Optimasi Transesterifikasi Refinery Bleached Deodorized palm Oil Menjadi Metil Estes Menggunakan Katalis Lithium Hidroksida

(1)

OPTIMASI TRANSESTERIFIKASI

REFINERY BLEACHED DEODORIZED PALM OIL

MENJADI METIL ESTER MENGGUNAKAN

KATALIS LITHIUM HIDROKSIDA

TESIS

Oleh

HENDAR HARAHAP

057022003/TK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

OPTIMASI TRANSESTERIFIKASI

REFINERY BLEACHED DEODORIZED PALM OIL

MENJADI METIL ESTER MENGGUNAKAN

KATALIS LITHIUM HIDROKSIDA

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Magister Teknik Kimia pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENDAR HARAHAP

057022003/TK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Tesis : OPTIMASI TRANSESTERIFIKASI REFINERY BLEACHED DEODORIZED PALM OIL MENJADI

METIL ESTER MENGGUNAKAN KATALIS

LITHIUM HIDROKSIDA

Nama Mahasiswa : Hendar Harahap Nomor Pokok : 057022003 Program Studi : Teknik Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M.Sc) (Mersi Suriani Sinaga, ST. MT) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal

: 22 Pebruari 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

K e t u a : Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M.Sc A n g g o t a : 1. Mersi Suriani Sinaga, ST. MT

2. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia 3. Prof. Dr. Ir. Ponten M Naibaho 4. Dr. Halimatuddahliana, ST, M.Sc


(5)

ABSTRAK

Keberadaan minyak kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati relatif cepat diterima oleh pasar domestik dan pasar dunia. Produk utama kelapa sawit yang ramai diperbincangkan dewasa ini adalah metil ester atau disebut juga biodiesel sebagai sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan. Proses sintesa metil ester melalui transesterifikasi Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) menggunakan metanol dengan katalis lithium hidroksida dengan tiga variabel, konsentrasi katalis, rasio molar dan temperatur reaksi.

Percobaan dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan reaktor batch dengan kapasitas 250 ml yang dilengkapi magnetic stirrer, thermocouple, reflux kondensor dan pipet volume untuk pengambilan sampel. Percobaan dilakukan menggunakan metode Response Surface Methodology (RSM) dengan desain percobaan berbentuk Central Composite design (CCD). Bahan yang digunakan adalah RBDPO, metanol teknis dan katalis lithium hidroksida. Kinetika reaksi dilakukan pada kondisi maksimum yang diperoleh pada konsentrasi katalis 0,5%, rasio molar RBDPO terhadap metanol 1:14, temperatur reaksi 65ºC dan waktu reaksi 30 menit dengan konversi metil ester sebesar 99,9165%.

Dari hasil percobaan optimasi diperoleh bahwa ketiga faktor (variabel) konsentrasi katalis lebih signifikan di bandingkan dengan rasio molar sedangkan variabel temperatur memiliki pengaruh terhadap transesterifikasi RBDPO menjadi metil ester. Transesterifikasi RBDPO menggunakan katalis lithium hidroksida menjadi metil ester merupakan reaksi orde-2 dengan konstanta kecepatan reaksi pada 65ºC sebesar 3,0727 × 10-3 liter.mol-1.menit-1 dengan persamaan kecepatan reaksi : ϒTG = - TG M

TG

C C k dt dC

. .

=


(6)

ABSTRACT

The existence of palm oil as one of vegetable oils resources, relatively accepted by domestic and world markets. The major palm oil product that being issued currently is methyl ester or called biodiesel as renewable energy resource and enviromental frendly. Synthesis methyl ester throught Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) transesterification used methanol and reaction rate were investigated.

The experiment conducted in laboratorium scale by used 250 ml volume batch reactor which is completed with magnetic stirrer, thermocouple, reflux concensor and volume pipette, respectively. The experiment is conducted by used Response Surface Methodology (RSM) with experiment design that in form Central Composite Design (CCD). The material that used are RBDPO, methanol and lithium hydroxide catalyst, respectively. Maximum reaction conditions were obtained with catalyst concentration of 0,5% wt, molar ratio of methanol to oil at 14:1, reaction temperature at 65ºC and reaction time 30 minutes. Convertion of RBDPO to methyl esters in excess of 99,9165% was archieved.

From the optimize results obtained that three factors (variables) catalyst concentration more significant than molar ratio, while temperature influence to RBDPO transesterification to methyl ester. The RBDPO transesterification used lithium hydroxide catalyst to methyl esters is second order reaction with 3,0727 × 10

-3

litre.mole-1.minute-1 reaction rate constant at 65ºC. Reaction rate equation : ϒTG = - TG M

TG

C C k dt dC

. .

=

Keyworld : Transesterification, RBDPO, Catalyst, Lithium Hydroxide, Methyl Ester


(7)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat yang dikaruniakan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “Optimasi Transesterifikasi Refinery Bleached Deodorized Palm Oil Menjadi Metil Ester Menggunakan Katalis Lithium Hidroksida“.

Tesis ini disusun setelah melalui penelitian dan konsultasi dengan dosen pembimbing Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M.Sc dan Mersi Suriani Sinaga ST, MT.

Untuk itu kepada Bapak dan Ibu pembimbing, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan hormat yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan curahan ilmu yang diberikan selama ini.

Selanjutnya disampaikan pula rasa terima kasih dan penghargaan kepada yang terhormat :

1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas fasilitas dan kesempatan yang diberikan untuk mengikuti Pendidikan Program Magister.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan menjadi Mahasiswa Magister Teknik Kimia pada Sekolah Pascasarjana.

3. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia sebagai Ketua Magister Teknik Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(8)

4. Dr. Ir. Tjahjono Herawan, M.Sc yang memberi kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan serta sumbangsih ilmu dan arahan dalam penyelesaian tesis ini.

5. Mersi Suriani Sinaga, ST. MT yang memberikan sumbangsih ilmu dan arahan dalam penulisan tesis ini.

6. Para staff dan teknisi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan yang memberikan dorongan dan bantuan dalam proses penelitian untuk penulisan tesis ini.

7. Para staff pengajar dan pegawai administrasi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara serta Magister Teknik Kimia.

8. Kedua orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan hingga selesainya penulisan tesis ini.

9. Para teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam proses usulan hasil dan penulisan tesis ini.

10.Dina Anggraini Ritonga, SST yang telah membantu dalam proses penelitian dan penyelesaian penulisan tesis ini.

Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini masih banyak dijumpai kekurangan dari segi materi dan penulisannya, diharapkan kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan tesis ini.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Hendar Harahap, SST

Tempat Tanggal Lahir : Medan, 05 Pebruari 1981

Riwayat Pendidikan, Tamat : SD Negeri 016 Sekip, Pekanbaru tahun1993 SMP Negeri 8 Pekanbaru tahun 1996

SMU Negeri 9 Pekanbaru tahun 1999 Diploma IV Teknologi Kimia Industri Universitas Sumatera Utara tahun 2004.

Nama Orang Tua

Ayah : Ir. Efendi Harahap, MP


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Refinery Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) ... 6

2.2 Katalis ... 7

2.2.1 Katalis Heterogen ... 9

2.2.2 Katalis Homogen ... 10

2.2.3 Cara Kerja Katalis ... 11

2.3 Transesterifikasi ... 12

2.4 Metil Ester ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 22


(11)

3.3 Set – up Penelitian ... 23

3.4 Rancangan Percobaan ... 23

3.5 Pengolahan Data ... 25

3.5.1 Optimasi Proses Transesterifikasi RBDPO ... 25

3.5.2 Penentuan Kinetika Reaksi Transesterifikasi ... 26

3.6 Analisa Bahan Baku ... 28

3.7 Karakterisasi Metil Ester ... 28

3.8 Prosedur Penelitian ... 29

3.8.1 Prosedur Transesterifikasi ... 29

3.8.2 Flowchart Transesterifikasi ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan ... 31

4.1.1 Analisa Bahan Baku RBDPO ... 31

4.1.2 Penentuan Level Terkode CCD ... 33

4.1.2.1 Penentuan Konsentrasi Katalis ... 33

4.1.2.2 Penentuan Rasio Molar ... 34

4.1.2.3 Penentuan Nilai Temperatur ... 35

4.2 Optimasi Transesterifikasi ... 36

4.2.1 Pengaruh Konsentrasi Katalis, Rasio Molar dan Temperatur Terhadap Konversi Metil Ester ... 38

4.2.2 Interaksi Variabel Terhadap Konversi Metil Ester ... 41

4.3 Kinetika Transesterifikasi RBDPO Menjadi Metil Ester ... 52

4.3.1 Persamaan Kecepatan Reaksi ... 52

4.3.2 Proses Transesterifikasi RBDPO Menjadi Metil Ester ... 56

4.4 Karakterisasi Metil Ester ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 61


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Spesifikasi RBDPO ... 7

2. Karakteristik Katalis Heterogen dan Homogen ... 9

3. Pengaruh Berbagai Jenis Katalis Pada Transesterifikasi ... 14

4. Spesifikasi Biodiesel ... 19

5. Karakteristik Biodiesel dan Petroleum Diesel ... 20

6. Perlakuan Terkode (CCD) ... 24

7. Central Composite Design untuk 3 Variabel ... 24

8. Interval Pengambilan Produk Metil Ester ... 27

9. Hasil Analisa Bahan Baku RBDPO ... 31

10.Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Konversi Metil Ester ... 34

11.Desain Matrik Hasil Pengamatan ... 37

12.Matrik Interaksi Variabel Response Terhadap Konversi Metil Ester ... 40

13.Pengaruh Konsentrasi Katalis dan Rasio Molar Pada Interaksi Matrik Response Terhadap Konversi Metil Ester ... 42

14.Pengaruh Konsentrasi Katalis dan Temperatur Pada Interaksi Matrik Response Terhadap Konversi Metil Ester ... 46

15.Pengaruh Rasio Molar dan Temperatur Pada Interaksi Matrik Response Terhadap Konversi Metil Ester ... 49

16.Konversi Metil Ester dan Gliserida Sisa Pada Transesterifikasi ... 59


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Proses Pengolahan CPO Menjadi RBDPO ... 6

2. Reaksi Transesterifikasi ... 17

3. Diagram Kerja Transesterifikasi ... 30

4. Pengaruh Waktu Terhadap Konversi Metil Ester ... 34

5. Responce Surface Metil Ester Dari Rasio Molar ... 43

6. Plot Kontur Metil Ester Dari Rasio Molar ... 44

7. Respon Surface Metil Ester Dari Temperatur Reaksi ... 47

8. Plot Kontur Metil Ester Dari Temperatur Reaksi ... 48

9. Respon Surface Metil Ester Dari Rasio Molar ... 50

10.Plot Kontur Metil Ester Dari Rasio Molar ... 52

11.Uji Pencocokan Kurva Orde Dua ... 56


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Prosedur Analisa ... 66

2. Data Hasil Percobaan ... 70

3. Kinetika Reaksi ... 71

4. Kromatografi Standard Gliserida ... 73

5. Kromatografi Bahan Baku RBDPO ... 74

6. Kromatigrafi Metil Ester ... 75

7. Analisa Statistik SPSS Softwere ... 76


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan kontribusi penting pada pembangunan ekonomi di Indonesia, khususnya pada pengembangan agroindustri yang memiliki daya saing tinggi. Hal ini disebabkan kelapa sawit memiliki beberapa keunggulan sehingga mampu bersaing dalam perdagangan nasional dan internasional. Produk-produk yang dihasilkan dari minyak sawit sangat luas. Produk utama kelapa sawit yaitu minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO). Dari kedua produk ini dapat dibuat berbagai jenis produk pangan maupun produk oleokimia, salah satunya yang sangat ramai diperbincangkan dewasa ini adalah metil ester atau disebut juga biodiesel sebagai sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan.

