Pengaruh Penambahan Antioksidan BHA (Butylated Hydroxyanisole) Terhadap Bilangan Peroksida Sampel RBD Olein (Refined Bleached Deodorized Olein)
PENGARUH PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN BHA
(BUTYLATED HYDROXYANISOLE)
TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA SAMPEL RBD OLEIN
(REFINED BLEACHED DEODORIZED OLEIN)
KARYA ILMIAH
ANDHIKA MULATUA PANE 112401108
PROGRAM STUDI D - 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(2)
PENGARUH PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN BHA
(BUTYLATED HYDROXYANISOLE)
TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA SAMPEL RBD OLEIN
(REFINED BLEACHED DEODORIZED OLEIN)
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
ANDHIKA MULATUA PANE 112401108
PROGRAM STUDI D - 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(3)
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN
BHA (BUTYLATED HYDROXYANISOLE)
TERHADAPBILANGAN PEROKSIDA SAMPEL
RBD OLEIN (REFINED BLEACHED
DEODORIZED OLEIN)
Kategori : KARYA ILMIAH
Nama : ANDHIKA MULATUA PANE
Nomor Induk Mahasiswa : 112401108
Program Studi : DIPLOMA-3 (D-3) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAMUNIVERSITAS SUMATERAUTARA
Disetujui di Medan, Juni 2014
Diketahui
Program Studi Diploma 3KimiaFMIPA USU Pembimbing, Ketua,
Dra. Emma Zaidar, M.Si Dra. Emma Zaidar, M.Si
NIP. 195512181987012001 NIP. 195512181987012001
Diketahui/ disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr. Rumondang Bulan, M.Si NIP. 195408301985032001
(4)
PERNYATAAN
PENGARUH PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN BHA (BUTYLATED HYDROXYANISOLE)
TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA SAMPEL RBD OLEIN (REFINED BLEACHED DEODORIZED OLEIN)
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2014
ANDHIKA MULATUA PANE 112401108
(5)
PENGHARGAAN
Hamdallah adalah ekspresi rasa syukur kita kepada Allah SWT. Segala bentuk puji dan rasa syukur atas limpahan rahmat dan karuniaNya telah menjadi pemberi jalan dan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan penyusunan karya ilmiah dengan judul: PENGARUH PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN BHA (BUTYLATED HYDROXYANISOLE) TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA SAMPEL RBD OLEIN (REFINED BLEACHED DEODORIZED OLEIN). Karya ilmiah ini ditulis berdasarkan pengamatan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. SMART, Tbk. Belawan, Medan.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis banyak menerima masukan dan motivasi dari berbagai pihak dalam mengatasi berbagai kesulitan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc
2. Ketua Departemen Kimia FMIPA USU, Ibu Dr. Rumondang Bulan Nasution, M.Sc.
3. Ketua Program Studi D-3 Kimia FMIPA USU, Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si. 4. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang memberikan
arahan, bimbingan serta nasehat kepada penulis dalam menyusun karya ilmiah ini.
(6)
6. Muharinnisa Milana yang selalu memberikan motivasi serta membantu dan menemani penulis dalam menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini.
7. Rekan-rekan seperjuangan yaitu: Dikki Arfandi, Andriyan Ginting dan Dito Herkuncahyo.
Dalam kesempatan ini, penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan selanjutnya. Dan penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Juni 2014
(7)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk menentukan minyak goreng yang bermutu baik. Salah satu faktor yang menentukan standar mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Besarnya bilangan peroksida pada minyak goreng dapat menyebabkan ketengikan. Penambahan antioksidan Butylated Hydroxyanisole (BHA) dengan metode titrimetrik iodometri dapat menurunkan bilangan peroksida sehingga dapat meningkatkan mutu minyak goreng tersebut. Dari hasil penelitian diperoleh bilangan peroksida tanpa penambahan antioksidan adalah 0,7144 meq. Sedangkan setelah penambahan antioksidan dengan konsen trasi 50 ppm ; 100 ppm ; 150 ppm ; 200 ppm adalah 0,6625 meq ;0,571 meq; 0,56 meq; 0,5589 meq.
(8)
ABSTRACT
The quality standard is the most important thing to determine a good quality cooking oil. One of the factors that determine the quality standard of cooking oil is peroxide value. Peroxide value is the index of the amount of fat or oil that has undergone oxidation. The amount of peroxide in the cooking oil can cause rancidity. The addition of antioxidants Butylated hydroxyanisole (BHA) with iodometric titrimetric method can reduce the number of peroxide so as to improve the quality of the cooking oil. The results were obtained without the addition of antioxidants peroxide is 0.7144 meq. Meanwhile, after the addition of antioxidants to the concentration of 50 ppm; 100 ppm; 150 ppm; 200 ppm is 0.6625 meq; 0.571 meq; 0.56 meq; 0.5589 meq.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Tujuan 3
1.4. Manfaat 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Kelapa Sawit 4
2.2. Varietas dan Bagian Tanaman Kelapa Sawit 4
2.3. Minyak Kelapa Sawit 5
2.4. Komposisi Minyak Kelapa Sawit 6
2.4.1. Asam Lemak Jenuh 7
2.4.2. Asam Lemak Tidak Jenuh 9
2.4.3. Kandungan Minor dalam Minyak Kelapa Sawit 10 2.5. Sifat Fisiko - Kimia Minyak Kelapa Sawit 11
2.6. Pengolahan Minyak Kelapa Sawit 12
2.7. Pengolahan CPO menjadi Minyak Goreng 14 2.7.1. Perlakuan Pendahuluan (Pre - treatment Refining) 14 2.7.2. Proses Pemurnian (Deodorization) 16 2.7.3. Proses Pemisahan (Fractination) 17
2.8. Standar Mutu 18
2.9. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit 19 2.9.1. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Oksidasi 21 2.9.2. Faktor - faktor yang Menaikkan Bilangan Peroksidsa 23
2.9.3. Proses Oksidasi 24
2.9.4. Dampak Oksidasi Terhadap Kualitas Minyak 25
2.10 Dampak Peroksida Dalam Tubuh 27
BAB 3 METODOLOGI 29
3.1. Metodologi 29
3.1.1. Alat – Alat 29
3.1.2. Bahan – Bahan 29
(10)
3.3.2. Pembuatan Larutan KI 15 % 31 3.3.3. Pembuatan Indikator Amilum 1 % 32
3.3.4. Pembuatan KI Jenuh 32
3.3.5. Pembuatan Asam Asetat Glasial : Kloroform (3:2) 32 3.4. Prosedur Analisa Penentuan Bilangan Peroksida 32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 34
4.1. Hasil 34
4.2. Perhitungan 35
4.3. Pembahasan 37
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 39
5.1. Kesimpulan 39
5.2. Saran 39
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Asam - Asam Lemak Jenuh pada Minyak Kelapa Sawit 7 Tabel 2.2. Asam - Asam Lemak Tidak Jenuh pada Minyak Kelapa Sawit 9 Tabel 2.3. Nilai Sifat Fisiko - Kimia Minyak Kelapa Sawit dan Minyak
Inti Sawit 11
Tabel 2.4. Spesifikasi Kualitas RBD Olein Menurut PORAM 19 Tabel 4.1. Data Analisa Penambahan Antioksidan Butylated
Hydroxyanisole 34
(12)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk menentukan minyak goreng yang bermutu baik. Salah satu faktor yang menentukan standar mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Besarnya bilangan peroksida pada minyak goreng dapat menyebabkan ketengikan. Penambahan antioksidan Butylated Hydroxyanisole (BHA) dengan metode titrimetrik iodometri dapat menurunkan bilangan peroksida sehingga dapat meningkatkan mutu minyak goreng tersebut. Dari hasil penelitian diperoleh bilangan peroksida tanpa penambahan antioksidan adalah 0,7144 meq. Sedangkan setelah penambahan antioksidan dengan konsen trasi 50 ppm ; 100 ppm ; 150 ppm ; 200 ppm adalah 0,6625 meq ;0,571 meq; 0,56 meq; 0,5589 meq.
