.11 Skema Alur Pikir ... 40

3.12 Analisis Data ... 41

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 42

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian ... 42

4.2 Hasil Kuesioner terhadap Subjek Penelitian ... 44

4.3 Korelasi Antara Lama Menggunakan Narkoba terhadap Kondisi Periodontal Pengguna Narkoba ... 46

4.4 Pengaruh antara Ganja dan Shabu dalam Menyebabkan Perdarahan pada Probing... 49

4.5Pengaruh antara Ganja dan Shabu terhadap Level Kebersihan Mulut (KM) ... 50

4.6Pengaruh antara Ganja dan Shabu terhadap Level Indeks Higiena Oral (IHO) ... 52

4.7Pengaruh antara Ganja dan Shabu terhadap Kehilangan Perlekatan Klinis(KPK) ... 53

4.8 Pengaruh antara Ganja dan Shabu terhadap Indeks Periodontal ... 54

4.9 Tingkat Keparahan Atrisi antara Pengguna Narkoba yang Memiliki Kebiasaan Mengkonsumsi Minuman Berkarbonat (soft drink) dan Pengguna Narkoba yang Tidak Memiliki Kebiasaan Mengkonsumsi Minuman Berkarbonat (soft drink) ……… 56


(11)

4.10 Perbandingan Keparahan Atrisi antara

Pengguna Narkoba yang Memiliki Kebiasaan Clenching dan Pengguna Narkoba yang Tidak Memiliki

Kebiasaan Clenching……… 58

4.11 Pengaruh Kebiasaan Clenching serta Mengkonsumsi Minuman Berkarbonat (Soft Drink) terhadap Keparahan Atrisi Gigi Anterior dan Posterior………. 59

BAB 5 PEMBAHASAN……….. ... 63

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 67

6.2 Saran ... 67

DAFTAR RUJUKAN ... 69


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Indeks Periodontal (IP) oleh Russel... 35

2 Smith and Knight tooth wear index………. 38

3 Data demografis tahanan narkoba Poltabes MS………... 42

4 Hasil kuesioner terhadap tahanan narkoba Poltabes MS……….. 44

5 Korelasi antara lama menggunakan narkoba terhadap kondisi periodontal pengguna narkoba meliputi level Kebersihan Mulut (KM), level Indeks Higiena Oral (IHO), level Kehilangan Perlekatan Klinis (KPK), Skor Indeks Perdarahan Papila Dimodifikasi (IPPD), Indeks Penggunaan Gigi (Atrisi)………... 46

6 Pengaruh antara ganja dan shabu dalam menyebabkan perdarahan pada probing ……… 49

7 Pengaruh antara ganja dan shabu terhadap level kebersihan mulut……….. 51

8 Pengaruh antara ganja dan shabu terhadap level Indeks HigienaOral (IHO)……… 52

9 Pengaruh antara ganja dan shabu terhadap kehilangan perlekatan ………. 53

10 Pengaruh antara ganja dan shabu terhadap Indeks Periodontal………. 55

11 Tingkat keparahan atrisi antara pengguna narkoba yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman berkarbonat (soft drink) dan pengguna narkoba yang tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman berkarbonat (soft drink)……… ... 56


(13)

12 Perbandingan tingkat keparahan atrisi antara

pengguna narkoba yang memiliki kebiasaan clenching dan pengguna narkoba yang

tidak memiliki kebiasaan clenching……… 58

13 Pengaruh kebiasaan clenching terhadap keparahan

atrisi gigi anterior………..… 59

14 Pengaruh kebiasaan clenching terhadap keparahan

atrisi gigi posterior………... 60

15 Pengaruh kebiasaan mengkonsumsi minuman berkarbonat (soft drink)

terhadap keparahan atrisi gigi anterior………. 61

16 Pengaruh kebiasaan mengkonsumsi minuman berkarbonat (soft drink) terhadap keparahan atrisi gigi posterior……… 61


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Opium (A) Papaver Somniverum

Opium (B) Opium olahan ……….. 8

2 Morfin dalam bentuk pulvis………... 9

3 Tanaman ganja……… 10

4 Kokain……….. 11

5 Methodone ……….. 11

6 Benzodiazepine……….. 12

7 Shabu dan ekstasi……… 13

8 Halusinogen………. 14

9 Mekanisme pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal.. 16

10 Permukaan superfisial mukosa palatum yang terbakar akibat iritasi panas dari rokok ganja……… 17

11 Fotografi intraoral pengguna amphetamine………. 18

12 Atrisi gigi dan kehilangan email pada pengguna methampetamine. 21

13 Ulserasi mukosa parah dan resesi gingiva pada pengguna kokain .. 22

14 Gambaran klinis kondisi gingiva pada pengguna ekstasi…………. 24

15 Gambaran klinis kondisi atrisi dan kerusakan email pada pengguna ekstasi 25 16 Proses pengisian kuesioner di Sel Tahanan………. 31

17 Indeks plak menurut Greene dan Vermillion... 32

18 Indeks Kalkulus menurut Greene dan Vermillion... 33


(15)

20 Persentase rentang umur tahanan Poltabes MS………. 43

21 Persentase tingkat pendidikan tahanan narkoba Poltabes MS………… 43

22 Persentase status perkawinan tahanan narkoba Poltabes MS………… 44

23 Persentase pengaruh shabu dan ganja dalam menyebabkan

perdarahan pada probing………. 50

24 Persentase pengaruh shabu dan ganja terhadap level kebersihan mulut.. 51

25 Persentase pengaruh shabu dan ganja terhadap level higiena oral (IHO).. 53

26 Persentase pengaruh antara ganja dan shabu terhadap kehilangan perlekatan. 54

27 Persentase pengaruh antara ganja dan shabu terhadap Indeks Periodontal… 55

28 Persentase pengaruh antara pengguna narkoba yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi

minuman berkarbonat (soft drink) dan pengguna narkoba yang tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi

minuman berkarbonat (soft drink) terhadap atrisi gigi………. 57

29 Persentase pengaruh antara pengguna narkoba yang memiliki kebiasaan clenching

dan pengguna narkoba yang


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1.Formulir Pemeriksaan Penelitian Pengaruh Narkoba terhadap

Kesehatan Periodontal Tahanan Narkoba di Poltabes MS………xiii


(17)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Periodonsia

Tahun 2009

Beby Ayu Pratiwi

Pengaruh Narkoba terhadap Kesehatan Periodontal Tahanan Narkoba di

Poltabes MS

xiii+ 70 halaman

Latar belakang : Penyalahgunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA) atau yang populer diistilahkan dengan narkoba di kalangan sekelompok masyarakat

kita menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. Pengguna narkoba juga

mempunyai resiko terkena penyakit periodontal. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa pengguna narkoba mempunyai kondisi kesehatan periodontal yang lebih buruk

dibandingkan kelompok yang tidak menggunakan narkoba terutama dalam hal

tingginya skor plak, perdarahan gingiva, meningkatnya prevalensi gingivitis serta

periodontitis, keparahan atrisi, serta kehilangan perlekatan. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba

di Poltabes MS, untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari jenis narkoba

terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS, untuk mengetahui

Metode penelitian : Penelitian ini diawali dengan wawancara terhadap tahanan lalu dilakukan pengukuran terhadap Indeks Perdarahan Papila yang Dimodifikasi pengaruh lamanya waktu pemakaian narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan


(18)

(IPPD),Indeks Higiena Oral (IHO), Level Kehilangan Perlekatan Klinis (KPK),

Indeks Periodontal dan Indeks Penggunaan Gigi (Atrisi).

Hasil : Shabu memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kondisi kesehatan periodontal tahanan narkoba Poltabes MS dibandingkan dengan ganja. Lama

menggunakan narkoba berpengaruh secara signifikan terhadap kesehatan periodontal

dalam hal level kebersihan mulut dan indeks periodontal. Namun memberikan

pengaruh yang tidak signifikan terhadap skor IPPD, level IHO, level perlekatan, dan

indeks penggunaan gigi. Kebiasaan buruk pengguna narkoba tahanan narkoba di

Poltabes MS yang meliputi kebiasaan dalam mengkonsumsi minuman berkarbonat

(soft drink) dan clenching berpengaruh terhadap kondisi kesehatan periodontal dalam

hal atrisi gigi.

Kesimpulan : Ada pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba Poltabes MS. Shabu memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap

kondisi kesehatan periodontal dibandingkan dengan ganja pada tahanan narkoba

Poltabes MS. Lama menggunakan narkoba berpengaruh secara signifikan terhadap

kesehatan periodontal dalam hal level kebersihan mulut dan indeks periodontal,

tetapi tidak signifikan terhadap skor IPPD, level IHO, level perlekatan, dan indeks

penggunaan gigi. Kebiasaan buruk yang meliputi kebiasaan dalam mengkonsumsi

minuman berkarbonat (soft drink) dan clenching berpengaruh terhadap kondisi

kesehatan periodontal dalam hal atrisi gigi.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyalahgunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA) atau yang

populer diistilahkan dengan narkoba di kalangan sekelompok masyarakat kita

menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan.1 Penyalahgunaan ini akan

menyebabkan gejala kecanduan jangka panjang (paling sedikit satu bulan lamanya)

serta berulang yang dapat dikarakteristikkan melalui keinginan atau dorongan kuat

untuk menggunakan obat tersebut sepanjang hari maupun hilangnya kontrol diri

terhadap batasan jumlah obat yang boleh dikonsumsi. Penggunaan narkoba

merupakan suatu pola pemakaian zat yang bersifat patologik, sehingga menimbulkan

gangguan fungsi sosial atau okupasional. Pola penggunaan yang bersifat patologik

dapat berupa intoksikasi sepanjang hari, timbul keinginan untuk menggunakan zat

tersebut meskipun penderita tahu bahwa dirinya sedang menderita sakit fisik yang

hebat akibat menggunakan zat tersebut.

