40
dan orang-orang dari Timur Tengah dan juga orang-orang Albania dan Bosnia sejak perang Yugoslavia 1991-2001.
110
Imigran Muslim yang berada di Perancis pada awalnya tidak dianggap sebagai ancaman hingga pada saat generasi kedua dan ketiga tumbuh barulah Perancis
menganggap bahwa Muslim mampu memunculkan masalah serta ancaman bagi Perancis.
111
Bagi sebagian penduduk Perancis, kehadiran jutaan umat Islam di Perancis dianggap sebagai ancaman bagi pondasi sekularisme dan demokrasi yang
telah terbangun sejak ratusan tahun yang lalu di negara tersebut.
112
Kekhawatiran penduduk Perancis itu didasari oleh meningkatnya jumlah populasi Muslim di
Perancis yang kemudian juga meningkatkan tingkat kegiatan peribadatan Muslim di sana.
113
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh le Conseil Supérieur de laudiovisue
CSA di tahun 2006, ada 88 orang Muslim mengklaim dirinya berpuasa selama bulan Ramadhan, 43 Sholat lima waktu dalam sehari, 20
membaca Al-Quran setidaknya satu kali dalam seminggu, 17 hadir di masjid satu
110
Christine Moliner, ―L‘immigration sud-asiatique en France: discrète et exemplaire?‖, Infos
Migrations; 12 November 2009, http:www.immigration.gouv.frIMGpdfIM_12.pdf; diakses pada 9 January 2010 dalam Yearbook of Muslim in Europe vol. 2 ed. Anne-Laure Zwilling.
111
Andar Nubowo, ―Islam, Sekularisme, dan Demokrasi di Eropa: Pengalaman Perancis‖, Prisma vol.
29:4, 2010: 49.
112
Alain Gresh, Islam de France, Islams d‟Europe, Paris: L‘Harmattan, 2005, 9 dalam ―Islam,
Sekularisme, dan Demokrasi di Eropa: Pengalaman Perancis‖ ed. Andar Nubowo, 2010.
113
―Enquête sur l‘implantation et l‘évolution de l‘Islam de France Survey on the integration and evolution of Islam in France‖, IFOP survey, 2009, http:www.ifop.frmediapressdocument48-1-
document_file.pdf; diakses pada 12 November 2009; dalam Yearbook of Muslim in Europe vol. 2 ed. Anne-Laure Zwilling.
41
kali dalam seminggu dan 8 yang mengunjungi masjid sebulan sekali.
114
Dalam hasil penelitian lain yang dilakukan The Institut Français dopinion Publique IFOP di
tahun 2009 menunjukan bahwa jumlah pengunjung tetap masjid sebesar 23, meningkat dibandingkan dengan tahun 1989 yang hanya sebesar 16, 70 berkata
bahwa mereka menjalankan puasa di bulan ramadhan, meningkat 10 sejak tahun 1989 dan 6 Muslim di Perancis telah pergi haji ke Mekkah, lebih banyak 2 dari
tahun 1989.
115
Selain meningkatnya jumlah populasi dan aktivitas keagamaan, minoritas Muslim Perancis diperkirakan berpotensi melahirkan gerakan-gerakan radikalisme
Islam ekstrimis yang dapat mengganggu stabilitas keamanan di Perancis. Hal ini diperjelas oleh Caesari dengan berbagai fakta seperti kondisi dimana Islam mulai
menanamkan etnisitas di tengah-tengah Perancis dengan jilbab sebagai simbolnya, isu politik dengan pendirian masjid yang menguatkan eksistensi Islam, serta privatisasi
terhadap Islam atas penggunaan simbol agamanya di tengah-tengah masyarakat Perancis.
116
Selain itu, perlakuan diskriminatif yang dilakukan warga mayoritas Perancis dan faktor kesamaan identitas di antara para imigran Muslim juga ikut memperbesar
peluang munculnya organisasi-organisasi Muslim di Perancis. Organisasi Muslim di
114
―Portrait des musulmans Portrait of Muslims‖, diakses pada 12 November 2009, http:www.csa- fr.comdatasetdata2006opi20060823b.htm, dalam Yearbook of Muslim in Europe vol. 2 ed. Anne-
Laure Zwilling.
115
―Enquête sur l‘implantation et l‘évolution de l‘Islam de France Survey on the integration and evolution of Islam in France‖, IFOP survey, 2009; diakses pada 12 November 2009,
http:www.ifop.frmediapressdocument48-1-document_file.pdf, dalam Yearbook of Muslim in Europe vol. 2 ed. Anne-Laure Zwilling
116
Caesari, ―Islam in France‖, 2-5.