(13)
ABSTRACT
The quality standard is the most important thing to determine a good quality cooking oil. One of the factors that determine the quality standard of cooking oil is peroxide value. Peroxide value is the index of the amount of fat or oil that has undergone oxidation. The amount of peroxide in the cooking oil can cause rancidity. The addition of antioxidants Butylated hydroxyanisole (BHA) with iodometric titrimetric method can reduce the number of peroxide so as to improve the quality of the cooking oil. The results were obtained without the addition of antioxidants peroxide is 0.7144 meq. Meanwhile, after the addition of antioxidants to the concentration of 50 ppm; 100 ppm; 150 ppm; 200 ppm is 0.6625 meq; 0.571 meq; 0.56 meq; 0.5589 meq.
(14)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya, buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal dari daging buah (mesokarp) berwarna merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai minyak kelapa sawit kasar atau Crude Palm Olein
(CPO). Minyak ini berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida (terutama β-karoten) yang tinggi, berkonsistensi setengah padat pada suhu kamar, dan dalam keadaan segar dan rendah akan asam lemak bebas, bau dan rasanya cukup enak, sedangkan minyak yang kedua berasal dari inti sawit, tidak berwana, dikenal sebagai minyak inti kelapa sawit atau Palm Kernel Olein (PKO). Minyak inti sawit banyak mengandung lemak, protein, serat dan air.
Dalam pemanfaatannya, minyak kelapa sawit tidak dapat digunakan langsung tanpa melalui proses pengolahan. Oleh karena itu, standar mutu adalah merupakan hal yang paling penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Salah satu faktor yang menentukan standar mutu minyak kelapa sawit adalah bilangan peroksida. Besarnya bilangan peroksida pada minyak kelapa sawit dapat menyebabkan ketengikan pada minyak dimana ketengikan merupakan indikasi bahwa minyak tersebut tidak memenuhi kualitas minyak yang baik.
Pabrik yang menggunakan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku dapat menilai mutu dan kualitas minyak dengan melihat bilangan peroksida.
(15)
Dari bilangan peroksida, dapat diperkirakan sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak sawit untuk menghasilkan produk akhir yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama. Angka oksidasi dihitung berdasarkan angka peroksida. Sebagai standar umum, dipakai angka 1 meq (milligramequivalent), tetapi ada juga yang memiliki standar yang lebih lagi yaitu 0,5 meq. Di atas angka tersebut mutu barang jadi yang dihasilkan dapat dipastikan kurang baik.
Proses oksidasi dapat distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (warna minyak menjadi semakin gelap). Selain itu, suhu atau pemanasan pada temperatur yang tinggi juga dapat mempercepat proses oksidasi serta meningkatkan angka peroksida pada minyak. Tingginya bilangan peroksida pada minyak, akan menyebabkan kualitas minyak menurun dan rendahnya kandungan gizi yang terkandung pada minyak tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk memilih judul
“Pengaruh Penambahan Antioksidan Butylated Hydroxyanisole (BHA) terhadap Bilangan Peroksida Sampel RBD Olein (Refined Bleached Deodorized Olein)“.
1.2 Permasalahan
Bagaimana pengaruh penambahan antioksidan Butylated Hydroxyanisole (BHA) terhadap bilangan peroksida sampel RBD Olein dengan variasi konsentrasi dalam ppm.
(16)
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh penambahan antioksidan Butylated Hydroxyanisole (BHA) terhadap bilangan peroksida sampel RBD Olein sehingga didapat minyak goreng dengan standar mutu baik dan layak konsumsi.
1.4 Manfaat
Dengan mengetahui pengaruh penambahan antioksidan Butylated Hydroxyanisole (BHA) terhadap bilangan peroksida sampel RBD Olein diperoleh manfaat sebagai berikut :
Memberikan informasi kepada pembaca bahwa dengan penambahan antioksidan Butylated Hydroxyanisole (BHA) dapat mempengaruhi bilangan peroksida dalam sampel RBD Olein
Sebagai bahan masukan bagi perusahaan tempat penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan
(17)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineesis) diusahakan secara komersial di Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara, Pasifik Selatan, serta beberapa daerah lain dengan skala yang lebih kecil. Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brazilia. Di Brazilia tanaman ini ditemukan tumbuh secara liar atau setengah liar di sepanjang tepi sungai, kelapa sawit termasuk pada subfamili yang merupakan tanaman asli Amerika termasuk spesies Elaeis Oleifera dan Elaeis Odora. Zeven menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit berasal dari daratan tersier yang merupakan daratan yang menghubungkan antara Afrika dan Amerika. Namun tempat komoditas tanaman ini tidak dipermasalahkan lagi.
Kelapa sawit saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia dan Malaysia, justru bukan di Afrika Barat atau di Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1884 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritus) dan Amsterdam. Keempat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli, Sumatera Utara. (Risza, 1994)
(18)
2.2 Varietas dan Bagian Tanaman Kelapa Sawit
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, kelapa sawit dibagi atas 4 varietas, yaitu :
1. Dura
Tebal tempurung antara 2 – 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35 – 50 %. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah.
2. Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara Pisifera dan Dura akan menghasilkan varietas Tenera.
3. Tenera
Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan Pisifera. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5
– 4 mm dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 – 95 %.
4. Macro Carya
Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm. Sedangkan daging buahnya sangat tipis sekali.(Tim Penulis, 1998)
(19)
2.3 Minyak Kelapa Sawit
Buah kelapa sawit menghasilkan 2 jenis minyak. Minyak yang berasal dari daging buah (mesokarp) berwarna merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai minyak kelapa sawit kasar atau Crude Palm Olein (CPO). Sedangkan minyak yang kedua adalah berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna, dikenal sebagai minyak inti kelapa sawit atau Palm Kernel Oil (PKO).
Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) mengandung sekitar 500 –700 ppm β
– karoten dan merupakan bahan pangan sumber karoten alami terbesar. Oleh karena itu CPO berwarna merah jingga. Di samping itu, jumlahnya juga cukup tinggi. Minyak sawit ini diperoleh dari mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus, yang berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang. Adanya serat halus dan air pada sawit kasare tersebut menyebabkan minbyak sawit kasar tidak dapat dikonsumsi langsung sebagai bahan pangan maunpun non pangan.(Ketaren, 1986)
2.4 Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% petikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis ; kadar minyak dalam perikarp sekitar 30 - 40 %. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. (Ketaren, 1986)
Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda-beda. Panjang rantai adalah antara 14 - 20 atom karbon. Dalam
(20)
molekul gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air.(Mangoensoekarjo, 2003)
Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak, yang umumnya mempunyai rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang.