Keberadaan minyak kelapa sawit sebagai salah satu sumber minyak nabati relatif cepat diterima oleh pasar domestik dan pasar dunia. Indonesia sekarang merupakan negara penghasil CPO peringkat pertama di dunia dengan total produksi 17 juta ton/tahun dengan areal produksi mencapai 5,5 juta Ha (Pakpahan, 2007).


(16)

Produk olahan CPO yang merupakan non pangan diantaranya adalah oleokimia. Salah satu produk turunan oleokimia adalah ester, contohnya adalah metil ester. Asam lemak metil ester mempunyai peranan utama dalam industri oleokimia. Metil ester digunakan sebagai senyawa intermediate untuk sejumlah oleokimia yaitu seperti fatty alcohol, alkanolamida, α-sulfonat, gliserol monostearat, surfaktan gliserin dan asam lemak lainnya. Selain itu metil ester saat ini telah digunakan sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel (Hariyadi, 2004).

Crude Palm Oil (CPO) di pasaran biasanya mengandung sekitar 5% Free Fatty Acid (FFA) yang akan mengganggu reaksi utama pembentukan biodiesel, karena itu FFA ini harus dihilangkan atau dikonversi dengan menggunakan katalis asam melalui reaksi esterifikasi (Prakoso, 2005).

Dalam rangka mengantisipasi melimpahnya produksi CPO, maka diperlukan usaha untuk mengolah CPO menjadi produk hilir seperti Refined Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang memberikan nilai tambah yang tinggi. Produk olahan dari RBDPO dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu produk pangan dan non pangan. Produk pangan dari RBDPO terutama minyak goreng dan margarin. Produk non pangan yaitu oleokimia yaitu ester, asam lemak, surfaktan, gliserin dan turunan-turunannya.

Transesterifikasi merupakan metode yang saat ini paling umum digunakan untuk memproduksi biodiesel dari refined fatty oil. Metode ini bisa menghasilkan


(17)

2005). Transesterifikasi minyak kedelai dengan metanol juga dilakukan dengan rentang temperatur reaksi 30-70°C dengan rasio molar 1:6 dan konsentrasi katalis 0,2% (w/w) pada putaran 150, 300 dan 600 rpm, dengan waktu reaksi 90 menit, dimana pengambilan sampel dilakukan pada waktu 1-2 menit untuk interval 10-15 menit waktu transesterifikasi dengan volume sampel 2 ml, kemudian disimpan pada lemari pendingin bertemperatur dibawah 5°C (Noureddini and Zhu, 1997).

Transesterifikasi menggunakan katalis heterogen juga dilakukan dengan metode dan jenis katalis yang berbeda, seperti penggunaan Al2O3 sebagai katalis

heterogen dengan waktu reaksi selama 12 jam pada temperatur reaksi 550°C. (Hak-Joo Kim et al., 2004). Katalis barium dapat mengkonversi metil ester hingga 100% dengan waktu reaksi 15 menit dengan konsentrasi katalis 1,5% dari berat bahan baku yaitu trigliserida (Mazzocchia, 2004). Penggunaan katalis heterogen memberikan alternatif proses transesterifikasi untuk memperoleh metil ester, diantaranya katalis Zirconium (Zr), Zirconia Sand dan Titanium (Ti) pada temperatur reaksi 60°C selama 180 menit (Khan, 2002).

Penggunaan katalis lithium hidroksida dapat digunakan kembali (reuse) pada transesterifikasi. Penggunaan katalis tersebut juga dimaksudkan untuk mengetahui konversi metil ester yang dihasilkan dibandingkan dengan katalis lainnya seperti barium hidroksida, kalsium hidroksida, magnesium hidroksida dan lain-lainnya.


(18)

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian mengenai optimasi transesterifikasi RBDPO menjadi metil ester menggunakan katalis lithium hidroksida dengan perumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaruh konsentrasi katalis, rasio molar dan temperatur reaksi terhadap konversi metil ester serta kondisi maksimum transesterifikasi refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) menggunakan katalis lithium hidroksida secara batch.

b. Bagaimana persamaan kinetika reaksi transesterifikasi refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) menggunakan katalis lithium hidroksida pada kondisi maksimum.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh konsentrasi katalis, rasio molar, dan temperatur reaksi terhadap konversi metil ester dan kondisi maksimum transesterifikasi refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) menggunakan katalis lithium hidroksida secara batch.

2. Mengetahui persamaan kinetika reaksi transesterifikasi refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) menggunakan katalis lithium hidroksida pada kondisi maksimum.


(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

1. Sebagai informasi dasar proses produksi metil ester hasil transesterifikasi refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) menggunakan katalis lithium hidroksida secara batch.

2. Sebagai informasi aplikatif tentang kondisi optimum transesterifikasi refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) menggunakan katalis lithium hidroksida secara batch.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian transesterifikasi ini adalah Refined Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO), metanol teknis dan katalis lithium hidroksida dengan variabel percobaan sebagai berikut :

- Konsentrasi katalis : 0,2 ; 0,5 ; 1 ; 1,5 dan 1,8% (w/w) - Rasio molar RBDPO dengan metanol

RBDPO/MeOH yaitu : 1:8,6 ; 1:10 ; 1:12 ; 1:14 dan 1:15,4 - Temperatur reaksi : 52 ; 55 ; 60 ; 65 dan 68°C

Parameter uji yang digunakan untuk karakterisasi metil ester yang diperoleh sesuai dengan American Society Test Material (ASTM) D6751 – 02 dan American Oil Chemists’ Society (AOCS).


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Refined Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO)

Unit pengolahan minyak sawit yang umum dilakukan adalah unit pabrik minyak goreng sawit terdiri dari unit refined yang meliputi tangki bleaching dan tangki deodorisasi dan unit fraksinasi meliputi kristalisasi (crystallizer) dan filter press. Pada proses dry fractionation, minyak sawit mentah (crude palm oil) dirafinasi terlebih dahulu menghasilkan refined bleached deodorized (RBD) Palm Oil dan selanjutnya dilakukan fraksionasi untuk memperoleh olein dan stearin. Pada proses wet fractionation, minyak sawit mentah difraksionasi terlebih dahulu menghasilkan crude olein dan crude stearin dan selanjutnya dilakukan rafinasi terhadap crude olein untuk menghasilkan RBD Palm Olein (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2002).

Polishing Filter CPO Tank Heat Excanger Asam phospat

Mixer Slurry

Tank Bleacher Niagara Filter

Dryer Heat Exchanger Deodorizer Fatty Acid Cooler FA Tank RBDPO Tank Fine Filter Oil Cooler DFA Tank


(21)

Selama proses fraksionasi akan dihasilkan asam lemak distilat (palm fatty acid destilate, PFAD) sebagai hasil samping sekitar 2,5-3,5%, hal ini tergantung pada kandungan asam lemak bebas bahan baku CPO yang diproses. Asam lemak destilat umumnya digunakan sebagai bahan baku sabun dengan kualitas rendah. Dari RBD Palm Oil yang diperoleh akan dihasilkan sekitar 65-68% fraksi cair (RBD palm olein) dan sekitar 15-35% fraksi padat (RBD palm stearin) (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2002).

Beberapa parameter mengenai spesifikasi RBDPO disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Spesifikasi RBDPO

Parameter RBD Palm Oil

Asam lemak bebas, (% asam palmitat) 0,1 mak

Kandungan air & pengotor (%) 0,1 mak

Angka Iodin (Wijs) 50-55

Titik cair (°C, AOCS Cc 3-25) 33-39

Warna (5,25” Lovibond Cell) 3-6 Red mak

(Sumber : Palm Oil Refiners Association of Malaysia (PORAM), 2006).

2.2 Katalis

Katalis adalah substansi yang berfungsi untuk meningkatkan laju reaksi kimia, pada temperatur tertentu, namun tidak menimbulkan reaksi kimia terhadap katalis tersebut atau katalis juga dapat didefenisikan sebagai suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis juga berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai


(22)

pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih ce at atau memungkinkan reaksi ada suhu lebih rendah akibat erubahan yang di icunya terhada ereaksi (Wikipedia, 2006).

Katalis da at dibedakan kedalam dua golongan utama yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan ereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama. Katalis heterogen menyediakan suatu ermukaan di mana

ereaksi- ereaksi (atau substrat) untuk sementara tersera . Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sehingga memungkinkan terbentuknya roduk baru dimana ikatan atara roduk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terle as (Wikipedia, 2006).

Berdasarkan fasanya, material katalis juga digolongkan menjadi katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen didefenisikan sebagai katalis yang mempunyai fasa sama dengan fasa campuran reaksinya, sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang berada pada fasa yang berbeda dengan fasa campuran reaksinya. Katalis heterogen kurang efektif dibandingkan dengan katalis homogen karena heterogenitas permukaannya (Kalangit, 1995). Walaupun demikian, karena mudah dipisahkan dari campuran reaksinya dan kestabilannya terhadap perlakuan panas, katalis heterogen lebih banyak digunakan dalam industri kimia.


(23)

2.2.1 Katalis Heterogen

Katalis heterogen dapat berupa padatan dalam cairan atau padatan dalam gas. Sistem katalis heterogen luas digunakan dalam bidang industri, hal ini disebabkan sistem katalis heterogen memiliki beberapa keuntungan misalnya dapat dipergunakan pada suhu tinggi sehingga dapat dioperasikan pada berbagai kondisi. Penggunaan katalis heterogen tidak memerlukan tahapan yang panjang untuk memisahkan antara produk dan katalis (Shriver et al., 1990).

Adapun beberapa karakteristik katalis heterogen dibandingkan dengan katalis homogen dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah ini.

Tabel 2.2 Karakteristik katalis heterogen dan homogen

Karakteristik Katalis Heterogen Katalis Homogen Pusat reaktif Hanya pada permukaan Semua atom logam

Jumlah Banyak Kecil

Massa difusi Terjadi Tidak terjadi

Spesifik/selektifitas Rendah Tinggi

Stoikometri Tidak dikenal Dapat diketahui

Modifikasi Sukar Mudah

Kondisi reaksi Tinggi Sedang

Pemisahan katalis Mudah Sulit

(Sumber : Shriver et al., 1990)

Untuk menilai suatu katalis, ada beberapa parameter yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Aktivitas, yaitu kemampuan katalis untuk mengkonversi reaktan menjadi produk yang diinginkan.


(24)

2. Selektivitas, yaitu kemampuan katalis mempercepat satu reaksi di antara beberapa reaksi yang terjadi sehingga produk yang diinginkan dapat diperoleh dengan produk sampingan seminimal mungkin.