United Nations Office Drugs and Crime dalam laporannya mengenai penyalahgunaan obat terlarang di dunia, seperti yang dikutip dari tulisan Rooban dkk

telah memberikan data bahwa pada tahun 2007, sebanyak 200 juta penduduk dunia

merupakan pengguna narkoba yang berarti yaitu sekitar 4,8 % dari seluruh penduduk

dunia. Di negara berkembang seperti India, sekitar 11,35 juta penduduknya diketahui

merupakan pecandu narkoba.

2

3


(20)

mencapai angka 3,5 juta jiwa dan di Medan menurut data BNN, yaitu sebesar 6,4 %

dari seluruh pengguna narkoba di Indonesia.

Narkoba dapat diperoleh baik secara alamiah ataupun berbentuk sintetis.

Narkoba yang biasa disebut dengan NAPZA sendiri merupakan singkatan dari

narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya, dimana ketiga zat ini termasuk tiga

bagian besar dari obat-obat terlarang. Narkotika adalah zat atau bahan yang berasal

dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintestis yang dapat

memberikan pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya. Zat adiktif yaitu

jenis zat psikoaktif tertentu yang dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan atau

psikologis. Psikotropika yaitu zat atau obat alamiah atau sintetis yang memiliki

khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang

menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

4

Cara menggunakan narkoba ada bermacam-macam. Pertama melalui oral

yaitu dengan cara menelan. Kedua dengan cara dihirup atau inhalansia, dibakar

seperti rokok lalu dihisap langsung ke paru-paru. Ketiga dihisap atau intranasal, yaitu

dengan cara menghirup langsung melalui hidung sehingga diserap oleh saraf-saraf

dalam hidung ke otak. Keempat injeksi intravena yaitu memasukkannya dalam

bentuk cair ataupun dicairkan melalui jarum suntik ke dalam darah pada nadi masuk

ke paru-paru, hati, jantung dan otak. Kelima yaitu ditaruh dalam luka dengan cara

menaburkannya pada bagian kulit tubuh yang terlebih dahulu dibuat luka. Keenam,

insersi anal yaitu memasukkannya lewat lubang dubur.

2

Kondisi kesehatan pengguna narkoba pada umumnya berbeda dengan

populasi normal. Beberapa peneliti menunjukkan prevalensi berbagai penyakit


(21)

ditemukan lebih tinggi pada kelompok pengguna narkoba dibandingkan kelompok

yang tidak menggunakan narkoba seperti endokarditis, hepatitis dan HIV.2 Lebih

lanjut terdapat bukti bahwa narkoba berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut

penggunanya yang meliputi efeknya terhadap jaringan keras (berupa peningkatan

insiden karies dan periodontitis), dan efeknya terhadap jaringan lunak (leukoplakia

dan fibrosis mukosa oral), mengurangi produksi kelenjar ludah parotid khususnya

pada pemakai amphetamin dan ganja. Selain itu narkoba merupakan faktor

predisposisi terjadinya beberapa infeksi oral seperti kandidiasis dan gingivitis.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengguna narkoba mempunyai

kondisi kesehatan periodontal yang lebih buruk dibandingkan kelompok yang tidak

menggunakan narkoba terutama dalam hal tingginya skor plak, perdarahan gingiva

dan meningkatnya prevalensi gingivitis serta periodontitis.

3

Molendijk dkk (1995)

menemukan adanya perbedaan status kesehatan gigi dan mulut yang cukup besar

antara kelompok pengguna narkoba dan kelompok bukan pengguna narkoba.

Molendijk melakukan penelitian terhadap tiga kelompok remaja pengguna narkoba

dan menemukan bahwa dijumpai penumpukan plak di daerah servikal pada satu atau

lebih permukaan gigi sebanyak 76,5% , 82,4% , dan 88,2%. Molendijk juga

menemukan bahwa kebanyakan dari pengguna tersebut juga mengalami pendarahan

gingiva.

Didukung dengan penelitian lain oleh Scheutz dkk (1984) menemukan bahwa

12-40% pada gigi pengguna narkoba yang diteliti mengalami kehilangan perlekatan

gingiva lebih dari 4 mm.

5

Selain itu, peneliti tersebut juga menemukan bahwa kondisi


(22)

cukup tinggi yaitu 77.4, demikian juga indeks perdarahan untuk menilai kondisi

inflamasi yaitu rata-rata indeks perdarahan adalah 71.3.

Milosevic dkk (1999) dalam penelitiannya terhadap 30 orang pengguna

ekstasi dibandingkan dengan 28 orang bukan pengguna ekstasi menemukan bahwa

terdapat atrisi yang meliputi email hingga mencapai dentin pada 60% pengguna

ekstasi dan hanya 11% pada bukan pengguna ekstasi.

6

7

Keparahan atrisi serta

banyaknya gigi yang terlibat pada pengguna ekstasi adalah disebabkan oleh grinding

dan clenching yang merupakan efek samping dari penggunaan ekstasi. Penelitian ini

mendukung penelitian sebelumnya oleh Readfearn (1998) yang menemukan bahwa

dari 30 orang sampel pengguna narkoba yang dibandingkan dengan 28 orang bukan

pengguna narkoba, kehilangan struktur gigi terbesar didapati pada pengguna narkoba

terutama di permukaan gigi posterior.8 Namun di sisi lain, penelitian oleh Nikson

dkk (2002) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dari derajat atrisi antara

pengguna narkoba dengan bukan pengguna narkoba walaupun keparahan atrisi pada

gigi molar pertama bawah ditemukan lebih besar pada kelompok pengguna narkoba.

Penyakit periodontal khususnya periodontitis kronis merupakan jenis yang

paling sering dijumpai pada pengguna narkoba walaupun terjadinya gingivitis

nekrosis akut juga pernah dilaporkan. Efek narkoba pada jaringan periodonsium

adalah berkaitan dengan tingginya tingkat akumulasi plak yang dihasilkan dari

buruknya higiena oral serta xerostomia yang diperparah dengan adanya penekanan

sistem imun oleh narkoba yang digunakan serta adanya perubahan profil

mikrobiologis rongga mulut.

9


(23)

Penelitian yang dilakukan oleh Susetyo A menunjukkan semua pengguna

narkoba (100%) memiliki kebiasaan merokok.2 Hal ini sesuai dengan pendapat yang

menyatakan bahwa pengguna narkoba mengawali penggunaan narkoba dengan

merokok. Banyak penelitian yang menunjukkan merokok merupakan kegiatan yang

adiktif yang menjadi faktor resiko utama terhadap buruknya kondisi gigi dan mulut.

Jadi, merokok merupakan salah satu faktor resiko yang menyebabkan buruknya

kesehatan rongga mulut pengguna narkoba.2 Dengan semakin meningkatnya jumlah

pengguna obat terlarang di Indonesia saat ini berarti meningkat pula jumlah

kelompok beresiko tinggi terhadap kelainan pada rongga mulut, terutama pada

generasi muda.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka timbul permasalahan yaitu :

1. Apakah ada pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan

narkoba di Poltabes MS ?

2. Apakah ada pengaruh yang ditimbulkan dari jenis narkoba terhadap

kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS?

3. Apakah ada pengaruh lamanya waktu pemakaian narkoba terhadap

kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS ?

4. Apakah ada pengaruh kebiasaan buruk pengguna narkoba tahanan narkoba


(24)

1.3 Hipotesis

Penelitian ini menguji hipotesis nol (H0) yaitu tidak ada pengaruh antara

narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS.

1.4 1.

Tujuan Penelitian

2.

Untuk mengetahui pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal

tahanan narkoba di Poltabes MS .

Untuk mengetahui

3.

pengaruh yang ditimbulkan dari jenis narkoba

terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS

Untuk mengetahui

4. Untuk mengetahui pengaruh kebiasaan buruk pengguna narkoba tahanan

narkoba di Poltabes MS terhadap kondisi kesehatan periodontal.

pengaruh lamanya waktu pemakaian narkoba terhadap

kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS.

1.5

Manfaat dari penelitian ini adalah : Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada pihak-pihak pengelola kesehatan gigi dan

mulut tentang pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal di Poltabes MS.

2. Memberi kesempatan kepada penulis dalam menggali kemampuan untuk

mengetahui pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba

Poltabes MS .

3. Sebagai dasar penelitian-penelitian berikutnya.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Narkoba merupakan akronim dari kata narkotika dan obat-obatan terlarang.

Kata narkotika sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu narkotikos yang berarti

keadaan seseorang yang kaku seperti patung atau tidur. Obat ini sebenarnya sangat

diperlukan dalam pengobatan di bidang kedokteran misalnya untuk menghilangkan

rasa nyeri. Namun pada perkembangannya obat ini disalahgunakan untuk kesenangan

sehingga menimbulkan ketagihan dan akhirnya mengakibatkan ketergantungan.11

2.1 Penggolongan Narkoba

Narkoba dapat digolongkan menurut undang-undang yang berlaku, yaitu

Narkotika (Undang-Undang Nomor No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika) dan

Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika). Ada pula

zat, obat, atau bahan lain, yang tidak tercantum dalam undang-undang, disebut

golongan zat adiktif lain.1 Penggolongan narkoba dan zat adiktif lainnya akan dibahas

secara mendalam pada sub bab berikut.

Pasal 1 angka 1 UU 22./Th. 1997 mengemukakan bahwa defenisi narkotika

adalah zat-zat (obat) baik dari alam atau sintetis maupun semi sintetis yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi

sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. 2.1.1 Narkotika


(26)

Narkoba dibagi menjadi dua golongan, yaitu narkotika alam dan sintetis.

1.Narkotika Alam

12

Narkotika alam adalah narkotika yang berasal dari hasil olahan tanaman.