2.4.1 Asam Lemak Jenuh
Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap antara atom-atom karbon pada rantainya, dan pada umumnya mempunyai titik didih yang lebih tinggi.
Tabel 2.1 Asam-Asam Lemak Jenuh pada Minyak Kelapa Sawit Asam lemak
jenuh
Jumlah atom karbon
Rumus struktur Titik lebur (°C)
Minyak kelapa sawit
(%)
Asam Kaprilat 8 CH3(CH2)6COOH 16,7 -
Asam Kaprat 10 CH3(CH2)8COOH 31,6 -
Asam Laurat 12 CH3(CH2)10COOH 44,2 -
Asam Miristat 14 CH3(CH2)12COOH 54,4 1,1 – 2,5
Asam Palmitat 16 CH3(CH2)14COOH 62,9 40 – 46
(21)
A.Asam Kaprilat dan Asam Kaprat
Asam Kaprilat dan Asam Kaprat merupakan 2 senyawa yang penting dalam industri, karena merupakan zat kimia antara (intermediate) untuk mensintesis berbagai zat-zat kimia fungsional dan produk pangan sehat yang disebut trigliserida rantai sedang atau TSR (Medium Chain Trigliserid/Fat, MCT). Sumber alami asam kaprilat dan kaprat adalah minyak kelapa dan minyak inti sawit, keduanya banyak diproduksi di Indonesia.Asam Kaprilat dan Asam Kaprat diperoleh dari kedua minyak tersebut melalui jalur hidrolisis dan metanolisis. Jalur metanolisis ialah yang menghasilkan ester metal asam-asam kaprilat dan kaprat).
B. Asam Laurat
Asam Laurat atau Asam Dodekanoat adalah asam lemak jenuh berantai sedang (Middle – Chained Fatty Acid, MCFA) yang tersusun dari 12 atom C. Sumber utama asam lemak ini adalah minyak kelapa, yang dapat mengandung 50% Asam Laurat, serta minyak biji sawit (Palm Kernel Oil).Asam Laurat memiliki titik lebur 44°C dan titik didih 225°C. Sehingga pada suhu ruang berwujud padatan berwarna putih dan mudah mencair jika dipanaskan. Rumus kimia CH3(CH2)10COOH, berat molekul 200,3 gr/mol, asam ini larut dalam
pelarut polar, misalnya air, juga larut dalam lemak karena gugus hidrokarbon (metal) di satu ujung dan gugus karboksil di ujung lain.
C.Asam Miristat
Asam Miristat atau Asam Tetradekanoat merupakan asam lemak jenuh yang tersusun dari 14 atom C. Asam ini pertama-tama diekstraksi dari tanaman Pala
(22)
(Myristica Fragrans). Meskipun demikian, aroma khas Pala tidak berasal dari asam ini melainkan minyak atsiri yang juga dijumpai pada tanaman ini.
D.Asam Palmitat
Salah satu asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam palmitat atau asam heksadekanoat. Tumbuh-tumbuhan dari family Palmaceae, seperti kelapa (cocoa nucifera) dan kelapa sawit (elaesis guenensis) merupakan sumber asam lemak ini. Minyak kelapa bahkan mengandung hamper semuanya Palmitat (92%). Minyak sawit mengandung sekitar 50% Palmitat. Produk hewani juga banyak mengandung asam lemak ini (dari mentega, keju, susu dan juga daging).Asam Palmitat adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom karbon, CH3(CH2)14COOH. Pada suhu ruang, Asam Plamitat berwujud
padat berwarna putih, titik lebur 63,1°C. E. Asam Stearat
Asam Stearat atau Asam Oktadekanoat adalah asam lemak jenuh yang mudah diperoleh dari lemak hewani serta minyak masak. Wujudnya padat pada suhu ruang, dengan rumus kimia CH3(CH2)16COOH. Kata Stearat berasal dari bahasa Yunani “Stear” yang berarti “lemak padat”.Asam Stearat diproses
dengan memperlakukan lemak hewan dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Titik lebur asam Stearat 69,6°C dan titik didihnya 361°C. Reduksi asam Stearat menghasilkan stearil alkohol.
(23)
2.4.2Asam Lemak Tidak Jenuh
Asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap di antara atom-atom karbonnya, dan pada umumnya mempunyai titik lebur yang rendah.
Tabel 2.2 Asam-Asam Lemak Tidak Jenuh pada Minyak Kelapa Sawit Asam lemak Jumlah
atom karbon
Rumus struktur Titik
lebur (°C)
Minyak kelapa
sawit (%)
Asam Oleat 18 CH3(CH2)7CH=(CH2)7COOH 14 42,7
Asam Linoleat 18 CH3(CH2)7CH=CHCHCH2=(CH)2COOH -5 10,3
A.Asam Oleat
Asam Oleat atau asam Z-Δ9-oktadekanoat merupakan asam lemak tak jenuh yang banyak terkandung dalam minyak zaitun. Asam ini tersusun dari 18 atom C dengan satu ikatan rangkap di antara atom C ke-9 dan ke-10. Selain dalam minyak zaitun (55-80%), asam lemak ini juga terkandung dalam minyak bunga matahari kultivar tertentu, minyak raps, serta minyak biji anggur. Rumus kimianya CH3(CH2)7CH=(CH2)7COOH.Asam lemak ini pada suhu ruang
berupa cairan kental dengan warna kuning pucat atau kuning kecoklatan. Asam ini memiliki aroma yang khas, tidak larut dalam air dan tiitk leburnya 15,3°C. B. Asam Linoleat
(24)
Asam Linoleat, Asam Alfa Linoleat (ALA), adalah asam lemak omega 3 yang dikenal memiliki khasiat lebih dari asam Alfa Linooleat Nabati dan dapat diperoleh dari minyak biji flax (linum usitatissinum)sekitar 55%.
2.4.3 Kandungan Minor dalam Minyak Kelapa Sawit
Kandungan minor dalam minyak kelapa sawit berjumlah kurang lebih 1%, antara lain terdiri dari karoten, sterol, alcohol, triterpen, dan fosfalipida. Dua unsur yang disebut pertama, yaitu karoten dan tokoferol mempunyai nilai lebih dibandingkan unsur yang lain karena unsur tersebut diketahui meningkatkan kemantapan minyak terhadap oksidasi. Dengan kata lain, keberadaan kedua unsur tersebut dalam suatu jenis minyak menyebabkan minyak relatif tidak mudah tengik. Selain itu, karoten mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai obat anti kanker, sedangkan tokoferol dimanfaatkan sebagai sumber vitamin E. (Tim Penulis, 1998)
2.5 Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit
Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik pelunakan, slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api.