3. Kestabilan, yaitu lamanya katalis memiliki aktivitas dan selektivitas seperti pada keadaan semula.

4. Yield, yaitu jumlah produk tertentu yang terbentuk untuk setiap satuan reaktan yang terkonsumsi.

5. Regenerasi, yaitu proses mengembalikan aktivitas dan selektivitas katalis seperti semula. (Augustine, 1996).

2.2.2 Katalis Homogen

Secara umum, katalis homogen adalah katalis/senyawa yang memiliki fase yang sama dengan reaktan ketika reaksi kimia berlangsung. Sebenarnya banyak sekali penggunaan katalis homogen dalam industri, mulai dari yang konvensional, seperti katalis asam atau basa hingga senyawa-senyawa organometalik. Selektifitas hasil reaksi dan kondisi reaksi yang lembut adalah pertimbangan utama pemilihan katalis homogen (Situs Web Kimia Indonesia, 2006).

Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih ereaksi untuk membentuk suatu erantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk roduk akhir reaksi dalam suatu roses.. Berikut ini meru akan skema umum reaksi katalitik, dimana C melambangkan katalisnya :


(25)

A + C s AC B + AC s AB + C

Meski un katalis (C) bereaksi oleh reaksi pertama, namun selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi kedua, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi

A + B + C s AB + C (C merupakan katalis yang tidak ikut bereaksi) (Situs Web Kimia Indonesia, 2006).

2.2.3 Cara Kerja Katalis

Dalam reaksi heterogen, katalis memiliki fasa yang berbeda dengan reaktan (bahan yang bereaksi). Pertama-tama reaktan akan terserap (adsorption) pada permukaan aktif katalis, selanjutnya akan terjadi interaksi baik berupa reaksi sebenarnya pada permukaan katalis, atau terjadi pelemahan ikatan dari molekul yang terserap. Setelah reaksi terjadi, molekul hasil reaksi (produk) akan dilepas dari permukaan katalis. Oleh karena itu, katalis yang baik perlu memiliki kemampuan menyerap dan melepaskan yang baik pula (Morad, 2006).

Jika secara teknis memungkinkan, maka regenerasi katalis merupakan pilihan yang terbaik bagi lingkungan dan secara ekonomi lebih menguntungkan karena memperpanjang umur katalis, meminimalkan penggunaan bahan baku baru, serta mengurangi kebutuhan untuk proses daur ulang atau pembuangan (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2006).


(26)

2.3 Transesterifikasi

Transesterifikasi adalah istilah umum yang digunakan untuk menjabarkan reaksi organik dimana ester ditransformasi menjadi bahan lain melalui interchange dari alkoxy. Reaksi transesterifikasi adalah reaksi setimbang dan transformasi yang terjadi oleh adanya pencampuran reaktan. Keberadaan katalis dapat mempercepat reaksi untuk memperoleh konversi ester yang tinggi dengan menggunakan alkohol berlebih.

Pada prinsipnya, transesterifikasi adalah mengeluarkan gliserin dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (biasanya metanol) menjadi alkohol ester (Fatty Acid Methyl Ester) atau biodiesel. Reaksi antar senyawa ester misalnya CPO dengan senyawa alkohol (metanol) memerlukan katalis untuk mempercepat prosesnya. Reaksi alkoholisis merupakan reaksi setimbang dengan kalor reaksi kecil. Pergeseran reaksi ke kanan biasanya dilakukan dengan menggunakan alkohol berlebih. Dalam reaksi alkoholisis, alkohol bereaksi dengan ester untuk menghasilkan ester baru. Reaksi ini merupakan reaksi bolak balik yang pada suhu kamar dan tanpa bantuan katalisator akan berlangsung sangat lambat (Hendartomo, 2004).

Hasil penelitian pada temperatur 50°C menunjukkan bahwa konversi trigliserida (TG) menjadi metil ester (ME) mencapai 73% dan konversi akan meningkat hingga 85% pada temperatur 65°C. Setelah reaksi berlangsung selama 1


(27)

menit konversi metil ester mencapai 80% dan setelah waktu reaksi 1 jam konversi metil ester diperoleh 93 hingga 98% (Freedman et al., 1984).

Hasil penelitian transesterifikasi menggunakan katalis heterogen barium hidroksida cukup signifikan dengan konversi sebesar 70% selama waktu reaksi 30 menit. Katalis kalsium oksida juga mampu menghasilkan konversi metil ester sebesar 50% setelah reaksi berlangsung 30 menit, kemudian meningkat menjadi 80% dan setelah waktu reaksi 2,5 jam konversi mencapai 93% (Meher, 2005).

Transesterifkasi menggunakan katalis heterogen barium hidroksida monohidrat pada temperatur 103°C dengan tekanan sebesar 3,5 atm selama waktu reaksi 10 menit menggunakan konsentrasi katalis sebesar 1,5% dapat menghasilkan konversi metil ester sebesar 99%. Pada temperatur ruangan, tekanan 1 atm dengan konsentrasi katalis 0,5% menghasilkan konversi sebesar 97-98% selama waktu reaksi 15 menit. Konversi mencapai 99-100% pada waktu reaksi 15 menit dengan konsentrasi katalis 1,5% pada temperatur ruangan (Mazzocchia, 2004).

Hasil penelitian yang dilakukan Foon et al., (2004) menunjukkan penggunaan berbagai katalis heterogen pada transesterifikasi yang menghasilkan konversi metil ester pada berbagai konsentrasi katalis dan variasi waktu seperti pada Tabel 2.3 dibawah ini.


(28)

Tabel 2.3. Pengaruh berbagai jenis katalis pada transesterifikasi minyak sawit Jenis Katalis Konsentrasi

Katalis (% w/w)

Waktu Reaksi (menit)

Konversi (% berat)

Na 0,1 16-32 99%

NaOH 0,2 16-32 98%

KOH 1 16-32 98%

H2SO4 1 > 300 50%

HCl 1 > 300 30%

Ion Exchange Resin (H+) 2 > 300 Sangat lambat

Dowex 50 (Na+) 1 > 300 Sangat lambat

Silika Gel 1 > 300 Sangat lambat

Ket : FFA : 0,05% ; Rasio Metanol/RBDPO : 15,6 ; Temperatur : Temperatur Refluks

(Sumber : Foon et al., 2004 )

Alkohol yang digunakan dalam reaksi alkoholisis pada umumnya adalah metanol atau etanol. Pada umumnya alkohol dengan atom C lebih pendek mempunyai kereaktifan yang lebih tinggi daripada alkohol dengan atom C lebih panjang. Untuk meningkatkan hasil reaksi, perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi alkoholisis, yaitu :

1. Suhu, semakin tinggi suhu maka kecepatan reaksi semakin besar.

2. Katalisator, fungsi katalisator adalah mengaktifkan zat pereaksi, sehingga pada suhu tertentu konstanta kecepatan reaksi bertambah besar. Untuk mempercepat reaksi katalisator yang biasa digunakan adalah katalisator asam (misalnya asam klorida dan asam sulfat) atau katalisator basa (misalnya natrium hidroksida dan kalium hidroksida).

3. Waktu reaksi, semakin lama reaksi berlangsung maka konversi akan semakin besar sampai diperoleh kesetimbangan.


(29)

4. Konsentrasi zat pereaksi, kecepatan reaksi sebanding dengan konsentrasi zat pereaksi. Semakin pekat konsentrasi zat pereaksi kecepatan reaksi semakin tinggi.

5. Kecepatan pengadukan, tumbukan yang terjadi antara zat pereaksi akan semakin banyak jika kecepatan pengadukan semakin besar, sehingga kecepatan reaksi akan bertambah besar.

6. Perbandingan pereaksi, reaksi alkoholisis dilakukan dengan menggunakan alkohol berlebihan. Alkohol dapat ditambahkan dengan kelebihan 65% dari kebutuhan stoikiometris atau dengan perbandingan rasio molar alkohol yang di perlukan berbanding minyak sebesar 5:1

Transesterifikasi yang menghasilkan metil ester menurut standar uni eropa harus memenuhi kemurnian metil ester minimum sebesar 96,5% (w/w) agar dapat dipakai sebagai substitusi bahan bakar mesin diesel atau biodiesel(Karaosmanoglu et al, 1996).

Transesterifikasi merupakan metode yang saat ini paling umum digunakan untuk memproduksi metil ester dari refined fatty oil. Metode ini bisa menghasilkan metil ester (FAME) hingga 98% dari bahan baku minyak tumbuhan (Bouaid et al., 2005). Bila bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang mengandung kadar asam lemak bebas (free fatty acid - FFA) tinggi (yakni lebih dari 1%) Ramadhas et al., (2005), maka perlu dilakukan proses pra esterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar dibawah 1%. Ramadhas et al.,


(30)

(2005) melakukan dua tahap esterifikasi untuk memproses minyak biji karet mentah (unrefined rubber seed oil) menjadi metil ester. Kedua proses tersebut adalah :

1. Esterifikasi asam yang merupakan proses pendahuluan menggunakan katalis asam untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga sekitar dibawah 1%. Asam sulfat (sulphuric acid) 0,5% (w/w) dan alkohol (umumnya metanol) dengan molar rasio antara alkohol dan bahan baku minyak sebesar 6:1 terbukti memberikan hasil konversi yang baik.

2. Esterifikasi alkali yang dilakukan merupakan proses transesterifikasi terhadap produk tahap pertama di atas. Sodium hidroksida 0,5% (w/w) dan alkohol (umumnya metanol) dengan rasio molar antara alkohol dan produk tahap pertama sebesar 9:1 digunakan dalam proses transesterifikasi ini.

Kedua proses esterifikasi diatas dilakukan pada temperatur 40-50°C. Esterifikasi dilakukan di dalam wadah berpengaduk magnetik dengan kecepatan konstan. Keberadaan pengaduk ini penting untuk memastikan terjadinya reaksi di seluruh bagian reaktor. Produk esterifikasi alkali akan berupa metil ester di bagian atas dan gliserol di bagian bawah (akibat perbedaan densitas). Setelah dipisahkan dari gliserol, metil ester tersebut selanjutnya dicuci dengan air distilat panas (10 vol%). Karena memiliki densitas yang lebih tinggi dibandingkan metil ester, air pencuci ini juga akan terpisahkan dari metil ester dan menempati bagian bawah reaktor. Metil ester yang telah dimurnikan ini selanjutnya bisa digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel atau disebut biodiesel (Ramadhas et al., 2005).


(31)

Reaksi stoikometris membutuhkan 1 mol trigliserida bereaksi dengan 3 mol alkohol. Dalam hal ini digunakan alkohol berlebih untuk meningkatkan konversi alkyl ester dan untuk memudahkan pemisahan fasanya dari gliserol yang terbentuk (Schuchardt et al., 1998). Reaksi transesterifikasi antara minyak atau lemak alami dengan metanol digambarkan sebagai berikut :

(Sumber : Rahayu, 2005)

Gambar 2.2 Reaksi Transesterifikasi

Pada Gambar 2.2 reaksi merupakan reaksi tiga tahap dan reversibel dimana mono dan trigliserida terbentuk sebagai intermediate. Reaksi stoikometris membutuhkan 1 mol trigliserida dan 3 mol alkohol. Dalam hal ini digunakan alkohol berlebih untuk meningkatkan konversi alkyl ester dan untuk memudahkan pemisahan fasanya dari gliserol yang terbentuk


(32)

Pada tahap pertama konversi trigliserida menjadi digliserida, kemudian digliserida terkonversi menjadi monogliserida yang pada akhirnya akan terkonversi menjadi gliserol. Konversi metil ester adalah bentuk molekul dari masing-masing tahapan di atas (Freedman et al., 1986), (Noureddini and Zhu 1997). Tiga tahapan reaksi transesterifikasi, yaitu :

Trigliserida (TG) + R’OH ↔ Digliserida (DG) + R’COOR1

Digliserida (DG) + R’OH ↔ Monogliserida (MG) + R’COOR2

Monogliserida (MG) + R’OH ↔ Gliserol (GL) + R’COOR3

2.4 Metil Ester

Metil ester diperoleh melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil ester (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk pembuatan metil ester antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang (Rahayu, 2005).