Obat-obatan yang termasuk golongan narkotika alam adalah candu, morfin, ganja,

kokain.

a. Candu atau Opium

Candu atau opium merupakan sumber utama dari narkotika alam. Dari candu

ini dapat dihasilkan morfin, heroin. Candu berasal dari getah tanaman Papaver

Somniferum (Gambar 1A) yang dibiarkan mengering sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal

lunak (Gambar 1B). Bentuk ini dinamakan candu mentah atau candu kasar. Cara

menggunakan candu adalah dengan menghisapnya sama seperti cara orang

merokok.12

A B

Gambar 1. Candu atau Opium ) Papaver Somniverum sebagai bahan dasar opium.

B. Opium olahan <http ://www.seedsman.com/product_images/fullsize/ opium.jpg dan http : //www.bnn.go.id/files/jenisnarkoba.jpg> (13 Juli 2009).


(27)

b. Morfin

Morfin (C17 H19 NO3) adalah zat utama yang berkhasiat narkotika yang

terdapat pada candu mentah (Gambar 2). Khasiat morfin adalah untuk analgetik,

menurunkan rasa kesadaran (sedasi, hipnotis), menghambat pernafasan,

menghilangkan refleks batuk dan menimbulkan rasa nyaman (euphoria) yang

kesemuanya berdasarkan penekanan susunan saraf pusat (SSP). Cara menggunakan

morfin adalah dicampur dengan tembakau kemudian dihisap, diminum, disuntikkan

pada lengan bagian bawah sebelah dalam, digosokkan pada goresan silet bagian

bawah lengan bagian dalam.12

Gambar 2. Morfin dalam bentuk pulvis. <http ://www.infonarkoba_com/

images/img_morphine.gif> (13 Juli 2009)

c. Ganja (Kanabis)

Ganja atau kanabis adalah nama singkat untuk tanaman Cannabis Sativa

(Gambar 3). Ganja mengandung sejenis bahan kimia yang disebut

delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) yang dapat mempengaruhi suasana hati manusia dan cara orang tersebut melihat serta mendengar hal-hal disekitarnya. Ganja dianggap


(28)

besar pecandu narkoba memulai dengan mencoba ganja. Jika menggunakan ganja,

maka pikiran akan menjadi lambat, terlihat bodoh dan membosankan. Ganja dapat

mempengaruhi konsentrasi dan ingatan, meningkatkan denyut nadi, keseimbangan

dan koordinasi tubuh yang buruk, ketakutan dan rasa panik, depresi, kebingungan dan

halusinasi. Cara menggunakan ganja yaitu dengan membuat lintingan rokok,

dicampur dengan tembakau dan menghisapnya.12

Gambar 3. Tanaman ganja.

<http ://www.arizonaearthshines.com /GanjaLAB_6.jpg> (13 Juli 2009).

d. Kokain

Kokain merupakan alkaloida tanaman belukar Erythroxylon Coca dari

Amerika Selatan (Gambar 4). Kokain digunakan dengan tujuan untuk lebih fit, segar,

kuat, bersemangat, hilang rasa kantuk dan tidak terasa lapar. Bila terlanjur kronis

akan menimbulkan tidak bergairah bekerja, tidak dapat tidur, halusinasi, tidak nafsu

makan, berbuat dan berpikir tanpa tujuan, tidak punya ambisi, kemauan dan

perhatian. Pada tingkat overdosis dapat menyebabkan kematian karena serangan dan


(29)

menimbulkan keracunan pada SSP sehingga korban dapat mengalami kejang-kejang,

tingkah laku yang kasar, pikiran yang kacau dan mata gelap. Cara menggunakan

kokain adalah menyuntikkannya secara intravena atau subkutan, dihirup dengan

hidung (sniff), dikunyah, dilarutkan kemudian diminum, dihisap seperti orang

merokok.12

Gambar 4. Kokain <http ://www.2bp.blogspot.com/

_ODNNtEsirpg/Se05aE_WhtI/kokain.jpg> (13 Juli 2009).

Narkotika sintetis adalah narkotika sebagai hasil produksi laboratorium yang

sepenuhnya dari bahan kimia.Narkotika sintetis yang paling banyak tersebar luas

adalah meperidin dan methodone (Gambar 5). 2. Narkotika Sintetis

12

Gambar 5. Methodone <http ://www.talkofrank.com/uploadedImages


(30)

2.1.2 Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah ataupun sintetis, bukan

narkotika, yang bersifat atau berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku. Psikotropika dibagi dalam tiga golongan yaitu : depresan, stimulan dan

halusinogen.

1. Depresan

Depresan adalah obat yang bekerja mempengaruhi otak dan SSP, dapat

menyebabkan timbulnya depresi pada si pemakai, yaitu bekerja mengendorkan atau

mengurangi aktivitas SSP. Obat ini terkenal dengan sebutan sebagai obat penenang

atau obat tidur. Yang termasuk golongan depresan adalah barbiturat dan turunannya,

benzodiazepin, metakualon, alhohol dan zat-zat pelarut (solvent) (Gambar 6). Secara medis obat-obatan tersebut dapat berguna untuk membantu mengurangi rasa cemas

dan gelisah, meredakan ketegangan jiwa, pengobatan darah tinggi dan epilepsi, serta

merangsang untuk segera tidur.12

Gambar 6. Benzodiazepine <http ://www.all-science-fair- projects.com/Benzodiazepine.jpg> (13 Juli 2009).


(31)

2. Stimulan

Yang digolongkan stimulan adalah obat-obat yang mengandung zat-zat yang

merangsang terhadap otak dan saraf. Obat-obat tersebut digunakan untuk

meningkatkan daya konsentrasi dan aktivitas mental serta fisik. Obat-obat yang

dimasukkan dalam golongan stimulan adalah amphetamine, ekstasi dan shabu

(Gambar 7A).

Stimulan dalam kerjanya meningkatkan kegiatan SSP sehingga merangsang

dan meningkatkan kemampuan fisik orang yang menggunakan, mengkonsentrasikan

diri untuk membuat prestasi yang lebih baik, sanggup bekerja lebih kuat dan lebih

lama tanpa istirahat. Akan tetapi, karena dipaksa, walaupun kemampuan fisik masih

ada, daya mentalnya tidak dapat mengikutinya sehingga akan mengakibatkan efek

yang tidak baik. Stimulan sering digunakan secara sembunyi-sembunyi di kalangan

olahragawan, disebut dengan dopping. Jenis stimulan yang sering digunakan di

masyarakat adalah shabu (Gambar 7B). Cara menggunakan shabu adalah dengan

diuapkan atau dihisap. Pemakaian yang unik yaitu dengan membakarnya di atas

kertas timah dan dihisap melalui alat yang disebut dengan bong.12

A B

Gambar 7. A. Ekstasi B. Shabu <Brand HS dkk. Ecstacy (MDMA and Oral Health, BDJ

2008;204 (2):78 dan <http ://www.lazamboangoatimes.com/shabu 3A_net1.jpg>


(32)

3. Halusinogen

Halusinogen adalah obat-obatan yang dapat menimbulkan daya khayal

(halusinasi) yang kuat, yang menyebabkan salah persepsi tentang lingkungan dan

dirinya, baik yang berkaitan dengan pendengaran, penglihatan maupun perasaan

(Gambar 8). Dengan kata lain obat-obatan jenis halusinogen memutarbalikkan daya

tangkap kenyataan objektif. Diperkirakan ada sekitar 100 jenis zat halusinogen yang

biasanya digunakan oleh manusia dan tiga jenis halusinogen yang paling sering

disalahgunakan, yaitu LSD (d. Lysergic Acid Diethylamide), Psilosibin dan Meskalin.

Efek-efek yang ditimbulkan setelah penggunaan halusinogen adalah rasa khawatir

yang akut, gelisah dan tidak bisa tidur, biji mata yang membesar, suhu badan

meningkat, tekanan darah meningkat, gangguan jiwa berat.12

Gambar 8. Halusinogen <http ://www.remajasehat.com

/test/images/halusinogen_1b.jpg> (13 Juli 2009).

2.1.3 Zat Adiktif

Zat adiktif ialah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal

maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara


(33)

mutagenik, korosif dan iritasi.Adapun yang termasuk zat adiktif adalah : minuman

keras, nikotin, volatile solvent atau inhalensia.

2.2 Mekanisme Pengaruh Narkoba terhadap Kondisi Periodontal

Beberapa penelitian telah menunjukkan pengaruh narkoba terhadap kondisi

gigi dan periodontal pemakainya. Molendijk (1996) menemukan adanya perbedaan

status kesehatan gigi dan mulut dan perilaku kesehatan gigi yang cukup besar antara

kelompok pengguna narkoba dan kelompok bukan pengguna narkoba.2,5 Thomson

dkk (2008) melaporkan merokok ganja merupakan faktor resiko bagi penyakit

periodontal yang berdiri sendiri terlepas dari penggunaan tembakau dimana zat aktif

dari ganja merupakan faktor penting yang secara biologis dapat memicu proses

inflamatoris. Peneliti lain yaitu Lopez dkk (2009) menemukan hubungan yang

signifikan antara pengguna ganja dengan kerusakan periodontal berupa lesi gingival

ulseratif nekrosis akut yang ditemukan pada orang dewasa.

Pada dasarnya terdapat dua mekanisme narkoba dalam mempengaruhi

kerusakan periodontal yang dapat dilihat pada Gambar 9.