Beberapa sifat fisiko-kimia dari kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada table berikut ini :
(25)
Tabel 2.3 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit
Bobot jenis pada suhu kamar
- 0,900 -0,913
Indeks bias D 40°C 1,4565 -1,4585 1,495 -1,415
Bilangan Iod 48 -56 14 – 20
Bilangan Penyabunan 196 - 205 244 -254
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen kaotene yang larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone.
Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda. (Ketaren, 1986)
2.6 Pengolahan Minyak Kelapa Sawit
Pengolahan minyak kelapa sawit dari tandan buah segar kelapasawit terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
A.Sterilisasi dan Perontokan
(26)
Terhentinya proses enzimatis akan mengurangi kerusakan bahan, antara lain akibat penguraian minyak menjadi asam lemak bebas. Penggumpalan protein bertujuan untuk tidak ikut terekstrak pada waktu pengepresan minyak (ekstraksi). Sterilisasi juga bermanfaat untuk pengawetan dan memudahkan perontokan buah. Tandan buah yang telah disortir, direbus dengan uap panas selama 2 – 2,5 jam. Akhir perebusan ditandai dengan beberapa gejala, antara lain bau buah yang gurih, empuk dan mudah rontok. Setelah direbus selanjutnya dimasukkan ke dalam alat perontok.
B. Pengempaan
Buah dalam bak penumpukan dimasukkan ke dalam tangki penghancur. Sebagai pembantu dalam proses ini dipakai uap air panas, dan hasil hancurnya disebut jladren. Jladren dimasukkan ke dalam alat pengepres yang berbentuk silinder tegak. Pengepresan dilakukan pada tekanan sebesar 200 – 300 kg/cm² dengan penekanan 5 sampai 6 kali dalam 1 menit. Ampas yang dihasilkan diangkut dengan pengangkut bergulir (auger) ke proses selanjutnya. Minyak sawit dari stasiun kempa dialirkan ke dalam sebuah tangki yang disebut monteyues.
C.Perebusan
Minyak yang berada dalam monteyues dipanaskan dengan uap air supaya tidak membeku. Dari monteyues minyak dipompakan dalam bak tunggu dengan bantuan tekanan uap sebesar 2 kg/cm², dan dari bak tunggu dialirkan ke dalam tangki pengendapan. Di dalam tangki pengendapan, minyak dipanaskan dengan uap air selama kurang lebih 4 jam, kemudian didinginkan selama 3 jam. Perebusan bertujuan untuk memecahkan struktur emulsi, memasak minyak dan memisahkan kotoran dan
(27)
air dari minyak. Pendinginan selama 3 jam, akan memisahkan minyak dari air dan kotoran.
D.Penjernihan
Minyak sawit dipompakan dari bak tunggu ke dalam tangki penjernihan (klarifikator). Di dalam tangki penjernihan ini minyak kelapa sawit dimasak lagi dengan uap air panas selama lebih kurang 60 menit, kemudian didinginkan selama 60 menit.
E. Penyaringan
Minyak yang dialirkan dari tangki penjernihan, disaring di dalam alat penyaring sentrifugal. Dari penyaringan sentrifugal minyak bersih dipompakan ke dalam tangki penimbunan, sedangkan air dan kotoran dikembalikan ke dalam tangki pengendapan.
F. Pemisahan Ampas dan Biji Sawit
Ampas yang keluar dari stasiun kempa diangkut oleh pengangkut berulir
(auger) kea lat pemisah ampas (luchschreider). Selama pengangkutan, ampas dipanasi dengan uap yang dicacah dengan pisau sehingga ampas yang dihasilkan lebih halus. Alat pemisah ampas ini merupakan sebuah drum yang berputar dilengkapi oleh sebuah kipas. Prinsip pemisahan berdasarkan atas perbedaan bobot jenis biji sawit dan ampas. (Ketaren, 1986)
(28)
2.7 Pengolahan CPO Menjadi Minyak Goreng
2.7.1 Perlakuan Pendahuluan (Pre-treatment Refining)
A.Pemisahan Gum (De-Gumming)
Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidrasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses pemusingan (sentrifusi). Caranya ialah dengan memasukkan uap air panas ke dalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi sehingga bagian lendir terpisah dari air. Pada saat proses sentrifusi berlangsung, ditambahkan bahan kimia yang dapat menyerap air misalnya asam mineral pekat atau garam dapur (NaCl). Suhu minyak pada waktu proses sentrifusi berkisar antara 32 - 50°C, dan pada suhu tersebut kekentalan minyak akan berkurang sehingga gum mudah terpisah dari minyak.
B. Pemucatan (Bleaching)
Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukiai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay), arang aktif ataupun bahan kimia lainnya. Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 105°C selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak mencapai suhu 70 - 80°C dan jumlah adsorben ±sebanyak 1,0 – 1,5 % dari berat minyak. Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak
(29)
tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan. Selanjutnya, minyak dapat dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut ± 0,2 – 0,5 % dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.
C.Penyaringan (Filtering)
Minyak yang dialirkan dari tangki penjernihan, disaring di dalam alat penyaring. Setelah selesai penyaringan pada media penyaring, terlebih dahulu diberikan steam pengering untuk menekan minyak yang masih ada pada spent earth
lalu dilakukan blowing selama 10 – 15 menit. Kadar minyak yang diperoleh adalah ± 20% dari berat spent earth. Minyak yang telah disaring pada alat penyaring yang dialirkan ke filter bags yang dilengkapi dengan media penyaring berupa lempeng besi, jaring kawat dan kertas saring yang terbuat dari nilon yang tahan terhadap panas. Minyak yang keluar dari filter bags berupa DBPO ( Degumming Bleaching Palm Oil ) yang ditampung dalam tangki sebelum menuju proses pemurnian, sedangkan air dan kotoran dikembalikan ke dalam tangki pengendapan.
2.7.2 Proses Pemurnian ( Deodorization )
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak di dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Pada tahap ini minyak dari bleaching DBPO (Degumming Bleaching Palm Oil) akan dimurnikan dari kadar asam
(30)
lemak bebas (FFA), bau (odor), warna (colour). Proses pemurnian dilakukan pada life steam dengan peningkatan suhu secara bertahap.
Proses deodorisasi dilakukan dalam tabung baja yang tertutup dan vertical. Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan minyak tersebut dipanaskan pada suhu 200 - 250°C pada tekanan 1 atm dan selanjutnya pada tekanan rendah (± 10 mmHg) sambil dialiri uap panas selama 4 – 6 jam untuk mengangkut senyawa yang menguap. Jika masih ada uap air yang tertinggal dalam minyak setelah pengaliran uap selesai maka minyak tersebut perlu divakumkan pada tekanan yang turun lebih rendah.Pada suhu yang tinggi, komponen yang menimbulkan bau pada minyak akan lebih mudah menguap, sehingga komponen tersebut diangkut sari minyak bersama-sama dengan uap panas. Penurunan tekanan selama proses deodorisasi akan mengurangi jumlah uap yang digunakan dan mencegah hidrolisa minyak oleh uap air.Setelah proses deodorisasi sempurna, maka minyak harus cepat didinginkan dengan mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak turun menjadi ± 84°C dan selanjutnya ketel dibuka dan dikeluarkan dari ketel. (Ketaren, 1986)
2.7.3 Proses Pemisahan ( Fractination )
Untuk memisahkan fraksi padat dengan fraksi cair yang terdapat pada RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dilakukan proses fraksinasi. Proses fraksinasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu pemanasan, pendinginan dan filtrasi.