Minyak nabati yang digunakan dapat dalam bentuk minyak. Produk metil ester tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku serta pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut. Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah metanol, namun dapat pula digunakan etanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga kandungan air dalam alkohol tersebut. Bila kandungan air tinggi akan mempengaruhi hasil biodiesel. Disamping itu


(33)

hasil metil ester juga dipengaruhi oleh tingginya suhu operasi proses produksi, lamanya waktu pencampuran atau kecepatan pencampuran alkohol (Rahayu, 2005).

Kriteria dasar untuk metil ester dapat dipergunakan sebagai bahan bakar biodiesel mengacu pada standar yang dikeluarkan oleh American Standard for Testing Material (ASTM), pada umumnya kualitas biodiesel mengacu pada beberapa faktor, diantaranya :

1. Kualitas bahan baku.

2. Komposisi asam lemak dari minyak tumbuhan ataupun hewan. 3. Proses produksi dan bahan yang digunakan pada proses tersebut. 4. Tempat produksi.

Tabel 2.4 memberikan nilai dari berbagai parameter untuk metil ester dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel atau biodiesel.

Tabel 2.4 ASTM D 6751-02 Spesifikasi biodiesel

Parameter Metode Batas Terendah Satuan

Titik nyala D 93 130 min °C

Kadar air & endapan D 2709 0,05 mak % Volume

Viskositas kinematik, 40°C D 445 1,9 – 6,0 mm2/s

Kadar abu D 874 0,02 mak wt. %

Kadar sulfur total D 5453 0,05 mak wt. %

Copper Strip Corotion D 130 No. 3 mak -

Angka setana D 613 47 min -

Titik kabut D 2500 - °C

Residu karbon D 4530 0,05 mak Wt.%

Bilangan asam D 664 0,8 mak mg KOH/g

Gliserol bebas D 6584 0,02 wt.%

Gliserol total D 6584 0,24 wt.%

Kandungan phospor D 4951 10 ppm


(34)

Secara umum, biodiesel memiliki angka cetane yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Biodiesel pada umumnya memiliki rentang angka cetane dari 46 - 70, sedangkan bahan bakar diesel memiliki angka cetane 47 - 55 (Bozbas, 2005). Panjangnya rantai hidrokarbon yang terdapat pada ester (fatty acid alkyl ester, misalnya) menyebabkan tingginya angka setana biodiesel dibandingkan dengan solar (Knothe, 2005).

Tingginya harga viskositas SVO (straight vegetable oil) atau refined fatty oil yang mendasari perlu dilakukannya proses kimia yaitu transesterifikasi, untuk menurunkan harga viskositas minyak tumbuhan sehingga mendekati viskositas bahan bakar solar. Perbedaan viskositas antara minyak mentah/refined fatty oil dengan biodiesel juga bisa digunakan sebagai salah satu indikator dalam proses produksi biodiesel (Knothe, 2005).

Tabel 2.5 Karakteristik biodiesel dan petroleum diesel

Sifat Fisika/Kimia Biodiesel Petroleum Diesel

Densitas, (gr/ml) 0,8624 0,8750

Viskositas, (cSt) 5,55 4,0

Titik nyala, (°C) 172 98

Angka setana 62,4 53

Kadar air, (%) 0,1 0,3


(35)

Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak beracun dan dibuat dari minyak nabati atau minyak goreng bekas. Secara kimia biodiesel termasuk dalam golongan mono-alkil ester dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 20 yang mengandung oksigen. Hal ini yang membedakannya dengan petroleum diesel yang komponen utamanya hanya terdiri dari hidrokarbon tanpa oksigen (Darnoko dan Cheryan, 2000).


(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian optimasi transesterifikasi Refinery Bleached Deodorized Palm Oil menjadi metil ester menggunakan katalis heterogen lithium hidroksida dilaksanakan di laboratorium oleokimia, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)/Indonesian Oil Palm Research Institute (IOPRI), Jl. Bridjend Katamso No.51, Kampung Baru, Medan - Sumatera Utara.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang diperoleh dari pabrik refined minyak sawit lokal. Metanol teknis dan katalis Lithium Hidroksida Monohidrat dengan kemurnian 99% yang diperoleh dari BDH Chemical Ltd ; Poole England.

Bahan yang digunakan untuk analisa metil ester meliputi KOH, n-Hexane, alkohol netral, kalium iodida, KOH, choloform, asam asetat, asam periodat, natrium tiosulfat, indikator kanji.


(37)

3.3 Set-up Penelitian

Reaksi transesterifikasi dilakukan pada reaktor batch dengan volume 250 ml yang dilengkapi dengan magnetic stirrer, thermocouple, reflux kondensor dan pipet volume untuk pengambilan sampel. Reaktor dimasukkan ke dalam penangas berisi mineral oil sebagai media dengan set temperatur reaksi konstan oleh thermocouple. Pengadukan dilakukan pada kecepatan putaran konstan 750 rpm selama proses transesterifikasi.

Reaktor diisi dengan RBDPO yang telah ditentukan jumlahnya, kemudian dipanaskan sampai temperatur yang dikehendaki. Kemudian sejumlah katalis lithium hidroksida dan metanol teknis dimasukkan ke dalam reaktor secara masing-masing, kemudian waktu reaksi dimulai pada saat kedua bahan tersebut bercampur. Setelah waktu pengambilan sampel yang dikehendaki tercapai, dilakukan pengambilan sampel untuk menghitung konversi metil ester.

3.4 Rancangan Percobaan

Metode Response Surface Methodology (RSM) digunakan untuk merancang percobaan dalam menentukan kondisi optimum transesterifikasi RBDPO menjadi metil ester menggunakan katalis lithium hidroksida dengan tiga faktor sebagai variabel bebas, yaitu :

1. Konsentrasi katalis (% berat berdasarkan berat trigliserida) 2. Rasio molar RBDPO terhadap metanol. (perbandingan molar) 3. Temperatur reaksi.(ºC)


(38)

Percobaan dirancang mengikuti bentuk Central Composite Design (CCD) (Cochran & cox, 1962). Level terkode untuk penelitian disajikan pada Tabel 3.1 dan 3.2 dibawah ini.

Tabel 3.1 Perlakuan terkode transesterifikasi RBDPO

Perlakuan Terkode Perlakuan

-1,682 -1 0 1 1,682

Katalis (% w/w) 0,2 0,5 1 1,5 1,8

Rasio Molar

(MeOH/RBDPO) 8,6 10 12 14 15,4

Temperatur (°C) 52 55 60 65 68

Tabel 3.2 Central Composite Design (CCD)untuk 3 variabel

No Konsentrasi Katalis (% w/w) (X1) Rasio molar (MeOH/RBDPO) (X2)

Temperatur Reaksi (°C) (X3)

1 -1 -1 -1

2 1 -1 -1

3 -1 1 -1

4 1 1 -1

5 -1 -1 1

6 1 -1 1

7 -1 1 1

8 1 1 1

9 -1,682 0 0

10 1,682 0 0

11 0 -1,682 0

12 0 1,682 0

13 0 0 -1,682

14 0 0 1.682

15 0 0 0

16 0 0 0

17 0 0 0

18 0 0 0

19 0 0 0


(39)

Response Surface Methodology (RSM) adalah suatu metode rancangan percobaan yang digunakan secara luas dalam penelitian-penelitian untuk memperoleh kondisi optimum dari variabel operasi. (Cohran and Cox, 1962). Nilai optimum yang diperoleh dapat berupa titik maupun daerah/zona tertentu. Hal ini memberi bantuan dalam menentukan kondisi operasi yang digunakan berkaitan dengan keterbatasan alat dan ketersediaan bahan yang digunakan. Diharapkan dengan jumlah perlakuan/run percobaan yang lebih sedikit dapat memberikan hasil yang sama dengan metode lain yang jumlah run/perlakuannya jauh lebih banyak.

3.5 Pengolahan Data

3.5.1 Optimasi Transesterifikasi RBDPO

Metode responce surface methode digunakan untuk mengamati pengaruh konsentasi katalis, rasio molar dan temperatur reaksi pada transesterifikasi RBDPO untuk mengetahui kondisi optimum transesterifikasi. Untuk melihat pengaruh-pengaruh diatas, digunakan regresi multiple untuk memenuhi persamaan berikut ini :

Y = β1+β2x1+β3x2 + β4x3 +β5x1x2+β6x2x3+β7x1x3+β8x12+β9x22+β10x32+ε

Keterangan :

Y adalah variabel respons yang diukur, yaitu konversi pembentukan metil ester, β1

sampai dengan β10 merupakan konstanta linier kuadratik dan hasil regresi koefisien

diagonal dan ε adalah error

Penyelesaian persamaan regresi multipel dilakukan dengan metode SPSS dan statsoft software untuk memperoleh konstanta regresi.


(40)

3.5.2 Kinetika Reaksi Transesterifikasi

Transesterifikasi RBDPO dengan metanol menggunakan katalis lithium hidroksida menghasilkan ester asam lemak, yaitu metil ester dan gliserol dengan monogliserida dan digliserida sebagai intermediate. Tahap reaksi sebagai berikut : Tahap 1 :

CH2 – O – COR1 CH2 – O - COR1

CH – O – COR2 + CH3OH ↔ CH – O – COR2 + R3-COOCH3

CH2 – O – COR3 CH2 – OH

Trigliserida Metanol Digliserida Metil Ester Tahap 2 :

CH2 – O – COR1 CH2 – O - COR1

CH – O – COR2 + CH3OH ↔ CH – OH + R2-COOCH3

CH2 – OH CH2 – OH

Digliserida Metanol Monogliserida Metil Ester Tahap 3 :

CH2 – O – COR1 CH2 – OH

CH – OH + CH3OH ↔ CH – OH + R3-COOCH3

CH2 – OH CH2 – OH


(41)

Percobaan untuk memperoleh data kinetika reaksi dilakukan dengan melangsungkan reaksi transesterifikasi dalam sebuah reaktor batch pada kondisi transesterifikasi optimum yang diperoleh, dimana sampling dilakukan sesuai interval pada teknik pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan acuan referensi Noureddini, dan Zhu, (1997) yaitu untuk sepuluh menit pertama dilakukan pengambilan sampel pada interval 1-2 menit, dan sampel berikutnya dilakukan pada interval 10-15 menit. Pengambilan dilakukan sebanyak 14 kali untuk setiap satu run reaksi.