42
Perancis ini banyak yang dibentuk untuk merepresentasikan identitas asal mereka seperti Muslim Algeria yang diwakili oleh Grande Mosquée de Paris GMP, the
National Federation of Muslims in France Fédération Nationale des Musulmans de France, FNMF yang mewakili Muslim asal Moroko dan Muslim Turki yang
bernaung di bawah Coordination Committee of Turkish Muslims in France Comité de Coordination des Musulmans Turcs de France, Millî Görüs CIMG France.
117
Perilaku diskriminatif yang dilakukan oleh penduduk mayoritas di Perancis meningkat semenjak terjadinya pengeboman kereta bawah tanah di tahun 1995 yang
dilakukan Khaled Kelkal, seorang Islamis radikal yang memprotes pemerintah Perancis karena memberikan dukungan kepada rezim militer Algeria
118
dan peristiwa 911 di Amerika Serikat. Hal tersebut ditunjukan dengan tingkat perlakuan
diskriminatif yang juga meningkat terhadap minoritas Muslim di Perancis seperti yang dikatakan oleh Morgane Hoarau dan Patrycja Sasnal bahwa semakin banyak
Muslim minoritas satu negara di Eropa, maka tingkat perlakuan diskriminatif di negara tersebut juga akan meningkat.
119
Di tahun 2004, menurut laporan Commission Nationale Consultative des Droits de lHomme CNCDH, sekitar 41 kasus tindakan diskriminatif terjadi di
Perancis yang berupa kekerasan, pengerusakan masjid dan makam Muslim, serta
117
Zwilling, Main Muslim Organisation in France, 189 – 190.
118
Giry, ―France and Its Muslim‖, 92.
119
Morgane Hoarau dan Patrycja Sasnal, ―The Rise of Islamophobia in Europe‖, The Polish Institute
of International Affair. No. 55, 2013: 509.
43
pelecehan. Sedangkan di tahun 2005, tindakan diskriminatif meningkat hingga 64 kasus.
120
D. European Court of Human Rights
European Court of Human Rights merupakan pengadilan Hak Asasi Manusia di Eropa yang bertujuan untuk menerapkan dan untuk melindungi hak-hak sipil dan
politik warga negara benua Eropa. ECtHR memiliki prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia yang disusun pada masa pasca Perang
Dunia II. ECtHR yang didirikan pada tahun 1959 di Strasbourg, Perancis, ini menganggap bahwa setiap kasus yang terkait dengan hak asasi manusia yang dibawa
oleh individu, organisasi dan negara-negara di Eropa merupakan kasus yang terikat oleh konvensi.
121
Pembentukan European Court of Human Rights pada awalnya didasari oleh pemikiran politik kontemporer yang menekankan bahwa penindasan Hak Asasi
Manusia dapat secara langsung terkait dengan totalitarianisme dan konflik internasional oleh karena itu negara-negara di Eropa melakukan pendekatan
supranasional dengan membentuk sebuah konvensi yang diharapkan mampu mencegah perang di masa depan.
122
Pada bulan Mei 1948, Kongres Eropa berkumpul
120
European Monitoring Centre on Racism and Xenophobia , ―Muslims in the European Union,‖ 73.
121
―Profile: European Court of Human Rights,‖ BBC, 7 February 2012, diakses pada 15 February 2014, http:www.bbc.co.uk.
122
Robert Blackburn Jorg Polakiewicz. 2001. The Institutions and Processes of the Convention, in Fundamental Rights in Europe: the European Convention on Human Rights and Its Member States;
dalam The French Headscarf Law Before The European Court of Human Rights. Journal of Transnational Law and Policy Vol. 16:2 oleh Kathryn Boustead. 2007. 170
– 171.
44
di Den Haag dan mengadopsi resolusi untuk membentuk sebuah piagam Hak Asasi Manusia Eropa yang diterapkan oleh ECtHR di Eropa.
Dalam jangka waktu satu tahun, sepuluh negara Eropa membentuk European Council dengan tugas menyusun perjanjian Hak Asasi Manusia multilateral.
123
Perjanjian Hak Asasi Manusia multilateral tersebut kemudian dikenal sebagai Konvensi untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Fundamental yang
ditandatangani di Roma pada tanggal 4 November 1950 dan mulai berlaku pada bulan September 1953. European Council menggunakan acuan penyusunan Konvensi
berdasarkan Deklarasi 1948 tentang Hak Asasi Manusia. Para perumus Konvensi berusaha untuk mencapai tujuan European Council melalui pemeliharaan dan
realisasi lebih lanjut dari Hak Asasi Manusia dan kebebasan fundamental. Konvensi digunakan untuk mewakili langkah pertama dalam penegakan kolektif tentang hak-
hak yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
124
Dalam usahanya menegakan Hak Asasi Manusia, Konvensi membentuk mekanisme
penegakan kewajiban yang dibuat oleh negara peserta salah satunya adalah European Court of Human Rights.