(31)
A.Pemanasan (Heating)
RBDPO yang telah ditampung dipompakan ke dalam crystalyzer, dimana
crystalyzer terlebih dahulu dipanaskan pada suhu sekitar 68°C, pemanas digunakan berupa steam (kapasitas crystalyzer : 40 ton) dengan jarak pengisian 30 menit.
Crystalyzer dilengkapi dengan agitator. Di dalam tangki dihomogenkan selama ±30 menit agar minyak bercampur secara merata, sehingga dalam pembuatan kristal tidak mengalami kesulitan dan suhunya dapat dipertahankan sekitar 68 - 70°C.
B. Pendingin (Cooling)
Setelah minyak dihomogenisasikan dari suhu tetap antara 68 - 70°C, kemudian dilakukan pendinginan dengan air (cooling water)dengan suhu 30 - 33°C dan pompa air akan bekerja secara otomatis. Bila suhu minyak pada tangki
crystalyzer sudah mencapai 38 - 40°C maka cooling water akan dihentikan, dilanjutkan dengan pendinginan chilled water yang bersuhu 14°C. Pertukaran ini disebut dengan komutasi yang dilakukan secara otomatis. Pembentukan kristal mulai terjadi pada saat suhu chilling mencapai 28 - 29°C, dengan temperatur oil 30 - 32°C. Pada suhu ini stearin sudah mengkristal menjadi faksi padat, sedangkan olein tetap tinggal sebagai fraksi cair. Kemudian dilakukan pendinginan sampai suhu minyak mencapai ± 26°C. Apabila sudah tercapai temperatur tersebut, maka RBDPO yangada pada crystalyzer tank sudah dapat ditransfer ke filter melalui pompa untuk disaring.
C.Filtrasi (Filtration)
Proses ini bertujuan untuk memisahkan fraksi padat dan fraksi cair yang dilakukan dengan metode penyaringan pada membrane filter press
(32)
system hidrolik. Alat ini tersusun dari plat yang berjumlah 85 buah, media yang digunakan untuk penyaringan adalah filter cloth yang tahan terhadap tekanan tinggi dengan ukuran air permeability 500 – 600. RBDPO dari crystalyzer
dipompakan oleh pompa pada suhu 26°C dengan kapasitas 20.000 kg/batch memasuki filter, setelah mengalami proses penyaringan, olein akan lolos dan ditampung pada tangki (Olein Storage). Biasanya bila sudah mencapai tekanan 3 barr, filtrasi sudah dapat dihentikan dan dilakukan squeeze (±25menit). Setelah squeeze dilakukan, sisa RBD Olein dengan menggunakan tenaga angin dengan tekanan 3 – 4 barr selama 5 menit, kemudian filter dibuka, dan cake
RBD stearin jatuh, dan ditampung dengan melting tank, kemudian dipanaskan sampai dengan suhu 70°C dengan media pemanas berupa pipa yang dialiri dengan air panas secara sirkulasi dalam pipa, akibat pemanasan ini stearin dapat mencair dan mudah dialirkan ke tangki timbun (Stearin Storage). (Ketaren, 1986)
2.8 Standar Mutu
Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk kmenentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu, yaitu kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida.
Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan.
(33)
persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin ( lebih kurang 2 persen atau kurang ), bilangan peroksida dibawah 2, bebas dari warna merah dan kuning ( harus berwarna pucat ) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.
Tabel 2.4 Spesifikasi Kualitas RBD Olein Menurut PORAM (THEPALM OILREFINERS ASSOCIATIONOFMALAYSIA)
Kandungan Mutubiasa Mutukhusus
Asamlemakbebas (%) 2,7 2,2
Air(%) 0,1 0,08
Kotoran(%) 0,01 0,05
BilanganPeroksidam.e/kg - 0,5
Besi(ppm) - 5
2.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit
Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya selama penanganan pascapanen, ataupun selama proses pemrosesan dan pengangkutannya. Berikut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu minyak kelapa sawit:
1. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikat dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas akan
(34)
hidrolisa pada minyak dan menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi berlangsung,maka semakin banyak asam lemak bebas yang terbentuk.
2. Kadar Zat Menguap dan Kotoran
Kotoran yang terdapat dalam minya kterdiri dari tiga golongan, yaitu kotoran yang tidak larut dalam minyak (Fat Insoluble) dan kotoran yang terdispersi dalam minyak. Kotoran yang terdiri dari biji atau partikel jaringan, lender dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Mg, Cu, Fe, dan Ca, serta air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan beberapa cara mekanis, yaitu dengan cara pengendapan, penyaringan dan sentrifusi.
3. Pemucatan
Minyak sawi tmempunyai warna kuning oranye sehingga jika digunakan sebagai bahan baku untuk pangan perlu dilakukan pemucatan dengan adsorben. Salah satu adsorben yang digunakan adalah tanah liat (bleaching earth). Aktivitas tanah liat dengan asam mineral (missal : HCl) akan mempertinggi daya pemucat karena asam mineral akan larut dan bereaksi dengan komponen seperti tar, garam Ca dan Mg yang menutupi pori -pori adsorben. Namun pemakaian asam mineral akan menimbulkan bau lapuk pada minyak. Disamping itu, tanah liat juga akan menaikkan kadar asam lemak bebas dan mengurangi daya tahan kain saring yang digunakan untuk memisahkan minyak dari adsorben.
(35)
4. Kadar Logam
Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain adalah besi, tembaga dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari alat-alat pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat-alat dan pipa adalah mengusahakan alat-alat dari stainless steel.
Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam-logam tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam-logam tersebut dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat diamati dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan.
5. Angka Oksidasi
Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak kelapa sawit menjadi menurun.
Konsumen atau pabrik yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku dapat menilai mutu dan kualitasnya dengan melihat angka oksidasi. Dari angka inilah dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak kelapa sawit untuk menghasilkan barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama. ( Tim Penulis PS, 1992 )
(36)
2.9.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Oksidasi
Trigliserida minyak sawit hanya mengandung sedikit ikatan asam lemak tak jenuh majemuk (poly-unsaturated), juga mengandung tokoferol, sehingga agak tahan terhadap oksidasi. Oksidasi ikatan rangkap tersebut, sama seperti hidrolisis, juga akan berlangsung secara otokatalitik. Penambahan molekul oksigen terjadi pada gugusan metilen dari ikatan rangkap. Ini menghasilkan hidroperoksida yang segera terbagi menghasilkan radikal bebas. Dalam proses oksidasi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan oksidasi, yaitu :
1. Pengaruh suhu
Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan (expose) diudaraakan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Kecepatan akumulasi peroksida selama proses aerasi minyak pada suhu 100 - 115oC adalah kedua kali lebih besar dibandingkan pada suhu 10oC. Untuk mengurangi kerusakan bahan pangan berlemak dan agar tahan dalam waktu yang lebih lama, dapat dilakukan dengan cara menyimpan lemak dalam ruang dingin.