Tabel 3.3 Interval pengambilan produk metil ester

No. Sampel Menit ke-

1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 8 8 9 9 10 10 11 15 12 20 13 25 14 30

Sampel diambil pada rentang waktu reaksi yang telah ditetapkan, dan ditempatkan pada botol sampel vial kaca 50 ml sebanyak 1 gram sampel, kemudian dilarutkan dalam THF (Tetra Hidro Furan) 1 : 2 (w/v) untuk menghentikan reaksi dan


(42)

menetralkan reaksi dengan asam sulfat (H2SO4) dan disimpan dalam freezer

bertemperatur -5°C.

Perhitungan waktu reaksi dilakukan segera setelah pencampuran dilakukan. Pengambilan sampel dilakukan pada interval waktu yang telah ditentukan. Parameter yang diamati adalah konversi metil ester dan kadar gliserida sisa yang meliputi monogliserida, digliserida dan trigliserida. Pemodelan kinetika reaksi dilakukan dengan menggunakan software excel Program.

3.6 Analisa Bahan Baku

Analisa sampel dilakukan terhadap bahan baku, hasil utama dan side product. Analisa sampel bahan baku menentukan kadar asam lemak bebas dalam RBDPO dilakukan dengan metode PORIM (1995) dan AOCS (1995) sebagaimana terlampir pada Lampiran A.

Analisa metil ester sebagai produk utama dan analisa gliserida sisa yang terdiri dari monogliserida, digliserida dan trigliserida dilakukan menggunakan kromatografi gas (Gas Cromatografy).

3.7 Karakterisasi Metil Ester

Karakterisasi metil ester dilakukan setelah terjadi pemisahan tiga (3) lapisan yang terbentuk setelah transesterifikasi akibat perbedaan densitas. Lapisan paling atas merupakan metil ester, lapisan tengah merupakan suspensi katalis dan lapisan bawah merupakan gliserol, yang ketiganya dipisahkan dengan jalan centifuge.


(43)

Uji karakterisasi yang dilakukan terhadap metil ester meliputi :

1. Kadar Asam Lemak Bebas menggunakan AOCS Methode Ca 5a-40 (1991).

2. Kadar air menggunakan AOCS Official Method Ca 2c-25(1989). 3. Viskositas kinematik menggunakan metode ASTM D 445-01. 4. Gliserol bebas menggunakan metode ASTMD 6584.

5. Densitas menggunakan metode ASTM D1298-96.

Prosedur karakterisasi metil ester di atas disajikan pada Lampiran A.

3.8 Prosedur Penelitian

3.8.1 Transesterifikasi Refinery Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) Prosedur penelitian sintesa metil ester meliputi :

1. RBDPO yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam reaktor (labu leher tiga) yang dilengkapi thermocouple dan pemanas berpengaduk (hot plate stirrer). 2. Campuran dipanaskan pada media pemanas dan reaksi transesterifikasi

dijalankan pada temperatur 65°C selama 30 menit.

3. Setelah reaksi transesterifikasi berlangsung selama 30 menit, reaksi dihentikan dan pada labu leher tiga akan terbentuk tiga (3) lapisan akibat perbedaan densitas. Tiga (3) lapisan tersebut yaitu , lapisan atas merupakan metil ester, lapisan tengah merupakan suspensi katalis dan lapisan bawah merupakan gliserol.


(44)

4. Kemudian campuran hasil transesterifikasi di centrifuge untuk memisahkan ketiga lapisan secara sempurna.

5. Setelah proses pemisahan 3 lapisan berlangsung, metil ester kemudian dianalisa dan dilakukan karakterisasi. Suspensi katalis dan gliserol juga dipisahkan masing-masing.

6. Prosedur 1 sampai dengan 5 dilakukan kembali untuk berbagai variasi konsentrasi katalis, rasio molar dan temperatur reaksi.

3.8.2 Flowchat Transesterifikasi

- Asam Lemak Bebas

RBDPO

- Kadar Air

Pemisahan Metil Ester, Katalis dan Gliserol

Transesterifikasi

Metil Ester

Produk

Sentrifuge

Analisa/Karakterisasi

Metanol Katalis

Lithium Hidroksida

Lithium Hidroksida Gliserol


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan 4.1.1 Analisa Bahan Baku RBDPO

Analisa terhadap bahan baku RBDPO meliputi kandungan asam lemak bebas dan kadar air disajikan pada Tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Hasil analisa bahan baku RBDPO

Parameter Hasil

Asam Lemak Bebas 0,3855 %

Kadar Air 0,01955 %

Analisa kadar asam lemak bebas mengikuti metode PORIM, (1995) dan analisa kadar air mengikuti metode AOAC (1995) dengan prosedur analisa dapat dilihat pada Lampiran A. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kadar asam lemak bebas bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) sebesar 0,3855%, kadar asam lemak bebas (ALB) tersebut masih di bawah batas maksimum sebesar 1% untuk proses transesterifikasi, dan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Darnoko & Cheryan (2000A) dinyatakan bahwa penggunaan bahan baku dengan kadar asam lemak bebas diatas 1% menyebabkan meningkatnya hasil reaksi samping, yaitu reaksi penyabunan pada reaksi transesterifikasi yang menghasilkan suspensi pada campuran ester dan gliserol sehingga proses pemisahan fasa sulit terjadi. Hal


(46)

yang sama dikemukakan oleh Chengros (1996) yang menyatakan asam lemak bebas juga lebih reaktif bereaksi dengan katalis basa menghasilkan sabun dibanding trigliserida dan reaksi berlangsung secara non reversibel. Reaksi asam lemak bebas dengan katalis logam basa menghasilkan reaksi saponifikasi. Hal ini akan memberikan masalah baru pada tahap pemurnian metil ester, dimana gliserol akan sulit dipisahkan dari metil ester hasil reaksi saponifikasi menghasilkan sabun yang dapat mengemulsi campuran metil ester dan gliserol.

Kadar air hasil analisa bahan baku RBDPO sebesar 0,01955%, berdasarkan hasil penelitian Freedman et. al., (1984) menyatakan bahwa kadar air dari bahan baku minyak sawit untuk proses transesterifikasi yang baik ≤ 0,1%. Kadar air yang lebih tinggi akan mengakibatkan inaktivasi katalis logam basa selama reaksi berlangsung. Hal ini harus dihindari karena akan menyebabkan reaksi berjalan sangat lambat bahkan terhenti. Kadar air yang relatif tinggi juga dapat mengakibatkan terjadinya reaksi hidrolisis dimana konversi transesterifikasi semakin kecil sedangkan pembentukan emulsi semakin besar.

Penelitian tentang ester yang dilakukan oleh Wright et al., (1944) juga menyatakan bahwa transesterifikasi menggunakan katalis alkali/basa dimana gliserida dan alkohol harus memiliki kandungan air yang cukup rendah atau bahan-bahan yang digunakan sebagai reaktan merupakan jenis anhydrous karena air dapat menyebabkan reaksi saponifikasi yang menghasilkan sabun. Sabun dapat mengurangi efisiensi


(47)

katalis yang menyebabkan viskositas menurun dan terbentuk gels sehingga sulit untuk memisahkan ester dan gliserol.

Berdasarkan hasil analisa asam lemak bebas dan kandungan air terhadap bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) sebesar 0,3855% dan 0,01955% dapat dilangsungkan reaksi transesterifikasi menggunakan katalis lithium hidroksida. Analisa kedua parameter di atas didasarkan pada penggunaan katalis lithium hidroksida yang tergolong pada katalis basa, sehingga dilakukan perlakuan analisa awal terhadap bahan baku untuk mengetahui jalur proses transesterifikasi yang sesuai dengan karakteristik bahan baku.

4.1.2 Penentuan Level Terkode Central Composite Design (CCD) 4.1.2.1Penentuan Konsentrasi Katalis

Katalis yang digunakan pada transesterifikasi ini adalah lithium hidroksida. Konsentrasi yang digunakan sebagai centre point ditentukan melalui penelitian pendahuluan dan laporan dari hasil penelitian, seperti pada transesterifikasi yang dilakukan oleh Mazzocchia (2004) menggunakan katalis heterogen Ba(OH)2 H2O

dengan konsentrasi katalis 0,5-1,5% (% berat berdasarkan berat trigliserida). Berdasarkan sifat katalis heterogen yang sama dimiliki oleh Ba(OH)2 H2O dan LiOH

H2O maka ditetapkan nilai konsentrasi katalis pada centre point sebesar 1% (% berat


(48)

4.1.2.2Penentuan Nilai Rasio Molar

Percobaan pendahuluan transesterifikasi mengunakan katalis heterogen lithium hidroksida dilakukan pada empat (4) variasi rasio molar RBDPO dengan metanol, yaitu 1:6 ; 1:8 ; 1:10 dan 1:12 dengan variasi konsentrasi katalis dengan rentang waktu pengambilan sampel pada setiap 30 menit selama waktu reaksi 120 menit.

Tabel 4.2 Pengaruh waktu reaksi pada rasio molar RBDPO/MeOHa terhadap konversi metil esterb,c

Konversi Metil Ester (%) Pada Rasio Molar RBDPO/MeOH Waktu

(menit)

1 : 6 1 : 8 1 : 10 1 : 12

0 0 0 0 0

30 96,3631 95,1191 99,7167 99,8973

60 97,7501 96,8029 99,7877 99,9381

90 98,3183 97,5557 99,8153 99,9432

120 98,6942 98,009 99,8367 99,9461

a

% mol/mol b

berat berdasarkan jumlah metil ester c

jumlah katalis lithium hidroksida 1% (w/w) pada temperatur reaksi 65°C

0 25 50 75 100

0 40 80 120

Waktu Reaksi (menit)

K onver si M e ti l E s te r ( % )

Rasio Mol 1:6 Rasio Mol 1:8 Rasio Mol 1:10 Rasio Mol 1:12

Gambar 4.1 Pengaruh waktu terhadap konversi metil ester pada berbagai rasio


(49)

Gambar 4.1 memperlihatkan pengaruh waktu terhadap konversi metil ester pada reaksi transesterifikasi untuk berbagai variasi rasio molar pada konsentrasi katalis 1% dengan temperatur reaksi 65°C menunjukkan konversi metil ester cenderung meningkat pada rasio molar 1:12, mengarah pada konsep dan kondisi tersebut maka center point ditetapkan pada rasio molar 1:12, level bawah ditetapkan pada 1:8,6 dan level atas ditetapkan pada 1:15,4.

4.1.2.3Penentuan Nilai Temperatur

Untuk menentukan nilai atau harga temperatur pada level terkode mengacu pada titik didih metanol sebesar 68°C, sehingga diharapkan fasa antara kedua reaktan bereaksi berada dalam fasa yang sama yaitu fasa cair, agar metanol dapat bereaksi tidak pada temperatur kritisnya. Penelitian yang dilakukan Darnoko & Cheryan (2001A) menyatakan bahwa pada kondisi temperatur ruangan wujud alami RBDPO adalah setengah padat (semisolid) sehingga sangat sulit untuk bereaksi/homogenisasi dengan metanol. Oleh karena itu temperatur minimum yang digunakan pada proses transesterifikasi sebesar 50°C. Hal ini dikarenakan pada suhu dibawah 50°C wujud alami RBDPO adalah semisolid sehingga viskositas RBDPO relatif tinggi yang akan mempengaruhi proses pengadukan pada transesterifikasi.