125
European Court of Human Rights dibentuk berdasarkan Konvensi sebagaimana telah diubah dengan Protokol No 11
126
yang terdiri dari 46 orang hakim dari negara anggota. Tidak ada batasan pada jumlah hakim dari kebangsaan yang
123
Kathryn Boustead. The French Headscarf Law Before The European Court of Human Rights., 171.
124
European Court of Human Rights Annual Report 2005. 2006, 8; tersedia di http:www.echr.coe.int; diunduh pada 4 juli 2014.
125
―European Court of Human Rights: Annual Report 2005,‖ diunduh pada 6 Juli 2014,
http:www.echr.coe.intDocumentsAnnual_report_2005_ENG.pdf
126
―European Court of Human Rights,‖ 10.
45
sama. Hakim dipilih oleh Majelis Parlemen Dewan Eropa untuk jangka waktu enam tahun. Hakim dalam sebuah kasus bekerja dengan kapasitas pribadi mereka dan tidak
mewakili negara manapun. Masa jabatan seorang hakim berakhir ketika mereka mencapai usia 70 tahun.
127
Pengambilan keputusan dalam ECtHR dilakukan di sebuah Chamber dengan mekanisme pemungutan suara. Setiap hakim yang telah mengambil bagian dalam
pertimbangan sebuah kasus berhak untuk menambahkan opini mereka baik yang setuju atau tidak setuju. Dalam jangka waktu tiga bulan dari pengiriman putusan
penghakiman dari Chamber, setiap pihak dapat meminta kasus tersebut di rujuk untuk melakukan banding ke Grand Chamber. Grand Chamber terdiri dari 17 hakim.
Permintaan yang diajukan ke Grand Chamber kemudian diperiksa oleh lima hakim panel Grand Chamber yang terdiri dari Ketua ECtHR, dua Presiden Bagian yang
ditunjuk secara bergantian, dan dua hakim lainnya juga dipilih bergantian. Semua keputusan yang dihasilkan dari ECtHR akan mengikat kepada negara yang
bersangkutan.
128
127
―European Court of Human Rights,‖ 10.
128
―European Court of Human Rights‖, 12.
46
BAB III Pelarangan Jilbab di Sekolah serta Niqab dan Burqa di Perancis 2004
– 2013 A.
Pelarangan Jilbab di Sekolah serta Niqab dan Burqa di Perancis 1
Pelarangan Jilbab di Sekolah tahun 2004 di Perancis
Perdebatan mengenai larangan penggunaan jilbab yang terjadi di Perancis merupakan hal yang sudah lama terjadi. Pada tahun 1989, di Creil terdapat tiga orang
siswi yang dilarang mengikuti kegiatan belajar dikarenakan menggunakan jilbab. Di awal tahun ajaran baru, ada tiga orang siswi dari sekolah Gabriel-Havez yaitu Leila,
Fatima dan Samira Saidani
129
tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan belajar karena memakai jilbab di sekolah.
130
Kemudian, pada tanggal 10 Oktober 1989
131
, orang tua dari ketiga murid tersebut datang ke sekolah untuk bernegosiasi dengan pihak sekolah
terkait penggunaan jilbab di sekolah tersebut. Setelah melakukan beberapa tahapan negoisasi antara pengurus sekolah dan orang tua siswi tersebut, maka dicapailah
kesepakatan bahwa para gadis di sekolah itu dapat mengenakan jilbab di sekolah namun apabila dalam kegiatan belajar maka jilbab mereka harus dilepas.
132
Selain itu, para gadis itu juga tidak diperkenankan memakai jilbab yang terlihat ―mewah‖ yang
mampu menunjukan kesan intimidasi, provokasi, dakwah, ataupun propaganda.
133
129
Dan Eshet, What Do We Do with a Difference? France and the Debate over Headscarves in School, Facing History and Ourselves Foundation, Inc, 2008, 23.
130
Wing dan Smith. ―Critical Race Feminism Lifts the Veil‖, 743.
131
Elisa T. Beller , ―The Headscarf Affair: The Conseil dEtat On the Role of Religion and Culture in
French Society ‖, Texas International Law Journal Vol. 39, 2004: 581.
132
Eshet , ―What Do We Do with a Difference‖, 23.
133
Pierre Birnbaum, The Idea of France 231 M.B. DeBevoise trans., Hill and Wang 2001 1998; Lihat juga
Conseil d‘État, Assemblée générale Section de l‘intérieur, 27 Novembre 1989, tersedia di http:www.conseil-etat.frcerapporindex_ra_cg03_01.shtml last visited Apr. 13, 2004; dalam The