2. Pengaruh Cahaya
Cahaya merupakan akselerator terhadap timbulnya ketengikan. Kombinasi dari oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Sebagai contoh, lemak yang disimpan tanpa udara (O2), tetapi dikenai cahaya
sehingga menjadi tengik. Hal ini dikarenakan dekomposisi peroksida yang secara alamiah telah terdapat dalam lemak. Cahaya berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam lemak.
(37)
3. Bahan Pengoksidasi
Salah satu bahan pengoksidasi yang mempercepat proses oksidasi adalah peroksida. Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat mempersingkat periode induktif dalam lemak segar, serta dapat merusak zat inhibitor. Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi lemak, berupa peroksida lemak atau penambahan peroksida selain yang dihasilkan pada proses oksidasi lemak, misalnya hidrogen peroksida dan dapat mempercepat proses oksidasi.
4. Pemanasan
Pemanasan mengakibatkan tiga macam perubahan kimia dalam lemak yaitu terbentuknya peroksida dalam asam lemak tidak jenuh, peroksida berdekomposisi menjadi persenyawaan karbonil, polimerisasi oksidasi sebagian. Hasil oksidasi sebagian (partially oxidation) asam lemak dapat dipisahkan dari lemak sebagai fraksi nonureaadduct. Dekomposisi minyak dengan adanya udara terjadi pada suhu lebih rendah (190oC) daripada tanpa udara (pada suhu 240-260oC). Reaksi yang terjadi berbeda pada bagian permukaan dan bagian tengah minyak yang digoreng dan bentuk ketel berpengaruh besar terhadap kecepatan penguraian minyak.
2.9.2 Faktor-faktor yang Dapat Menaikkan Bilangan Peroksida
Perubahan kimia yang terjadi dalam molekul minyak akibat pemanasan, tergantung dari empat factor yaitu :
1. Lamanya Pemanasan
(38)
dan selanjutnya menurun setelah pemanasan 4 jam kedua. Kandungan persenyawaan karbonil bertambah dalam minyak selama proses pemanasan kemudian berkurang sesuai dengan berkurangnya jumlah oksigen.
2. Suhu
Pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah diselidiki dimana minyak yang dipanaskan pada suhu 160oC dan 200oC, menghasilkan bilangan peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan 120oC. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa persenyawaan peroksida bersifat tidak stabil terhadap panas.
3. Akselerator oksidasi
Kecepatan aerasi juga memegang peranan penting dalam menentukan perubahan - perubahan selama oksidasi thermal, dimana bilangan iod semakin menurun dengan bertambahnya kecepatan aerasi. Senyawa karbonil dalam lemak- lemak yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai prooksidan atau akselerator pada proses oksidasi.
2.9.3 Proses Oksidasi
Oksidasi spontan lemak tidak jenuh didasarkan pada serangan oksigen pada ikatan rangkap (ikatan tak jenuh ) sehingga membentuk hidroperoksida tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam molekul trigliserida terdiri dari asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Asam-asam tidak jenuh ini jika dioksidasi, masing-masing akan membentuk oleat hidroperoksida, linoleat hidroperoksida, dan linolenat hidroperoksida yang bersifat reaktif.
(39)
Peroksida yang dihasilkan bersifat tidak stabil dan akan mudah mengalami dekomposisi. Senyawa peroksida mampu mengoksidasi molekul asam lemak yang masihutuh, dengan cara melepaskan dua atom hydrogen sehingga membentuk ikatan rangkap baru dan selanjutnya direduksi sampai membentuk oksida. Terbentuknya peroksida, disusul dengan terbentuknya ikatan rangkap baru, akan menghasilkan deretan persenyawaan aldehida dan asam jenuh dengan berat mokelul lebih rendah (terutama dengan jumlah C1
-C9).
2.9.4 Dampak Oksidasi Terhadap Kualitas Minyak
Adapun dampak dari tingginya bilangan oksidasi (peroksida) yang dihasilkan adalah kerusakan pada kualitas minyak, yang mana pada bahan pangan berlemak ini akan menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak (ketengikan), sehingga dapat menurunkan mutu dan nilai gizi minyak. Tipe penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan, yaitu :
1. Ketengikan oleh Oksidasi (Oxidative Rancidity)
Ketengikan ini terjadi pada proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tak jenuh dalam lemak. Proses ini dapat terjadi pada suhu kamar, dan selama proses pengolahan menggunakan suhutinggi. Hasil oksidasi ini tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin (karoten dan tokoferol) dan asam lemak esensial dalam lemak.
Oksidasi terjadi pada ikatan tak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu kamar sampai suhu 100oC, setiap 1 ikatan tak jenuh dapat mengabsorbsi 2
(40)
Peroksida ini dapat menguraikan radikal tidak jenuh yang masih utuh, sehingga terbentuk 2 molekul persenyawaan oksida dengan reaksi
sebagai berikut:
Proses pembentukan peroksida dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam, kelembaban udara dan katalis.
2. Ketengikan oleh enzim (EnzymaticRancidity)
Bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembapan udara tertentu, merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut mengeluarkan enzim, misalnya enzim lipoelastic dapat
menguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol . Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tak jenuh sehingga terbentuk peroksida. Disamping itu, enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak jenuh pada ikatan karbon atom beta, sehingga membentuk asam keton dan akhirnya metilketon, dengan reaksi sebagai beriku t:
(41)
3. Ketengikan Oleh Hidrolisa (Hydrolitic Rancidity)
Komponen zat berbau tengik dalam minyak selain dihasilkan dari proses oksidasi dari enzimatis, juga disebabkan oleh hasil hidrolisa lemak yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak tersebut mudah menguap dan berbau misalnya asam butirat, asam valerat, dan asam kaproat.
2.10 Dampak Peroksida Dalam Tubuh
Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas, sehingga lemka yang telah dipanaskan mengandungsejumlah kecil peroksida.Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya vitamin A, C, D, E, K) dan sejumlah kecil vitamin B.
Peroksida juga dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan (lebih besar dari 100) akan bersifat sangat beracun dan
(42)
tidak enak.
Bergabungnya peroksida dalam system peredaran darah mengakibatkan kebutuhan vitamin E yang lebih besar. Peroksida akan membentuk persenyawaan lipoperoksida secara nonenzimatis. Lipoperoksida dalam aliran darah mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah. Lipoprotein dalam keadaan normal mempunyai fungsi aktif sebagai alat transportasi trigliserida, dan jika lipoprotein mengalami denaturasi akan mengakibatkan deposisi lemak dalam pembuluh darah (aorta) sehingga menimbulkan atherosclerosis. ( Winarno, 1997 )
(43)
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Metodologi
Analisa bilangan Peroksida pada RBD Olein menggunakan Metode Titrasi Iodometri. Sampel yang digunakan adalah minyak RBD Olein yang dihasilkan dari proses filterpress (fraksinasi).