Dari pertimbangan hal di atas maka temperatur maksimum transesterifikasi menggunakan metanol ditetapkan pada 68°C, hal ini dikarenakan titik didih metanol sebesar 68°C, sehingga diharapkan metanol bereaksi tidak pada temperatur kritisnya dengan RBDPO. Mengarah pada konsep tersebut nilai temperatur pada centre point


(50)

ditentukan sebesar 60°C, yang mana suhu pada level atas sebesar 68°C dan level bawah sebesar 52°C. seperti terlihat pada Tabel 3.1 rancangan nilai temperatur ini lebih menitikberatkan pada kondisi level atas yang tidak melebihi temperatur kritis metanol dan level bawah pada kondisi dimana RBDPO tidak pada wujud setengah padat (semisolid).

4.2 Optimasi Transesterifikasi

Transesterifikasi menggunakan katalis lithium hidroksida yang dilakukan meliputi variabel konsentrasi katalis, rasio molar dan temperatur reaksi seperti terlampir pada Tabel 3.1. Optimasi dari pengaruh-pengaruh variabel pada transesterifikasi di atas mengikuti metode Response Surface Methodology (RSM) dengan desain percobaan berbentuk Central Composite Design (CCD).

Berdasarkan Tabel 4.3 desain hasil percobaan untuk konversimetil ester yang terbentuk dan sisagliserida yang masih ada pada akhir reaksi transesterifikasi dengan rasio molar RBDPO/metanol pada konsentrasi katalis untuk temperatur reaksi yang bervariasi memperlihatkan kecenderungan semakin meningkat konversi metil ester dengan menurunnya kadar sisa gliserida. Dari hasil percobaan diperoleh konversi metil ester pada kondisi maksimum transesterifikasi sebesar 99,9165% dan konversi minimum sebesar 99,2179%, sedangkan sisa maksimum sebesar 0,770% dan minimum sebesar 0,0820%.


(51)

Tabel 4.3 Desain matrik Central Composite Design (CCD ) dan Response (Hasil Pengamatan)

Level terkode Central Composite Design (CCD) Faktor

X1 X2 X3

Respon Kode LiOH

H2O

Kode Rasio

Metanol/RBDPO Kode Suhu

Metil ester (%berat)

Gliserida sisa (%berat) No

% Mol/Mol °C % %

1 -1 0,5 -1 10 -1 55 99,5346 0,4479

2 1 1,5 -1 10 -1 55 99,6456 0,3490

3 -1 0,5 1 14 -1 55 99,5162 0,4656

4 1 1,5 1 14 -1 55 99,5950 0,3960

5 -1 0,5 -1 10 1 65 99,2179 0,7700

6 1 1,5 -1 10 1 65 99,7131 0,2799

7 -1 0,5 1 14 1 65 99,9165 0,0820

8 1 1,5 1 14 1 65 99,7057 0,2850

9 -1,682 0,2 0 12 0 60 99,6940 0,2969

10 1,682 1,8 0 12 0 60 99,6990 0,2985

11 0 1 -1,682 8,6 0 60 99,7041 0,2876

12 0 1 1,682 15,4 0 60 99,5883 0,4029

13 0 1 0 12 -1,682 52 99,6589 0,3350

14 0 1 0 12 1,682 68 99,4534 0,5378

15 0 1 0 12 0 60 99,5989 0,3933

16 0 1 0 12 0 60 99,5234 0,4633

17 0 1 0 12 0 60 99,6031 0,3893

18 0 1 0 12 0 60 99,5696 0,4212

19 0 1 0 12 0 60 99,6080 0,3825

20 0 1 0 12 0 60 99,6448 0,3475

Ket :

X1 = Konsentrasi Katalis (% berat berdasarkan berat trigliserida)

X2 = Rasio Molar (RBDPO/Metanol)


(52)

Peningkatan konsentrasi katalis dari 0,5% hingga 1,5%pada rasio molar tetap sebesar 1:10 dengan temperatur tetap sebesar 55ºC memberikan peningkatan konversi metil ester dari 99,5346% ke 99,6456% yang dapat dilihat pada Tabel 4.3. Peningkatan konversi metil ester hanya sebesar 0,1%, tidak begitu signifikan namun terlihat pengaruh peningkatan konsentrasi katalis pada konversi metil ester.

Peningkatan rasio molar dari 1:8,6 ke 1:15,4 pada konsentrasi katalis tetap sebesar 1% dengan temperatur tetap sebesar 60ºC terjadi penurunan konversi metil ester dari 99,7041% menjadi 99,5883%. Penurunan yang terjadi sebesar 0,12% yang tidak begitu signifikan namun dapat dilihat pengaruh rasio molar terhadap konversi metil ester.

Dari variabel konsentrasi katalis, rasio molar dan temperatur reaksi yang digunakan dalam transesterifikasi terlihat pengaruh dari ketiga variabel transesterifikasi, namun tidak begitu signifikan terhadap konversi metil ester. Hal ini terlihat pada konversi metil ester yang cenderung tidak bertambah secara signifikan dengan naik atau turunnya variabel transesterifikasi seperti konsentrasi katalis, rasio molar dan temperatur reaksi.

4.2.1 Pengaruh Konsentrasi Katalis, Rasio Molar dan Temperatur Reaksi Terhadap Konversi Metil Ester

Dengan mengaplikasikan bentuk analisa multi regresi hasil data pengamatan (Tabel 4.3), diperoleh persamaan (4.1) untuk matrik response konversi metil ester


(53)

= 99,7419 + 0,074X1 + 0,015X2 – 0,01X3 + 0,360X12 + 0,074 X22 + 0,015X32 +

0,536 X1X2 + 0,074 X1X3 – 0,610 X2X3 ...(4.1)

Persamaan 4.1 pemodelan statistik response surface untuk konversi metil ester dengan signifikansi koefisien regresi untuk konversi metil ester terhadap model disajikan pada Tabel 4.4. Dari tabel tersebut, suku yang terdiri dari satu faktor menunjukkan efek linier, suku berpangkat dua menunjukkan efek kuadratik terhadap hasil dan suku yang terdiri dari dua faktor menunjukkan efek interaksi antara kedua variabel. Nilai p dan t digunakan untuk mengetahui signifikan atau tidaknya masing-masing suku. Semakin kecil nilai p maka semakin signifikan harga koefisiennya dan semakin berpengaruh terhadap hasil pengamatan.

Dari analisa statistik pada percobaan ini menunjukkan bahwa konsentrasi katalis (X1) dan rasio molar (X2) memberikan pengaruh yang positif, dimana konversi

metil ester akan meningkat seiring dengan meningkatnya nilai variabel konsentrasi katalis dan rasio molar. Sedangkan temperatur reaksi (X3) memberikan pengaruh

negatif, dimana kenaikan temperatur berpengaruh negatif terhadap kenaikan konversi metil ester. Temperatur reaksi berkaitan erat dengan temperatur metanol sebagai reaktan, dalam hal ini temperatur reaksi tidak melebihi titik didih metanol. Pada penelitian pendahuluan terlihat kenaikan temperatur reaksi melebihi titih didih metanol tidak memberikan kenaikan konversi metil ester yang signifikan.


(54)

Tabel 4.4 Matrik interaksi variabel response terhadap konversi metil ester

Metil Ester

Faktor Koefisien Std. error Nilai - t Nilai - p

Intersep 99,7419 0,523 190,268 *0,000

Konsentrasi Katalis (X1) 0,074 0,077 0,949 *0,007

Konsentrasi Katalis (X12) 0,360 0,232 428,592 *0,000

Rasio Molar (X2) 0,015 0,019 0,789 *0,009

Rasio Molar (X22) 0,074 0,075 0,978 *0,007

Temperatur Reaksi (X3) -0,01 0,008 -0,132 *0,009

Temperatur Reaksi (X32) 0,015 0,018 0,813 *0,009

(X1) * (X2) 0,536 0,08 1238,797 *0,000

(X1) * (X3) 0,074 0,074 0,987 *0,006

(X2) * (X3) -0,61 0,03 3304,993 *0,000

Ket : * faktor signifikansi ; p < 0,05

Pada efek kuadratiknya Persamaan 4.1 menunjukkan pengaruh positif dari semua variabel percobaan yang terdiri dari konsentrasi katalis (X1), rasio molar (X2)

dan temperatur reaksi (X3). Sedangkan interaksi antara konsentrasi katalis (X1)

terhadap rasio molar (X2) berpengaruh positif terhadap konversi metil ester, dimana

kenaikan konsentrasi katalis pada kenaikan rasio molar akan meningkatkan konversi metil ester. Begitu juga interaksi antara konsentrasi katalis (X1) dan temperatur reaksi

(X3) berpengaruh positif terhadap kenaikan konversi metil ester, dimana kenaikan

konsentrasi katalis (X1) pada kenaikan temperatur (X3) akan meningkatkan konversi

metil ester. Namun interaksi antara rasio molar (X2) dan temperatur reaksi (X3)

berpengaruh negatif terhadap konversi metil ester. Dimana kenaikan rasio molar pada kenaikan temperatur akan menurunkan konversi metil ester.


(55)

Pengaruh konsentrasi katalis, rasio molar, temperatur reaksi dan interaksi terhadap terhadap konversi metil ester dalam model kuadratiknya ditunjukkan pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa seluruh parameter kecuali temperatur reaksi (X3) yang

memiliki pengaruh positif dalam suku liniernya dari konsentrasi katalis (X1) dan rasio

molar (X3) terhadap konversi metil ester memiliki pengaruh yang sangat signifikan

dengan tingkat kepercayaan pada seluruh parameter (100%) yang ditandai dengan nilai p sama dengan < 0,05.

4.2.2 Interaksi Variabel Terhadap Konversi Metil Ester

Data reaksi transesterifikasi RBDPO dengan menggunakan katalis heterogen lithium hidroksida untuk menghasilkan metil ester yang menggunakan pengaruh 2 perlakuan pada masing-masing faktor yang diujikan dan dianalisa menggunakan metode RSM dapat dilihat pada Gambar 4.2 hingga 4.7.

Gambar 4.2 hingga 4.7 menunjukkan surface dan plot kontur yang memprediksikan konversi metil ester sebagai fungsi pada konsentrasi katalis (X1),

rasio molar MeOH/RBDPO (X2) dan temperatur reaksi (X3). Plot kontur

menunjukkan kondisi-kondisi reaksi optimum untuk memperoleh konversi metil ester

Surface dan kontur merupakan fungsi dari dua faktor pada waktu yang sama dan fungsi faktor lainnya pada level tetap (nol untuk setiap kejadian) yang sangat membantu dalam menerjemahkan kedua faktor utama dan pengaruh interaksinya. Nilai respon untuk variabel dapat di prediksi berdasarkan plotnya.