(34)

Gambar 9. Mekanisme pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal

Gambar 9 di atas menunjukkan terdapat dua mekanisme pengaruh narkoba

terhadap kesehatan periodontal yaitu mekanisme langsung (direct) dan tidak langsung

(indirect). Mekanisme langsung berupa iritasi jaringan gingiva disebabkan oleh

kontak langsung zat-zat narkotika yang bersifat toksik maupun efek termal yang

didapat dari jenis narkotika yang dibakar (Gambar 10).16 Metode penggunaan

narkotika antara lain yang diletakkan langsung pada mukosa alveolar, biasanya di

bawah lidah akan menyebabkan terbakarnya jaringan secara kimiawi. Parry dkk

seperti yang dikutip dari Brazier dkk melaporkan suatu kasus dari pengguna narkotika

multipel berumur 14 tahun yang memiliki kebiasaan meletakkan kokain dan

ampetamin pada daerah mukosa alveolar bagian labial rahang atas menunjukkan

PENGARUH NARKOBA TERHADAP KESEHATAN

PERIODONTAL

PENGARUH LANGSUNG

(DIRECT)

PENGARUH TIDAK LANGSUNG

(INDIRECT) MENGIRITASI JARINGAN GINGIVA 1. XEROSTO-MIA 2. AKUMULASI PLAK TERUTAMA DI DAERAH SERVIKAL 3. PENEKANAN SISTEM IMUN 4. PERUBAHAN PROFIL MIKROBIO-LOGIS FAKTOR LAIN YANG MEMPERPARAH : 1. ALKOHOL 2. DEFISIENSI DIET

3. NEGLECT (KEBIASAAN BURUK) 4. MEROKOK

5. ATRISI GIGI DAN

TEKANAN BERLEBIHAN PADA JARINGAN

PERIODONTAL


(35)

terjadinya nekrose pada gingiva dengan gejala klinis adanya eritema dan ulserasi pada

daerah gingiva dimana narkotika tersebut diaplikasikan.17

Gambar10. Permukaan superfisial mukosa palatum yang terbakar akibat iritasi

panas dari rokok ganja (Rees TD. Drugs and oral disorders. Periodontology 2000 1998; 18: 21-36).

Efek paling besar dari penggunaan narkotika yang dilaporkan pada beberapa

laporan kasus adalah xerostomia. Sekitar 93-99 % pengguna narkoba menyatakan

adanya kekeringan mulut dan hal ini berlangsung sekitar 48 jam setelah

penggunaan ekstasi. Kekeringan mulut dan tenggorokan juga dilaporkan oleh 25%

sukarelawan sehat yang diteliti setelah mengkonsumsi 0,5mg MDMA/kg dan 88%

dengan dosis MDMA 1,5mg / kg. Hal ini menunjukkan semakin tinggi dosis

narkotika yang dikonsumsi maka lamanya xerostomia yang terjadi akan semakin

panjang.

Xerostomia diawali dengan mekanisme terjadinya hiposalivasi. Narkotika

seperti methampetahmine (MA) merupakan zat amin simpatomimetik yang dalam

kerjanya mempengaruhi reseptor adrenergik α dan β. Stimulasi dari reseptor α terhadap kelenjar saliva akan menyebabkan vasokontriksi dan pengurangan laju


(36)

saliva.18 Selain itu narkotika seperti candu dan metadon mengurangi sekresi pankreas

dan kelenjar lambung yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi terjadinya

xerostomia.

Akumulasi plak yang tinggi sering dijumpai pada pengguna narkoba

(Gambar 11). Molendijk dkk (1995) melakukan penelitian terhadap tiga kelompok

remaja pengguna narkoba dan menemukan bahwa dijumpai penumpukan plak di

daerah servikal pada satu atau lebih permukaan gigi sebanyak 76,5% , 82,4% , dan

88,2%.

10

5

Selanjutnya, penelitian lain oleh Scheutz dkk (1984) menemukan bahwa

kondisi higiena oral pengguna narkoba yang diukur dengan Indeks Plak Visibel

rata-rata cukup tinggi yaitu 77.4, demikian juga indeks perdarahan untuk menilai kondisi

inflamasi yaitu rata-rata indeks perdarahan adalah 71.3. 6

Gambar11. Fotografi intraoral pengguna amphetamine. Terlihat akumulasi plak yang

besar terutama di daerah servikal yang menginduksi terjadinya karies dan penyakit periodontal. (Anonymous. Methampetamine use and oral health. J Am Dent Assoc 2005;136;1491

Akumulasi plak yang besar pada pengguna narkoba dipengaruhi oleh


(37)

menginduksi tingkat karies yang tinggi serta penyakit periodontal. Hal ini diperparah

dengan kebiasaan buruk pengguna narkoba yang lebih sering mengkonsumsi

makanan yang kaya akan gula ditambah dengan kondisi ekonomi yang tidak mampu

untuk membeli makanan yang bergizi. Seringnya menggunakan narkoba dan

penggunaan jangka panjang dari sirup gula yang mengandung methadone juga

mengakibatkan tingginya level plak pada penggunanya.

Efek imunosupresif juga ditunjukkan selama penggunaan narkoba. Opium

memiliki efek terhadap fungsi imun antara lain menurunkan jumlah total limfosit,

penekanan terhadap rasio CD4:CD8, mengurangi produksi imunoglobulin dan tumor

necrosis factor (TNF), dan penekanan terhadap aktivitas sel natural killer (NK). Pengguna opium juga menunjukkan kerentanan terhadap sejumlah penyakit infeksi

seperti HIV, hepatitis dan endokarditis yang biasanya diakibatkan kebiasaan bertukar

jarum suntik, aktivitas seksual yang selalu berganti pasangan dan penurunan

kekebalan imun tubuh.

10

Walaupun tidak terdapat studi yang menunjukkan profil mikrobiologis

spesifik dari pengguna narkoba, perubahan profil bakteri dipercaya terjadi pada

pasien dengan hipofungsi kelenjar ludah. Beberapa laporan kasus menunjukkan

kecanduan terhadap opium secara klinis melihatkan adanya kandidiasis oral dan

displasia mukosa. Morfin juga diketahui memiliki efek inhibitor terhadap fagositosis

kandida oleh makrofag, dan bersama-sama dengan adanya hipofungsi kelenjar saliva

menjadi faktor predisposisi bagi terjadinya kandidiasis oral bagi pengguna narkoba.

10

Milosevic dkk (1999) dalam penelitiannya terhadap 30 orang pengguna

ekstasi dibandingkan dengan 28 orang bukan pengguna ekstasi menemukan bahwa


(38)

terdapat atrisi yang meliputi email hingga mencapai dentin pada 60% pengguna

ekstasi dan hanya 11% pada bukan pengguna ekstasi.7 Keparahan atrisi serta

banyaknya gigi yang terlibat pada pengguna ekstasi adalah disebabkan oleh grinding

dan clenching yang merupakan efek samping dari penggunaan ekstasi. Penelitian ini

mendukung penelitian sebelumnya oleh Readfearn (1998) yang menemukan bahwa

dari 30 orang sampel pengguna narkoba yang dibandingkan dengan 28 orang bukan

pengguna narkoba, kehilangan struktur gigi terbesar didapati pada pengguna narkoba

terutama di permukaan gigi posterior.8 Namun di sisi lain, penelitian oleh Nikson

dkk (2002) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dari derajat atrisi antara

pengguna narkoba dengan bukan pengguna narkoba walaupun keparahan atrisi pada

gigi molar pertama bawah ditemukan lebih besar pada kelompok pengguna narkoba.9

Kebiasaan bruksism, grinding maupun clenching yang disebabkan oleh narkoba

meningkatkan aktivitas motorik dari sendi temporomandibular. Aktivitas tersebut

menjadi tidak terkontrol dan dipengaruhi oleh dosis dan banyaknya menggunakan

narkoba. Kebiasaan mengkonsumsi minuman bersifat asam setelah menggunakan

narkotika memperparah kondisi atrisi yang telah ada. Atrisi ditemukan lebih dominan

pada daerah premolar dan molar, khususnya molar pertama mandibula, namun tidak

signifikan pada aderah insisal.14 Duxbury (1993) mengemukakan efek xerostomia


(39)

Gambar12. Atrisi gigi dan kehilangan email pada pengguna methampetamine

(Goodchild JH dkk. Methampetamine abuse and dentistry : A review of the literature and presentation of clinical case. Quintessence Int 2007; 38 (7): 583-90.

2.3 Keadaan Periodontal Pengguna Narkoba

Hubungan berbagai jenis narkoba dengan penyakit periodontal telah banyak

dikemukakan para ahli. Narkoba merupakan faktor predisposisi terjadinya beberapa

infeksi oral seperti kandidiasis dan gingivitis.3 Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa pengguna narkoba mempunyai kondisi kesehatan periodontal yang lebih buruk

dibandingkan kelompok yang tidak menggunakan narkoba terutama dalam hal

tingginya skor plak, perdarahan gingiva dan meningkatnya prevalensi gingivitis serta

periodontitis.

Molendijk dkk (1995) menemukan adanya perbedaan status kesehatan gigi

dan mulut yang cukup besar antara kelompok pengguna narkoba dan kelompok bukan

pengguna narkoba. Selain dijumpai tingginya penumpukan plak di daerah servikal,

Molendijk juga menemukan bahwa kebanyakan dari pengguna tersebut juga

mengalami pendarahan gingiva.


(40)

Penelitian lain oleh Scheutz dkk (1984) juga menemukan bahwa 12-40%

pada gigi pengguna narkoba yang diteliti mengalami kehilangan perlekatan gingiva

lebih dari 4 mm. Kehilangan perlekatan gingiva dan dekstruksi periodontal lanjut

kemungkinan disebabkan oleh injuri akibat kontak langsung narkotika dengan

jaringan dan retensi yang lama zat narkotika yang bersifat toksik di dalam sulkus

gingiva (Gambar 13).16 Selain itu, peneliti tersebut juga menemukan bahwa kondisi

higiena oral pengguna narkoba yang diukur dengan Indeks Plak Visibel rata-rata

cukup tinggi yaitu 77.4, demikian juga indeks perdarahan untuk menilai kondisi

inflamasi yaitu rata-rata indeks perdarahan adalah 71.3. 6

Gambar13. Ulserasi mukosa parah dan resesi gingiva pada pengguna kokain.

(Rees TD. Drugs and oral disorders. Periodontology 2000 1998; 18: 21-36).

Penyakit periodontal khususnya periodontitis kronis merupakan jenis yang

paling sering dijumpai pada pengguna narkoba walaupun terjadinya gingivitis

nekrosis akut juga pernah dilaporkan. Efek narkoba pada jaringan periodonsium

adalah berkaitan dengan tingginya tingkat akumulasi plak yang dihasilkan dari


(41)

sistem imun oleh narkoba yang digunakan serta adanya perubahan profil

mikrobiologis rongga mulut.