3.1.1 Alat- alat
-Erlenmeyer flask 250 ml (Pyrex)
-BuretMikro (Pyrex)
-Gelas Ukur (Pyrex)
-Neraca Analitis (Sartorius)
-PipetVolume 50 ml (Pyrex)
-Sendok Stainless Steel
-Bola Karet (SuperiorMarienfield)
-Beaker Glass (Pyrex)
-Pipet Tetes -Statif dan Klem
-Labu Takar 1000 ml (Pyrex)
-Timer
3.1.2 Bahan-bahan
(44)
-Larutan KI Jenuh p.a(Merck)
-Indikator Amilum 1% teknis
-Larutan Standar Na2S2O3 0,01 N p.a(Merck)
-Aquadest bebas CO2
3.2 Penyediaan Sampel
Refined Bleached Deodorized Olein (RBD Olein) dihomogenkan dan dianalisa pada suhu kamar dengan penambahan antioksidan Butylated Hydroxyanisole (BHA) variasi konsentrasi 50, 100, 150, 200 ppm dan tanpa penambahan antioksidan Butylated Hydroxyanisole (BHA).
3.3 Proses Analisa
3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi
A. Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3 0,0099N
1. Ditimbang1,24 gr kristal Na2S2O3.5H2O, dimasukkan ke dalam
beaker glass 100ml lalu dilarutkan aquadest bebas CO2.
2. Diencerkan dalam labu takar 1000 ml sampai garis tanda, lalu dihomogenkan dengan magnetic stirrer.
B. Standarisasi Na2S2O3 0,0099N dengan K2Cr2O7
1. Ditimbang 0,016 gr kristal K2Cr2O7 dalam beaker glass50 ml dan
dilarutkan dengan aquadest bebas CO2.
2. Dimasukkan kedalam labu takar 250 ml dan diencerkan dengan aquadest bebas CO2 sampai garis tanda.
(45)
4. Dipipet 25 ml dari larutan tersebut dan dimasukkan dalam Erlenmeyer bertutup 250 ml.
5. Ditambah 5ml asam klorida pekat, 20 ml kalium iodide 15 %, homogenkan.
6. Didiamkan selama 5 menit dan kemudian tambahkan 100 ml aquadest. 7. Dititrasi dengan larutan standar Na2S203 0,0099 N hingga terjadi
perubahan warna dari ungu menjadi hijau.
8. Ditambahkan 1 ml indikator amilum 1% (larutan berwarna biru tua). 9. Dititrasi kembali hingga warna biru tepat hilang.
10. Dicatat volume Na2S203 0,0099 N yang terpakai.
Perhitungan :
N.Na-thiosulfat =20,394 x grK2Cr2
V.Na-thiosulfat
3.3.2 Pembuatan Larutan KI 15%
1. Ditimbang 15 gram kristal KI, kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass 50 ml (dengan menggunakan spatula).
2. Dilarutkan dengan menggunakan aquadest bebas CO2.
3. Dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengan menggunakan aquadest bebas CO2 sampai garis tanda.
4. Dihomogenkan dengan magnetic stirrer.
(46)
3.3.3 Pembuatan Indikator Amilum 1%
1. Ditimbang 1 gr amilum, larutkan terlebih dahulu dengan aquadest dingin dan tambahkan 1,25 gr asam salisilat.
2. Diencerkan dengan aqaudest mendidih hingga tepat 1 liter, biarkan dingin.
3. Ditempatkan dalam botol dan beri label.
3.3.4 Pembuatan KI Jenuh
1. Ditambahkan kristal KI ke dalam beaker glass yang berisi aquadest 2. Diaduk hingga kristal KI tidak dapat larut lagi.
3. Dilakukan perlakuan pada saat analisa.
3.3.5. Pembuatan Larutan Asam Asetat Glasial : Kloroform ( 3 : 2 )
1. Dicampurkan asam asetat glasial dan kloroform dengan perbandingan Volume ( 3 : 2 )
2. Disimpan dalam botol gelap dan diberi label.
3.4 Prosedur Analisa Penentuan Bilangan Peroksida
1. Ditimbang 5 gr sampel dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer Flask 250 ml
2. Ditambahkan 30 ml solvent asam asetat : kloroform ( 3 : 2 ), aduk hingga sampel larut.
3. Ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh, tutup dan aduk selama 1 menit. 4. Ditambahkan 30 ml aquadest, homogenkan.
(47)
5. Ditambahkan 3 tetes indikator amilum1 %.
6. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N hingga warna biru tepat hilang.
7. Dicatat volume Na2S2O3 0,01 N yang terpakai (Vsp).
8. Dilakukan perlakuan yang sama dengan penambahan antioksidan Butylated Hydroxyanisole (BHA) pada variasi konsentrasi 50, 100, 150 dan 200 ppm.
9. Dilakukan prosedur yang samauntuk larutan blanko, kemudian catat volume titran yang terpakai (Vb).
Perhitungan :
PV(gO2/100g) = (Vsp- Vb) N.Na2S203x1000
gsampel
erangan: Vsp l titrasi untuk sampel
Vb Ml titrasi untuk blanko
(48)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Data yang diperoleh dari penambahan antioksidan Butylated Hydroxyanisole (BHA) dengan variasi 50, 100, 150, 200 ppm dan tanpa penambahan pada sampel RBD Olein adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1.Data Analisa Penambahan Antioksidan Butylated Hydroxyanisole (BHA)pada Sampel RBD Olein
No
Konsentrasi penambahan BHA
(ppm)
Volume titran
(ml)
Berat sampel
(g)
Normalitas Na2S2O3
(N)
1 0 0,43 6,56
0,0109
2 50 0,31 5,1
3 100 0,28 5,27
4 150 0,26 5,06
(49)
4.2 Perhitungan
Rumus yang digunakan untuk menentukan Bilangan Peroksida (PV) adalah sebagai berikut :
PV(gO2/100g) = (Vsp–Vb) xN. Na2S203x1000
gsampel
erangan: Vsp l titrasi untuk sampel
Vb l titrasi untuk blanko
PV eroxide Value (bilangan peroksida)
a. PV tanpa Penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA)
PV = , ml × ,, g N ×
PV = ,
b. PV dengan Penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) 50 ppm
PV = , ml × ,, g N×
PV = ,
c. PV dengan Penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) 100 ppm
PV = , ml × , N
, g ×
PV = ,
d. PV dengan Penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) 150 ppm
(50)
e. PV dengan Penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) 200 ppm
PV = , ml × ,, g N ×
PV = ,
Dari Perhitungan di atas diperoleh data sesuai dengan tabel di bawah ini :
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Bilangan Peroksida
No
Konsentrasi penambahan
BHA (ppm)
Volume titran
(ml)
Berat sampel
(g)
Normalitas Na2S2O3
(N)
Bilangan Peroksida
(meq)
1 0 0,43 6,56
0,0109
0,7144
2 50 0,31 5,1 0,6625
3 100 0,28 5,27 0,5791
4 150 0,26 5,06 0,56
(51)
4.3 Pembahasan
Dalam pemanfaatannya, minyak kelapa sawit tidak dapat digunakan tanpa melalui proses pengolahan. Pada proses pengolahan, telah diterapkan berbagai standar mutu sebagai acuan untuk menghasilkan minyak RBD Olein (minyak goreng) yang dapat digunakan sebagai bahan pangan oleh masyarakat luas. Salah satu standar mutu tersebu tadalah bilangan peroksida.