(56)

4.2.2.1 Pengaruh Konsentrasi Katalis Dengan Rasio Molar

Persamaan responce surface methodology dari reaksi transesterifikasi pada Gambar 4.2 dan 4.3 yang dipengaruhi oleh kombinasi konsentrasi katalis (X1) dan

rasio molar MeOH/RBDPO (X2) terhadap konversi metil ester sebagai berikut :

= 99,568 + 0,036X1 + 0,032X2 – 0,034X12 – 0,015X22 - 0,0923X1X2...(4.2)

Tabel 4.5 Pengaruh konsentrasi katalis dan rasio molar pada interaksi matrik response terhadap konversi metil ester

Metil Ester

Faktor Koefisien Std. error Nilai - t Nilai - p

Intersep 99,568 0,232 428,592 *0,000

Konsentrasi Katalis (X1) 0,036 0,075 0,978 *0,006

Konsentrasi Katalis (X12) 0,034 0,08 1238,797 *0,000

Rasio Molar (X2) 0,032 0,018 0,813 *0,000

Rasio Molar (X22) -0,015 0,03 3304,993 *0,000

(X1) * (X2) -0,923 0,074 0,987 *0,008

Ket : * faktor signifikansi ; p < 0,05

Dari Persamaan (4.2) di atas mengenai analisa statistik menyangkut konversi metil ester terindikasi bahwa konsentrasi katalis (X1) memberikan pengaruh positif

pada peningkatan konversi metil ester. Faktor selanjutnya yang memberikan pengaruh terhadap peningkatan konversi yaitu rasio molar (X2). Kedua respon

tersebut memiliki pengaruh yang bernilai positif pada konversi metil ester. Walaupun interaksi konsentrasi katalis dan rasio molar berpengaruh negatif terhadap konversi metil ester namun nilai signifikansi untuk semua interaksi sangat signifikan dengan


(57)

100 99.8 99.6 99.4

Gambar 4.2 Permukaan respon metil esterdari rasio molar vs konsentrasi katalis Gambar 4.2 dan 4.3 memperlihatkan proses transesterifikasi menggunakan katalis lithium hidroksida menghasilkan metil ester berbentuk sadel dimana kombinasi pengaruh konsentrasi katalis dan rasio molar terhadap konversi metil ester tidak memiliki nilai maksimum dan minimum, yang mana terdapat dua permukaan konversi metil ester yang bernilai maksimum dan minimum. Masing-masing permukaan tersebut memiliki kecenderungan konversi metil ester yang berbeda.

Hal ini diperlihatkan dengan kecenderungan menurunnya konversi metil ester dengan meningkatnya rasio molar pada penurunan konsentrasi katalis. Begitu juga sebaliknya dengan kenaikan konsentrasi katalis pada penurunan rasio molar akan memberikan kenaikan konversi metil ester. Secara teknis pada percobaan ini terlihat pada rasio molar 1:8,6 diperoleh konversi sebesar 99,7041%, namun pada rasio molar


(58)

1:15,4 konversi metil ester cenderung menurun sebesar 99,5883%. Penurunan ini tidak begitu signifikan karena hanya sebesar 0,3%. Begitu juga pada pengaruh konsentrasi katalis, peningkatan konsentrasi katalis tidak memberikan pengaruh yang signifikan, hal ini terlihat pada konsentrasi katalis minimum sebesar 0,2% diperoleh konversi metil ester 99,6990%, sedangkan pada konsentrasi katalis 1,8% diperoleh konversi sebesar 99,6990%. Diperoleh selisih konversi yang tidak begitu signifikan, sehingga secara teknis konsentrasi katalis dan rasio molar tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada perolehan konversi metil ester.

100 99.8 99.6 99.4

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0

Konsentrasi Katalis (% w/w) 8

9 10 11 12 13 14 15 16

Rasio Molar (mol

/m

ol)


(59)

Terdapat dua skombinasi untuk memperoleh konversi metil ester maksimum pada kondisi sadel, yaitu dengan peningkatan konsentrasi katalis dikombinasikan dengan penurunan rasio molar ataupun peningkatan rasio molar dengan penurunan konsentrasi katalis. Hal ini berbeda dengan hasil perhitungan statistik yang menyatakan pengaruh konsentrasi katalis dan rasio molar bernilai positif terhadap konversi metil ester.

Reaksi samping antara katalis basa lithium hidroksida mungkin terjadi yang menyebabkan pembentukan sabun, namun reaksi ini tidak berpengaruh secara signifikan karena kadar asam lemak bebas dari bahan baku RBDPO yang digunakan relatif kecil yaitu sebesar 0,3855% (lebih kecil dari batas maksimum 1%).

4.2.2.2 Pengaruh Konsentrasi Katalis Dengan Temperatur Reaksi

Persamaan responce surface methodology dari reaksi transesterifikasi pada Gambar 4.4 dan 4.5 yang dipengaruhi oleh kombinasi konsentrasi katalis (X1) dan

temperatur reaksi (X3) terhadap konversimetil ester sebagai berikut :

= 99,605 + 0,034X1 - 0,061X3 + 0,028X12 - 0,02X32 + 0,011X1X3 ...(4.3)

Dari Persamaan (4.3) di atas mengenai analisa statistik menyangkut konversi metil ester terindikasi bahwa konsentrasi katalis (X1) merupakan faktor yang dominan

pada peningkatan konversi metil ester. Faktor selanjutnya yang tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan konversi yaitu temperatur reaksi (X3).

Sehingga konversi metil ester akan dipengaruhi oleh variabel konsentrasi katalis, sedangkan kenaikan temperatur berpengaruh terhadap penurunan konversi metil ester.


(60)

Interaksi antara konsentrasi katalis dan temperatur reaksi bernilai positif terhadap konversi metil ester. Nilai signifikansi untuk setiap variabel pada Tabel 4.6 di atas sangat signifikan, hanya temperatur reaksi yang tidak signifikan, hal tersebut juga terlihat dari indikasi Persamaan (4.2) dimana rasio molar bernilai negatif.

Tabel 4.6 Pengaruh konsentrasi katalis dan temperatur pada interaksi matrik response terhadap konversi metil ester

Metil Ester

Faktor Koefisien Std. error Nilai - t Nilai - p

Intersep 99,605 0,467 213,303 *0,000

Konsentrasi Katalis (X1) 0,034 0,077 0,960 *0,008

Konsentrasi Katalis (X12) 0,028 0,08 1238,797 *0,000

Temperatur (X3) -0,061 0,008 -0,133 *0,09

Temperatur (X32) 0,02 0,03 3304,993 *0,000

(X1) * (X3) 0,011 0,074 0,987 *0,009

Ket : * faktor signifikansi ; p < 0,05

Dari Persamaan (4.3) di atas mengenai analisa statistik menyangkut konversi metil ester terindikasi bahwa konsentrasi katalis (X1) merupakan faktor yang dominan

pada peningkatan konversi metil ester. Faktor selanjutnya yang tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan konversi yaitu temperatur reaksi (X3).

Sehingga konversi metil ester akan dipengaruhi oleh variabel konsentrasi katalis, sedangkan kenaikan temperatur berpengaruh terhadap penurunan konversi metil ester. Interaksi antara konsentrasi katalis dan temperatur reaksi bernilai positif terhadap konversi metil ester. Nilai signifikansi untuk setiap variabel pada Tabel 4.6 di atas


(61)

sangat signifikan, hanya temperatur reaksi yang tidak signifikan, hal tersebut juga terlihat dari indikasi Persamaan (4.2) dimana rasio molar bernilai negatif.

99.8 99.7 99.6 99.5

Gambar 4.4 Permukaan respon metil ester dari temperatur reaksi vs konsentrasi katalis.

Gambar 4.4 dan 4.5 memperlihatkan proses transesterifikasi RBDPO menggunakan katalis lithium hidroksida menghasilkan metil ester tidak berbentuk sadel dimana kombinasi pengaruh konsentrasi katalis dan temperatur reaksi terhadap konversi metil ester memiliki nilai maksimum sebesar 99,7%. Namun pengaruh peningkatan temperatur reaksi sangat kecil terhadap konversi metil ester. Hal ini terlihat pada peningkatan konversi metil ester dengan penurunan temperatur reaksi.


(62)

Secara teknis terlihat kenaikan konversi metil ester pada peningkatan konsentrasi katalis dan temperatur reaksi. Hal ini terlihat pada konsentrasi katalis 0,5% pada temperatur 55ºC diperoleh konversi sebesar 99,5346%, begitu konsentrasi katalis dinaikkan menjadi 1,5% dengan kenaikan temperatur menjadi 65ºC konversi meningkat menjadi 99,7131%. Peningkatan konversi hanya sebesar 0,2%. Hal ini mengambarkan peningkatan dari kedua variabel di atas memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan konversi metil ester.

99.8 99.7 99.6 99.5

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0

Konsentrasi Katalis (% w/w) 50

52 54 56 58 60 62 64 66 68 70

T

e

mpe

rat

ur

R

ea

k

s

i

(C

)


(63)

4.2.2.3 Pengaruh Rasio Molar Dengan Temperatur Reaksi

Persamaan responce surface methodology dari reaksi transesterifikasi pada Gambar 4.6 dan 4.7 yang dipengaruhi oleh kombinasi rasio molar (X2) dan

temperatur reaksi (X3) terhadap konversi metil ester sebagai berikut :

= 99,603 - 0,062X2 + 0,031X3 + 0,01X22 - 0,022X32 + 0,094X2X3 …...(4.4)

Dari Persamaan (4.4) di atas mengenai analisa statistik menyangkut konversi metil ester terindikasi bahwa rasio (X2) merupakan faktor yang tidak dominan pada

peningkatan konversi metil ester, hal tersebut terlihat dari nilai koefisien rasio molar yang bernilai negatif. Faktor selanjutnya yang signifikan memberikan pengaruh terhadap peningkatan konversi yaitu temperatur reaksi (X3). Signifikansi untuk semua

interaksi sangat signifikan dengan nilai p < 0,05 untuk semua variabel, interaksi antar variabel dan interaksi kuadratiknya.

Tabel 4.7 Pengaruh rasio molar dan temperatur pada interaksi matrik response terhadap konversi metil ester

Metil Ester

Faktor Koefisien Std. error Nilai - t Nilai - p

Intersep 99,603 0,515 193,102 *0,000

Rasio molar (X2) -0,062 0,019 0,791 *0,000

Rasio molar (X22) 0,01 0,219 453,976 *0,000

Temperatur Reaksi (X3) 0,031 -0,132 -0,132 *0,009

Temperatur Reaksi (X32) -0,022 0,03 3304,993 *0,000

(X2) * (X3) 0,094 0,018 0,814 *0,007


(64)

Dari Tabel 4.7 di atas terlihat rasio molar memberikan pengaruh yang negatif dimana kenaikan konversi metil ester tidak seiring dengan meningkatnya nilai variabel rasio molar. Sedangkan temperatur reaksi memberikan pengaruh yang positif dimana kenaikan konversi metil ester seiring dengan meningkatnya temperatur reaksi. Pada efek kuadratiknya rasio molar memberikan pengaruh yang positif terhadap kenaikan konversi metil ester sedangkan temperatur reaksi memberikan pengaruh yang negatif terhadap konversi metil ester. Interaksi antara rasio molar dan temperatur reaksi memberikan pengaruh positif pada konversi metil ester.