Brazier dkk mengemukakan suatu laporan kasus yang menunjukkan hubungan

antara penggunaan ekstasi dengan periodontitis dan ulserasi mukosa. Dalam kasus ini

seorang anak laki-laki umur 15 tahun telah dirujuk ke unit Oral Maksilofasial dengan

keluhan demam dan sakit yang hebat disertai pembengkakan pada bibir atas bagian

depan. Tidak dijumpai riwayat trauma dan pasien memiliki higiena oral yang baik.

Pemeriksaan klinis menunjukkan pembengkakan pada bagian labial rahang atas di

regio insisivus sentralis. Terdapat mobiliti derajat 2 pada insisivus sentralis dan kedua

gigi peka terhadap perkusi. Tidak didapati saku periodontal yang patologis,

kedalaman saku hanya berkisar 2-3mm (Gambar 14A). Pada pemeriksaan radiografis

tidak dijumpai kehilangan tulang (Gambar 14B). Pasien melaporkan bahwa dia telah

menggunakan ekstasi dan meletakkan obat tersebut di daerah labial gigi anterior atas

sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan periodontal. Diagnosa terhadap kasus ini

kemudian ditegakkan sebagai gingivitis nekrosis berkaitan dengan penggunaan

ekstasi.

10


(42)

A B

Gambar 14.Gambaran klinis kondisi gingiva pada pengguna ekstasi. A. Terlihat adanya ulserasi

mukosa dan pembengkakan pada daerah gigi anterior rahang atas. B. Radiografi oklusal menunjukkan adanya sedikit penumpulan ujung akar namun tidak ada kehilangan tulang yang signifikan.(Brazier WJ, dkk. Ecstasy related periodontitis and mucosal ulceration- a case report. BDJ 2003; 194: 198).

Goodchild dkk dalam laporan kasus yang lain menunjukkan kondisi oral dari

seorang pengguna ekstasi berumur 32 tahun yang telah menggunakan narkotika

tersebut selama 4 tahun dan telah berhenti 18 bulan sebelumnya oleh karena diduga

menderita HIV. Pasien mengalami kekeringan mulut pada saat menggunakan ekstasi

dan mengkonsumsi makanan bergula serta minuman bersoda setiap harinya. Dari

gambaran klinis terlihat kerusakan gigi yang parah terutama pada daerah premolar

dan molar akibat kombinasi penggunaan narkoba dengan diet gula dan minuman

bersoda serta efek clenching dan grinding yang ditimbulkan akibat pemakaian ekstasi.


(43)

A

Gambar 15. A. Gambaran klinis kondisi atrisi dan kerusakan email pada pengguna ekstasi. B.

Gambaran radiografis pada pengguna yang sama.( Goodchild JH, Donaldson M. Methampetamine abuse and dentistry : A review of the literature and presentation of a clinical case. Quintessence Int 2007; 38 (7): 588).

B

Penelitian yang dilakukan oleh Susetyo A menunjukkan semua pengguna

narkoba (100%) memiliki kebiasaan merokok.2

Hal ini sesuai dengan pendapat yang

menyatakan bahwa pengguna narkoba mengawali penggunaan narkoba dengan

merokok. Banyak penelitian yang menunjukkan merokok merupakan kegiatan yang

adiktif yang menjadi faktor resiko utama terhadap buruknya kondisi gigi dan mulut.


(44)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian :

Sel Tahanan Narkoba di Poltabes MS

3.2.2 Waktu Penelitian Februari – Mei 2009

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah narapidana laki-laki di Sel Tahanan Narkoba

Poltabes MS

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah narapidana narkoba laki-laki di Sel Tahanan

Narkoba Poltabes MS yang memenuhi kriteria inklusi.

3.4. Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah 43 orang pengguna narkoba di Sel

Tahanan Narkoba Poltabes Medan .


(45)

Pertimbangan penentuan jumlah sampel adalah berdasarkan rumus yang

dikemukakan Paul Leedy yaitu :

N = (Z/d)2

N = ( 1,96 / 0,15 ) P (1-P)

2

N = 42,68 43 orang x 0,5 x 0,5

Keterangan :

N = ukuran sampel

Z = Standar skor untuk α yang dipilih, penelitian ini menggunakan Z = 95 % d = Absolute precision sebesar 15 %

P = Proporsi populasi, dimana prakiraan proporsi yang tidak dapat

diasumsikan maka dipakai P = 0,5 ( 50 % ).

3.5. Kriteria Inklusi a. Narapidana laki-laki

b. Berumur 20-40 tahun

c. Memiliki minimal 20 gigi ( bukan radix ).

d. Telah menggunakan narkoba minimal 6 bulan sebelum dilakukan penelitian


(46)

3.6 Variabel Penelitian

3.6.1 Variabel Bebas Narkoba

3.6.2 Variabel Tergantung 1. Level Perdarahan

2. Level Higiena Oral

3. Level Perlekatan

4. Kondisi Periodontal

5. Atrisi pada gigi

Variabel Tergantung 1. Level Perdarahan 2. Level Higiena Oral 3. Level Perlekatan 4. Kondisi Periodontal 5. Atrisi pada gigi

Variabel Kendali Umur

Variabel Tak Terkendali 1. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut

2. Terganggunya produksi saliva 3. Stres

4. Kebiasaan merokok 5. Nutrisi

Variabel Bebas


(47)

3.6.3 Variabel Kendali Umur

3.6.4 Variabel Tak Terkendali

1. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut

2. Terganggunya produksi saliva

3. Stres

4. Kebiasaan merokok

5. Nutrisi

3.7. Definisi Operasional

1. Narkotika adalah zat atau bahan yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semi sintestis yang dapat memberikan pengaruh

tertentu bagi mereka yang menggunakannya.

2. Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah ataupun sintetis, bukan

narkotika, yang bersifat atau berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku.

3. Zat adiktif ialah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal

maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara

langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik,


(48)

4. Tahanan narkoba ialah orang-orang yang memiliki kasus hukum akibat

menggunkanan narkoba dan atau mengedarkan narkoba.

3.8. Alat dan Bahan Penelitian 3.8.1 Alat Penelitian

Alat

1. Prob periodontal ( Kohler, Germany ).

2. Pinset, sonde bengkok, kaca mulut ( SMIC, China ).

3.8.2 Bahan Penelitian Bahan

1. Sarung tangan disposibel (Supermax, Latex med. Excem)

2. Masker disposibel (Ammeda, Bonded Fibre Fabric)

3. Kapas (Swallow Brand)

3.9. Prosedur Penelitian 3.9.1 Pengisian Kuesioner

Penelitian dilakukan terhadap narapidana narkoba di Sel Tahanan Narkoba

Poltabes MS . Data mengenai jumlah tahanan diperoleh dari bagian Administrasi

Reserse Narkoba Poltabes MS. Kondisi periodontal, kebiasaan higiena oral, serta

kebiasaan lain yang menyertai penggunaan narkoba diperoleh dari hasil wawancara

yang dimasukkan ke dalam kuesioner (Gambar 16). Bentuk kuesioner dapat dilihat


(49)

Gambar 16. Proses pengisian kuesioner di Sel Tahanan

3.9.2 Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis terhadap kelompok tahanan narkoba dilakukan

menggunakan prob periodontal, sonde, kaca mulut, pinset.

Pemeriksaan klinis meliputi :

1. Indeks Higiena Oral ( Oral Hygiene Index )

Indeks Higiena Oral bertujuan mengukur permukaan gigi yang ditutupi oleh

debris dan kalkulus. Indeks ini terdiri dari dua komponen : Indeks Debris dan Indeks


(50)

Kriteria skor untuk indeks debris ditunjukkan pada Gambar 17.

SKOR KRITERIA GAMBARAN KLINIS

0

Tidak dijumpai adanya penumpukan plak

1

Adanya penumpukan plak yang menutupi kurang dari 1/3 permukaan gigi

2

Adanya penumpukan plak yang menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi belum melewati 2/3 permukaan gigi

3

Adanya penumpukan plak yang telah melewati 2/3 permukaan gigi

Gambar 17. (Indeks plak menurut Greene dan Vermillion (1964) yang dimodifikasi


(51)

Kriteria skor untuk indeks kalkulus adalah sebagai berikut.

SKOR KRITERIA GAMBARAN KLINIS

0

Tidak dijumpai adanya kalkulus

1

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari sepertiga permukaan gigi

2

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari sepertiga tapi belum melewati dua pertiga permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di sekeliling serviks gigi atau kedua-duanya.

3

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari duapertiga permukaan gigi atau kalkulus subgingiva mengelilingi serviks gigi atau kedua-duanya.

Gambar 18. (Indeks Kalkulus menurut Greene dan Vermillion (1964), Spolsky V. The

epidemiology of gingival and periodontal disease, in : Carranza. Glickman Clinical Periodontology, 7th, WB Saunders and Co. : 309).


(52)

Alat yang digunakan adalah kaca mulut dan sonde. Setiap permukaan gigi

dibagi secara horizontal atas sepertiga gingival, sepertiga tengah, dan sepertiga

insisal. Untuk mengukur skor Indeks Debris, sonde ditempatkan pada sepertiga

insisal gigi kemudian digerakkan ke arah sepertiga gingival dan skor diberikan sesuai

dengan kriteria di atas.