Konsumen atau pabrik yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku dapat menilai mutu dan kualitasnya dengan melihat angka oksidasi. Dari angka inilah dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak kelapa sawit untuk menghasilkan barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama.
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan juga sesuai didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika berkaitan dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya.
BHA merupakan zat antioksidan (anti oksidasi) yang ditambahkan pada minyak atau lemak agar tidak menjadi tengik. Apabila minyak telah menjadi tengik itu artinya minyak tersebut telah teroksidasi oleh udara. Zat antioksidan itulahyang akan mencegah asam lemak tak jenuh yang terdapat pada minyak atau lemak agar tidak teroksidasi oleh cahaya, udara, dan bakteri. Hasil oksidasi lemak pada makanan
(52)
mengkonsumsinya. Maka dari itu, diperlukan antioksidan yang dapat mencegah terjadinya oksidasi makanan.
Dari analisa yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) dengan konsentrasi 200 ppm pada sampel RBD Olein menghasilkan Bilangan Peroksida (Peroxide Value) yang paling rendah, yaitu 0,5589 sedangkan penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) dengan konsentrasi 150, 100 dan 50 ppm menghasilkan Bilangan Peroksida (Peroxide Value) yang lebih tinggi, yaitu 0,56; 0,571; dan 0,6625. Untuk analisa tanpa penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) pada sampel RBD Olein Bilangan Peroksida (Peroxide Value) yang paling tinggi, yaitu 0,7144.
Dengan demikian, semakin tinggi penambahan konsentrasi Butylated Hydroxyanisole (BHA) pada sampel RBD Olein akan menghasilkan Bilangan Peroksida (Peroxide Value) yang semakin rendah dan begitu juga sebaliknya.
(53)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi Butylated Hydroxyanisole (BHA) yang ditambahkan pada sampel RBD Olein akan menghasilkan Peroxide Value (Bilangan Peroksida) yang semakin rendah.
5.2 Saran
a. Sebaiknya pada proses pemanasan, RBD Olein yang digunakan tidak dipanaskan secara berulang-ulang agar diperoleh bilangan peroksida yang lebih akurat.
b. Sebaiknya titrasi dilakukan secara perlahan-lahan, untuk menghindari kelebihan dari volume titran yang dapat menghasilkan bilangan peroksida berlebih.
(54)
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar.Jakarta : Penerbit Gramedia. Ketaren,S. 1986. Pengantar Tekhnologi Minyak dan Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Mangoensoekarjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Risza, S. 1994. Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta : Penerbit Liberty dan UGM.
Tim Penulis, PS. 1998. Kelapa Sawit Usaha Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan AspekPemasaran. Jakarta : Penerbit Swadaya.
(1)
4.2 Perhitungan
Rumus yang digunakan untuk menentukan Bilangan Peroksida (PV) adalah sebagai berikut :
PV(gO2/100g) = (Vsp–Vb) xN. Na2S203x1000
gsampel
erangan: Vsp l titrasi untuk sampel
Vb l titrasi untuk blanko
PV eroxide Value (bilangan peroksida)
a. PV tanpa Penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA)
PV = , ml × ,, g N ×
PV = ,
b. PV dengan Penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) 50 ppm
PV = , ml × ,, g N×
PV = ,
c. PV dengan Penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) 100 ppm
PV = , ml × , N
, g ×
PV = ,
d. PV dengan Penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) 150 ppm
(2)
e. PV dengan Penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) 200 ppm
PV = , ml × ,, g N ×
PV = ,
Dari Perhitungan di atas diperoleh data sesuai dengan tabel di bawah ini :
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Bilangan Peroksida
No Konsentrasi penambahan BHA (ppm) Volume titran (ml) Berat sampel (g) Normalitas Na2S2O3
(N)
Bilangan Peroksida
(meq)
1 0 0,43 6,56
0,0109
0,7144
2 50 0,31 5,1 0,6625
3 100 0,28 5,27 0,5791
4 150 0,26 5,06 0,56
(3)
4.3 Pembahasan
Dalam pemanfaatannya, minyak kelapa sawit tidak dapat digunakan tanpa melalui proses pengolahan. Pada proses pengolahan, telah diterapkan berbagai standar mutu sebagai acuan untuk menghasilkan minyak RBD Olein (minyak goreng) yang dapat digunakan sebagai bahan pangan oleh masyarakat luas. Salah satu standar mutu tersebu tadalah bilangan peroksida.
Konsumen atau pabrik yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku dapat menilai mutu dan kualitasnya dengan melihat angka oksidasi. Dari angka inilah dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak kelapa sawit untuk menghasilkan barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama.
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan juga sesuai didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika berkaitan dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya.
BHA merupakan zat antioksidan (anti oksidasi) yang ditambahkan pada minyak atau lemak agar tidak menjadi tengik. Apabila minyak telah menjadi tengik itu artinya minyak tersebut telah teroksidasi oleh udara. Zat antioksidan itulahyang akan mencegah asam lemak tak jenuh yang terdapat pada minyak atau lemak agar
(4)
mengkonsumsinya. Maka dari itu, diperlukan antioksidan yang dapat mencegah terjadinya oksidasi makanan.
Dari analisa yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) dengan konsentrasi 200 ppm pada sampel RBD Olein menghasilkan Bilangan Peroksida (Peroxide Value) yang paling rendah, yaitu 0,5589 sedangkan penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) dengan konsentrasi 150, 100 dan 50 ppm menghasilkan Bilangan Peroksida (Peroxide Value) yang lebih tinggi, yaitu 0,56; 0,571; dan 0,6625. Untuk analisa tanpa penambahan Butylated Hydroxyanisole (BHA) pada sampel RBD Olein Bilangan Peroksida (Peroxide Value) yang paling tinggi, yaitu 0,7144.
Dengan demikian, semakin tinggi penambahan konsentrasi Butylated Hydroxyanisole (BHA) pada sampel RBD Olein akan menghasilkan Bilangan Peroksida (Peroxide Value) yang semakin rendah dan begitu juga sebaliknya.
(5)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi Butylated Hydroxyanisole (BHA) yang ditambahkan pada sampel RBD Olein akan menghasilkan Peroxide Value (Bilangan Peroksida) yang semakin rendah.
5.2 Saran
a. Sebaiknya pada proses pemanasan, RBD Olein yang digunakan tidak dipanaskan secara berulang-ulang agar diperoleh bilangan peroksida yang lebih akurat.
b. Sebaiknya titrasi dilakukan secara perlahan-lahan, untuk menghindari kelebihan dari volume titran yang dapat menghasilkan bilangan peroksida berlebih.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar.Jakarta : Penerbit Gramedia. Ketaren,S. 1986. Pengantar Tekhnologi Minyak dan Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Mangoensoekarjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Risza, S. 1994. Kelapa Sawit Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta : Penerbit Liberty dan UGM.
Tim Penulis, PS. 1998. Kelapa Sawit Usaha Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan AspekPemasaran. Jakarta : Penerbit Swadaya.