99.9 99.8 99.7 99.6 99.5 99.4 99.3 99.2

Gambar 4.6 Permukaan respon metil ester dari rasio molar vs temperatur reaksi


(65)

Gambar 4.6 dan 4.7 juga memperlihatkan proses transesterifikasi RBDPO menghasilkan metil ester berbentuk sadel dimana kombinasi pengaruh rasio molar dan temperatur reaksi terhadap konversi metil ester tidak memiliki nilai maksimum dan minimum. Hal ini terlihat pada penurunan rasio molar yang diikuti oleh penurunan temperatur reaksi akan menghasilkan konversi metil ester yang maksimum, begitu juga sebaliknya peningkatan rasio molar yang disertai peningkatan temperatur reaksi akan meningkatkan konversi metil ester.

Secara teknis hal di atas terlihat pada rasio molar 1:15,4 pada temperatur 60ºC diperoleh konversi metil ester sebesar 99,5883%, namun pada penurunan rasio molar hingga 1:12 dengan penurunan temperatur hingga 52ºC diperoleh konversi sebesar 99,6589%. Peningkatan konversi tersebut tidak begitu signifikan, namun pengaruh tersebut bisa dilihat dari kenaikan konversi metil ester.

Dalam hal ini, selain temperatur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap reaksi, temperatur juga merupakan hal yang harus diperhatikan dalam suatu kondisi reaksi, dimana batasan temperatur dapat menjaga reaksi berjalan dalam fasa yang sama sehingga diperoleh konversi yang optimal. Rasio molar juga mengarah pada kondisi dimana penggunaan metanol berlebih cendrung meningkatkan konversi metil ester, sehingga tujuan penggunaan metanol berlebih diharapkan dapat memperbesar kontak bersinggungan atau homogenisasi antara trigliserida dengan metanol.


(66)

99.9 99.8 99.7 99.6 99.5 99.4 99.3 99.2

8 9 10 11 12 13 14 15 16

Rasio Molar (mol/mol) 50 52 54 56 58 60 62 64 66 68 70 T e mpe rat ur R ea k s i (C )

Gambar 4.7 Plot kontur metil ester dari rasio molar vs temperatur reaksi

4.3 Kinetika Transesterifikasi RBDPO Menjadi Metil Ester 4.3.1 Persamaan Kecepatan Reaksi

Percobaan untuk memperoleh data kinetika reaksi transesterifikasi RBDPO menggunakan katalis heterogen lithium hidroksida dilakukan pada kondisi maksimum yang diperoleh pada percobaan optimasi proses transesterifikasi. Dari percobaan yang dilakukan dengan variasi variabeldiperoleh kondisi maksimum pada:

1. Konsentrasi katalis 0,5% 2. Rasio Molar 1:14


(67)

Model persamaan kecepatan reaksi transesterifikasi RBDPO dilakukan dengan metode persamaan integral. Data hasil percobaan kinetika dapat dilihat pada Lampiran C. Penentuan model kinetika reaksi dan orde reaksi dilakukan dengan jalan perhitungan dan analisa persamaan laju reaksi dari data percobaan. Reaksi antara trigliserida (TG) dengan alkohol akan berlangsung pada tiga (3) tahapan reaksi, dimana ketiga reaksi merupakan reaksi orde dua. (Darnoko et al, 2001a,b. Noureddini and Zhu, 1997. Freedman et al, 1986). Tahapan seperti pada reaksi berikut :

Tahap 1 :

CH2 – O – COR1 CH2 – O - COR1

CH – O – COR2 + CH3OH ↔ CH – O – COR2 + R3-COOCH3

CH2 – O – COR3 CH2 – OH

Trigliserida Metanol Digliserida Metil Ester

Tahap 2 :

CH2 – O – COR1 CH2 – O - COR1

CH – O – COR2 + CH3OH ↔ CH – OH + R2-COOCH3

CH2 – OH CH2 – OH

Digliserida Metanol Monogliserida Metil Ester

Tahap 3 :

CH2 – O – COR1 CH2 – OH

CH – OH + CH3OH ↔ CH – OH + R3-COOCH3

CH2 – OH CH2 – OH


(68)

Reaksi keseluruhan sebagai berikut :

CH2 – O – COR1 CH2 - OH

CH – O – COR2 + 3CH3OH ↔ CH2 – OH + 3R-COOCH3

CH – O – COR3 CH2 - OH

Trigliserida Metanol Gliserol Metil Ester

Dalam analisa kecepatan reaksi, persamaan kecepatan reaksi transesterifikasi RBDPO menggunakan katalis menjadi metil ester dirumuskan berdasarkan reaksi menyeluruh. Reaksi dikendalikan berjalan kearah ke kanan dengan jalan menggunakan metanol berlebih dan diharapkan reaksi adalah irreversible. Reaksi dikatalisa oleh katalis lithium hidroksida.

Persamaan reaksi secara keseluruhan diasumsikan sebagai berikut : CH2 – O – COR1 CH2 - OH

CH – O – COR2 + 3CH3OH + Cc ↔ CH2 – OH + 3R-COOCH3 + Cc

CH – O – COR3 CH2 - OH

Dimana Cc merupakan konsentrasi katalis

TG merupakan reaktan pembatas sehingga perubahan konsentrasi TG dan persentase konversi metil ester yang diperoleh merupakan parameter yang diamati. Model persamaan kecepatan reaksi menurut Levenspiel (1999) untuk reaksi transesterifikasi di atas sebagai berikut :


(69)

ϒTG = -

dt dCTG

= k1 . CTG . CM . Ccatalysts ...(4.5)

Dimana : k1 . Ccatalysts = K

Maka persamaan kecepatan reaksi menjadi :

ϒTG = -

dt dCTG

= K . CTG . CM ...(4.6)

Dimana K merupakan konstanta kecepatan reaksi berdasarkan hasil percobaan.

Jika M =

TGo Mo

C C

maka :

ϒTG = -

dt dCTG

= K . C2TGo . (1 - XTG) (M – 3XTG) ...(4.7)

Integrasi dari Persamaan (4.7) menghasilkan :

ln TG C Mo TGo M C C C = ln ) X 1 ( 3X -TG TG − M M

= CTGo (M-3) Kt

Pada kondisi maksimum konversi metil ester diperoleh rasio molar

(RBDPO/metanol) pada 1 : 14 sehingga M = 1 14 maka : ln TG C Mo TGo M C C C

= CTGo (14-3) Kt = CTGo 11 Kt

Kemudian plot ln

TG C Mo TGo M C C C


(70)

y = 0.0338x + 3.3205 R2 = 0.9548

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

0 5 10 15 20 25 30 35

Waktu Reaksi (menit)

ln ( C M .C T G o /C M o .C T G )

Gambar 4.8 Pencocokan Kurva Orde 2

Dari Gambar 4.8 di atas dapat dilihat kurva yang terbentuk merupakan garis lurus. Maka harga K hasil pengamatan yaitu 3,0727 × 10-3 liter.mol-1.menit-1.

4.3.2. Proses Transesterifikasi RBDPO Menjadi Metil Ester

Sebuah tipe kurva untuk transesterifikasi RBDPO menggunakan katalis lithium hidroksida pada kondisi maksimum disajikan pada Gambar 4.9 yang memperlihatkan pengaruh waktu terhadap konversi metil ester dimana trigliserida hampir seluruhnya bereaksi setelah reaksi baru berlangsung selama 1 menit dengan konversi metil ester besar 96,3703% dan pada menit ke-2 terjadi peningkatan sebesar 0,5% atau sebesar 96,7405%, hingga konversi metil ester diperoleh sebesar 98,9723% pada waktu reaksi 30 menit (Data pada Tabel 4.8).


(1)

Coefficientsa

99.741 .523 190.268 .000

.074 .077 .227 .949 .007

.015 .019 .188 .789 .009

-.001 .008 -.031 -.132 .009

.360 .232 428.592 .000

.074 .075 .227 .978 .007

.015 .018 .188 .813 .009

.536 .080 1238.797 .000

.074 .074 .227 .987 .006

-.610 .030 3304.993 .000

(Constant) X1 X2 X3 (Constant) X1 X2 (Constant) X1 (Constant) Model

4

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Y1 a.

REGRESSION

/MISSING LISTWISE

/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN

/DEPENDENT Y1

/METHOD=BACKWARD X1 X2 . Regression

[DataSet0]

Variables Entered/Removedb

X2, X1a . Enter

. X2 Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100).

. X1 Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100).

Model 1 2 3

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Y1 b.


(2)

ANOVAd

.030 2 .015 18.080 .008a

.315 17 .019

.345 19

.018 1 .018 19.742 .077b

.327 18 .018

.345 19

.000 0 .000 20.355 .000c

.345 19 .018

.345 19

Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Model 1

2

3

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X2, X1 a.

Predictors: (Constant), X1 b.

Predictor: (constant) c.

Dependent Variable: Y1 d.

Coefficientsa

99.568 .232 428.592 .000

.036 .075 .227 .978 .006

.032 .018 .188 .813 .000

.034 .080 1238.797 .000

-.009 .074 .227 .987 .008

-.015 .030 3304.993 .000

(Constant) X1 X2 (Constant) X1 (Constant) Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Y1 a.

REGRESSION

/MISSING LISTWISE

/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITE3RIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN

/DEPENDENT Y1

/METHOD=BACKWARD X1 X3 . Regression


(3)

Variables Entered/Removedb

X3, X1a . Enter

. X3

Backward (criterion: Probability of

F-to-remove >= .100). . X1

Backward (criterion: Probability of

F-to-remove >= .100). Model

1 2

3

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Y1 b.

ANOVAd

.018 2 .009 14.694 .063a

.327 17 .019

.345 19

.018 1 .018 19.742 .000b

.327 18 .018

.345 19

.000 0 .000 22.244 .000c

.345 19 .018

.345 19

Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Model 1

2

3

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X3, X1 a.

Predictors: (Constant), X1 b.

Predictor: (constant) c.

Dependent Variable: Y1 d.


(4)

Coefficientsa

99.605 .467 213.303 .000

.034 .077 .227 .960 .008

-.061 .008 -.031 -.133 .090

.028 .080 1238.797 .000

.011 .074 .227 .987 .009

-.020 .030 3304.993 .000

(Constant) X1 X3 (Constant) X1 (Constant) Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Y1 a.

REGRESSION

/MISSING LISTWISE

/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN

/DEPENDENT Y1

/METHOD=BACKWARD X3 X2 . Regression

[DataSet0]

Variables Entered/Removedb

X2, X3a . Enter . X3

Backward (criterion: Probability of

F-to-remove >= .100). . X2

Backward (criterion: Probability of

F-to-remove >= .100). Model

1 2

3

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Y1 b.


(5)

ANOVAd

.013 2 .006 13.216 .007a

.333 17 .020

.345 19

.012 1 .012 16.618 .004b

.333 18 .018

.345 19

.000 0 .000 18.255 .000c

.345 19 .018

.345 19

Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Model 1

2

3

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), X2, X3 a.

Predictors: (Constant), X2 b.

Predictor: (constant) c.

Dependent Variable: Y1 d.

Coefficientsa

99.603 .515 193.102 .000

.031 .008 -.031 -.132 .009

-.062 .019 .188 .791 .000

.01 .219 453.976 .000

.094 .018 .188 .814 .007

-.022 .030 3304.993 .000

(Constant) X3 X2 (Constant) X2 (Constant) Model

1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: Y1 a.

REGRESSION

/MISSING LISTWISE

/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN

/DEPENDENT Y2


(6)

Lampiran 8