Skor akhir Indeks Debris dan Kalkulus individu dihitung dengan membagi

jumlah skor Indeks Debris dan Kalkulus dari semua gigi yang diperiksa dengan

jumlah permukaan gigi yang diperiksa (Vestibular dan Oral). Skor Indeks Debris dan

Kalkulus dijumlahkan untuk mendapatkan Skor Higiena Oral berdasarkan rumus

berikut :

Kemudian skor dimasukkan ke dalam 3 kategori untuk menentukan level

Higiena Oral, yaitu : a. 0,0 – 1,2 : baik

b. 1,3 – 3,0 : sedang

c. 3,1 – 6,0 : buruk

2. Kehilangan Perlekatan Klinis (KPK)

Kehilangan perlekatan klinis (KPK) didefinisikan sebagai jarak dari batas

sementum-enamel ke dasar saku klinis. Pengukuran KPK dilakukan pada 6 sisi

Skor Indeks Debris = Jumlah total skor debris seluruh gigi pada permukaan vestibular & oral

Jumlah gigi

Skor Indeks Higiena Oral = Skor Indeks Debris + Skor Indeks Kalkulus

Skor Indeks Kalkulus = Jumlah total skor kalkulus seluruh gigi pada permukaan vestibular & oral


(53)

(mesio-bukal, mid-bukal, buka l, mesio-lingual/mesio-palatal,

disto-lingual/disto-palatal) dari 6 gigi indeks Ramfjord. Pengukuran terhadap kehilangan

level perlekatan dilakukan dengan mengambil nilai rata-rata dari tiap-tiap gigi dan

dimasukkan di dalam kriteria berikut:

Kriteria Kehilangan Perlekatan Klinis Rentangan Skor KPK

Kehilangan perlekatan ringan Kehilangan perlekatan sedang Kehilangan perlekatan parah

0-3 mm 3-6 mm > 6 mm

3. Indeks Periodontal

Gigi indeks yang digunakan adalah gigi indeks dari Ramfjord yaitu enam gigi

terpilih masing-masing 16, 21, 24, 36, 41, 44 karena keenam gigi terpilih telah

terbukti merupakan indikator yang dapat diandalkan bagi keadaan seluruh mulut. Bila

salah satu gigi ini hilang maka akan di gantikan oleh gigi di sampingnya (17, 11, 25,

37, 42, 45). Indeks pengukuran tingkat keparahan penyakit periodontal yang di pakai

pada penelitian ini adalah Indeks Periodontal yang dikembangkan oleh Russel,

Tabel 1.Indeks Periodontal (IP) oleh Russel ( Dalimunthe SH. Periodonsia. 2005 : 53 )

Skor Kriteria

0 1 2 6

8

Negatif. Tidak terlihat inflamasi pada gingiva maupun kehilangan fungsi akibat

destruksi struktur periodontal pendukung.

Gingivitis ringan. Terlihat daerah inflamasi ringan pada daerah gingiva bebas,tapi

perluasannya tidak sampai mengelilingi gigi

Gingivitis. Inflamasi telah meluas mengelilingi gigi, tetapi perlekatan epitel belum

mengalami kerusakan

Gingivitis dengan pembentukan saku. Perlekatan epitel telah mengalami destruksi dan

terjadi pembentukan saku absolut/ periodontal. Tidak ada hambatan pada fungsi pengunyahan; gigi masih ketat dan tidak bergeser posisinya

Destruksi lanjut disertai kehilangan fungsi pengunyahan. Gigi bisa goyang; bisa


(54)

Berdasarkan skor indeks periodontal dapat ditetapkan kondisi klinis danstadium

penyakit individu, sebagai berikut:

Kondisi Klinis Rentangan Skor IP

Periodonsium secara klinis normal Gingivitis sederhana

Penyakit periodontal destruktif tahap awal Penyakit periodontal destruktif tahap mantap Penyakit pada tahap akhir

0,0 - 0,2 0,3 – 0,9 0,7 – 1,9 1,6 – 5,0 3,8 – 8,0

4. Indeks Pendarahan Papila Dimodifikasi (IPPD)

Indeks Pendarahan Papila Dimodifikasi (IPPD) yang dikemukakan oleh

Saxer dan Muhelmann didasarkan pada pengamatan pendarahan gingiva yang timbul

setelah prob periodontal diselipkan dari arah vestibular ke col sebelah mesial dari gigi

yang diperiksa. Dengan tetap mempertahankan ujung prob menyentuh dasar sulkus,

secara perlahan-lahan prob digerakkan sepanjang permukaan vestibular gigi. Prob

kemudian ditarik keluar dari sulkus pada sudut mesiovestibular, prosedur ini diulangi

pada setiap gigi yang akan diukur indeks pendarahannya.Kriteria pemberian skor: Jumlah skor

Indeks Periodontal = --- Jumlah gigi yang diperiksa (6)


(55)

Gambar 19. (Indeks perdarahan papila dimodifikasi menurut Saxen dan Muhlemann (Rateitschak

dkk., Colour Atlas of Periodontology, 1985; 30).

5. Indeks Penggunaan Gigi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat ada tidaknya atrisi yang terjadi

pada gigi pengguna narkoba.

GAMBARAN KLINIS

Skor 0

Tidak terjadi perdarahan

Skor 1

Perdarahan berupa titik kecil

Skor 2

Perdarahan berupa titik yang besar atau berupa garis

Skor 3

Perdarahan menggenang di interdental


(56)

Kriterianya adalah sebagai berikut.

Tabel 2.Smith and Knight tooth wear index. ( Nixon dkk. Tooth Surface Loss : does reactional drug

use contribute.2002 )

Skor Permukaan Kriteria

0 B/L/O/I/C Tidak ada kehilangan karakter permukaan

gigi.

Tidak ada kehilangan kontur gigi.

1 B/L/O/I/C Kehilangan permukaan enamel.

Kehilangan sedikit kontur gigi.

2 B/L/O

I C

Kehilangan enamel hingga terpaparnya dentin kurang dari 1/3 permukaan.

Kehilangan enamel hingga terpaparnya dentin.

Kehilangan kurang dari 1 mm

3

4

B/L/O I C B/L/O I C

Kehilangan enamel hingga terpaparnya dentin lebih dari 1/3 permukaan

Kehilangan enamel dan substansi dentin tidak mengenai dentin sekunder atau pulpa.

Kehilangan hingga kedalaman 1-2 mm

Kehilangan seluruh enamel, terpaparnya pulpa, atau terpaparnya dentin sekunder

Terpaparnya pulpa atau terpaparnya dentin sekunder

Kehilangan lebih dari kedalaman 2 mm, atau terpaparnya pulpa, atau terpaparnya dentin sekunder.


(57)

3.10. Skema Penelitian

SAMPEL

PENGGUNA NARKOBA

KUESIONER

PEMERIKSAAN KLINIS : 1.Level Perdarahan

2.Kehilangan Perlekatan Klinis 3.Level Higiena Oral

4.Kondisi Periodontal 5.Atrisi pada gigi


(58)

3.11. Skema Alur Pikir

Tujuan Penelitian :

1.Untuk mengetahui pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS .

2.Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari jenis narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS

3.Untuk mengetahui pengaruh lamanya waktu pemakaian narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS.

4.Untuk mengetahui pengaruh kebiasaan buruk pengguna narkoba tahanan narkoba di Poltabes MS terhadap kondisi kesehatan periodontal.

LATAR BELAKANG MASALAH

• Penyalahgunaan narkoba menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan. • Penyalahgunaan Narkoba :

Menyebabkan gejala kecanduan jangka panjang dan berulang.

Pola pemakaian bersifat patologis menimbulkan gangguan fungsi sosial,ekonomi,okupasional dan masalah kesehatan pemakainya

• Prevalensi penggunaan narkoba : di dunia 200 juta jiwa, di negara berkembang 11,35 juta, di Indonesia 3,5 juta jiwa.

• Narkoba mempunyai dampak :

a. Pada kesehatan umum :endokarditis, hepatitis, HIV.

b.Pada rongga mulut : peningkatan insiden karies dan periodontitis, memicu perkembangan lesi ganas, kandidiasis, gingivitis

• Narkoba terdiri dari berbagai jenis dan bermacam cara penggunaannya sehingga menimbulkan akibat yang beragam pula pada rongga mulut penggunanya.

kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS? Dari latar belakang di atas maka timbullah permasalahan :

1.Apakah ada pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS ? 2.Apakah ada pengaruh yang ditimbulkan dari jenis narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS?

3.Apakah ada pengaruh lamanya waktu pemakaian narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS ?

4.Apakah ada pengaruh kebiasaan buruk pengguna narkoba tahanan narkoba di Poltabes MS terhadap kondisi kesehatan periodontal?

Judul Penelitian :

Pengaruh Narkoba Terhadap Kesehatan Periodontal Tahanan Narkoba di Poltabes MS


(59)

3.12. Analisis Data

Untuk melihat adanya pengaruh dari variabel di atas, data dianalisis secara

statistik Correlation, Crosstabs.


(60)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian mengenai Pengaruh Narkoba terhadap Kesehatan Periodontal

Pengguna Narkoba Tahanan Narkoba di Poltabes MS akan disajikan dalam bentuk

tabel dan gambar berikut.

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian

Data demografis subjek penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, umur, tingkat

pendidikan dan status perkawinan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data demografis tahanan narkoba Poltabes MS

VARIABEL JUMLAH

N=43

1.Jenis Kelamin (%) a. Pria

b. Wanita

43 (100) 0 (0)

2. Umur (%) a. 20-24 tahun b. 25-29 tahun c. 30-34 tahun d. 35-40 tahun

14 (33) 12 (28) 9 (21) 8 (18)

3. Tingkat Pendidikan (%) a. SD

b. SLTP c. SLTA

d. Perguruan Tinggi

4 (9) 5 (12) 32 (74)

2 (5)

4. Status Perkawinan (%) a. Kawin

b. Tidak kawin

26 (60) 17 (40)

Dari Tabel 3 memperlihatkan bahwa seluruh sampel (100%) adalah pria, hal

ini disebabkan karena sel tahanan narkoba Poltabes MS antara pria dan wanita


(61)

lainnya. Untuk memudahkan screening, maka penelitian dilakukan di sel tahanan pria

karena berisi pengguna narkoba saja.

Kelompok terbesar terdapat pada rentang umur 20-24 tahun yaitu 14 (33%)

dan kelompok terkecil terdapat pada rentang umur 35-40 tahun yaitu 8 (18%). Secara

terperinci, persentase rentang umur tahanan narkoba Poltabes MS akan diperlihatkan

pada Gambar 20.

Gambar 20. Persentase rentang umur tahanan Poltabes MS

Tabel 3 memperlihatkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan tahanan

narkoba Poltabes MS adalah SLTA yaitu 32 (74%) dan tingkat pendidikan perguruan

tinggi menempati urutan terndah yaitu 2 (5%). Berikut akan dijelaskan secara rinci

pada Gambar 21.

Gambar 21. Persentase tingkat pendidikan tahanan narkoba Poltabes MS 33%

28%

21%

18% 20-24 tahun

25-29 tahun 30-34 tahun 35-40 tahun

9%

12%

74%

5% SD

SLTP

SLTA

Perguruan Tinggi


(62)

Status perkawinan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa tahanan narkoba

Poltabes MS sebanyak 26 (60%) adalah kawin dan sebanyak 17 (40%) tidak kawin.

Berikut dijelaskan oleh Gambar 22.

Gambar 22. Persentase status perkawinan tahanan narkoba Poltabes MS

4.2 Hasil Kuesioner terhadap Subjek Penelitian

Hasil kuesioner terhadap subjek penelitian akan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Hasil kuesioner terhadap tahanan narkoba Poltabes MS

ASPEK YANG DINILAI JUMLAH

N=43

1. Kondisi Periodontal (%) 1. Pembengkakan gusi a. Ya

b. Tidak

2. Gusi berdarah waktu menyikat gigi a. Ya

b. Tidak

3. Kekeringan mulut a. Ya b. Tidak 38 (88) 5 (12) 35 (81) 8 (19) 36 (84) 7 (16)

2. Kebiasaan Higiena Oral (%)

1. Penyikatan gigi dilakukan secara teratur setiap hari a. Ya

b. Tidak

2. Frekuensi menyikat gigi perhari a. ≥ 2 kali sehari

b. < 2 kali sehari

3. Permukaan gigi yang disikat

a. Permukaan sebelah luar dan dalam b. Permukaan gigi sebelah luar saja c. Permukaan gigi depan saja

41 (95) 2 (5) 33 (77) 10 (13) 36 (84) 7 (16) 0 (0) 60% 40% kawin tidak kawin


(63)

4. Perawatan ke dokter gigi a. Ya

b.Tidak

5. Pengetahuan / penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut a. Ya b. Tidak 13 (30) 30 (70) 3 (7) 40 (93)

3.Pengalaman menggunakan narkoba serta kebiasaan yang menyertai penggunaannya

1. Lama menggunakan narkoba a. < 6 bulan

b. 6 bulan-1tahun c. 1 tahun – 2 tahun d. >2 tahun

2. Frekuensi menggunakan narkoba dalam sehari a. Sekali sehari

b. Lebih dari sekali dalam sehari c. Tidak teratur

3. Jenis narkoba yang digunakan a. Ganja

b. Shabu c. Ekstasi

4. Cara menggunakan narkoba a. Oral (diminum)

b. Inhalansia (dihirup) c. Intranasal (dihisap) d. Injeksi (disuntikkan) e. Diletakkan dalam luka f. Insersi anal (melalui dubur) 5. Kebiasaan merokok

a. Ya b. Tidak

6. Kebiasaan mengkonsumsi minuman berkarbonat (soft

drink)

a. Ya b. Tidak

7. Kebiasaan menggeretakkan gigi a. Ya b. Tidak 8 (17) 7 (16) 16 (37) 12 (30) 3 (7) 13 (30) 27 (63) 14 (33) 29 (67) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 43 (100) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 43 (100) 0 (0) 30 (70) 13 (30) 24 (56) 19 (44)

Tabel 4 memperlihatkan bahwa sebagian besar subjek penelitian mengalami

masalah pembengkakan gusi dan gusi berdarah. Namun, dalam hal kebiasaan higiena

oral memperlihatkan hal yang baik, dimana sebagian besar sampel melakukan

penyikatan gigi teratur 2 kali sehari pada seluruh permukaan. Pengalaman


(64)

narkoba yang paling banyak digunakan sampel adalah shabu yang digunakan dengan

cara dihisap. Seluruh sampel mempunyai kebiasaan merokok. Sebanyak 70% dari

sampel memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman berkarbonat (soft drink) yang

dapat menyebabkan terjadinya atrisi pada gigi.

4.3 Korelasi Antara Lama Menggunakan Narkoba terhadap Kondisi Periodontal Pengguna Narkoba

Korelasi antara lama menggunakan narkoba terhadap kondisi periodontal

pengguna narkoba yang meliputi level Kebersihan Mulut (KM), Indeks Higiena Oral

(IHO), atrisi, Kehilangan Perlekatan Klinis (KPK), Indeks Periodontal, dan Skor

IPPD dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Korelasi antara lama menggunakan narkoba terhadap kondisi periodontal pengguna narkoba

meliputi Level Kebersihan Mulut (KM), level Indeks Higiena Oral (IHO), level Kehilangan Perlekatan Klinis (KPK), Skor Indeks Perdarahan Papila Dimodifikasi (IPPD), Indeks Penggunaan Gigi (Atrisi)

Kondisi Periodontal N= 43 Level KM Level IHO Level KPK Indeks Periodontal (IP) Skor IPPD Indeks Penggunaan Gigi (Atrisi) Lama Menggunakan Narkoba Koefisien Korelasi

0.219 0.004 0.009 0.238 0.006 0.093

Sig (2- tailed)

0.123 0.979 0.948 0.087 0.576 0.512

Data pada tabel 5 di atas menunjukkan korelasi antara lama menggunakan

narkoba dengan level KM adalah positif. Artinya semakin lama orang menggunakan


(65)

begitu pula sebaliknya. Namun, angka korelasi (r = 0,219) yang jauh di bawah 0,5

(nilai r berkisar 0-1) menunjukkan bahwa keeratan hubungan linier kedua variabel

(lama menggunakan dan level KM) tersebut sangat lemah. Dari angka korelasi r =

0,219 tersebut, diperoleh koefisien determinan (r2

Data pada Tabel 5 juga menunjukkan bahwa korelasi antara lama

menggunakan narkoba dengan level IHO adalah positif. Dengan kata lain, semakin

lama orang menggunakan narkoba maka level IHO akan semakin tinggi (higiena oral

individu tersebut semakin jelek), begitu pula sebaliknya. Angka korelasi (r = 0,004)

yang jauh di bawah 0,5 menunjukkan bahwa keeratan hubungan linier kedua variabel

tersebut sangat lemah. Dari angka korelasi r = 0,004 tersebut, diperoleh koefisien

determinan (r

= 0,0841). Artinya lama

menggunakan narkoba mempengaruhi level KM sebesar 8,41%.

2

Selanjutnya, Tabel 5 menunjukkan korelasi antara lama menggunakan

narkoba dengan level KPK adalah positif. Artinya semakin lama orang menggunakan

narkoba maka level KPK akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Angka korelasi

(r = 0,009) yang jauh di bawah 0,5 menunjukkan bahwa keeratan hubungan linier

kedua variabel tersebut sangat lemah. Dari angka korelasi r = 0,009 tersebut,

diperoleh koefisien determinan (r

= 0,000016). Artinya lama menggunakan narkoba mempengaruhi level

OHI sebesar 0,0016%.

2

Tabel 5 di atas juga menunjukkan korelasi antara lama menggunakan narkoba

dengan skor Indeks Periodontal adalah positif. Artinya semakin lama orang

menggunakan narkoba maka skor Indeks Periodontal akan semakin tinggi (semakin = 0,000081). Artinya lama menggunakan narkoba


(66)

mendekati level penyakit tahap akhir), begitu pula sebaliknya. Angka korelasi (r =

0,238) yang jauh di bawah 0,5 menunjukkan bahwa keeratan hubungan linier kedua

variabel tersebut lemah. Dari angka korelasi r = 0,238 tersebut, diperoleh koefisien

determinan (r2

Korelasi antara lama menggunakan narkoba dengan skor IPPD seperti yang

ditunjukkan pada Tabel 5 adalah positif yang mengandung arti bahwa semakin lama

orang menggunakan narkoba maka skor PBI akan semakin tinggi pula (pendarahan

parah), begitu pula sebaliknya. Angka korelasi (r = 0,066) yang jauh di bawah 0,5

menunjukkan bahwa keeratan hubungan linier kedua variabel tersebut sangat lemah.

Dari angka korelasi 0,066 tersebut, diperoleh koefisien determinan (r

= 0,056644). Artinya lama menggunakan narkoba mempengaruhi skor

indeks periodontal sebesar 5,6644%.

2

Korelasi antara lama menggunakan narkoba dengan atrisi berdasarkan data

pada Tabel 5 juga adalah positif. Artinya semakin lama orang menggunakan narkoba

maka atrisi akan semakin tinggi (atrisi parah), begitu pula sebaliknya. Angka korelasi

(r = 0,093) yang jauh di bawah 0,5 menunjukkan bahwa keeratan hubungan linier

kedua variabel tersebut sangat lemah. Dari angka korelasi r = 0,093 tersebut,

diperoleh koefisien determinan (r

= 0,004356).

Artinya lama menggunakan narkoba mempengaruhi skor PBI sebesar 0,4356%.

2

Dari korelasi di atas, hanya korelasi antara lama menggunakan narkoba dan

level KM, serta korelasi antara lama menggunakan narkoba dan skor indeks

periodontal yang signifikan (0,123 dan 0,087), karena di bawah nilai p sebesar 0,15

yang berarti ada hubungan dan pengaruh yang nyata antara lama menggunakan = 0,008649). Artinya lama menggunakan narkoba


(67)

narkoba dan level KM serta lama menggunakan narkoba dan skor indeks periodontal.

Namun, meski korelasi antara lama menggunakan narkoba dan kesehatan periodontal

(skor IPPD, level IHO, level KPK, dan atrisi) tidak signifikan, bukan berarti korelasi

diatas tidak terbukti nyata, tetapi artinya belum cukup bukti untuk mengatakan bahwa

ada korelasi dan pengaruh antara lama menggunakan narkoba dengan kesehatan

periodontal (skor IPPD, level IHO, level KPK, dan atrisi). Hal ini kemungkinan

disebabkan minimnya jumlah sampel penelitian sehingga hasil observasinya belum

bisa membuktikan teori bahwa lama menggunakan narkoba berpengaruh terhadap

kesehatan periodontal (Skor IPPD, level KM, level IHO, level KPK, skor Indeks

Periodontal, dan atrisi).

4.4 Pengaruh antara Ganja dan Shabu dalam Menyebabkan Perdarahan pada Probing

Pengaruh antara Ganja dan Shabu dalam Menyebabkan Perdarahan pada

Probing ditunjukkan oleh Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh antara ganja dan shabu dalam menyebabkan perdarahan pada probing.

1 14 2 17

5.9% 82.4% 11.8% 100.0%

33.3% 43.8% 25.0% 39.5%

2.3% 32.6% 4.7% 39.5%

2 18 6 26

7.7% 69.2% 23.1% 100.0%

66.7% 56.3% 75.0% 60.5%

4.7% 41.9% 14.0% 60.5%

3 32 8 43

7.0% 74.4% 18.6% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

7.0% 74.4% 18.6% 100.0%

Jumlah orang

% terhadap Jenis Narkoba % terhadap IPPD % Total Jumlah orang

% terhadap Jenis Narkoba % terhadap IPPD % Total Jumlah orang

% terhadap Jenis Narkoba % terhadap IPPD % Total GANJA SHABU NARKOBA Total perdarahan ringan perdarahan sedang perdarahan parah IPPD Total


(68)

Dari tabel diatas dapat diinterpretasikan bahwa jenis shabu memberikan

kontribusi terbesar dalam menyebabkan perdarahan pada probing sebesar 60,5%

dibandingkan dengan ganja 39,5%. Hal ini terlihat dari hasil pada perdarahan ringan

shabu menyebabkan perdarahan sebesar 66,7%, sedangkan ganja hanya 33,3%. Untuk

perdarahan sedang, shabu dapat menyebabkan perdarahan pada probing sebesar

43,8%, sedangkan ganja dalam hal ini lebih tinggi yaitu 56,2%. Pada perdarahan

parah, shabu menyebabkan perdarahan pada probing sebesar 75%,

sedangkan ganja 25%. Secara rinci persentase pengaruh shabu dan ganja dalam

menyebabkan perdarahan pada probing dapat dilihat di Gambar 23.

Gambar 23. Persentase pengaruh shabu dan ganja

dalam menyebabkan perdarahan pada probing

4.5 Pengaruh antara Ganja dan Shabu terhadap Level Kebersihan Mulut (KM) Pengaruh antara ganja dan shabu terhadap level kebersihan mulut dapat dilihat

pada Tabel 7.

60.5 39.5

Shabu Ganja


(1)

di tahanan narkoba Poltabes MS memiliki kesamaan cara menggunakan narkoba yaitu dihisap. Namun, bukan berarti cara menggunakan narkoba tersebut tidak memberikan kontribusi terhadap kondisi periodontal tahanan narkoba tersebut. Secara umum, Titsas dkk (2001) mengemukakan penggunaan narkoba yang berkontak langsung dengan jaringan gingiva seperti dengan cara menghisap maupun meletakkan narkoba tersebut dalam jangka waktu beberapa lama (prolonged retention) sehingga narkoba berkontak dengan jaringan gingiva akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah dibandingkan penggunaan narkoba dengan cara suntik atau meminum langsung.

Kebiasaan buruk seperti mengkonsumsi minuman berkarbonat (soft drink) dan clenching memberikan kontribusi terhadap terjadinya atrisi gigi dibandingkan dengan pengguna narkoba yang tidak memiliki kebiasaan tersebut. Diambil kesimpulan bahwa kebiasaan buruk mengkonsumsi minuman berkarbonat (soft drink) dan clenching adalah penyebab terjadinya atrisi gigi pada tahanan narkoba di Poltabes MS.

Shabu memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kondisi periodontal tahanan narkoba di Poltabes MS dibandingkan dengan ganja dalam hal peningkatan skor IPPD, level IHO, level KPK, indeks Penggunaan Gigi (Atrisi), level Kebersihan Mulut (KM) dan skor Indeks Periodontal.

Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara penggunaan narkoba dengan atrisi gigi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Duxbury (1993) yang telah mengemukakan pendapat bahwa penggunaan narkoba seperti ekstasi dapat meningkatkan kehilangan stuktur gigi. Hal yang sama juga mendukung


(2)

penelitian Readfearn dkk (1998) yang memperoleh hasil bahwa penggunaan ekstasi menyebabkan atrisi terutama pada gigi posterior oleh karena adanya clenching dan konsumsi minuman berkarbonat pada 30 orang pengguna ekstasi yang dibandingkan dengan 28 orang bukan pengguna ekstasi. Namun bertolak belakang dengan hasil penelitian ini di mana gigi anterior yang mengalami atrisi lebih buruk dibandingkan dengan gigi posterior apabila dihubungkan dengan kebiasaan clenching dan mengkonsumsi minuman berkarbonat. Keadaan ini kemungkinan disebabkan karena jangka waktu menggunakan narkoba pada sampel penelitian relatif tidak begitu lama yaitu rata-rata 6 bulan- 1 tahun.


(3)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut :

1. Adanya pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal tahanan narkoba Poltabes MS sehingga hipotesa nol (0) ditolak.

2. Shabu memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kondisi kesehatan periodontal tahanan narkoba Poltabes MS dibandingkan dengan ganja.

3. Lama menggunakan narkoba berpengaruh secara signifikan terhadap kesehatan periodontal dalam hal level kebersihan mulut dan Indeks Periodontal. Namun memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap skor PBI, level OHI, level perlekatan, dan indeks penggunaan gigi.

4. Kebiasaan buruk pengguna narkoba tahanan narkoba di Poltabes MS yang meliputi kebiasaan dalam mengkonsumsi minuman berkarbonat (soft drink) dan clenching berpengaruh terhadap kondisi kesehatan periodontal dalam hal atrisi gigi.

6.2 Saran

1. Tahanan diberikan hak untuk memelihara kesehatan rongga mulutnya dengan memberikan fasilitas yang layak di dalam sel tahanan serta pelayanan kesehatan gigi dan mulut.


(4)

2. Tahanan diwajibkan menggunakan sikat gigi dengan tangkai yang terbuat dari karet sehingga tidak mengharuskan mereka untuk mematahkan tangkainya demi keamanan.

3. Dokter gigi ataupun tim kesehatan gigi memberikan penyuluhan kepada tahanan ataupun pihak kepolisian agar tahanan mempunyai kesadaran dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut.

4. Menambah sampel penelitian sehingga diharapkan sampel penelitian menjadi lebih heterogen.


(5)

DAFTAR RUJUKAN

1. Martono LH, Joewana S. Menangkal Narkoba dan Kekerasan. Jakarta: Balai Pustaka, 2006: 26-42.

2. Susetyo A. Laporan Penelitian Karies Gigi pada Pengguna Narkoba. Dentika DJ 2003; 1: 17-23.

3. Rooban T, Rao N, Joshua E, Ranganathan K. Dental and oral health status in drug abusers in Chennai, India: A cross-sectional study. Journal of Oral and Maxillo Facial Pathology. 2008; 12(1): 16-21.

4. Pendidikan dan Penyuluhan Badan Narkotika Nasional.

5. Molendijk B, ter Horst, Kasbergen MB, Truin GJ, Mulder J. Dental health in drug and alcohol addicts. Community Dent Oral Epidemiol. 1995; 102 (8): 296-8.

6. Scheultz F. Dental health in a group of drug addicts attending an addiction-clinic. Community Dent Oral Epidemiol. 1984; 12(1): 23-8 (abstrak).

7. Milosevic A, Agrawal N, Redfearn PJ, Mair LH: The occurrence of toothwear in users of Ecstasy (3,4 MethyleneDioxyMethAmphetamine). Community Dent Oral Epidemiol 1999; 27: 283-7.

8. Redfearn PJ, Agrawal N, Mair LH. An association between the regular use 3,4 methylenedioxy-methamphetamine (Ecstasy) and excessive wear of teeth. 1998; 93(5): 745-8.

9. Nixon PJ, Callum C, Youngson, Beese A. Tooth surface loos: does recreational drug use contribute?. 2002; 6: 128-30.


(6)

10. Titsas A, Ferguson MM. Impact of opioid use on dentistry. Australian Detal Journal. 2002; 47(2); 94-8.

11. Tarigan L. Bahaya Narkoba di Tengah Generasi Muda. Tesis. Medan: Bagian Kesehatan & Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, 2000 :1.

12. Sasangka H.Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana. Bandung: Mandar Maju, 2003: 5,33-120.

13. Anonymous. Codeine Addiction.2009. <http ://www.addiction-treatment-help-line.com> (13 Juli 2009).

14. Brand HS, Dun SN, Amerongen AVN. Ecstasy (MDMA) and oral health. BDJ 2008; 2004(2): 77-81

15. Lopez R, Baelum V. Cannabis use and destructive periodontal diseases among adolescents. J Clin Periodontol 2009; 36: 185-9.

16. Rees TD. Drugs and oral disorders. Periodontology 2000 1998; 18: 21-36. 17. Brazier WJ, Dhariwal DK, Patton DW, Bishop K. Ecstasy related

periodontitis and mucosal ulceration- a case report. BDJ 2003; 194: 197-9. 18. Klasser GD, Epstein J. Methamphetamnie and its impact on dental care.

JCDA 2005; 71(10): 759-62.

19. Goodchild JH, Donaldson M. Methampetamine abuse and dentistry : A review of the literature and presentation of a clinical case. Quintessence Int 2007; 38 (7): 583-90.